Psikology.docx

  • Uploaded by: Farabi Maulana
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Psikology.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,638
  • Pages: 16
MAKALAH PSIKOLOGI INDUSTRI PENGUKURAN TERHADAP KECAKAPAN PENGUKURAN KERJA

KELOMPOK 4 DISUSUN OLEH: FAJAR MAULANA

(170130151)

WARDATUL AINI

(170130125)

KELAS A4

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantinatikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama dengan judul “PENGUKURAN TERHADAP KECAKAPAN KERJA”.Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Lhokseumawe,25 Maret 2019

Penulis

A.Pendekatan pengukuran,Check List a.Pendekatan Pengukuran Pendekatan pengukuran adalah pendekatan yang dilakukan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja suatu karyawan. Pendekatan pengukuran dapat dilakukan lima macam pendekatan yaitu: 1.Pendekatan perbandingan Pada pendekatan perbandingan (comparative approach) ini bisa dilakukan dengan membuat rangking antar karyawan, membuat distribusi kinerja (forced distribution), maupun perbandingan satu dengan satu (paired comparison) .

2.Pendekatan atribut Pada pendekatan atribut (attribute approach) ini performance manajemen akan menilai karyawan berdasarkan atribut yang melekat pada karyawan dan tentu saja dibutuhkan perusahaan. Tiap karyawan akan dinilai pada aspek pengetahuan, kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, inisiatif, tingat inovasi, kerja sama tim, kemampuan interpersonaldan lain sebagainya.. 3.Pendekatan behavior Pada pendekatan kelakuan (behavior approach ) ini, karyawan-karyawan ini akan dinilai berdasarkan kelakuannya, misalnya kelakukan dalam ketepatan waktu kerja, kerapian ruangan dan lain sebagainya. Bagian dari behavior ini adalah model dari kompetensi. Penilaian akan dilakukan pada bagianbagian dari Compentency Model.

4.Pendekatan hasil Dalam pendekatan hasil (results approach) ini karyawan-karyawaan akan dilihat berdasarkan hasil kerja yang telah ditetapkan secara objektif.Pengukuran performance berdasarkan hasil ini ada dua system yaitu a. Balance Scorecard b. ProMes yang merupakan kependekan dari Productivity Measurement and Evaluation System

5.Pendekatan kualitas Pendekatan kualitas (quality approach) ini berkaitan dengan pengembangan kualitas yang terus menerus, mengurangi kesalahan pada produk dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Pengendalian proses menggunakan statistik sangat penting dalam quality approach. Pada quality approach kita akan menemui process-flow analysis, cause-and-effect diagram, control chart, histogram, scattergrams, pareto chart dan lain sebagainya.

B.Check List Checklist adalah salah satu metode informal observasi dimana observer sudah menentukan indikator perilaku yang akan di observasi dari subjek dalam satu tabel. Checklist merupakan metode dengan dua cara pencatatan yaitu tebuka dan tertutup. Metode ini memiliki derajat selektivitas yang tinggi karena perilaku yang diamati sudah sangat selektif, juga memiliki derajat inferensi yang tinggi karena observer hanya fokus pada kategori perilaku yang sudah ditentukan saja.

B.Prosedur Subjective Rating Scale, Comparison A. Pengertian Rating Scale Rating Scale adalah alat pengumpul data yang digunakan dalam observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, menilai individu atau situasi Rating Scale adalah alat pengumpul data yang berupa suatu daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku/sifat yang harus dicatat secara bertingkat. Rating Scale merupakan sebuah daftar yang menyajikan sejumlah sifat atau sikap sebagai butir-butir atau item. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan pengertian. Rating Scale adalah salah satu alat untuk memperoleh data yang berupa suatu daftar yang berisi tentang sifat/ciri-ciri tingkah laku yang ingin diselidiki yang harus dicatat secara bertingkat. Pada skala rating observer diminta merefleksikan kesan-kesan lampau ke dalam rating. Teknik ini lebih memberikan cara pencatatan yang mudah dan cepat dalam meringkaskan kesankesan hasil pengamatan. Rating scale adalah perluasan checklist. Perbedaan dengan checklist adalah pada rating scale observer mengindikasikan judgement dalam bentuk frekuensi & atau kualitas karakteristik performa (misal: sangat baik, sedang, kurang), sedangkan pada checklist hanya dituliskan hadir tidaknya perilaku. 1. Jenis Rating Scale Ada beberapa jenis skala rating yang dapat digunakan, yaitu :  Skala grafis  Skala numeris

