PROPOSAL SKRIPSI UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP Propionibacterium acnes
Disusun oleh : SUCI MULYASIH E0014026
PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADASLAWI 2018
PROPOSAL SKRIPSI UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP Propionibacterium acnes
Disusun oleh SUCI MULYASIH E0014026
Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi Di STIKes BHAMADA Slawi 2018
ii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Suci Mulyasih
Nim
: E0014026
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian skripsi ini, saya : 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertenggung jawabkan. 2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya. 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Slawi, ...................... 2018
Penulis
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa proposal yang berjudul : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP Propionibacterium acnes
Dipersiapkan dan disusun oleh : SUCI MULYASIH E0014026
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing proposal untuk dipertahankan dihadapan penguji proposal pada tanggal 19 Februari 2018
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Oktariani Pramiastuti., M. Sc., Apt NIPY:1978.10.09.11.065
Devi Ika Kurnianingtyas Solikhati., M. Sc., Apt NIPY : 1988.08.04.16.104
iv
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa proposal yang berjudul : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP Propionibacterium acnes
Dipersiapkan dan disusun oleh : SUCI MULYASIH E0014026
Telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 23 Februari 2018 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Penguji I
Agung Nur Cahyanta, M.Farm., Apt NIPY : 1979.06.09.13.079 Penguji II
Oktariani Pramiastuti., M. Sc., Apt NIPY : 1978.10.09.11.065 Penguji III
Devi Ika Kurnianingtyas Solikhati., M. Sc., Apt NIPY : 1988.08.04.16.104
v
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT pencipta seluruh alam semesta yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP Propionibacterium acnes” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm). Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, akan tetapi semoga segala usaha yang telah dilakukan dapat bermanfaat bagi semua, sebagai ilmu yang bermanfaat dan barokah. Penulis juga menyadari bahwa selama berlangsungnya penelitian, penyusunan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini tak lepas dari dukungan serta bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu teriring do’a dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1.
Ibu Tri Agustina H, SST., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
2.
Bapak Agung Nur Cahyanta, M.Farm., Apt selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi STIKes Bhamada Slawi.
3.
Ibu Oktariani Pramiastuti., M. Sc., Apt selaku Pembimbing I dan ibu Devi IkaKurnianingtyas Solikhati., M. Sc., Apt selaku pembimbing II yang dengan tulus dan penuhkesabaran telah membimbing dan mengarahkan dan memotivasi dalam penulisan proposal ini.
4.
Seluruh Dosen Program Studi S1 Farmasi STIKes Bhamada Slawi, yang telah membimbing dan mendidik selama peneliti melakukan kegiatan perkuliahan dari semester satu hingga semester delapan.
5.
Kedua orang tua yang paling saya sayangi dan saya cintai yang telah memberikan semangat, terimakasih atas dukungan moral dan spiritual yang diberikan.
vi
6.
