UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Gambaran Klinis Neuropati Perifer pada Penderita Diabetes Melitus DI RSUD Koja periode 2016
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Untuk Menyusun Skripsi S1
Diajukan Oleh: DOMINIKUS VERI EFENDI (102014156)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2017 PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI
Nama
: Hellen Marsella
(Wanita)
N.I.M
: 102014156
Alamat
: Jl. Delima Raya, Gg. Delima 2 No.64
No. Telepon
: 08180821
Judul yang diajukan : Jakarta, 14 April 2016
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dosen Pendamping
(Prof. DR. dr. Mardi Santoso, SpPD, DTMH, KEMD, FINASIM, FACE)
(dr. Helena Fabiani)
(dr. Ernawati Tamba, MKM) Ketua Program Studi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Salah satu komplikasi utama diabetes melitus (DM) diwakili oleh neuropati perifer diabetes (DPN). Neuropati perifer adalah gangguan fungsi saraf tepi akibat dari gangguan dari pembuluh darah pada penderita daibetes. Neuropati diabetik yang
banyak di alami penderita jangka panjang diabete sekitar 60-70%. Neuropati diabetik penyebab dari 50-70% amputasi nontraumatik. Neuropati diabetik berpengaruh terhadap kualitas hidup yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas1 Neuropati mengacu ke pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf sensorik, motorik, dan otonom serta sering dijumpai di tubuh bagian perifer atau disebut dengan Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN).2 Di Indonesia, menurut Pusat Data dan Rumah Sakit Indonesia, menyatakan bahwa prevalensi neuropati tahun 2011 pada pasien DM lebih dari 50%. Pernyataan ini diperkuat dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2011 yang menunjukkan bahwa komplikasi DM terbanyak adalah neuropati dan dialami sekitar 54% pasien yang dirawat di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). 3 Beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan neuropati seperti bertambahnya usia, jenis kelamin laki-laki, pengaturan kadar gula yang buruk, dan tekanan darah, lama dan beratnya pasien mengalami DM. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kadar gula yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan risiko terjadinya neuropati.4 Hasil penelitian dari Bahrain Medical Bulletin. Tingkat prevalensi DPN di Bahrain dianggap tinggi dan serupa dengan tingkat yang diamati di Indonesia negara lain di MER. Insiden tertinggi di Mesir 61,3% diikuti oleh Yordania 57,5%, Lebanon 53,9% dan negara-negara Teluk 37,1%. Tingkat prevalensi ini adalah lebih tinggi dari negara-negara Barat (Inggris dan Amerika Serikat), yang mana melaporkan tingkat prevalensi 15% -20%12 Data dari , Neuropati perifer diabetes (DPN) adalah komplikasi yang melemahkan yang telah ditandai dengan baik pada orang dewasa, dengan tingkat prevalensi berkisar antara 10-26% pada orang dewasa yang didiagnosis dengan diabetes. Prevalensi dan prediktor DPN pada remaja dengan diabetes di AS, bagaimanapun, belum
diperiksa secara sistematis.