   

Standard rating Cumulated points rating Force choice rating Semantic differential

a.Skala Grafis Menggunakan garis lurus horizontal ataupun kadang vertikal dalam penyajiannya. Misalnya :

b. Skala Numeris Angka dalam kebanyakan skala rating digunakan sebagai anchor, tetapi penggunaan angka ini harus didefinisikan secara jelas. Di depan ataupun di belakang setiap deskripsi disediakan ruang untuk membubuhkan tanda (biasanya tanda √) yang menunjukkan kesesuaiannya dengan subjek yang diamati. Bentuk numeris ini kadang disertai bentuk grafis, sehingga observer atau rater hanya menandai angka yang menjadi pilihannya. Misalnya skala enam jenjang utk mengukur orientasi pelayanan pelanggan :

Atau 1. Bagaimanakah partisipasi peserta didik dalam diskusi kelas? 1 2 3 4 5 2. Bagaimanakah hubungan peserta didik dengan kelompoknya? 1 2 3 4 5 Catatan: 1 = tidak memuaskan 2 = di bawah rata-rata. 3 = rata-rata 4 = di atas rata-rata

5 = sempurna c. Standard Rating Bentuk rating ini sering juga disebut sebagai skala presentase. Anchor presentase meminta observer merating subjek ke dalam suatu kontinum yang bergerak dari 0 s/d 100, dalam perbandingan dengan subjek amatan lain atau kelompok khusus. Misalnya mengukur interpersonal persuasiveness ability :

d. Cumulated Points Rating Aitem yang disusun merupakan indikator suatu trait yang akan diukur. Skor akhir skala merupakan penjumlahan kelseluruhan aitem. Misalnya, bagaimana seorang pemilik toko mengobservasi kemampuan pegawainya dalam memberikan pelayanan pada konsumen :

e. Force Choice Rating Bentuk ini biasanya digunakan dalam bidang militer atau bisnis. Observer diminta memilih kalimat yang menggambarkan kondisi subjek amatan. Misalnya :

f. Semantic Differential Skala ini menggunakan pasangan kata sifat yang berlawanan dalam memberikan rating. Secara ringkas penyusunan skala sbb : º Pilih suatu konsep yang akan diamati º Tentukan pasangan kata sifat yang akan digunakan º Susun kutub pasangan kata tersebut secara random Misalnya :

g. Kelebihan Rating Scale º Mudah penggunaannya. º Dapat mengetahui intensitas dan gambaran keadaan suatu perilaku/kejadian. º Dapat digunakan untuk mengkonfirmasikan antara realitas dengan persepsi subjektif rater. h. Kekurangan Menggunakan Rating Scale º º º º º º º º º º

Observer dapat melakukan kesalahan dalam membuat kesimpulan, antara lain : Error of leniency : terlalu longgar Error of central tendency : cenderung ke pusat skala Hallo effect : terkesan hal umum Error of logic : cenderung sama karena dianggap berhubungan Error of contast : memiliki dua arah Ketidakjelasan dalam penggunaan istilah Social desirability effect : secara sosial lebih diterima Skala rating tidak memberi informasi sebab terjadinya perilaku The generosity effect : terjadi ketika ragu-ragu Carry over effect : tidak memisahkan gejala i. Kegunaan Pemakaian Rating Scale Hasil observasi dapat dikuantifikasikan beberapa pengamat menyatakan penilaiannya atas seorang siswa terhadap sejumlah alat/sikap yang sama sehingga penilaian-penilaian itu ( ratings ) dapat dikombinasikan untuk mendapatkan gambaran yang cukup terandalkan.

