Psi Revisi 3.0.docx

  • Uploaded by: akun foto
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Psi Revisi 3.0.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,604
  • Pages: 24
Page 1 of 24

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Mengkaji tentang proses masuknya Islam di Indonesia. Sebuah proses yang tidak singkat dan penuh perjuangan. Dari mulanya Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M, hingga bertahan sampai saat ini dan Insya Allah sampai akhir zaman. Terdapat banyak pelajaran yang bisa diambil dalam makalah kami yang berjudul “Studi Islam di Indonesia Sebelum Kemerdekaan”. Namun, alasan utama terbentuknya makalah ini adalah untuk mengingat kembali sebuah sejarah yang menjadi cikal bakal berkembangnya agama Islam di Indonesia. Terdapat sebuah hal menarik ketika agama Islam dibawa oleh para pedagang dari berbagai penjuru dunia. Di sana terjadi sebuah akulturasi budaya, di mana sebuah budaya yang kental akan hal mistis dan kepercayaan turun temurun berakulturasi dengan sebuah kepercayaan yang menganut ketauhidan dan sarat akan syariat ketuhanan. Hal itu pula yang mendasari berkembangnya agama Islam di Indonesia sampai saat ini Di balik itu semua banyak pengorbanan yang telah dilakukan oleh para pahlawan terutama dari kalangan muslim. Pada saat itu para penjajah dari Belanda tak bisa membendung pesatnya perkembangan dan penyebaran islam pada masa itu. Pihak pemerintah Belanda pun membaut beberapa peraturan di antaranya adalah peraturan ordonansi yang maksud utamanya tidak lain adalah untuk menghambat laju berkembangnya agama Islam. Namun mereka gagal, dan Alhamdulillah agama Islam sampai sekarang menjadi sebuah identitas dari mayoritas masyarakat di Indonesia.

Page 2 of 24

B. Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud studi Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan ? b. Bagaimana proses studi Islam di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan ? c. Mengapa Studi Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan perlu untuk dikaji ?

Page 3 of 24

Bab II Pembahasan A. Studi Islam di Indonesia Sebelum Kemerdekaan Sebelum kita membahas tentang bagaimana proses Studi Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan, alangkah baiknya jika kita mengerti apa itu Studi Islam. Jika kita arahkan ke sudut bahasa, maka di Barat kita akan mengenal istilah Islamic Studies, yang berarti kajian-kajian atau hal yang berkaitan tentang Islam. Lalu apabila dihubungkan dengan Studi Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan akan membentuk pengertian yang berarti kajian-kajian yang berhubungan atau berkaitan dengan keislaman di Indonesia yang terfokus pada masa sebelum kemerdekaan.1 Pada makalah ini kita akan mengupas Studi Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan. Ada hal yang menarik untuk kita kaji saat Islam masuk dan menyebar di Indonesia, khususnya pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia itu sendiri. Karena di sana banyak sekali perjuangan-perjuangan dari para mubaligh yang menyebarkan agama Islam, serta bagaimana cara-cara mereka untuk menarik simpati dari masyarakat Indonesia yang kental akan budaya leluhur. Memang bisa dikatakan sebuah proses yang tidak singkat. Dari awal mula Islam masuk ke tanah Indonesia, hingga menjadi agama yang paling banyak jumlah pemeluknya di Indonesia.

B. Proses Masuknya Islam di Indonesia Berita Islam di Indonesia telah diterima sejak orang Venesia (Italia) yang bernama Marcopolo singgah di kota Perlak dan menerangkan bahwa sebagian besar penduduknya telah beragama Islam.2 Sampai sekarang belum ada bukti tertulis tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia, namun banyak teori yang memperkirakannya. Pada umumnya teori-teori tersebut

1

2

Hammis Syafaq, Pengantar Studi Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), h. 12.

Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, ( Jogjakarta: Global Pustaka Utama 2004), h. 111.