Beberapa penelitian berbasis
klinik cross-sectional
dengan berbagai definisi DPN telah melaporkan tingkat
prevalensi yang beragam dari 5 sampai 62%. Studi longitudinal berbasis populasi di Australia dan Denmark telah menganalisis secara luas prevalensi dan prediktor komplikasi mikrovaskuler, termasuk DPN, pada anak-anak dan remaja dengan diabetes. Dalam kohort Australia 1.433 remaja dengan T1D dan 68 dengan T2D berusia <18 tahun, prevalensi DPN masing-masing adalah 21% dan 27% sedangkan pada kohort Denmark 339 remaja dengan T1D, prevalensi DPN adalah 62%.11
Pada orang dewasa, gejala penyakit neurologis kronis adalah salah satu alasan paling umum untuk kunjungan dokter (walaupun sakit kepala dikeluarkan) dan evaluasi gangguan sensorik, termasuk neuropati perifer, adalah satu dari 5 alasan paling umum untuk konsultasi neurologis. Prevalensi neuropati perifer pada populasi umum adalah 2,4% dan meningkat seiring bertambahnya usia hingga 8% pada mereka yang berusia lebih dari 55 tahun.13 Ada pun gejala klinis dari neuropati perifer tergantung dari mekanisme patofisiologi dan lokasi anatomi yang mengalami kerusakan saraf perifer. Kerusakan saraf tersebut mencakup tiga gangguan sistem saraf yaitu saraf sensorik, motorik, dan otonom. Gejala klinis neuropati perifer dapat sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala sampai dengan keluhan nyeri hebat. Rasa nyeri pada nyeri neuropatik bisa muncul secara spontan ataupun setelah ada rangsangan walaupun inadekuat. Gejala nyeri neuropatik dapat bersifat positif (misalnya paraestesia dan disestesia), dan dapat pula negatif (hipestesia).1
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latarbelakang diatas seringnya ditemukan komplikasi dari diabetes melitus adalah neuropati perifer, yang menyebabkan gangguan pada fungsi saraf sensorik, motorik, otonom. Dari ketiga gangguan fungsi saraf ini selain menggangu fisik, akan mempengaruhi kualitas pada pasian penderita diabetes. Salah satu yang sering adalah Diabetik Foot Ulcer(DFU), bisa berakibat lebih buruk lagi pada amputasi hingga kematian. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran klinis Neuropati Perifer pada penderita Diabetes Melitus di RSUD Koja periode 2016”
1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Bagi Peneliti Menambah wawasan pengetahuan mengenai neuropati perifer pada penderita diabetes 1.3.2 Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembendaharaan bacaan di Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1.3.3 Bagi masyarakat Hasil studi ini dapat menambah pengetahuan mengenai neuropati perifer diabetes dan gejala dari komplikasi neuropati, Khususnya di ruang lingkup RSUD Koja periode 2016 1.3.4 Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar ataupun
acuan untuk melakukan
penelitian selanjutnya yang lebih baik.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Mengidentifikasi kejadiaan Neuropati perifer di RSUD Koja periode 2016
1.4.2
Tujuan Khusus a. Mengetahui pasien Neuropati Perifer meliputi usia, jenis kelamin, lamanya menderita DM, hasil cek gula darah sewaktu, riwayat merokok, hipertensi. b. Mengetahui kerusakan fungsi saraf (sensorik,motorik,otonom) pada pasien Neuropati Perifer
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Defenisi Neuropati perifer Neuropati perifer adalah gangguan fungsi saraf tepi akibat dari gangguan dari
pembuluh darah pada penderita daibetes. Neuropati diabetik dapat mengenai saraf tepi, saraf kranial, dan saraf otonom baik saraf rasa (sensorik) maupun saraf gerak (motorik). Gangguan persarafan akan berdampak secara timbal balik dengan gangguan pembuluh darah (mikrosirkulasi) dan mengenai organ-organ penting misalnya jantung, ginjal, saraf tepi, saraf mata dan lain-lain. Hampir 30% penderita diabetes melitys tipe II menderita neuropati saraf tepi (polineuropati sensorik perifer). Kejadian neuropati berhubungan dengan derajat hiperglikemia, kadar lemak darah dan lamanya menderita diabetes melitus. Setiap kenaikan HbA1c 2% berisiko terjadi komplikasi neuropati 1,6 kali dalam waktu empat tahun.5,9
2.2
Klasifikasi Neuropati Diabetik merupakan kelainan yang heterogen, sehingga menpengaruhi
bebrabgai bagian sisitem saraf, dan menyebabkan berbagai manifestasi klinis. Secara umum Neuropati Diabetik dibagi berdasarkan perjalanan penyakitnya (lama menderita DM) dan menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.8 1. Menurut Perjalanan Penyakitnya, Neuropati Diabetik dibagi menjadi :5 a) Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga masih reversible b) Neuropati structural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan structural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversible. c) Kematian neuron/ tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible. Kerusakan serabut saraf pada umumnya di mulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti polineuropati simetris distal
2. Menurut Jenis Serabut Saraf Yang Terkena Lesi:5 a. Neuropati Difus Polineuropati sensori motor simetris distal Neuropati
otonom
:neuropati
sudomotor,
neuropati
otonom
kardiovaskular, neuropati gastroinstestinal, neuropati genitourinaria. Neuropati Lower Limb Motor simetris proksimal (amiotropi)
b. Neuropati Fokal Neuropati cranial Radikulopati /pleksopati Entrapment neuropati Klasifikasi ND di atas berdasarkan anatomi serabut saraf perifer yang secara umum dibagi atas 3 sistem yaitu system motorik, sensorik dan system autonom. Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus , motorik atau sensorik atau autonom, maka manifestasi klinis ND menjadi bervariasi, mulai kesemutan ; kebas, tebal ; mati rasa ; rasa terbakar ; seperti ditusuk ; disobek, ditikam.
