Prospek Industri Kecil

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Prospek Industri Kecil as PDF for free.

More details

  • Words: 3,226
  • Pages: 14
PROSPEK INDUSTRI KECIL DI INDONESIA I.

PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang dalam beberapa tahun ini mengalami suatu krisis ekonomi secara global maupun secara mikro, banyak berakibatnya perusahaan – perusahaan besar mengalami dampaknya karena mengakibatkan melonjaknya nilai kredit meraka yang berbentuk dolar maupun mata uang asing lainnya. Sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang menurun sehingga suatu proses yang berantai dari krisis ekonomi antar dan inter negara, dari satu kawasan ke kawasan lain, dari antar wilayah ke wilayah lain. Indonesia adalah salah satu negara yang paling parah akibat dari resesi ekonomi. Berawal dari krisis ekonomi pada tahun 1997 yang dimulai dari kemorosotannya nilai mata uang rupiah terhadap beberapa mata uang asing dan telah menyebabkan berubahnya secara total perekonomian dalam skala besar telah menimbulkan kegoncangan dan ketimpangan neraca pembayaran maupun neraca perdagangan. Dalam

situasi

dan

kondisi

ekonomi

yang

belum

kondusif

ini,

pengembangan industri kecil atau kegiatan Usaha Kecil dan menengah dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Pertumbuhan jumlah industri kecil yang cepat dan relatif mampu bertahan di saat krisi serta memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi membuktikan bahwa sudah seharusnya industri kecil manjadi tulang punggung perekonomian yang harus terus dibina dan diperhatikan. Perkembangan industri kecil yang luas di seluruh tanah air dapat memberikan kesempatan berusaha dan lapangan kerja yang merata sehingga

kemiskinan dan penganguran dapat direduksi dan bahkan dihilangkan.Dalam hal ini pemerintah harus merubah orientasi kebijakan ekonomi dengan menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih mengutamakan aspek pemerataan kesempatan berusaha bagi seluruh lapisan masyarakat. Yang mana pemerintah harus berkomitmen untuk memberdayakan dan mengembangkan usaha kesil tanpa mengabaikan industri lainnya. Karena industri kecil banyak memiliki muatan lokal yang murah dan tidak memiliki hutang besar dalam bentuk mata uang asing, sehingga resiko pada industri kecil saat krisis global akan lebih kecil. 2. Perumusan Masalah Usaha Kecil serta Industri kecil sangat berperan penting dalam perekonomian pembangunan pada saat ini, maka di dalam paper ini kami akan membahas prospek industri kecil di Indonesia dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari masalah yang ada, tantangan baik dari berbagai segi, kelemahan dalam pengembangan industri kecil di masyarakat, dan peluang untuk strategi yang bisa menunjang pertumbuhan industri kecil di Indonesia. Semua pembahasan tentang pertumbuhan industri kecil dan prospeknya akan dibahas dalam makalah ini.

II.

PEMBAHASAN. Berbagai Pengertian Industri Kecil Ada dua definisi Usaha Kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi Usaha Kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996: 5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), Usaha Kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga.

BPS mengklasifikasikan industri berdasarakan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999: 250). Usaha Kecil mencakup berbagai kegiatan meliputi pertanian, perindustrian, perdagangan, konstruksi, keuangan, jasa konsultan dan jasa-jasa lainnya. Kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan Usaha Kecil ini paling sedikit perlu mempertimbangkan hal - hal berikut (Dinas Perindustrian DKI Jakarta, Kajian Perangsang Kerjasama Kemitraan Industri Di DKI, 1997, hal. 25) : Besarnya investasi untuk pabrik dan mesin, jumlah tenaga kerja, nilai produksi dan penjualan. Beberapa definisi Usaha Kecil yang dipakai oleh beberapa instansi dapat dilihat sebagai berikut : (1) Bank Indonesia membuat kriteria asset tidak lebih dari Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan. (2) Departemen keuangan, membuat criteria asset tidak lebih dari Rp 300 juta, dan turnover Rp 300 juta atau kurang. (3) Departemen Perindustrian menetapkan asset tidak lebih dari Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan. (4) Departemen Perdagangan menetapkan modal aktif tidak lebih dari Rp 25 juta. (5) Biro Pusat Statistik menetapkan jumlah pekerja tidak lebih dari 20 orang. (6) KADIN menetapkan modal aktif maksimum Rp 150 juta dengan ketentuan turnover maksimum sebesar Rp. 600 juta untuk perusahaan dagang, Rp. 600 juta untuk perusahaan industri, dan Rp. 1.000 juta untuk perusahaan konstruksi.

Meskipun definisi dari Usaha Kecil atau industri kecil bermacam – macam namun pada dasarnya semuanya mempunyai karateristik yang sama. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.

Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar Usaha Kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum. Pengaruh Industri Kecil terhadap Pertumbuhan Perekonomian. Pada masa dan kondisi ekonomi yang belum kondusif seperti sekarang ini, pengembangan kegiatan industri kecil dan menengah dapat menjadi usaha ekonomi yang alternatif mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Alasan ekonomi belakangan ini yakni karena industri kecil atau sekarang banyak disebut juga dengan kegiatan Usaha Kecil atau menenggah merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan industri kecil relatif tidak memerlukan modal atau kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini industri kecil relatif ” tahan banting" atau jauh dari resiko karena berbagai krisis ekonomi. Pada waktu krisis moneter pada tahun 1997 yang mana depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan indutri kecil dalam sektor pertanian dapat mendapat keuntungan yang relatif besar. Dan sebaliknya, industri kecil yang tergantung pada input import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini. Industria kecil dan menengah atau UKM memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-Usaha Kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar

antara Rp. 1 Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi Usaha Kecil sebagai keseluruhan meliputi 99,9 per sen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia. Perkembangan Industri Kecil Perkembangan Industri kecil di Indonesia sekarang lebih pesat dari pada industri besar. Sehingga industri kecil mulai menuju kepersaingan luar negeri, namun untuk memasuki persaingan di pasaran luar negeri, suatu kegiatan industri terlebih dulu harus melakukan beberapa upaya. Dalam upaya menopang kegiatan koperasi dan industri kecil yang mengarah kepada pasaran luar negeri diperlukan upaya-upaya tertentu yang menjadi tanggung jawab bersama dengan cara : (1) Meningkatkan kemampuan pengusaha kecil dan menengah (2) Pengembangan jangkauan wilayah pemasaran (3) Meningkatkan kredibilitas (4) Mempertahankan hubungan dagang yangsudah berjalan (5) Memberikan kepastian kepada pembeli tentang kualitas (6) Memasukkan produk eksport dari UKM kedalam bentuk teknologi informasi (7) Mengusahakan lisensi atau pengakuan suatu wilayah.

Perhatian untuk menumbuh kembangkan industri kecil setidaknya dilandasi oleh tiga alasan: 1. Usaha kecil menyerap banyak tenaga kerja. Kecenderungan menerap banyak tenaga kerja umumnya membuat banyak usaha kecil juga intensif dalam menggunakan sumberdaya alam lokal. Apalagi karena lokasinya banyak di pedesaan, pertumbuhan usaha kecil akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan

dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan (Simatupang, et al., 1994; Kuncoro, 1996). Dari sisi kebijakan, usaha kecil jelas perlu mendapat perhatian karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja Indonesia, namun juga merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan kemiskinan. Di perdesaan, peran penting usaha kecil memberikan tambahan pendapatan (Sandee et al., 1994), merupakan seedbed bagai pengembangan industri dan sebagai pelengkap produksi pertanian bagi penduduk miskin (Weijland, 1999). Boleh dikata, ia juga berfungsi sebagai strategi mempertahankan hidup (survival strategy) di tengah krismon. 2. Usaha kecil memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas, yang pada tahun 1990 mencapai US$ 1.031 juta atau menempati rangking kedua setelah ekspor dari kelompok aneka industri. 3. Adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida pada PJPT I menjadi semacam "gunungan" pada PJPT II. Pada puncak dunia bisnis atau bisa di gambarkan seperti piramida karena mengerucut keatas yang semakin mengecil, piramida tersebut dipegang oleh usaha skala besar, dengan ciri: beroperasi dalam struktur pasar quasi-monopoli oligopolistik, hambatan masuk tinggi (adanya bea masuk, nontarif, modal, dll.), menikmati margin keuntungan yang tinggi, dan akumulasi modal cepat. Puncak piramida ini (bagian yang diarsir) sejalan dengan hasil survei Warta Ekonomi (1993) mengenai omset 200 konglomerat Indonesia. Pada dasar piramida didominasi oleh usaha skala menengah dan kecil yang beroperasi dalam iklim yang sangat kompetitif, hambatan masuk rendah, margin keuntungan rendah, dan tingkat drop-out tinggi. Struktur ekonomi bentuk piramida terbukti telah mencuatkan isyu konsentrasi dan konglomerat. Struktur ekonomi bentuk piramida terbukti telah mencuatkan isyu konsentrasi dan

konglomerasi, serta banyak dituding melestarikan dualisme perekonomian nasional. Tantangan, Masalah, Kelemahan dan Strategi Industri Kecil. Tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional memang sangat berat. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Dalam industri kecil kelemahan yang dihadapi diantaranya sebagai berikut : 1. Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. 2. Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. 3. Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. 4. Keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). 5. Iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. 6. Pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.

Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori: 1. Bagi industri kecil dengan omset kurang dari Rp 50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka,

umumnya asal dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal kerja mereka. 2. Industri kecil dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh Industri Kecil jenis ini adalah (Kuncoro, 1997): (1) Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Strategi pemberdayaan Industri Kecil untuk perkembangannya dalam perekonomian yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam:

1. Aspek managerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omset/tingkat utilisasi/tingkat

hunian,

meningkatkan

kemampuan

pemasaran,

dan

pengembangan sumberdaya manusia. 2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU). 3. Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha baik lewat sistem

Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, ataupun subkontrak. 4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri). 5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan). Perkembangan Perekonomian dalam Mendorong Industri Kecil. Prospek bisnis industri kecil dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis tersebut. Salah satu upaya kunci yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengembangkan iklim usaha yang kondusif bagi industri kecil. Untuk mencapai iklim usaha yang kondusif ini, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi industri kecil. Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani industri kecil secara finansial bicara berlebihan. Ini berarti berbagai campur tangan pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat pusat maupun daerah harus dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai

peraturan dan persyaratan administratif yang rumit dan menghambat kegiatan industri kecil. Suatu faktor penting di beberapa daerah yang sangat mengurangi daya saing industri kecil adalah pungutan liar (pungli) atau sumbangan wajib yang dikenakan pejabat aparat pemerintah. Pungli liar ini tentu saja akan meningkatkan biaya operasi industri kecil sehingga mengurangi daya saing mereka. Dengan demikian, pungutan liar maupun beban fiskal yang memberatkan perkembangan industri kecil di daerah harus dihapuskan. Selain

penciptaan

lingkungan

bisnis

yang

kondusif,

program-program

pengembangan industri kecil yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program industri kecil yang berorientasi pasaryang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan riel industri kecil (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan industri kecil yang efisien ditentukan oleh pertumbuhan produktivitas industri kecil yang berkelanjutan, dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan industri kecil yang berkelanjutan. Secara lebih spesisfik The Asia Foundation (2000 dalam Thee Kian Wie, 2001) membagi fokus pengembangan industri kecil baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur pokok, yaitu: (1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi industri kecil; (2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada industri kecil atas dasar transparansi; (3) pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis nonfinansial kepada industri kecil yang lebih efektif; dan (4) pembentukan aliansi strategis antara industri kecil dan industri kecil lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. Untuk pengembangan lembaga-lembaga finansial yang memberikan akses kredit kepada industri kecil atas dasar terbuka dan transparan diperlukan pengembangan lembaga-lembaga finansial yang sehat di daerah. Berbeda dengan kredit-kredit yang wajib

diberikan oleh bank-bank komersial kepada industri kecil dalam rangka skim KUK atau skim kredit likuiditas yang disalurkan kepada industri kecil oleh BRI (Bank Rakyat Indonesia) dan BTN (Bank Tabungan Negara), maka dalam skim baru ini lembagalembaga finansial wajib memudahkan akses kredit kepada industri kecil atas dasar terbuka dan transparan. Pengalaman dengan berbagai skim kredit untuk industri kecil telah menunjukkan, bahwa akses yang mudah ke berbagai sumber pendanaan jauh lebih efektif dalam membantu operasi industri kecil daripada suku bunga kredit. Dalam hubungan ini, maka peran pemerintah daerah adalah menyediakan kerangka perundang-undangan dan peraturan- peraturan baru yang memungkinkan mekanisme pasar dapat berfungsi dengan baik. Dalam hubungan ini diperlukan suatu standar pengawasan dan standar akutansi baru untuk bank-bank dagang (commercials Bank) dan bank-bank perkreditan (BPR) agar mereka tidak melakukan diskriminasi yang tidak perlu dalam pemberian kredit kepada industri kecil. Dalam pemberian kredit kepada industri kecil, juga diperlukan suatu mekanisme transparansi berupa pemberian laporan bank-bank dagang yang benar tentang kredit yang telah diberikan kepada UKM (Timnberg, 2000 dalam Thee Kian Wie, 2001). Peraturan-peraturan ini tentu saja harus dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Selanjutnya, upaya pengembangan jasa- jasa non-finansial melalui program bantuan tehnis (technical assistance programs) yang sebelumnya diberikan oleh pemerintah atau pejabat pemerintah, pada saat ini dan mendatang harus segera diserahkan pada pihak-pihak yang mempunyai kompetensi tinggi di bidangnya. Hal ini dimaksudkan agar bantuan tehnis yang diberikan kepada industri kecil dapat sesuai dengan kebutuhan riil yang diharapkan oleh pasar (market oriented dan demand driven programs). Dengan demikian tenaga-tenaga penyuluh industri kecil yang bertugas membantu industri kecil adalah mereka yang benar- benar terampil dan berwenang serta memahami kebutuhan industri kecil. Dalam hubungan ini, maka sektor swasta perlu menjadi alternatif dalam

