Proses Pembuatan Biodiesel Non Katalitik (aura).docx

  • Uploaded by: Aura Nabilla
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proses Pembuatan Biodiesel Non Katalitik (aura).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,397
  • Pages: 6
1.1.

Proses Pembuatan Biodiesel Non Katalitik Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis, baik katalis

homogen maupun heterogen masih memiliki kelemahan. Beberapa penelitian dilakukan untuk mencari teknologi proses transesterifikasi terbarukan yang dapat mengganti ataupun mengurangi kelemahan proses katalitik tersebut. Salah satu metode potensial yang dapat dijadikan sebagai proses pengganti yang lebih efisien adalah proses produksi biodiesel dengan reaksi transesterifikasi secara nonkatalitik. Reaksi transesterifikasi non-katalitik dapat terjadi apabila terdapat fluida superkritik. Salah satu jenis dari fluida tersebut adalah alkohol, dimana alkohol akan mengalami kondisi superkritik pada suhu 623 K. Adapaun kelebihan dari metode superkritik alkohol yaitu tidak memerlukan katalis, namun tetap bisa mendekati konversi yang hampir sempurna dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, proses superkritik non-katalitik berpotensi memberikan keuntungan bagi lingkungan karena tidak ada limbah yang dihasilkan akibat dari perlakuan metode pembuatan biodiesel mengunakan katalis dan pemisahan dari produk akhir. Metode non-katalitik ini tidak memerlukan perlakuan awal (pretreatment) dari bahan baku karena pengotor dalam umpan bahan baku minyak tidak akan mempengaruhi reaksi secara signifikan. Fluida berada dalam fasa superkritik Super Critical Fluid (SCF) apabila berada pada kondisi di atas titik kritis, yaitu pada temperatur dan tekanan kritis, sedangkan pada kondisi di bawah tekanan kritis, dibutuhkan perlakuan khusus karena fluida dapat terkondensasi menjadi padat. Kondisi seperti itu mengakibatkan kerapatan fasa cair dan gas menjadi identik, sehingga tidak ada perbedaaan antara keduanya (Kusdiana dan Saka 2004). Kondisi Super Critical Fluid (SCF) memiliki beberapa karakterisik, yaitu berupa kepadatan seperti cairan dan sifat mudah memuai seperti gas, misalnya difusivitas dan viskositas. Kondisi superkritik alkohol jenis metanol adalah pada Tc = 512 K dan Pc = 8.09 MPa. Keadaan superkritik metanol akan meningkatkan sifat kelarutan fluida, dimana fluida akan saling melarutkan dari campuran minyak

dan metanol karena penurunan konstanta dielektrik metanol dalam keadaan superkritik. Kondisi superkritik alkohol pada tekanan dan suhu kritisnya akan sangat mempengaruhi mekanisme reaksi yang terjadi pada proses transesterifikasi biodiesel. Berdasarkan peristiwa tersebut, dapat diasumsikan bahwa akibat tekanan tinggi, molekul alkohol secara langsung menyerang atom karbonil dari trigliserida. Ikatan hidrogen dalam keadaan superkritis akan mengalami penurunan yang signifikan, sehingga memungkinkan metanol menjadi monomer bebas. Reaksi transesterifikasi diakhiri melalui transfer metoksida sehingga terbentuk metil ester, digliserida, dan asam lemak. Digliserida dengan cara yang sama ditransesterifikasi untuk membentuk metil ester dan monogliserida yang diubah.

Gambar 1. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Superkritik Alkohol (Sumber: Wahyudin dkk, 2018)

1.2.