2.3
Patofisiologi Neuropati Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurang nya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf berkurang dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian ND berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya DM.1
a. Faktor metabolik Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Teori ini mengemukakan,bahwa hiperglikemia menyebabkan kadar glucose intra seluler yang meningkat, sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasa digunakan(normal usedglycolitic pathway). Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas.Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf.Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf. Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang merupakan
kofaktor
penting
dalam
metabolisme
oksidatif.Karena
NADPH
merupakan kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO menurun. Yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah ND.Kerusakan aksonal metabolic awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal.Tetapi bila kerusakan metabolic ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi
b. Kelainan Vaskular Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS).Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membrana basalis, thrombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vascular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vascular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi. c. Mekanisme imun Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1 memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berperan pada pathogenesis ND. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik ND adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian penyandang DM. Autoantibody yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa di deteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibody dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada pathogenesis ND. d. Peran Nerve Growth Factor (NGF) NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada ND.5
2.1.4 Gejala klinis Gejala
klinis dari neuropati tergantung dari mekanisme patofisiologi dan lokasi
anatomi yang mengalami kerusakan saraf. Tiga komponen sistem saraf tersebut yaitu saraf sensorik, motorik, dan otonom. Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau sensorik atau autonom, maka manifestasi klinis ND menjadi bervariasi, mulai kesemutan ; kebas, tebal ; mati rasa ; rasa terbakar ; seperti ditusuk ; disobek, ditikam. Berdasarkan beberapa jenis saraf yang terkena sebagai berikut :9 a. Gejala sensorik Gejala sensorik negatif termasuk perasaan mati rasa atau deadness, yang pasien mungkin menggambarkan sebagai yang mirip dengan mengenakan sarung tangan atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan tanpa rasa sakit luka karena hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan shock-seperti listrik, sakit, sesak, atau hipersensitivitas menyentuh. b. Gejala motorik Gejala motorik dapat menyebabkan kelemahan yang distal, proksimal atau fokal. Gejala motorik distal termasuk gangguan koordinasi halus dari otot-otot tangan, tak dapat membuka botol atau memutar kunci, memuku-mukul kaki dan lecetnya jari-jari kaki. Gejala gangguan proksimal adalah gangguan menaiki tangga, kesukaran bangun dari posisi duduk atau berbaring, jatuh karena lemasnya lutut dan kesukaran mengangkat lengan di atas pundak. masalah motorik mungkin termasuk distal, proksimal, atau lebih kelemahan fokal. c. Gejala otonom melibatkan kardiovaskular, gastrointestinal, dan sistem genitourinari dan kelenjar keringat. (kulit kering, keringat yang kurang, keringat berlebihan pada area tertentu), gangguan pupil (gangguan pada saat gelap, sensitif terhadap cahaya yang terang), gangguan kardiovaskuler (kepala terasa enteng pada posisi tertentu, pingsan), gastrointestinal (diare nokturnal, konstipasi, memuntahkan makanan yang telah dimakan), gangguan miksi (urgensi, inkontinensia, menetes) dan gangguan seksual (impotensi dalam ereksi dan gangguan ejakulasi pada pria) dan tidak bisa mencapai klimaks seksual pada wanita).
