1. Attention Deficit Hyperactivity Disorder Matthew memiliki problem Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dan tanda-tanda gangguan ini sangat kentara. Dia sulit memerhatikan instruksi guru dan mudah beralih perhatiannya, Dia tidak bisa duduk diam, tulisan tangannya kacau. Ibunya menyebutnya sebagai anak yang “sangat usil”. Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah bentuk ketidakmampuan anak yang ciri-cirinya antara lain: 1. Kurang perhatian 2. Hiperaktif, dan 3. Impulsif. Anak yang kurang perhatian (inattentive) sulit berkonsentrasi pada satu hal dan mungkin cepat bosan mengerjakan tugas. Anak Hiperaktif menunjukkan level aktivitas fisik yang tinggi, hampir selalu bergerak. Anak impulsif sulit mengendalikan reaksinya dan gampang bertindak tanpa pikir panjang. Anak yang menunjukkan gejala ADHD bisa didiagnosis sebagai : 1) ADHD dengan kecenderungan lebih pada kurang perhatian 2) ADHD dengan kecenderungan lebih pada hiperaktif/Impulsif , atau 3) ADHD dengan kecenderungan baik itu kurang perhatian maupun hiperaktif/impulsif. Jumlah anak yang didiagnosis dan dirawat karena ADHD semakin bertambah, dan diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 1990 an. Estimasi terbaru adalah 3 sampai 5 persen dari populasi sekolah diidentifikasi menderita ADHD (Barkley.1998;Hallahan & Kauffman,2000). Gangguna ini terjadi empat sampai sembilan kali lebih banyak pada anak laki-laki ketimbang perempuan. Ada kontroversi tentang peningkatan diagnosi pada ADHD ini ( Terman, dkk., 1996). Beberapa pakar menghubungkan peningkatan ini terutama pada peningkatan kesadaran akan adanya gangguan tersebut . Beberapa pakar lainnya mengatakan bahwa banyak anak yang salah didiagnosis tanpa melalui evaluasi profesional berdasarkan masukan dari banyak sumber. Tanda-tanda ADHD dapat muncul sejak usia prasekolah. Orang tua dan guru prasekolah (kelompok bermain) dan taman kanak-kanak mungkin mengetahui bahwa ada anak yang sangat aktif dan konsentrasinya kurang. Mereka mungkin mengatakan anak itu “tidak bisa diam”, “tidak bisa duduk barang sedikit saja”, atau “kelihatannya tak pernah mendengarkan orang bicara”. Banyak anak dengan ADHD sulit diatur , kurang toleransi terhadap rasa frustasi , dan punya masalah dalam berhubungan dengan teman sebaya. Karakteristik umum lainnya adalah ketidakdewasaan dan dekil. Meskipun tanda-tanda ADHD seringkali muncul sejak usia prasekolah, namun seringkali mereka baru ketahuan saat usia SD (Guyer,2000). Meningkatnya tuntutan akademik dan sosial dalam sekolah formal , dan standar yang lebih ketat untuk kontrol perilaku. Sering kali akan mengungkapkan adanya problem ADHD dalam diri anak (Whalen,2000).Guru sekolah dasar biasanya melaporkan bahwa jenis anak ini sulit bekerja secara independen , mengerjakan tugas, dan mengelola tugas. Mereka sering tampak selalu ribut dan tidak fokus. Problem ini lebih mungkin terlihat ketika mereka diberi tugas yang berulang-ulang, atau tugas yang di anggap anak menjemukan (seperti mengisi daftar atau mengerjakan PR)
Problem ADHD dahulu di anggap akan berkurang saat anak masuk remaja, tetapi kini diyakini bahwa hal itu jarang terjadi. Perkiraan menunjukkan bahwa ADHD hanya menurun sekitar sepertiga di masa remaja. Problem ini bahkan terus berlanjut hingga masa dewasa. Sebab utama ADHD masih belum ditemukan, misalnya ilmuwan belum mampu mengidentifikasi sumber penyebab di otak. Akan tetapi , ada beberapa pendapat tentang penyebabnya, seperti rendahnya level neurotransmiter (pesan kimiawi dalam otak), abnormalitas prenatal, dan abnormalitas postnatal (Auerbach,dkk., 2001; Oades, 2002; Steger, dkk., 2001). Hereditas mungkin berperan, sebab 30 hingga 50 persen dari anak ADHD punya saudara atau orang tua yang mengalami gangguan serupa (Woodrich, 1994). Diperkirakan 85 sampai 90 persen anak penderita ADHD menggunakan obat stimulan seperti Ritalin untuk mengendalikan perilakunya (Tousignant,1995). Seorang anak seharusnya diberi obat hanya setelah dinilai secara lengkap yang mencakup penilaian fisiknya. Biasanya diberi dosis kescil untuk menguji efeknya. Jika anak menoleransi dosis kecil, maka dosisnya bisa ditambah. Para Periset menemukan bahwa kombinasi obat dan manajemen perilaku saja (Swanson & Volkow, 2002; Swanson, dkk., 2001). Tidak semua anak ADHD merespons positif terhadap stimulan, dan beberapa pengkritik mengatakan bahwa dokter terlalu tergesagesa memberikan resep stimulan untuk anak dengan ADHD ringan (Clay,1997). Guru memainkan peran penting dalam mengamati apakah obat yang diberikan terlalu keras sehingga menyebabkan anak mengalami pusing atau alergi. Terkadang guru, terutama di SD, memberikan obat jika dibutuhkan pada saat belajar. Adalah penting bagi guru dan orang tua untuk tidak memberikan pesan kepada anak bahwa obat itu adalah jawaban untuk semua kesulitan akademik mereka (Hallalhan & Kauffman, 2000). Selain diberi obat, anak dengan ADHD harus di ajak untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka).
Strategi mengajar anak penderita Attention Deficit Hyperactivity Disorder 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pantau apakah obat stimulan bekerja secara efektif . Ulangi dan sederhanakan instruksi untuk tugas di kelas dan pekerjaan rumah. Lengkapi instruksi verbal dengan instruksi visual. Modifikasi ujian jika perlu. Libatkan guru pendidikan khusus. Nyatakan ekspektasi secara jelas dan beri tanggapan kepada anak dengan segera. Gunakan strategi manajemen perilaku; terutama dengan memberikan tanggapan positif jika terjadi kemajuan. 8. Berikan petunjuk terstruktur (Barkley,1998). Dalam banyak kasus, lingkungan belajar yang terstruktur akan bermanfaat bagi anak penderita ADHD. 9. Kaitkan pembelajaran dengan pengalaman kehidupan nyata. 10. Gunakan Instruksi komputer, terutama untuk pembelajaran yang menggunakan format seperti permainan. 11. Beri murid kesempatan untuk berdiri dan berjalan-jalan. 12. Pecah tugas menjadi bagian-bagian yang lebih ringkas.