Kepada teman-teman seperjuangan, terimakasih atas hari-hari yang dilalui bersama. Semoga sukses menyertai kita dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tidak ada sesuatu yang dapat diberikan atas jasa tersebut selain Do’a,
semoga Allah SWT membalas amal dan jasa baik beliau. Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak akan diterima dengan senang hati sebagai perbaikan proposal ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Slawi, 19 Februari 2018 Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................. i HALAMAN SAMPUL DALAM ......................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah............................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 3 1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kencur ................................................................................ 4 2.1.1 Tanaman Rimpang Kencur ....................................................... 4 2.1.2 Tahap Pembuatan Simplisia ..................................................... 6 2.1.3 Ekstraksi dan Metode Ekstraksi................................................ 8 2.1.4 Pengujian Parameter Standar Ekstrak ....................................... 9 2.1.5 Skrining Fitokimia .................................................................... 10 2.1.6 Kulit .......................................................................................... 10 2.1.7 Bakteri....................................................................................... 12 2.1.8 Jerawat ...................................................................................... 14 2.1.9 Uji Aktivitas Antibakteri .......................................................... 15 2.1.10 Salep ......................................................................................... 17 2.2 Landasan Teori ................................................................................... 20 2.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 22 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 23 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 23 3.3 Rancangan Penelitian ......................................................................... 23 3.4 Prosedur Penelitian ............................................................................. 24 3.5 Analisa Data ....................................................................................... 33 3.6 Jadwal Penelitian ................................................................................ 34 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tanaman Kencur ................................................................................ 4 Gambar 2. Fisiologi Kulit .................................................................................... 11 Gambar 3. Propionibacterium acnes .................................................................... 13 Gambar 4. Uji Daya Hambat................................................................................. 30
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Konsentrasi Larutan Uji ......................................................................... 30 Tabel 2. Jadwal Penelitian..................................................................................... 34
x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari serangan mikroorganisme dengan adanya tabir lemak diatas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit, serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit (Wasitaatmadja, 2007). Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dan sering kali akibat bakteri yang melekat pada kulit menyebabkan terjadinya jerawat. Jerawat merupakan suatu kondisi terjadi penyumbatan kelenjar minyak pada kulit disertai infeksi dan peradangan (Yuindartanto, 2009). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya jerawat diantaranya adanya sumbatan dipori-pori kulit oleh sebum yang berubah menjadi padat serta peningkatan produksi sebum oleh pengaruh hormonal, kondisi
fisik,
psikologis,
peningkatan
populasi
serta
akivitas
Propionibacterium acnes, karena bakteri ini terdapat dibawah kelenjar sebacea dan adanya reaksi radang akhirnya kelenjar sebacea yang sudah mengalami bendungan akhirnya pecah sehingga isi lemak tumpah kedalam jaringan kulit dan memancing serbuan sel darah putih (Khalid, 2010). Propionibanterium
acnes
termasuk
dalam
kelompok
bakteri
corynebacteria dan dalam flora normal kulit, berperan pada patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari
1
2
lipid kulit. Asam lemak tersebut dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya jerawat. Propionibacterium acnes termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat. Bakteri ini tipikal bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara (Pelazer, 1988). Penggunaan bahan alami menjadi salah satu alternatif dalam pengobatan jerawat, pasien yang mengalami terapi antibiotik klinamisin, eritromisin, atau tetrasiklin sebagai pengobatannya. Penggunaan antibiotik cenderung menyebabkan peningkatan terjadinya infeksi saluran pernafasan bagian atas bila dibandingkan dengan pasien berjerawat dengan pengobatan tanpa penggunaan antibiotik (Margolis et al, 2005). Konsentrasi ekstrak etanol rimpang kencur memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%. Dengan bakteri uji Bacillus subtilis dan Escherichia coli (Fajeriyati Noor dan Andika, 2017). Konsentrasi tersebut diturunkan untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum. Konsentrasi ekstrak etanol kencur pada uji selanjutnya yaitu pada konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan uraian diatas, rimpang kencur mengandung golongan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri. Adapun penelitian yang dilakukan ini untuk menguji aktivitas antibakteri dari ektrak rimpang kencur terhadap bakteri Propionibacterium acnes. Pada penelitian ini menggunakan jenis bakteri Propionibacterium acnes, bakteri tersebut merupakan salah satu jenis bakteri agen utama penyebab inflamasi jerawat (Khan, 2009).