2.1.5 Faktor Resiko Neuropati Diabetik Selain peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemik yang berlangsung menerus, ada beberapa factor yang menjadi pencetus serta memperparah gejala neuropati diabetik antara lain:5,6
1. Umur Proses menua yang terjadi secara fisiologis menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem sarar perifer sehingga terjadi penurunan aliran darah pada pembuluh darah yang menuju saraf perifer yang menyebabkan hipoksia pada sel saraf sehingga terjadilah penurunan serabut saraf yang bermielin maupunyang tidak bermielin yang akhirnya menimbulkan gejala neuropati perifer. 2. Jenis kelamin Perempuan memiliki risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi neuropati. Hal ini berhubungan dengan paritas dan kehamilan, di mana keduanya adalah faktor risiko untuk terjadinya penyakit DM.27 Hasil penelitian dari Al-Rubeaan (2015) menyebutkan bahwa komplikasi neuropati pada pasien DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan dengan laki-laki (37%). 3. Lama atau durasi menderita diabetes mellitus Semakin lama seseorang menderita diabetes mellitus maka semakin banyak pula
komplikasi
yang
akan
timbul.
Keadaan
hiperglikemik
kronis
menyebabkan peningkatan pembentukan radikal bebas yang dapat merusak endotel pembuluh darah dan menurunkan vasodilatasi pembuluh darah yang berdampak pada sirkulasi darah, termasuk sirkulasi perifer. Biasanya terjadi pada pasien yang sudah mengalami diabetes mellitus lebih dari 5 tahun. 4. Hipertensi Pada hipertensi esensial terjadi gangguan fungsi endotel disertai peningkatan permeabilitas endotel. Disfungsi endotel ini akan menambah tahanan perifer dan kompikasi vaskular serta penurunan kadar NO. Selain itu hipertensi menyebabkan terjadinya stress oksidatif dalam dinding arteri sehingga terjadi penurunan NO yang mengakibatkan peningkatan adhesi leukosit dan peningkatan resistensi perifer.
5. Hasil cek gula darah sewaktu Kadar gula darah yang tinggi dapat membuat aliran darah mengecil sehingga dapat merusak saraf di kaki dan telapak kaki, serta menurunkan kemampuan merasakan sensitifitas di kaki. Glikolisasi kolagen sebagai akibat dari penyakit DM yang lama dapat menyebabkan kaku struktur kapsuler dan ligamen. 6. Merokok Merokok dihubungkan dengan terjadinya komplikasi DM termasuk neuropati diabetik. Merokok dapat menyebabkan terjadinya mekanisme interaksi trombosit dalam dinding pembuluh darah yang memicu peningkatan kadar kolestrol LDL dan penurunan kolestrol HDL sehingga terjadi stress oksidatif. Selain itu merokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah melalui gangguan
fungsi
endotel
dan
peningkatan
karbonmonoksida
yang
mengakibatkan terjadinya spasme arteri dan penurunan kapasitas oksigen darah.