j. Kesalahan-kesalahan dalam Rating Scale Kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi pada rating scale adalah sebagai berikut : 1) Pengamat membuat generalisasi mengenai sikap atau sifat seseorang karena bergaul akrab dengan siswa 2) Pengamat tidak berani untuk memberikan penilaian sangat baik atau sangat kurang dan karena itu menilai suatu item dalam daftar pada gradasi cukupan (error ofcentral tendency ). 3) Pengamat membiarkan dirinya terpengaruh oleh penilaiannya terhadap satu dua sikap atau sifat yang dinilai sangat baik atau sangat kurang, sehingga penilaiannyaterhadap item-item lain cenderung jatuh pula pada gradasi sangat baik atau sangat kurang ( hallo effect ). Misalnya bila guru sudah mempunyai kesan negatif terhadap seorang siswa ( A ) yang penampilannya kurang menarik dan kemudian memilih gradasi kurang pada item-item yang lain. 4) Pengamat tidak menangkap maksud dari butir-butir dalam daftar dan kemudian mengartikannya menurut interprestasi sendiri ( logical error ) 5) Pengamat kurang memisahkan jawaban terhadap butir yang satu dari jawaban terhadap butir yang lain ( carry over effect ). C.COMPARISON Comparison atau perbandingan adalah salah satu cari untuk melihat baik atau buruknya suatu system yang telah diterapkan pada perusahaan,selain itu perbandingan juga berfungsi untuk mengetahui kualitas kinerja karyawan sehingga perusahaan dapat mengubah system menjadi lebih baik kedepannya.

C.Critical Incident, Group Appraisal, Essy Evaluation a.Critical Incident Metode ini digunakan untuk mengungkapkan pengalaman murid secara langsung terkait materi pembelajaran. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk melibatkan siswa sejak awal dengan melihat pengalaman nyata yang pernah dialami. Kegiatan Awal *Mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa *Mengamati dan mengarahkan sikap siswa agar siap memulai pelajaran *Melakukan tes penjajakan [pre-tes] dan mengidentifikasi keadaan siswa *Mengingatkan pelajaran yang telah diterima dan mengaitkan pada pelajaran baru *Penjelasan singkat tentang tujuan dan proses pembelajaran yang akan dijalani siswa

Kegiatan Inti 1.Sampaikan kepada siswa topik atau materi yang akan dipelajari dalam pertemuan ini. 2.Beri kesempatan beberapa menit kepada siswa untuk mengingat-ingat pengalaman yang tidak terlupakan berkaitan dengan materi yang akan dipelajari 3.Tanyakan kepada murid pengalaman apa yang berkesan dan tidak terlupakan. 4.Beri kesempatan setiap siswa untuk menyampaikan pengalamannya kepada siswa yang lain. 5.Mintalah beberapa orang siswa untuk menceritakan pengalaman nyata yang dialami temanya. 6.Jika dirasa sudah menemukan gambaran yangnyata, sampaikan pembelajaran dengan mengkaitkan pengalaman-pengalaman siswa dengan materi yang akan anda sampaikan

Kegiatan Akhir *Memberikan penegasan dan menyimpulkan materi belajar *Memberikan post tes untuk mengetahui hasil pembelajaran