3
1.2 Rumusan Maslaah Rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya adalah : 1.2.1 Apakah ekstrak etanol rimpang kencur memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acnes? 1.2.2 Apakah formulasi sediaan salep ekstrak kencur memenuhi syarat evaluasi sediaan fisik?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengetahui ada tidaknya efek antibakteri ekstrak etanol rimpang kencur terhadap bakteri Propionibacterium acnes. 1.3.2 Memperoleh sediaan salep ekstrak rimpang kencur yang memenuhi syarat evaluasi sediaan fisik.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan diatas, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1 Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai aktivitas antibakteri dari ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga L) terhadap bakteri Propionibacterium acnes. 1.4.2 Menambah wawasan dibidang farmasi khususnya mikrobiologi dan teknologi sediaan farmasi serta sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman kencur 2.1.1 Tanaman Rimpang Kencur a. Uraian Tanaman
(a)
(b)
Gambar 1. (a). Tanaman kencur, (b). Rimpang kencur
(Anonim, 2008)
Kencur (Kaempferia galanga L.) sudah sejak lama ditanam dan dikenal di Indonesia. Tanaman kencur diperkirakan berasal dari daerah Asia. Sebagian kalangan menduga bahwa asal usul kencur dari kawasan Indonesia Malaysia. Daerah penyebaran kencur meluas sampai ke kawasan Asia Tenggara dan Cina. Dalam perkembangan selanjutnya diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini merupakan salah satu jenis temu-temuan yang dipakai dalam obat tradisional (Rukmana,1994).
4
5
b. Klasifikasi tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Traecheobionta
Super divisi
: Spermathopyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Subkelas
: Commenlinidae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Kaempferia
Spesies
: Kaempferia galanga L.
(Anonim c., 2008)
Kencur ditemukan hanya di Jawa, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pengamatan diberbagai daerah, ternyata kencur juga ditanam oleh petani disekitar Malang, Lawang, dan Blitar. Di Jawa Barat kencur ditanam dibeberapa daerah saja, seperti di Bogor, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Ciamis. Di Jawa Tengah penanaman kencur di lakuan didaerah Magelang, Salatiga, Boyolali, Karanganyar, Seleman dan Bantul (Rowmantyo, 1996). Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik. Daging buah kencur berwarna putih dan kulit luarnya berwarna coklat. Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar (Erlina, 2007). Manfaat kencur dibidang kesehatan juga membuat kencur dibudidayakan, beberapa khasiat kencur dalam hal pengobatan
6
antara lain menyembuhkan batuk pada anak-anak dan balita, muntah, mengobati tetanus, mengatasi keracunan tempe bongkrek, dan mengobati keracunan jamur (Muhlisah, 1999). 2.1.2 Tahap Pembuatan Simplisia Untuk menghasilkan simplisia yang bermutu dan terhindar dari cemaran, maka perlu dilakukan beberapa tahapan diantaranya (Anonim, 1985) : 1. Sortasi basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor lainnya yang harus dibuang. Pembersihan tanah yang melekat pada simplisia dapat mengurangi jumlah mikroba. 2. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih. 3. Perajangan Beberapa bahan jenis simplisia perlu mengalami perajangan. Perajangan mempunyai tujuan untuk memperoleh proses pengeringan yang cepat, memudahkan dalam proses pengepakan dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan maka semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan.
7
4. Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan alamiah (dengan sinar matahari langsung atau dengan diangin-anginkan) dan pengeringan buatan (menggunakan oven). Suhu yang terbaik dalam proses pengeringan tidak melebihi 600C, tetapi bahan aktif yang tidak tahan pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin. 5. Sortasi kering Tujuan sortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. 6. Penyimpanan Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak
8
saling bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya. Selanjutnya wadah-wadah yang berisi simplisia disimpan dalam rak pada gudang penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan simplisia adalah cahaya, oksigen, atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan terjadinya proses dehidrasi, pengotoran atau pencemaran, baik yang di akibatkan oleh serangga, kapang atau lainnya. Persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus simplisia harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan kandungan aktif serta pengaruh cahaya. 2.1.3 Ekstraksi dan Metode Ekstraksi Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Anonim a., 2000). Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
9
pada temperatur suhu kamar. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan luar sel maka larutan terpekat didesak keluar (Anonim a., 2000). 2.1.4 Pengujian Parameter Standar Ekstrak Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia dengan melakukan standardisasi simplisia. Standardisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu. Sedangkan untuk ekstrak meliputi kadar air, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Anonim b., 2000). 1. Parameter Non Spesifik a. Susut pengeringan Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 1050C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air. Tujuan dari susut pengeringan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Anonim b., 2000).