pelaksanaan program ini. Selain itu, peran instansi-instansi yang terlalu berlebihan dan tumpang tindih dalam program jasa pengembangan bisnis industri kecil sebaiknya dikurangi secara bertahap, terutama program yang ternyata kurang efektif dan efisien, sehingga dapat diganti program pengembangan bisnis industri kecil yang dilaksanakan pihak swasta. Pembentukan aliansi strategis antara industri kecil dengan usaha-usaha aging merupakan mekanisme yang paling penting dan efektif untuk alih informasi bisnis, teknologi, kemampuan manajerial serta organisatoris, serta akses ke pasar ekspor bagi industri kecil daripada bantuan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Aliansi strategis ini berbeda dengan program kemitraan dan keterkaitan Bapak angkat dan mitra usaha yang kita kenai selama ini. Ini karena kemitraan dan keterkaitan cenderung didasarkan atas dorongan, kadang-kadang paksaan pemerintah, dan bukan atas kehendak kedua belah pihak, sehingga pengalaman menujukkan program ini tidak efektif. Dalam aliansi ini, maka industri kecil dan usaha lain, baik usaha besar atau industri kecil lainnya, ataupun usaha aging atau usaha domestik melakukan kerjasama yang didasarkan atas kemauan dan kepentingan bersama. Dengan demikian dalam aliansi ini tidak terjadi paksaan yang tidak perlu. Keberhasilan model aliansi strategis ini telah pula dibuktikan manfaatnya bagi pengembangan industri kecil di Indonesia.

III. K E S I M P U L A N Prospek bisnis industri kecil di Indonesia masih menghadapi ujian berat, walaupun dari sisi potensi jumlah dan kemampuan menyerap tenaga kerja, industri kecil memiliki keunggulan mutlak. Ujian berat yang dihadapi industri kecil masih berkutat dalam hal peningkatan kemampuan internalnya sendiri, maupun juga permasalahan eksternal lainnya. Kondisi industri kecil yang belum baik ini, jika tidak diperbaiki segera akan menjadi bertambah terpuruk dengan adanya perdagangan be bas dan otonomi daerah. Oleh

karena itu, untuk mengatasi kemelut yang dihadapi industri kecil, maka tidak lain kebijakan yang mendorong langsung perkembangan industri kecil pada masa kini dan di masa datang sangat diperlukan. Kebijakan langsung dimaksud bukan hanya dalam hal penyediaan faktor-faktor produksi dan lingkungan bisnis yang sangat diperlukan industri kecil, melainkan juga (bila diperlukan) kebijakan proteksi terhadap industri kecil tertentu. Kebijakan proteksi ini jangan ditafsirkan bahwa kita harus segera menghentikan komitmen kita terhadap semangat liberalisasi dan globalisasi yang telah kita setujui, namun lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk menseleksi kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih harus dilindungi, terutama industri kecil yang baru tumbuh (infant industries) maupun industri kecil yang mempunyai keterkaitan dengan rakyat kebanyakan. Ini karena bila tidak dilindungi, maka industri kecil dalam kelompok ini akan tergilas dengan adanya perdagangan bebas. Singkat kata, prospek bisnis industri kecil kini dan mendatang dalam menghadapi perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat tergantung tidak hanya pada upaya kita dalam meningkatkan daya saing industri kecil, melainkan juga pada komitmen nasional untuk secara serius mengembangkan kegiatan usaha ini. Tanpa ini semua, perdagangan bebas dan otonomi daerah hanya akan menjadi malapetaka dahsyat bagi kelangsungan pembangunan Indonesia kini dan mendatang.

VI. DAFTAR PUSTAKA / SUMBER ACUAN –

Dr. Carunia Mulya Firdausy, Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Daerah.



Mudrajad Kuncoro, Profil, Masalah Dan Strategi Pemberdayaan.



Zefri, Perspektif Usaha Kecil Dan Menengah Sebagai Pilihan Dalam Pembangunan Wilayah.



Hermansahtantan, Industrialisasi Di Pedesaan Dan Prospek Usaha Mikro Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat (Studi Kasus Di Kelurahan Mekar Wangi)



Eko Nurmianto, Arman Hakim Nasution, PERUMUSAN STRATEGI KEMITRAAN MENGGUNAKAN METODE AHP DAN SWOT (Studi Kasus Pada Kemitraan PT. INKA Dengan Industri Kecil Menengah Di Wilayah Karesidenan Madiun).



DepPerIndag (2001). Perspektif Hubungan Perdagangan Luar Negeri Indonesia dalam Upaya Meningkatkan Ekspor Hasil UKM dan Koperasi.Deperindag-Jakarta.

Related Documents