Page 4 of 24

dikaitkan dengan jalur perdagangan dan pelayaran antara Dunia Arab dengan Asia Timur. Pulau Sumatra misalnya, karena letak geografisnya, sejak awal abad pertama Masehi telah menjadi tumpuan perdagangan antar bangsa dan pedagang-pedagang yang datang ke Sumatra.3 Para tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai bentuk penelitian. Dari sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam sudah terjadi sejak abad 7 M. Ada yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia di Jawa, ada yang mengatakan di Barus. Ada yang berpendapat bahwa Islam masuk Indonesia melalui pesisir Sumatra. Para saudagar muslim asal Arab, Persia, dan India ada yang sampai di kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M yang berlayar ke Asia Timur melalui selat Malaka singgah di pantai Sumatra Utara untuk mempersiapkan air minum, dan perbekalan lainnya, mereka yang singgah di pesisir Sumatra Utara membentuk masyarakat Muslim dan mereka menyebarkan Islam sambil berdagang. Pada perkembangan berikutnya terjalinlah hubungan perkawinan dengan penduduk pribumi atau menyebarkan Islam sambil berdagang.4 Terdapat beberapa teori yang populer di kalangan para sejarawan tentang masuknya islam di Indonesia. Teori-teori tersebut adalah : 1. Teori Persia Agama islam masuk ke Nusantara berasal dari Persia. Teori ini di dukung oleh kenyataan bahwa di Sumatra bagian utara (Aceh) terdapat perkumpulan orang-orang Persia sejak abad ke-15. Marrison menguatkan teori pertama ini dengan dasar adanya pengaruh Persia yang jelas dalam kesusastraan Melayu. Kedatangan ulama besar bernama Al-Qadhi Amir 3

Teuku Ibrahim Alfian, Kontribusi Samudra Pasai terhadap Studi Islam Awal di Asia Tenggara, (Jogjakarta: Cenninets, 2005), h. 25. 4 Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), h. 42.

Page 5 of 24

Sayyid Asyirazi dari Persia di kerajaan Samudra Pasai ikut juga sebagai pengamat dan penegas teori Persia.5 2. Teori India (Gujarat) Agama Islam masuk ke Nusantara berasal dari Negara India. Snouck Hurgronje (Belanda) misalnya mengungkapkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia berasal dari kota Dakka, India. Walau berbeda dengan Snouck Hurgronje ahli sejarah lain yaitu Pijnappel dan Moquette keduanya juga sama dari Belanda ini berpendapat bahwa agama islam masuk ke Indonesia berasal dari Gujarat dan Malabar, India. Pembawanya adalah orang Arab yang telah lama tinggal di wilayah tersebut. Penggagas teori kedua ini mendasarkan penelitiannya pada kesamaan madzhab yang dianut oleh kaum muslimin di Indonesia dan di Gujarat.6 3. Teori Arab Menurut Prof. Dr. H. Aboebakar Aceh, ada juga muballig yang menyiarkan agama islam yang berasal dari bangsa Arab, adanya raja-raja Islam dan kerajaan Islam di Indonesia menjadi bukti yang sah untuk membenarkan adanya orang-orang arab dalam rombongan penyiaran Islam pertama, beberapa sultan juga sudah memakai nama-nama Arab, dan menerangkan silsilah bahwa mereka berasal dari keturunan Nabi Muhammad. Di sana diterangkan bahwa adanya permusuhan Bani Umayyah dan Bani Hasyim yang menyebabkan tindakan-tindakan kejam dari golongan Mu’awiyah terhadap Alawiyah golongan keturunan Ali yang dikenal dengan golongan Syi’ah. Setelah itu golongan Alawiyah itu menyingkir ke timur dan mencari tempat tinggal baru, sehingga mereka sampai ke beberapa negeri di Timur Jauh dan pulau-pulau disekitarnya.7

5

Budi Sulistiono, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara, (Jakarta: Lektur Keagamaan, 2005) h. 3. 6 Aceh, Aboebakar, Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, (Solo: CV Ramadhani, 1971), h. 21. 7 Aceh, Aboebakar, Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, (Solo: CV Ramadhani, 1971), h. 21.