10
b. Kadar air Kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan. Dilakukan menggunakan alat moisture analizer. Tujuannya untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan (Anonim b., 2000). 2. Parameter Spesifik Parameter spesifik meliputi pengamatan organoleptik seperti melihat bentuk, warna, bau, dan rasa. Bentuk meliputi padat, serbuk kering, kental, dan cair. Warna meliputi kuning, coklat, merah, dan hijau. Bau meliputi aromatik dan tidak berbau. Rasa meliputi pahit, manis dan kelat (Anonim b., 2000). 2.1.5 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan memberi gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang diteliti. Metode skrining fitokimia yang dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna (Kristianti, 2008). 2.1.6 Kulit Kulit merupakan organ terbesar tubuh, beratnya kurang lebih 4,5 kg dan pH fisiologi kulit manusia berkisar antara 4,5-6,5 sehingga bersifat asam lemah (Tranggono, 2007). Fungsi dan kegunaan kulit
11
diantaranya sebagai pelindung tubuh, menjaga kelembaban tubuh, sistem ekskresi, pengatur suhu tubuh, pengindra (sensor), pembentuk pigmen, sistem metabolisme, dan membentuk vitamin D. Lapisan kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis, dan lapisan subkutan (Sloane, 1995).
Gambar 3. Fisiologi Kulit (Sloane, 1995) 1. Epidermis Bagian ini tersusun dari jaringan epitel skuamosa bertingkat yang mengalami keratinasi dan merupakan bagian terluar dari kulit. Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat dan ketebalan jaringan ini bervariasi tergantung lokasi bagian tubuh mulai dari 0,05 mm sampai 1,5 mm. Struktur kimia dari sel-sel epidermis manusia memiliki komposisi diantaranya protein 27%, lemak 2%, garam-garam mineral 0,5%, air dan bahan-bahan larutan air 70,5%. Lapisan ini terdiri dari 5 lapisan yaitu stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granuloum, stratum ludisum, dan stratum korneum (Sloane, 1995).
12
2. Dermis Dermis merupakan lapisan dibawah epidermis yang dipisahkan dengan membran dasar. Kelebihan lapisan dermis bervariasi tergantung lokasinya pada bagian tubuh mulai 0,3 mm sampai 3,0 mm. Lapisan ini terbentuk oleh lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen seluler, kelenjar, dan folikel rambut. Membran ini tersusun dari dua lapisan jaringan ikat, yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler. Lapisan papiler adalah jaringan ikat areolar renggang dengan fibrola, sel mast, dan makrofag. Lapisan dermis mengandung banyak pembuluh darah,yang memberi nutrisi pada epidermis diatasnya. Lapisan retikuler terletak lebih dalam dari lapisan papiler. Lapisan ini tersusun dari jaringan iregular yang rapat, kolagen, dan serat elastik. Serabut kolagen dan serabut elastik pada lapisan retikular dapat mencapai 75% dan 4% dari berat manusia bebas lemak (Rieger, 2000). 3. Lapisan Subkutan Lapisan subkutan mengandung jumlah sel lemak yang beragam, bergantung pada area dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh darah pada ujung syaraf (Sloane, 1995). 2.1.7 Bakteri Bakteri
merupakan
mikroorganisme
yang
bersel
satu,
berkembangbiak dengan cara membelah diri, serdemikian kecilnya sehingga dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoeseputro, 1988).