Teknologi Transesterifikasi Superheated Alkohol dari Minyak Bunga Matahari Metode non katalitik lain, selain dari metode superkritik alkohol adalah

metode non katalitik superheated alkohol. Beradasarkan penelitian dari Yamazaki et al. (2007) menjelaskan proses pembuatan biodiesel non katalitik dari minyak bunga matahari dengan Reaktor Kolom Gelembung (RKG) yang dilengkapi dengan pengaduk. Reaktor ini beroperasi secara semi batch dengan cara memasukkan uap panas metanol ke dalam reaktor yang mengandung minyak nabati dalam jumlah tertentu. Penelitian ini mempelajari pengaruh suhu reaksi, yang bervariasi antara 523, 543, 563, 583, dan 613 K. Laju alir umpan dari

metanol pada rasio 0.6, 0.9, dan 5 mL/menit). Tekanan operasi berkisar antara 0.1, 0.5, 1, 3, dan 5 Mpa. Kecepatan pengadukan dengan variasi 300, 700, dan 1000 rpm. Volume awal minyak adalah 150, 200, dan 250 mL. Metil ester dalam produk uap keluar melalui bagian atas reaktor dan langsung dikondensasi. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum diperoleh pada suhu reaksi 563 K dan tekanan 0.1 MPa. Luas permukaan aktif antara gelembung metanol dan minyak sekitarnya sangat berpengaruh terhadap hasil reaksi. Hal ini mengindikasikan bahwa luas permukaan gelembung yang semakin besar dan semakin lama waktu tinggal gelembung methanol dalam fasa cair (minyak) akan meningkatkan laju reaksi. Hasil percobaan dengan menggunakan Reaktor Kolom Gelembung (RKG) terhadap minyak goreng sawit menunjukkan bahwa kemurnian biodiesel yang dihasilkan paling baik sebesar 95.17% pada suhu 523 K. Konversi dan yield cukup rendah yaitu 55.07% dengan waktu reaksi 5 jam. Teknologi proses transesterifikasi non katalitik belum banyak dikembangkan dibandingkan katalis heterogen. 1.3.

Teknologi Transesterifikasi dengan Plasma Bertegangan Tinggi Pembuatan biodiesel dengan menggunakan plasma tegangan tinggi belum

banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang menjelaskan tentang penggunaan plasma pada pembuatan biodiesel adalah penelitian yang dilakukan oleh Istadi dkk (2014) tanpa menggunakan katalis (elektro-katalitik plasma) di dalam reaktor tubular. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan palm oil sebagai sumber trigliserida. Reaksi trigliserida dengan metanol dilakukan di dalam reaktor plasma jenis Dielectric Barrier Discharge (DBD) dengan perbandingan metanol dan minyak sebanyak 6:1 dengan suhu reaktor 65

℃ . Waktu kontak

divariasikan pada 30, 120, dan 300 detik dengan variasi tegangan 6, 8, dan 10 kV. Jarak antar elektroda juga dilakukan analisa yaitu pada 1,5, 2,5 dan 3,5 cm. Hasilnya menunjukkan bahwa pada waktu reaksi 120 detik dengan tegangan 10 kV dan jarak antar elektroda 1,5 cm diperoleh bermacam-macam unsur kimia yaitu Fatty Acid Methyl Ester (FAME), aldehida, alkuna, alkohol, ester dan asam karboksilat dengan komposisi terbesar ada pada Fatty Acid Methyl Ester (FAME)

sebesar 75,65% dari berat total. Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang terbentuk terdiri dari pentadecanoic acid methyl ester (C17H34O2), 9,12-octadecadienoic acid methyl ester (C19H34O2), 9-octadecenoic acid methyl ester (C19H36O2), dan 9octadecenoic acid hexyl ester (C24H46O2). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sistem elektro-katalisis plasma merupakan teknologi yang menjanjikan untuk sintesa biodiesel dari minyak tumbuhan karena waktu reaksi sangat singkat yaitu 120 detik, tanpa katalis, tidak terjadi pembentukan sabun dan tidak membentuk gliserol sebagai hasil samping. Kerugiannya yaitu masih sulitnya mengendalikan mekanisme reaksi karena adanya elektron berenergi tinggi, mengendalikan ikatan mana yang akan dieksitasi atau diionisasi dan mencegah reaksi lanjutan karena aksi dari elektron berenergi tinggi. 1.4.