Page 6 of 24

C. Proses Penyebaran Islam di Nusantara Sebelum datang Islam ke Indonesia, masyarakt pribumi masih kental dengan keprcayaan dinamisme dan animisme, tidak begitu mengenal dengan istilah ketuhanan. Dan saat itulah Islam datang sebagai agama yang rahmatan lil alamin membawa petunjuk jalan yang lurus. Tetapi karena prisnsip Islam yang cinta dengan perdamaian, dan tanpa peperangan. Serta kemampuan para mubaligh yang menyebarkan agama islam dengan penuh kasih sayang dan tanpa kekerasan, dan juga memadukan budaya yang sudah ada dengan budaya Islam, sehingga masyarakat pada saat itu dengan mudah menerima kedatangan Islam . Inilah yang menjadi faktor utama kenapa Islam mudah diterima oleh masyarakat di Indonesia pada masa itu. Proses penyebaran Islam di Indonesia itu sendiri juga tak lepas dari peran para pedagang Islam, mereka merupakan pelaku penting dalam proses masuk dan berkembangnya Islam pada waktu itu. Kalau secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan itu dapat digambarkan sebagai berikut: mula-mula mereka para pedagang ini berdatangan di tempattempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan-perkampungan. Perkampungan golongan pedagang muslim dari negeri-negeri asing disebut pekojan.8 Selain dari perdagangan yang menjadi jalur utama penyebaran Islam di Nusantara, ada beberapa jalur lain yaitu: a. Jalur Tasawuf Jalur tasawuf, yaitu proses islamisai dengan mengajarkan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai ubdaya bahkan ajaran agama yang ada yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikondisikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima.9

8

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 201. 9 Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 208

Page 7 of 24

b. Jalur Perkawinan Jalur Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi juga merupakan bagian yang erat hubungannya dengan proses Islamisasi. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim.10 Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putriputri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin,mereka diislamkan dulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas akhirnya timbul kampung-kampung, daerahdaerah dan kerajaan-kerajaan muslim.11 c. Jalur Pendidikan Para ulama, guru-guru agama, dan raja juga berperan besar dalam proses Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Di pesantren, para santri diajarkan berbagai kitab kuning. Disebut kitab kuning karena biasanya dicetak dalam kertas bewarna kuning yang dibawa dari Timur Tengah.12 d. Jalur Kesenian Saluran Islamisasi melalui seni merupakan salah satu cara yang cukup efektif dalam menyebarkan agama Islam, karna cocok dengan karakter masyarakat Indonesia yang suka kalau ada dongen, atau cerita-cerita, ada banyak Kesenian yang digunakan untuk menyebarkan Islam pada waktu itu seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman

10

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 202. 11 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Press, 2007), h. 202. 12 Zamachsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3S, 1982)

Page 8 of 24

di Aceh, Ternate dan sebagainya.13 e. Jalur Politik Pengaruh kekuasan raja adalah sangat sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.14

D. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Masa Sebelum Kemerdekaan 1. Surau Istilah surau di Minangkabau sudah dikenal sebelum datangnya Islam. Surau dalam sistem adat Minangkabau adalah suku atau kaum sebagai pelengkap rumah gadang yang berfungsi sebagai tempat bertemu, berkumpulrapat, dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah akil baligh atau orang tua yang telah uzur.15 Disana menurut ketentuan adat bahwa anak laki-laki tak punya kamar di rumah orang tua mereka, sehingga mereka tidur di surau. Hal ini menyebabkan surau menjadi suatu tempat yang penting dalam pendewasaan anak laki-laki di Minangkabau. baik dari segi ilmu pengetahuan maupun keterampilan praktis mereka.16

13

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 205 14 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 206-207. 15 Azyumari Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenia Baru, (Ciputat: Logos, 1999), h. 130. 16 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 70.

Page 9 of 24

Fungsi surau tidak berubah setelah kedatangan Islam, hanya saja fungsi keagamaannya semakin penting yang di perkenalkan pertama kali oleh Syekh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman. Pada masa ini, eksistensi surau di samping sebagai tempat sholat juga digunakan Syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan agama Islam, khususnya tarekat (Suluk).17 Sebagai Lembaga Pendidikan Tradisional, surau menggunakan sistem Pendidikan Halaqah. Materi pendidikan yang diajarkan pada awalnya masih seputar belajar huruf hijaiyah dan membaca Al-Quran. Pada umumnya pendidikan ini dilaksanakan pada malam hari.18 Dalam perannya sebagai Lembaga Pendidikan Islam, surau sangat strategis baik dalam proses pengembangan Islam maupun pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam.19 2. Meunasah Meunasah merupakan tingkat Pendidikan islam terendah. Meunasah berasal dari kata Arab, Madrasah. Meunasah merupakan suatu bangunan yang erdapat di setiap gampong atau kampung, desa. Bangunan ini seperti rumah tapi tidak mempunyai jendela dan bagian-bagian lain. Bangunan ini digunakan sebagai temapt belajar dan berdiskusi serta membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan kemasyarakatan. Disamping itu, meunasah juga menajdi tempat bermalam para anak-anak muda serta orang laki-laki yang tidak mempunyai istri. Setelah islam mapan di Aceh. Meunasah juga menjadi tempat sholat bagi masyarakat dalam satu gampong.20 Diantara fungsi meunasah itu adalah