*Memberikan tugas mandiri untuk mendalami materi ajar *Menanamkan nilai-nilai dan pesan-pesan positif bagi siswa *Melakukan relaksasi bersama untuk menjernihkan daya piker

b. Group Appraisal Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C. Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut: ”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggng jawabnya”. Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”. Selanjutnya Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.” Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “Feedback from the accountant to management that provides information about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future planning andcontrolling activities” sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an activity or the value chain”. Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip oleh Mangkunegara (2005:10) adalah: 1. Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja. 2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. 3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di embannya sekarang. 4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. 5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada halhal yang perlu diubah. Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan oleh pihak manajemen atau pegawai yang berwenang untuk memberikan penilaian terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dan biasanya merupakan atasan langsung secara hierarkis atau juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang atau ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut disampaikan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang berhubungan dengan perusahaan. Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang tenaga kerja, pihak yang berwenang dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan yang harus diambil: pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara menilai kinerja berdasarkan harapan-harapan pribadinya mengenai pekerjaan tersebut. Kedua alternatif diatas seringkali membingungkan pihak yang berwenang dalam memberikan penilaian karena besarnya kesenjangan yang ada diantara kedua alternatif tersebut sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif yang bisa dipergunakan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga kerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan pada saat melaksanakan kegiatan analisis pekerjaan. Meskipun kenyataannya, cara ini jarang diperoleh kepastian antara pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorang tenaga kerja dengan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan. Karena seringkali deskripsi pekerjaan yang etrtulis dalam perusahaan kurang mencerminkan karakteristik seluruh persoalan yang ada.

Kebiasaan yang sering dialami tenaga kerja adalah meskipun penilaian kinerja telah selesai dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian, tenaga kerja yang bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah memenuhi apa yang mereka harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian kinerja) analisis dan perencanaan diliputi oleh kondisi yang tidak realistis semisal permaian, improvisasi, dan sebagainya. Jalan yang lebih berat bagi pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian adalah menentukan hal-hal yang sebenarnya diharapkan tenaga kerja dalam pekerjaan saat itu. Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan manajemen adalah dengan cara menanyakan pada masing-masing tenaga kerja untuk merumuskan pekerjaanya. Meskipun cara ini sebenarnya agak bertentangan dengan literatur ketenaga kerjaan yang ada. Dengan alasan para tenaga kerja cenderung merumuskan pekerjaan mereka dalam arti apa yang telah mereka kerjakan, bukannya apa yang diperlukan oleh perusahaan. Hal ini bukan berarti tenaga kerja tidak memiliki hak suara dalam merumuskan deskripsi pekerjaan mereka. Mereka juga membantu merumuskan pekerjaan secara konstruktif, karena kesalahan bukan karena tenaga kerja tidak diminta untuk membantu merumuskan pekerjaan, tetapi karena seluruh beban pekerjaan dilimpahkan diatas pundak mereka.

C.Essy Evaluation 1. Pengertian Evaluasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi diartikan sebagai penilainan. Sedangkan evaluasi menurut Benyamin S. Bloom adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik. Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif (dalam bentuk angka-angka), dan dapat pula bersifat kualitatif, yaitu menunjukkan kualifikasi seperti: baik sekali, baik, sedang atau cukup, rajin, cermat dan lain-lainnya. Bukti-bukti kuantitatif atau kualitatif yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan tertentu agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusah ada tidaknya perubahan perilaku serta derajat perubahan yang ada secara adil dan objektif. 2.Tes Uraian/Esai Tes uraian adalah bentuk tes yang mengandung pertanyaan yang jawabannya tidak disediakan oleh pembuat soal. Tes esai adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang Nurkancana dan Sumartana (1986: 42). Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah tes uraian, siswa dituntut untuk dapat mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya dengan menggunakan kata-kata sendiri. Oleh karena itu, dalam tes uraian sangat mungkin terdapat variasi yang berbeda dalam jawaban yang diberikan oleh siswa, karena jawaban yang diberikan