13
Sistematika Propionibacterium acnes menurut (Dwidjoeseputro, 1988) yaitu : Divisi
: Bacteria
Sub Devisi : Actinobacteria Kelas
: Actinobacteridae
Bangsa
: Actinomyeetales
Suku
: Propionibacteriaeeae
Marga
: Propionibacterium
Jenis
: Propionibacterium acnes
Gambar 4. Propionibacterium acnes (Dwidjoeseputro, 1988) Propionibacterium acnes berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filament bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid. Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman (Anonim, 1994). Propionibacterium acnes termasuk dalam bakteri flora normal kulit, berperan pada patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase
14
yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya acne. Bakteri tersebut tipikal bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara serta termasuk dalam bakteri yang tumbuh relatif lambat (Pelazer, 1988). 2.1.8 Jerawat 1. Definisi Jerawat Jerawat merupakan suatu kondisi terjadi penyumbatan kelenjar minyak pada kulit disertai infeksi dan peradangan. Jerawat dibedakan menjadi empat macam yaitu: a). Jerawat biasa merupakan jerawat yang berbentuk kemerah-merahan kecil. Jerawat ini sering dipengaruhi oleh penderita misalnya stress menghadapi suatu masalah. b). Acne Vulgaris jenis jerawat yang berbentuk komedo, yang timbul pada kulit bermiyak. c). Acne Rosacea jenis jerawat yang muncul pada wanita berusia 30-40 tahun, tandanya mula-mula jerawat akan tampak kemerahan kemudian menjadi radang hingga menimbulkan sisik lipatan dihidung. d). Acne Nitrosica merupakan jenis jerawat yang sangat berbahaya karena akan menimbulkan lubang atau bopeng (Putri, 2015). 2. Faktor Penyebab Jerawat Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya jerawat diantaranya sumbatan dipori-pori kulit oleh sebum yang berubah menjadi padat, peningkatan produksi sebum akibat pengaruh hormonal, kondisi fisik, dan psikologis, peningkatan aktivitas
15
Propionibacterium acne karena bakteri terdapat dibawah muara kelenjar sebasea, kelenjar sebacea yang sudah mengalami bendungan akhirnya pecah, isi lemak tumpah kedalam jaringan kulit dan memancing serbuan sel darah putih (Khalid, 2010). 3. Tahap Terjadinya Jerawat Tahap terjadinya jerawat meliputi produksi minyak berlebih yang mengakibatkan penyumbatan pada kulit sehingga flora mikroba menempel maka terjadilah proses peradangan, retensi lanjut sebum menyebabkan pecahnya kelenjar sebaceous dan terjadi pembentukan nodul. Pertemuan antara asam lemak bebas dengan pecahnya kelenjar sebasea terbentuk nanah, dan cairan (Usha, 2015). 2.1.9 Uji Aktivitas Antibakteri Pengujian terhadap aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Difusi Agar Media yang dipakai adalah agar Mueller Hinton. Pada metode difusi ini ada beberapa cara, yaitu: 1. Cara Kirby Bauer Suspensi bakteri yang telah ditambahkan aquades hingga konsentrasi 108 CFU per mL dioleskan pada media agar hingga rata, kemudian kertas samir (disk) diletakkan diatasnya (Lorian, 1980).
16
2. Cara Sumuran Suspensi bakteri yang telah ditambahkan aquades hingga konsentrasi 108 CFU per mL dioleskan pada media agar hingga rata, kemudian media agar dibuat sumuran, diteteskan kedalam larutan antibakteri. Hasilnya dibaca seperti cara Kirby Bauer (Lorian, 1980). 3. Cara Pour Plate Suspensi bakteri yang telah ditambahkan dengan aquades dan agar base, dituang pada media agar Mueller Hinton, disk diletakkan diatas media. Hasilnya dibaca sesuai standar masingmasing antibakteri (Lorian, 1980). b. Dilusi Cair Metode dilusi cair merupakan metode untuk menentukan konsentrasi minimal dari suatu antibakteri yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme. Pada prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam media. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar, kemudian ditanami bakteri. Konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) (Anonim, 1994).