17

Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h.71. 18

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), h. 281 19 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 86. 20

Abuddin Nata (Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 42

Page 10 of 24

a) Sebagai

tempat

keagamaan,

penerimaan

zakat

dan

tempat

penyalurannya, tempat penyelesaian perkara agama musyawarah dan menerima tamu. b) Sebagai lembaga pendidikan Islam, di mana diajarkan pelajaran membaca Al-Quran. Pengajian bagi orang dewasa diadakan pada malam hari pada hari tertentu dengan metode ceramah dalam satu bulan sekali. Kemudian pada hari Jumat dipakai ibu-ibu untuk solat berjamaah Dhuhur yang diteruskan pengajian yang dipimpin oleh guru perempuan.21 3. Pesantren Menurut asal katanya, pesantren berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya tempat para santri. Sedangkan menurut Sudjoko Prasodjo, “Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pelajran agama, umumnya dengan cara non-klasikal di mana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam Bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut”.22 Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren mengadakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi) dan non-formal. Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membedakan status sosial, menerima tamu yang datang dari masyarakat umum dengan motif yang berbeda-beda. Sebagai penyiaran

21

Abuddin Nata (Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 42 22 Sudjoko Prasodjo, “Profil Pesantren”, dalam Ahuddin Nata (Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 104

Page 11 of 24

agama Islam, masjid pesantren juga berfungsi sebagai masjid umum, yakni tempat ibadah dan belajar agama bagi para jamaah.23 Sebagai Lembaga Pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan kajian atau mata pelajarannya ialah kitabkitab dalam Bahasa Arab (Kitab Kuning). Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah Al-Quran dengan tajwid dan tafsirnya, aqa’id dan ilmu kalam, fikih dan ushul fikih, hadist dengan musthalah hadist, Bahasa Arab dengan ilmunya, tarikh, mantiq, dan tasawuf.24 4. Madrasah Merupakan

Lembaga

Pendidikan

Islam

yang

berfungsi

menghubungkan sistem lama dengan sistem baru, dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan bisa dipertahankan serta mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, teknologi dan ekonomi yang bermanfaat bagi kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, isi kurikulum madrasah pada umumnya adalah apa yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam (surau dan pesantren) ditambah dengan beberapa materi pelajaran yang disebut dengan imu-ilmu umum. 25

E. Perkembangan Islam di Indonesia pada Masa Kerajaan Islam Islam dimulai di wilayah ini lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari penduduk asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka, Islam tersebar sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai dilakukan secara besar-besaran ketika dakwah telah memiliki orang-orang yang khusus menyebarkan dakwah. Setelah fase itu

23

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), h. 288 24 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), h. 287 25 Muhamad Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (h.49

Page 12 of 24

kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk di kepulauan ini.26 Di antara kerajaankerajaan terpenting adalah sebagai berikut: 1. Kerajaan Malaka (803-917 H / 1400-1511 M) Malaka juga dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Sebutan ini diberikan karena peranannya sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuahan-pelabuhan Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan, yang menjadi jalan sialng anntara Asia Timur dan Asia Barat. Dengan letak geografis yang demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya.27 Setelah Malaka menjadi kerajaan Islam, para pedagang, mubaligh, dan guru sufi dari negeri Timur Tengah dan India makin ramai mendatangi Kota Bandar Malaka. Dari bandar ini, Islam di bawa ke Pattani dan tempat lainnya di semenanjung seperti Pahang, Johor dan Perlak.28 2.

Kerajaan Aceh (920-1322 H / 1514-1904 M) Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi bagian wiliyah Aceh dan pergantian agama diperkiraan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14.29 Kerajaan Aceh yang letaknya di daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Aceh Besar.30 Aceh mengalami kemajuan ketika saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya dagang di Malaka kemudian memindahkan perdagangannya ke Aceh, ketika Portugis menguasai Malaka tahun 1511.31 Ketika Malaka di kuasa Portugis tahun 1511, maka daerah

26

Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia, 1991), h. 39 27 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984),, op.cit., h. 18 28 Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 190. 29

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Press, 2007), h. 209. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Press, 2007), h. 208. 31 Anas Machmud, Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Sumatra, dalam A. Hasymy, (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Jakarta: Almaarif, 1989), h. 420. 30

Page 13 of 24

pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim, kerajaaan Aceh mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitarnya.32 Kejayaan kerajaan Aceh pada puncaknya ketika diperintahkan oleh Iskandar Muda. Ia mampu menyatukan kembali wilayah yang telah memisahkan diri dari Aceh ke bawah kekuasaannya kembali. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera. Dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan, juga Minangkabau.33 Setelah Iskandar Muda digantikan oleh penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih luwes, lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetap tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Pada abad 18 kerajaan aceh pun mengalami kemunduran. 34 3.