2.1.6 Diagnosis Polineuropati sensori-motor simetris distal (distal symmetrical sensorymotor polyneuropathy/DPN) merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik(jarang) yang berlangsung pada bagian distal yang berkembang kearah proksimal. Diagnosis neuropati perifer diabetic dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap:5 1. Reflex motorik 2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer), dan rasa tekan (estesiometer filament mono semmesWeintein) 3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi tubuh 4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi
2.1.7 Cara Pemeriksaan Neuropati Perifer Pemeriksaan neuropati perifer meliputi tiga penilaian fungsi neurologis, yaitu penilaian fungsi otonom dengan melakukan inspeksi kaki secara menyeluruh dan penilaian fungsi sensorik serta motorik. Alat yang dapat digunakan untuk memeriksa fungsi sensorik dan fungsi motorik antara lain adalah garpu tala 128 Hz, pin prick Menggunakan Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE). Pemeriksaan DNE ini meliliki sensitivitas 95% dan spesifisitas 51%. Pemeriksaan DNE dilakukan dengan memeriksa kepekaan kulit terahdap sentuhan pada ibu jari kaki atau jari telunjuk dengan menggunaka tusukan jarumyang tumpul (pinprick sensation), sensasi rasa getar dengan menggunakan alat garputala 128 Hz atau dapat menenggunakan mikrofilamen 10 g yang sudah dikalibrasi dan terbukti sensitivitasnya.Selain itu pemeriksaan DNE juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kekuatan otot dan reflek.10 Tabel 1. Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE) Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE)
1. Kekuatan otot a. Quadriceps femoris (ekstensi sendi lutut) b. Tibialis anterior (dorsofleksi kaki) 2. Refleks: Pada tendon achiles 3. Sensasi jari telunjuk yaitu dengan pemeriksaan sensitivitas pada tusukan jarum (pinprick sensation). 4. Sensasi ibu jari kaki yaitu dengan pemeriksaan sesitivitas pada tusukan jarum, sensitivitas pada sentuhan, persepsi getar dan sensitivitas pada posisi sendi. Hanya dilakukan pada telapak kaki kanan dan pada kaki yang diperiksa.
Skor 0-2: 0 = Normal 1 = Defisit ringan atau sedang (Kekuatan otot: skala medical research council 3-4, refleks kurang, sensasi kurang. 2 = Defisit berat/sangat terganggu (Keuatan otot: skala medical research council 0-2, refleks tidak ada, sensasi tidak ada. Skor maksimal: 16 Skor >3 dianggap signifikan untuk terjadinya neuropati.
Pemeriksaan sensitivitas pada tusukan jarum (pinprick sensation) yaitu dengan menggunakan peniti atau jarum yang disentuh pada permukaan dorsal hallux dengan memberi tekanan yang cukup. Ketidakmampuan pasien untuk merasakan tusukan peniti atau jarum pada daerah yang disentuh dianggap tidak normal. Penilaian sensasi getar dengan menggunakan garpu tala 128 Hz yaitu dengan cara meletakkan garpu tala yang sudah digetarkan pada permukaan plantar kaki di kedua ibu jari penderita. Respon dianggap tidak normal apabila penderita tidak merasakan sensasi getaran sementara pemeriksa masih merasakan getaran tersebut.
Selain garpu tala, meuropati sensorik dapat dinilai dengan pemeriksaan tes sensasi dengan menggunakan monofilament. Cara pemakaian monofilamen adalah sebagai berikut: a. Inform consent dengan menjelaskan cara pemeriksaan dan tunjukan monofilamen kepada pasien, kemudian sentuhlah monofilamen di lengan atau telapak tangan pasien untuk menunjukan ba b. hwa monofilamen tidak menimbulkan rasa sakit. c. Minta pasien untuk menutup mata, memalingkan wajah atau menatap ke atas. d. Minta pasien untuk memberitahu ketika merasakan sentuhan monofilamen. e. Sentuh monofilamen pada empat titik saraf di telapak kaki yaitu di titik f. hallux, metatarsal satu, metatarsal tiga dan metatarsal lima secara acak. g. Jika pasien dapat merasakan sentuhan monofilamen pada titik yang disentuh berarti sensasi proteksi positif, sebaliknya apabila pasien tidak dapat merasakan sensasi yang diberikan pada pemeriksaan tes monofilamen berarti sensasi proteksi negatif.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1
Desain Penelitian Metode penelitian yang dipakai adalah non eksperimental berupa survei deskrptif. Rancangan yang akan digunakan adalah cross sectional retrospektif yaitu peneliti yang mencari hubungan variabel bebas atau resiko dan variabel terikat atau akibat. Dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis yang diambil di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja.