bersifat subjektif. Tes uraian biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif yang relative tinggi dan kompleks. Soal-soal tes uraian pada umumnya mengandung permasalahan dan menuntut penguraian sebagai jawaban, sehingga apabila direncanakan dengan baik, soal berbentuk uraian sangat tepat digunakan untuk menilai cara berpikir siswa dalam memecahkan sebuah masalah dan cara siswa untuk mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Terdapat tiga faktor yang harus dilihat untuk dapat menentukan apakah butiran soal tertentu itu baik atau tidak. Pertama, tingkat kesukaran. Kesukaran butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab soal itu benar dan banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu. Kedua, indeks diskriminasi atau daya pembeda adalah korelasi antara skor jawaban terhadap sebuah butiran soal dengan skor jawaban seluruh soal. Ketiga, melihat bagaimana pilihan jawaban lain dipilih oleh kelompokkelompok itu dibandingkan dengan pilihannya terhadap pilihan yang benar. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan tes soal uraian. Tes uraian dapat digunakan apabila: 1. Jumlah siswa atau peserta tes terbatas. 2. Waktu yang dipunyai guru untuk mempersiapkan soal sangat terbatas. 3. Tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis, menguji kemampuan dengan baik, atau penggunaan kemampuan penggunaan bahasa secara tertib. 4. Guru ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung di dalam soal ujian tetapi dapat disimpulkan sari tulisan peserta tes, seperti : sikap, nilai, atau pendapat. Soal uraian dapat digunakan untuk memperoleh informasi langsung tersebut, tetapi harus digunakan dengan sangat hati-hati oleh guru. 5. Guru ingin memperoleh hasil pengalaman belajar siswanya. Soal uraian (essai) berbeda dengan soal objektif dalam kebenarannya yang bertingkat. Jawaban tidak dinilai mulai dari 100% benar dan 100% salah. Kebenaran bertingkat tergantung tingkat kesesuaian jawaban siswa dengan jawaban yang dikehendaki yang dituangkan dalam kunci. Jawaban mungkin mengarah kepada jawaban yang tidak tunggal (divergence). Kebenaran yang dicapai bisa 0%, 20%, 30%, 50%, 70%, atau 100% tergantung ketepatan jawabannya. 3.Jenis Tes Uraian Tes uraian dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, tes uraian bentuk terbuka (extended response) dan tes uraian terbatas (restricted response). Pembagian jenis tes ini berdasarkan pada kebebasan yang diberikan pembuat soal kepada penjawab soal atau siswa untuk menuangkan hasil gagasan atau pemikirannya. Pada tes uraian terbuka setiap peserta tes sepenuhnya memiliki kebebasan untuk menjawab sesuai dengan yang dipikirkannya. Sedangkan tes uraian terbatas jawaban yang dikehendaki adalah jawaban yang sifatnya sudah dibatasi.

4. Kelebihan Tes Uraian  Tes uraian dapat dengan baik mengukur hasil belajar yang kompleks.  Tes bentuk uraian terutama menekankan kepada pengukuran kemampuan dan kemampuan menguraikan berbagai hasil pemikiran dan sumber informasi kedalam suatu pola berpikir tertentu, yang disertai dengan keterampilan pemecahan masalah.  Bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk melahirkan kepribadiannya dan watak sendiri.  Memudahkan guru untuk menyusun butir soal.  Tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis.  Tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk menebak jawaban.  Dapat mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu materi 2.2.4

Kelemahan tes uraian 1. Reliabilitasnya rendah artinya skor yang dicapai oleh peserta tes tidak konsisten bila tes yang sama atau tes yang parallel yang diuji ulang beberapa kali. Menurut Robert L. Ebel A. Frisbie (1986 : 129) terdapat tiga hal yang menyebabkan tes uraian realibilitasnya rendah yaitu pertama keterbatasan sampel bahan yang tercakup dalam soal tes. Kedua, batas-bayastugas yang harus dikerjakan oleh peserta tes sangat longgar, walaupun telah diusahakan untuk menentukan batasan-batasan yang cukup ketat. Ketiga, subjektifitas penskoran yang dilakukan oleh pemeriksa tes. 2. Untuk menyelesaikan tes uraian guru dan siswa membutuhkan waktu yang banyak. 3. Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai bualan-bualan. 4. Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling membedakan prestasi belajar siswa. 5. Memeriksa hasil tes relatif sulit dan memerlukan waktu yang lebih lama. 6. Dalam penilaian mudah dipengaruhi unsur subjektivitas dari penilai. 7. Kurang representatif dalam mewakili materi pelajaran, karena hanya terdiri dari beberapa butir soal. 8. Pemeriksanya hanya dapat dilakukan oleh ahlinya. 9.Ruang lingkup yang diungkap sangat terbatas. 10.Memungkinkan timbulnya keragaman dalam memberikan jawaban sehingga tidak ada rumusan benar yang pasti. Lebih memberikan peluang untuk bersifat subjektif. 11.Penggunaan soal esai membutuhkan waktu koreksi yang lama dalam menentukan nilai.