Kerajaan Demak (918- 960 H / 1512-1552 M) Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang berkembang di pantai utara Pulau Jawa. Raja pertamanya adalah Raden Patah. Sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak masih menjadi daerah Majapahit. Baru Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan pemberontakan yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat dikatakan bahwa pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa. Setelah Raden Patah berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke16, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus. Dan kemudian

32

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 21 33 Daerah- daerah itu adalah Deli (1612), Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619), Perlak (1620), Nias (1624). (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., h. 22). Badri Yatim, op.cit., h. 210. 34 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Press, 2007), h. 210.

Page 14 of 24

digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546 dan berhasil menguasai beberapa daerah.35 Perkembangan dan kemajuan Islam di Pulau Jawa ini bersamaan dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari Wali Songo. Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat. Kerajaan Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat itu tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomi. Politiknya adalah untuk mematahkan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis di Malaka.36 4.

Kerajaan Banten (960-1096 H / 1552-1684 M) Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya, Banten, pelabuhan yang penting dan ekonominya mempunyai letak yang strategis dalam penguasa Selat Sunda, yang menjadi uratnadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indoneia di bagian selatan dan barat Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka di bawah pengawasan politik Portugis di Malaka.37 Kerajaan Islam di Banten yang semula kedudukannya di Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan, di Banten lama dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan ini dimaksudkan untuk

35

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 25. 36 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984),, h. 8 37 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan di Banten 1888, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), h.53- 54

Page 15 of 24

memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir Sumatera, melalui selat sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan dengan kondis politik di Asia Tenggara masa itu setelah malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang yang segan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda.38 Tentang keberadaan Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan, bahwa di daerah Cimanuk, kota pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dengan Cirebon, banyak dijumpai orang Islam. Ini berarti pada akhir abad ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada masyarakat yang beragama Islam. Karena tertarik dengan budi pekerti dan ketinggian ilmunya, maka Bupati Banten menikahkan Syarif Hidayatullah dengan adik perempuannya yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini Syaraif Hidayatullah dikaruniai dua anak yang diberi nama Ratu winaon dan Hasanuddin. Tidak lam kemudian, karena panggilan uwaknya, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah berangkat ke Cirebon menggantika umawknya yang sudah tua. Sedangkan tugas penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada anaknya yaitu Hasanuddin.39 5.

Kerajaan Goa (Makasar) (1078 H / 1667 M) Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi adalah Goa- Tallo, kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama Tumaparisi-Kallona yang berkuasa pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. Ia adalah memerintah kerajaan dengan peraturan memungut cukai dan juga mengangkat kepala-kepala daerah.40

38

Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa lalu Banten, (Serang: Saudara, 1993), h. 43 39

Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa lalu Banten, (Serang: Saudara, 1993), h. 51 40

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 29.

Page 16 of 24

Kerajaan Goa-Tallo menjalin hubungan dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik / Giri. Penguasa Ternate mengajak penguasa Goa-tallo untuk masuk agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan GoaTallo. Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam tahun 1605 M.41 6.

Kerajaan Maluku Kerajaan Maluku terletak dibagian daerah Indonesia bagian Timur. Kedatangan Islam keindonesia bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja ternate yang keduabelas, Molomateya, (1350-1357) bersahabat baik dengan orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 Islam sudah datng di daerah Maluku. Pengislaman di daerah Maluku, di bawa oleh maulana Husayn. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Marhum di Ternate.42 Raja pertama yang benar-benar muslim adalah Zayn Al- Abidin (14861500), Ia sendiri mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah Giri. Zainal Abidin ketika di Jawa terkenal sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkeh, karena membawa cengkeh dari Maluku untuk persembahan. Sekembalinya dari jawa, Zainal abidin membawa mubaligh yang bernama Tuhubabahul. Yang mengantar raja Zainal Abidin ke Giri yang pertama adalah Jamilu dari Hitu. Hubungan Ternate, Hitu dengan Giri di Jawa Timur sangat erat.43

41

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 30. 42 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 10. 43 H.J. de Graaf, “Islam di Asia Tenggara Sampai Abad ke-18” dalam Azyumardi Azra (Ed.), Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), h. 14.