1.2
1.3
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian
: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja
Waktu penelitian
: 15 November 2017 – 15 Desember 2017
Subjek Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 dengan neuropati perifer yang berobat (baik yang rawat jalan maupun rawat inap) di bagian penyakit dalam RSUD Koja periode Januari – Desember tahun 2016 Kriteria Inklusi : Pasien DM tipe 2 dengan neuropati perifer yang rawat jalan ataupun rawat inap di bagian penyakit dalam RSUD Koja periode Januari – Desember tahun 2016 Kriteria Eksklusi : 1. Pasien DM tipe lain dengan neuropati perifer yang rawat jalan ataupun rawat inap 2. Pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami neuropati perifer diabetik
1.4
Sampling 1.4.1 Cara Sampling Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara nonprobability sampling yaitu consecutive sampling
1.4.2 Penghitungan Besar Sampel Rumus besar sampel minimalnya adalah:
Keterangan : N
: Jumlah sampel minimal
Zα
: 1,96
P
: 0,15 ( Dari penelitian sebelumnya, 15%)5
Q
: 1-P 1- 0,15 = 0,85
d
: Kesalahan 10 % (0,1)
2
N = (1,96) . 0,15. 0,85 2
(0,1) N =
0,4898 (0,01)
N = 48,98 Jadi, berdasarkan
rumus di atas jumlah subjek yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah sebesar 49 orang – 10% = 44,1 orang atau 44 orang 1.5
Bahan, alat dan cara pengambilan data 1.5.1 Bahan Penelitian
:-
1.5.2 Alat Penelitian
: Rekam medis
1.5.3 Cara Pengambilan Data : 1. Pengajuan izin ethical clearance untuk penelitian yang akan dilakukan kepada
Komisi
Etika
Penelitian
Kedokteran
Fakultas
Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana 2. Peneliti mengajukan permohonan surat pengantar dari bagian akademik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana ke Suku Dinas untuk dapat melakukan penelitian di bagian ilmu penyakit dalam RSUD Koja Jakarta 3. Peneliti melakukan pengambilan data rekam medis pada Pasien DM tipe 2 dengan neuropati perifer yang rawat jalan ataupun rawat inap di bagian penyakit dalam RSUD Koja periode Januari – Desember tahun 2016 4. Peneliti akan menetapkan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang diterapkan dalam penelitian ini 5. Peneliti akan mencatat data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis
1.6
Parameter yang Diperiksa : Panderita DM tipe 2 yang mengalami neuropati perifer
diabetik
1.7
Variabel penelitian Variabel Dependen (Terikat)
: neuropati perifer diabetik
Variabel Independen (Bebas)
: jenis kelamin, usia, tekanan darah,
kadar glukosa darah, lamanya menderita DM,.
1.8
Dana Penelitian Perkiraan dana penelitian
:
a. Print dan kertas
: Rp. 500.000
b. Fotokopi
: Rp. 200.000
c. Pulpen
: Rp. 30.000
d. Transportasi
: Rp. 500.000
1.9
Definisi Oprasional
NO
Variabel
Definisi
Cara pengukuran dan kriteria
Skala
Variabel Dependen (Terikat) 1.
neuropati
Definisi DPN sederhana yang Data sekunder (Rekam medis)
perifer
disepakati
diabetik
untuk
secara
praktik
internasional Kriteria objektif : klinis adalah 1. Kasus : Mengalami
"adanya gejala dan / atau tandatanda disfungsi saraf perifer pada penderita diabetes
neuropati perifer 2. Kontrol : neuropati perifer
Nominal
Variabel Independen (Bebas) 2.
Jenis
Perbedaan keadaan bentuk, sifat, Data sekunder (Rekam medis)
Kelamin
dan fungsi biologi yang dibagi
Kriteria objektif :
menjadi laki-laki dan perempuan
0. Laki-laki
Nominal
1. Perempuan
3.
