PSIKO SOSIO PADA PASIEN HIV/AIDS NAMA KELOMPOK AYURAHAYU DANA MONICA SIHOMBING ROSINTA OKTAVIANI SITI AMINAH UBAY
Reaksi
Proses psikologis
Shock (kaget goncangan batin)
Merasa bersalah , marah tidak berdaya
Hal-hal yang biasa di jumpai Rasa takut, hilang akal, frustrasi, rasa sedih, susah, acting out
Mengucilkan
Merasa cacat dan tidak
Khawatir
Diri
berguna, menutup diri
orang
menginfeksi
lain, murung Membuka
Ingin tahu reaksi orang lain,
Penolakan,stres, konfrontasi
status secara
pengalihan stres, ingin
Terbatas
Dicintai
mencari orang
Berbagi rasa, pengenalan,
Ketergantungan, campur
lain yang HIV
kepercayaan, penguatan,
tangan, tidak percaya pada
Positif
dukungan social
pemegang rahasia dirinya
Status khusus
Perubahan keterasingan
Ketergantungan, dikotomi
menjadi manfaat khusus,
kita
perbedaan menjadi hal yang
orang
istmewa, dibutuhkan oleh
dilihat
yang lainnya
HIV
dan
mereka
sebagai
(sema
terinfeksi
dan direspon seperti itu), over Identification Perilaku
Komitmen dan kesatuan
Pemadaman, reaksi dan
Mementingkan
kelompok, kepuasan
Kompensasi
orang lain
memberi dan berbagi,
yangberlebihan
perasaan sebagi kelompok Penerimaan
Integrasi status positif HIV
Apatis, sulit berubah.
dengan identitas diri, keseimbangan antara kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa menyebutkan kondisi Seseorang
Permasalahan HlV/AIDS Dari Aspek Sosial (Djoerban. I999) jurnalis dari media baik media cclak maupun elektronik dalam peliputan mengenai ODHA dan hal-hal yang keterkaitan dcngan HIV / AIDS adakalanya tidak empati dan jauh dari nilai-nilai humanis anatara lain: 1. Diskriminasi, memperlakukan orang secara berbeda-beda dan tanpa alasan yang tidak relevan, misalnya diskriminasiterhadap ras. gender, agama dan politik. Dalam kasus pemberitaan HIV / AIDS. media sering melakukan pembedaan atas sescorang menurut kehendaknya sendiri. Misalnya orang jahat (ODHA) versus orang baik-baik. Orang bermoral versus orang tidak bermoral. pcrcmpuan pekerja seks dengan
orang baik. Kekerasan Pada kasus
pemberitaan terhadap seorang pekcrja seks misalnya, media melakukan kekerasan karcna tclah mcngekspose seorang pekerja seks tanpa meminta ijin. Akibatnya ia dikucilkan hidupnya setelah pemberitaan tesebut
2. Stigmatisasi Proses pelabelan (stereotip) yang dilakukan pada orang lain inisering dilakukan oleh media kclika mcmberitakan tentang pckerja seks danHIV / AIDS. Misalnya pekerja seks adalah orang tidak baik scbagai penyebar HlV/AIDS. untuk itu mereka harus dijauhi. 3. Sensasional Dalam pemberitaan HIV / AIDS. seringkali judul berita menampilkan sesuatu yang sangat bombastis. tidak scsuai dcngan realitas sebenamya
Upaya mengurangi beban psikososial Untuk megurangi beban psikososial Odha maka pemahaman yang benar mengenai AIDS perlu disebar luaskan. Konsep bahwa dalam era obat antiretroviral AIDS sudah menjadi penyakit kronik yang dapat dikendalikan juga perlu dimasyarakatkan. Konsep tersebut memberi harapan kepada masyarakat dan Odha bahwa Odha tetap dapat menikmati kualitas hidup yang baik dan berfungsi di masyarakat. Upaya untuk mengurangi stigma di masyarakat dapat dilakukan dengan advokasi dan pendamping, contoh nyata tokoh masyarakat yang menerima Odha dengan wajar seperti bersalaman, duduk bersama dan sebagianya dapat merupakan panutan bagi masyarakat. Untuk mengurangi beban psikis orang yang terinfeksi HIV maka dilakukan konseling sebelum tes. Tes HIV dilakukan secara sukarela setelah mendapat konseling. Pada konseling HIV dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpertasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh Odha. Penyampaian hasil tes baik hasil negatif maupun positif juga disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif. Konseling pasca tes baik ada hasil positif maupun negatif tetap penting. Pada hasil positif konseling dapat digunakan sebagai sesi untuk menerima ungkapan perasaan orang yang baru menerima hasil, rencana yang akan dilakukannya serta dukungan yang dapat dperolehnya. Sebaliknya penyampaian hasil negatif tetap dilakukan dalam sesi konseling agar perilaku berisisko dapat dihindari sehingga hasil negatif dapat dipertahankan. Psikofarmaka :
Terapi psikofarmaka untuk gangguan cemas, depresi serta insomnia dapat diberikan namun penggunaan obat ini perlu memperhatikan interkasi dengan obat-obat lain yang banyak digunakan pada Odha Peran perawat Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi), edukasi yang benar tentang HIV/AIDS baik pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga penderita, keluarga maupun masyarakat dapat menerima kondisinya dengan sikap yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita. Adanya dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat membantu penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress, depresi, kecemasan serta perasaan dikucilkan. Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita AIDS sangatlah besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan. Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien. Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif. Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Peran Perawat dalam Askep Pasien HIV/AIDS menurut Nursalam 2007 Memfasilitasi strategi koping: 1.
Memfasilitasi sumber penggunaan potensi diri agar terjadi respons penerimaan
sesuai tahapan dari Kubler-Ross 2.
Teknik Kognitif, penyelesaian masalah; harapan yang realistis; dan pandai
mengambil hikmah 3.
Teknik Perilaku, mengajarkan perilaku yang mendukung kesembuhan: kontrol &
minum obat teratur; konsumsi nutrisi seimbang; istirahat dan aktifitas teratur; dan menghindari konsumsi atau tindakan yang menambah parah sakitnya Dukungan sosial: 1.
dukungan emosional, pasien merasa nyaman; dihargai; dicintai; dan
2.
dukungan informasi, meningkatnya pengetahuan dan penerimaan pasien terhadap sakitnya
3.
dukungan material, bantuan / kemudahan akses dalam pelayanan kesehatan pasien