Page 17 of 24

F. Pengaruh dan Kebijakan Belanda Terhadap Studi Islam di Indonesia pada Masa Sebelum Kemerdekaan Awal mula bangsa Belanda datang ke Nusantara hanya untuk tujuan berdagang, tetapi karena kekayaan alam Nusantara yang sangat banyak maka tujuan utama tadi berubah untuk menguasai wilayah Nusantara dan menanamkan pengaruh di Nusantara sekaligus dengan mengembangkan pahamnya yang terkenal dengan semboyan 3G, yaitu Glory (kemenangan dan kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam di Indonesia).44 Dalam menyebarkan misi-misinya, Belanda mendirikan sekolahsekolah Kristen. Misalnya di Ambon yang jumlah sekolahnya mencapai 16 sekolah dan 18 sekolah di sekitar pulau-pulau Ambon, di Batavia sekitar 20 sekolah, padahal sebelumnya sudah ada sekitar 30 sekolah. Di samping itu, sekolah-sekolah ini pada perkembangannya dibuka secara luas untuk rakyat umum dengan biaya yang murah.Dengan demikian, melalui sekolah-sekolah inilah Belanda menanamkan pengaruhnya di daerah jajahannya.45 Memang kalau dilihat kedatangan Belanda pada waktu itu membawa dampak kemajuan teknologi, tetapi kemajan tersebut hanyalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya. Begitu pula dengan Pendidikan mereka telah memperkenalkan sistem dan metodoogi baru yang tentu saja efektif, namun semua itu dilakukan untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang dapat membantu segala kepentingan penjajah. Dan kenyataannya Belanda mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memeras tenaga sumber daya alam dan pembodohan terhadap penduduk pribumi. Apa yang disebut sebagai pembaruan pendidikan adalah westernisasi dan kristenisasi untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai

44

Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam, h. 99. Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, (Ciputat, Quantum Teaching, 2005), h. 292. 45

Page 18 of 24

kebijaksanaan penjajahan Belanda di Indonesia yang berlangsung tiga setengah abad.46 Dalam hal ini muncul kesadaran dari Pendidikan Islam ulama-ulama yang pada waktu itu juga menyadari bahwa sistem Pendidikan tradisional dan langar tidak lagi sesuai dengan iklim pada masa itu. Maka dirasakanlah akan pentingnya memberikan Pendidikan secara teratur di madrasah atau sekolah secara teratur. Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dengan pembaruan di bidang social dan kebudayaan berdasarkan tradisi Islam Al-Quran dan Hadist yang dibangkitkan kembali dengan menggunakan ilmu-ilmu barat.47 Hal ini merupakan jala untuk maju dan berpartisipasi di madrasahmadrasah Islam dengan terus mengadakan pembaruan, dengan memasukkan jiwa penggerak untuk maju ke dalam kurikulum. Dengan memasukkan jiwa penggerak untuk maju ke dalam kurikulum, maka munculah tokok-tokoh pembaruan di Indonesia yang mendirikan sekolah Islam di mana-mana. Adapun madrasah-madrasah yang didirikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda: 1. Madrasah Adabiyah School Madrasah Adabiyah School adalah pendidikan Islam pertama yang memakai bangku meja serta papan tulis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahmud Yunus. Sekolah ini didirikan oleh H. Abdullah pada tahun 1907 di Padang Panjang.48 Keberadan sekolah Adabiyah ini tidak bertahan lama karena mendapat reaksi yang sangat keras dari masyarakat tradisional ketika itu. Akibatnya, dua tahun kemudian Adabiyah Shool terpaksa ditutup. Setelah melakukan studi kelayakan pada madrasah Al-Iqbal Al Islamiah di Singapura sekaligus mendapatkan motivasi baru dari Syekh Taher Djalaludin, maka pada tahun 1909 H. Abdullah Ahmad kembali mendirikan sekolah yang

46

Zuhairini, dkk, Sejaraj Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h.146. Chadijah Ismail, Sejarah Pendidikan Islam, (Padang: IAIN Press, 1999), h. 78. 48 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikir Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 94 47