Usia
Periode
manusia,
diukur
dari Data sekunder (Rekam medis)
tahun sejak lahir sampai pada saat
Kriteria objektif :
dilakukan penelitian
0. < 60 tahun
Nominal
1. ≥ 60 tahun
.
4
Tekanan
Besarnya tekanan dalam sistem Data sekunder (Rekam medis)
darah
peredaran darah, berkaitan erat Kriteria objektif : dengan kekuatan dan tingkat 0. Tidak hipertensi (TD < 140/90 detak
jantung,
diameter
dan
elastisitas dinding arteri.
5.
Kadar gula
Suatu keadaan
Nominal
mmHg) pengukuran 1. Hipertensi (≥hasil 140/90 mmHg) dan diagnosa
dimana
kadar Data sekunder (Rekam medis)
Nominal
darah yang glukosa dalam darah meningkat Kriteria objektif : tidak ter- sejak terkena DM sampai 1 tahun 0. Terkontrol kontrol
sebelum didiagnosis menderita neuropati perifer
diabetika
berdasakan hasil pemeriksaan lab
(Nilai GDS<200 mg/dL) 1. Tidak Terkontrol (Nilai GDS ≥200 mg/dL)
(mg/dL) dan diagnosa dokter 6.
Lama
Lamanya subyek menderita DM Data sekunder (Rekam medis)
menderita
sejak pertama kali didiagnosa Kriteria objektif : terkena DM oleh dokter hingga 1. < 10 tahun
DM
saat
dilakukan
penelittian,
dihitung dalam satuan tahun
2. ≥ 10 tahun
Nominal
DAFTAR PUSTAKA
1. .Jack, M.M., Wright, D.E., 2012. The Role of Advanced Glycation Endproducts and Glyoxalase I in Diabetic Peripheral Sensory Neurophaty. NIH Public Access. 159(5):355-365. 2. Alport & Sander. Clinical approach to peripheral neuropathy: anatomic localization and diagnostic testing. Diabetes Care.2012;18(1):13–38. Diakses Mei 2017. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22810068 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar.2013. diakses Juni 2017 dari http://www.litbang.depkes.go.id/ 4. Katulanda, P,et al. 2012. The prevalance, patterns and predictors of diabetic peripheral neuropathy in a developing country. Diabetology & Metabolic Syndrome, 4, 21–29. 5. Subekti, I. Neuropati diabetik. dalam Sudoyo et al (editor).2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, jilid III Jakarta: Interna Publishing. Hlm 2395-97 6. Lin, H.C, et al. Diabetic Neuropathy. 2011. Diakses pada Agustus 2017. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com. 7. Sutedjo, A.Y. Lima Strategi Penderita DM Berusia Panjang. Yogyakarta: Nuha Medika. 2010. 8. Quan,A. Diabetic Neuropathy. 2017. Diakses pada Agustus 2017. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com. 9. Cornblath, D.P. Diabetic neuropathy:diagnostic methods, Advance Studies In Medicine. vol. 4(8A), p. S5650-S5661. 2004. Diakses pada oktober 2017. Diunduh dari www.jhasim.com/.../xasim_issue_4_8Ap650_6 10. Mamta,J.et all. Prevalence of and Risk Factors for Diabetic Peripheral Neuropathy in Youth With Type 1 and Type 2 Diabetes: SEARCH for Diabetesin Youth Study. Diabetes Care 2017;40:1226–1232 | https://doi.org/10.2337/dc17-0179 11. Janahi N. Diabetic peripheral neuropathy: a common complication in diabetic patients. Bahrain Med Bull [Internet]. 2015;37(1). Diakses pada oktober 2017. Diunduh dari : http://www.bahrainmedicalbulletin.com/March_2015/DPN.pdf 12. James C. et all. Peripheral Neuropathy: A Practical Approach toDiagnosis and Symptom Management. Diakses pada oktober 2017. Diunduh dari : http://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-6196(15)00378-X/abstract