Teknologi Transesterifikasi Superheated Alkohol dari Biji Karet Proses pengolahan biodiesel yang ada di Indonesia selama ini

menggunakan metode katalis. Artinya, proses pengolahan minyak biji karet dimulai dari “degumming” menggunakan asam fosfat, kemudian dilakukan esterifikasi menggunakan katalis asam dan transesterifikasi menggunakan katalis basa. Proses pencuciannya menggunakan air ataupun magnesol sebagai bahan absorbant. Beberapa penelitian dikembangkan untuk proses pembuatan biodiesel. Pengolahan biodiesel dari biji karet sebagai pengembangan adalah tanpa “degumming”, artinya tanpa reaksi esterifikasi dan tanpa menggunakan air maupun magnesol. Minyak biji karet mentah langsung ditransesterifikasi dalam sebuah Bubble Column Reactor (BCR). Keuntungan metode non katalis ini, antara lain dapat memperpendek waktu produksi, biaya operasional lebih murah, ruangan yang diperlukan lebih kecil, biaya investasi lebih murah, kualitas biodiesel yang dihasilkan lebih baik, dan kadar metil ester yang dihasilkan juga lebih banyak.

Gambar 2. Skema Flow Diagram Sistem BCR Aliran Semi Batch (Sumber: Susila, 2009)

Minyak biji karet atau Rubber Seed Oils (RSO) yang akan diolah menjadi biodiesel diperoleh dengan cara pengepresan biji karet. Karakteristik RSO harus diketahui terlebih dahulu terutama FFA dan titik didihnya. Titik didih tersebut akan menentukan pada temperatur berapa pengaturan kondisi operasi peralatan itu harus dilakukan. Pengaturan yang paling penting dilakukan adalah setting temperatur reaksi harus di bawah titik didih RSO untuk mempertahankan kondisinya tetap cair. Beradasarkan uji laboratorium, diperoleh data kandungan dari RSO, antara lain viskositas 5,19 cSt, densitas 0,9209 kg/l, kadar air 0,2%, FFA 6,66%, dan titik didih 305

℃ . Metanol yang digunakan dengan kemurnian minimum 99,8%

diperoleh di pasaran bebas. Pengaruh laju aliran pengisian metanol terhadap produktivitas dapat diteliti pada temperatur reaksi yang sama, misalnya 290 ℃ . Pengaruh temperatur reaksi, yaitu 270, 275, 280, 285, dan 290



terhadap

produktivitas juga dapat diteliti pada laju aliran pengisian metanol yang sama. Rasio molar yang divariasikan, yaitu pada rasio 140, 150, dan 160. Operasi dari sebuah reaktor BCR secara umum untuk memproduksi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi non katalis dari trigliserida merupakan reaksi yang kompleks karena terdiri dari beberapa proses seperti difusi gas. Metanol tidak hanya sebagai reaktan, tetapi juga sebagai pengangkut gas yang telah mempunyai hukum yang sama dengan uap di dalam proses distilasi uap. Metil ester dan gliserol sebagai produk reaksi diekstrak oleh uap metanol dan dipisahkan dari zona reaksi. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa

reaksi bergerak ke kanan dan menaikkan konversi laju reaksi. Reaksi kompleks tergantung pada banyak parameter, termasuk laju aliran pengisian metanol, temperatur dan tekanan reaksi, waktu reaksi dan karakteristrik dari feedstock, dan semua komponen dalam campuran reaksi. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa minyak biji karet yang mempunyai kadar FFA tinggi, yaitu berada di atas 2,5% dapat secara langsung diproses tranesterifikasi tanpa adanya reaksi penyabunan dan dapat menghasilkan biodiesel tanpa harus mengalami proses degumming, esterifikasi, maupun pencucian. Densitas, angka setana, titik tuang, titik nyala, dan angka asam pada metode non katalis lebih baik dari pada menggunakan metode katalis. Kelemahannya adalah residu karbon mikro yang dikandung oleh biodiesel biji karet (B-100) tergolong masih cukup tinggi di atas standar yang diizinkan. Kadar biodiesel yang optimum diperoleh pada rasio molar 160 dan temperatur reaksi 290 terbesar dan gliserol terkecil.



dimana

menghasilkan kadar biodiesel

Related Documents


More Documents from "Benedictus Prarisma Tito"