Page 19 of 24

sama dengan yang ia dirikan sebelumnya di kota Padang dengan nama perguruan Adabiyah.49 2. Madrasah Diniyah School Tokoh lain dalam pembaruan Pendidikan Islam di Minangkabau adalah Zainuddin Labia El-Yunisi 1890-1924, mendirikan madrasah didniyah school pada tahun 1915, sebagai sekolah agama pertama, yang dilaksaakan menurut sistem Pendidikan modern yakni menggunakan alat tulis dan alat peraga, coeducation.50 Pembaruan yang dilakukan oleh Zainuddin Labai El-Yunisi melalui didniyah School adalah dengan menggunakan sistem klasikal dan memberikan pengetahuan umum di samping pengetahuan agama. Hal ini dilatarbelakangi oleh ketertarikannya dengan sekolah Mesir modern, sebagaimana di analisis oleh Delair Noer bahwa popularitas Zainuddin Labai El-Yunisi memahami dan mengembangkan berbagai pengetahuan yang ditopang oleh kemampuannya dalam berbahasa asing.51

3. Madrasah Muhammadiyah Selanjutnya, tokoh yang memiliki pola yang senada dengan yang dilakukannya Abdul Ahmad di Padang Panjang adalah KH. Ahmad Dahlan 1868-1923, yang mendirikan organisasi Muhammadiyah Bersama dengan teman-temannya di Kota Yogyakarta pada tahun 1912, yang bertujuan menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumi putra dan memajukan agama islam.52

4. Madrasah Salafiyah

49

Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikir Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 94 50 Hayati Nizar, Analisis Historis Pendidikan Demokrasi di Minangkabau, dalam Majalah hadharah PPS IAIN Imam Bonjol Padang, vol 3, edisi Februari 2006, h. 143 51 Delair Noer, Gerakan Modern Islam, 1900-1942, (Bandung: LP3ES, 1982), h.49. 52 Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Indonesia, Mengenal Tokoh Pendidikan Islami Dunia Islam dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 204.

Page 20 of 24

Di samping itu, terdapat madrasah lain yang berperan dalam pembaruan Islam di Jawa, yaitu Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur, yang didirikan pada tahun 1989 oleh KH. Hasyim Asy’ari, yang telah memperkenalkan pola pendidikan madrasah yang pengajarannya lebih menitikberatkan pada ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab dengan sistem sorogan dan bandongan. Madrasah-madrasah yang didirikan oleh organisasi Muhammadiyah, karena lebih mengutamakan pendidikan sosial, tablig, kemanusiaan bahkan politik, di bawah naungan organisasi Silam Nahdatul Ulama.53

Selain

mendirikan

sekolah

kristen

untuk

memperlambat

dan

menyingkirkan pendidikan Islam pada waktu itu. Belanda juga mnegeluarkan beberapa peraturan untuk mengontrol berkembangnya Pendidikan islam di Indonesia. Di tahun 1905, pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan para guru agama Islam memiliki izin khusus untuk mengajar kedudukannya tentang Pendidikan Islam. Izin ini mengemukakan secara terperinci sifat pendidikan yang dilaksanakan, dan guru agama yang bersangkutan secara periodik kepada kepala daerah yang bersangkutan.54 Saat itu seorang tokoh yang bernama Budi Utomo dengan isu nasionalismenya pada tahun 1908, yang menyadarkan bangsa Indonesia bahwa perjuangan selama ini hanya mengandalkan kekuatan kedaerahan tanpa adanya persatuan sehingga sulit mencapai kemerdekaan. Pada tahun 1926 diadakanlah kongres Islam di Bogor, yang tidak mempersoalkan peraturan 1905 lagi, karena telah diganti dengan peraturan baru, yaitu ordonansi guru tahun 1925. Menurut peraturan ini, izin Bupati tidak diperlukan untuk memberikan pelajaran agama, tetapi guru agama Islam hendaklah memberi tahukan kepada pejabat yang bersangkutan tentang maksud mereka mengajar. Pemberitahuan tersebut harus disampaikan dalam

53

Stenbirk, Karel. A, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. Ke-2. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), h. 310 54