2.2.5

Cara penilaian tes uraian 2.2.5.1 Cara Memeriksa Tes Uraian - Memeriksa tes bentuk essai lebih sulit dibandingkan dengan bentuk tes objektif. Siapapun yang menilai lembar jawaban tes objektif hasilnya pasti sama. Sedangkan memeriksa tes essay

hasilnya bisa berbeda kalau yang memeriksa orangnya berbeda, sekalipun kriteria jawaban yang tepat sudah ditetapkan. Itu sebabnya bentuk tes ini disebut dengan tes subjektif. - Untuk menghindari faktor subjektifitas maka sebaiknya sebelum memeriksa lembar jawaban dipersiapkan dulu kriteria jawaban yang benar. Ada dua cara yang bisa dilakukan dalam memeriksa lembar jawaban tes objektif. - Lembar jawaban diperiksa perorang. Maksudnya setelah selesai memeriksa punya si A dan diberi skor lalu memeriksa punya si B, lalu si C dan seterusnya. - Lembar jawaban diperiksa nomor demi nomor. Misalnya satu lokal terdiri dari 30 orang, maka pemeriksaan lembar jawaban dilakukan mulai nomor satu pada seluruh lembar jawaban essay. Setelah selesai dilanjutkan dengan nomor dua untuk seluruh lembar jawaban mahasiswa demikian seterusnya. Bila dibandingkan cara pertama dengan cara kedua maka cara kedua lebih objektif. Sedangkan cara pertama lebih subjektif. Oleh karena itu sebaiknya untuk memperoleh hasil yang lebih objektif gunakan cara kedua. 2.2.5.2 Pemberian Skoring pada tes Essai Pemberian skoring dapat dipilih dari beberapa skala pengukuran, misalnya skala 1-4, 1-10 dan 1-100. Sebaiknya jangan memberikan skor nol. Mulailah skoring dari angka 1. Semakin tinggi skala pengukuran yang digunakan maka hasilnya semakin halus dan akurat. Pemberian skor ini berlaku sama untuk semua nomor soal. Setelah menetapkan skoring langkah selanjutnya adalah menetapkan pembobotan sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Sebaiknya gunakan skala 1-10. misalnya soal yang mudah diberi bobot 2, sedang bobotnya 3 dan soal yang sulit bobotnya 5. Ada juga yang melakukan penilaian lembar jawaban tidak mengikuti cara di atas, dimana setiap soal langsung diberi bobot nilai tanpa mempertimbangkan skala pengukuran. Sehingga skala pengukuran tiap item tidak sama. Proses penetapan skornya adalah sebagai berikut: 1. skor setiap Item diperoleh dengan cara nilai setiap item dikali Bobot. 2. Jumlahkan total nilai (skor kerja) setiap item lalu dibagi dengan skor ideal. Untuk lebih jelasnya berikut akan diberikan contoh perhitungan. Nilai rata-rata sebelum diberi bobot adalah 35/6 = 5,833 Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 104/35 = 2,971 Pemberian bobot dalam pengolahan lembar jawaban soal essay sangat penting, karena skor diberikan benar-benar atas dasar kemampuan. Kenyataan juga menunjukkan bahwa setiap item tes tingkat kesukarannya berbeda.

More Documents from "Farabi Maulana"