Page 21 of 24

formulir khusus yang diberikan oleh kepala pemerintah setempat. Guru-guru juga harus membuat daftar murid serta berbagai keterangan mengenai kurikulum dan segalanya dalam bentuk tertentu.55 Selanjutnya pada tahun 1932 keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah, yang disebut dengan undang-undang sekolah liar (Wild School Ordonantie). Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalisme pada tahun 1928 M berupa sumpah pemuda. Selain itu untuk lingkungan kehidupan agama Kristen di Indonesia yang selalu menghadapi reaksi dari rakyat, dan untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama di sekolah umum yang kebanyakan muridnya beragama Islam, maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama.56 Keberadaan peraturan tersebut sangat merugikan, karena kalau di lihat lagi, peraturan tersebut hanyalah sebagai suatu usaha dari pemerintah untuk menghambat perkembangan pendidikan pada umumnya dan perkembangan pendidikan nasional khususnya. Syarat-syarat yang harus ditempuh dalam peraturan ini tampanya sengaja ditujukan untuk lembaga-lembaga yang bersifat kebangsaan. Maka orang Indonesia pun berpendapat bahwa peraturan tersebut merupakan usaha mematikan semangat nasional. Akhirnya pada tanggal 26-27 Desember 1932 M, dewan pendidikan dari Permi memutuskan bahwa ordonansi tersebut melanggar dasar-dasar Islam dan dasar-dasar umum dan merupakan pukulan terhadap sekolahsekolah Thawalib, sedangkan kebebasan bangsa Indonesia untuk menganut dan membangun pendidikan menurut harapan-harapan sendiri dikurangi, maka bergabunglah Permi dengan teman siswa dalam menolak ordonansi tesebut. Di Minangkabau juga dilakukan penolakan dan pengagalan terhadap ordonansi ini pada tahun 1932, dengan sebuah panitia khusus. Dengan begitu 55

Fachri Samsuddin, Pembaruan Islam di Minangkabau Awal Abad X: Pemikiran Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Abdul Karim Abdullah, (Jakarta: Kartini Insani Lestari, 2004), h. 216-217 56 Zuhairini, dkk, Sejaraj Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 50.

Page 22 of 24

banyaknya perlawanan dari berbagai pihak Indonesia, maka bulan Februari 1933 Belanda menarik kembali ordonansi tersebut “untuk sementara” dan menggantinya dengan sebuah keputusan yang menetapkan syarat-syarat yang lebih lunak dalam memberikan pelajaran.57

57

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), h. 314.

Page 23 of 24

Bab III Kesimpulan

Dari beberapa uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa, Islam datang ke Indonesia dan menyebar luas ke seluruh Nusantara karena memang ditinjau dari segi geografis adalah tempat yang strategis di mana para pedagang dari berbagai penjuru di dunia datang silih berganti, di samping itu pula terdapat akulturasi budaya antara budaya Islam dan budaya sebelum Islam datang ke Indonesia. sehingga mudahnya masyarakat menerima dengan baik kedatangan agama Islam. Dan disitu terbentuk beberapa lembaga-lembaga seperti surau, pesantren, meunasah, dan madrasah yang menjadi penopang penting dalam pendidikan Islam pada masa sebelum kemerdekaan. Lalu tak lama pada masa itu juga ada pengaruh dari Belanda yang datang ke Indonesia dengan misi kristenisasi dan westernisasi yang membawa dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Indonesia, termasuk di dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Dengan dikeluarkannya

berbagai

kebijakan

yang

mempersempit

berkembangnya

pendidikan Islam pada masa itu. Sehingga dengan mempelajari apa yang sudah dibahas di atas, membuat kita tahu bahwa pentingnya persatuan dan kesatuan demi menjaga keutuhan bangsa dari pengaruh buruk para penjajah yang ingin menguasai bumi pertiwi.

Page 24 of 24

Daftar Pustaka

Tjandrasasmita, Uka, (Ed.). Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: PN Balai Pustaka. 1984. A Steenbrink, Karel. Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. 1984. Yatim, Badri. Sejarah Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI. 1998. Edyar, Busman, dkk (Ed.). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Asatruss. 2009. Mansur. Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah. Jogjakarta: Global Pustaka Utama. 2004. Alfian, Teuku Ibrahim. Kontribusi Samudra Pasai terhadap Studi Islam Awal. Jogjakarta: Cenninets. 2005. Junaedi, Mahfud dan Mansur. Rekontruksi sejarah Pendidikan islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI. 2005 Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007. Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Ciputat: Quantum Teaching. 2005.

Related Documents

Psi Revisi 3.0.docx
December 2019 21
Psi
June 2020 32
Psi
May 2020 28
Psi
June 2020 26
Psi
November 2019 49
Psi
December 2019 42

More Documents from ""