17
Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Nutrient Agar (NA) yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media NA tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan media NA (Pratiwi, 2008). 2.1.10 Salep 1. Definisi Salep Salep merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat dapat larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Anwar, 2012). Salep tidak boleh berbau tengik, salep harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada sekeping kaca, harus menunjukkan susunan yang homogen (Anonim, 1995). Fungsi salep sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas pada kulit, sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit (Anonim, 1995). 2. Dasar Salep Pemilihan basis salep untuk dipakai dalam formulasi dari salep tergantung pada sejumlah faktor-faktor diantaranya laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari dasar salep dan keinginan peningkatan oleh dasar salep absorpsi perkutan dari obat serta kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh dasar salep (Ansel, 1989).
18
Basis salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, diantaranya sebagai berikut (Anonim, 1995) : a) Dasar Salep Hidrokarbon Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep hidrokarbon dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar minyak dapat dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama (Ansel, 1989). Contoh dasar salep hidrokarbon yaitu vaselin, paraffin, dan jelene (Lachman et al, 1994). b) Dasar Salep Serap Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi minyak dalam air yang dapat bercampur dengan sejumlah air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga berfungsi sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak (Ansel, 1989). Contoh dasar salep serap yaitu adeps lanae, unguentum simplex (campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen), lanolin (Anief, 1997).
19
c) Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep yang dapat dicuci dengan air merupakan emulsi minyak dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar dinyatakan juga sebagai salep yang dapat dicuci dengan air, karena mudah dicuci kulit atau dilap basah sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon. Dari sudut pandang terapi mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cairan serosal yang keluar dalam kondisi dermatologi (Ansel, 1989). Contoh dasar salep mudah dicuci air yaitu hydrophilic oinment yang dibuat dari minyak mineral, stearil alkohol (emulgator tipe M/A), dan aquades (Anief, 1997). d) Dasar salep larut dalam air Dasar salep larut dalam air disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep larut dalam air lebih disebut gel. Contoh dasar salep larut dalam air yaitu salep polietilen glikol atau campuran PEG (Ansel, 1989). Kombinasi dari polietilen glikol dengan bobot molekul yang tinggi dan polietilen glikol dengan bobot molekul yang rendah akan menghasilkan produk-produk dengan konsistensi seperti salep, yang melunak atau meleleh jika digunakan pada kulit (Joenoes, 2003). Keuntungan menggunakan PEG yaitu tidak mengiritasi, memiliki daya lekat dan distribusi yang baik pada kulit dan tidak menghambat pertukaran gas dan produksi keringat, sehingga efektifitas lebih lama (Voigt, 1994).
20
Pengaturan konsistensi sangat penting pada pembuatan produk salep, hal ini berpengaruh pada daya pakainya. Sifat atau kelarutan bahan obat di dalam dasar salep mempengaruhi teknologi pembuatannya. Kualitas dasar salep yang baik harus memenuhi beberapa syarat diantaranya stabil, stabil selama distribusi, penyimpanan, maupun pemakaian. Stabilitas terkait dengan kadaluarsa, baik secara fisik maupun secara kimia. Stabilitas dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu, kelembaban, cahaya, dan udara.Semua zat dalam keadaan homogen, halus dan menjadi lunak, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, dan inflamasi. Salep harus cukup lunak sehingga mudah dioleskan. Supaya mudah dipakai, salep harus memiliki konsistensi yang tidak terlalu kental atau terlalu encer, umumnya salep tipe emulsi yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit (Anief, 2007). Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan (Anief, 2007).
2.2 Landasan Teori Komponen yang terkandung dalam rimpang kencur antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri (Winarto, 2007). Penelitian identifikasi senyawa flavonoid ekstrak rimpang kencur yang pernah dilakukan Latifah
21
(2015) yang hasilnya positif mengandung flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan senyawa produksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi. Mekanisme senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mngganggu keutuhan membran sel bakteri, mengganggu fungsi sel mikroorganisme dan menghambat siklus sel mikroba. Mekanisme kerja dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Julianti, 2009). Flavonoid berupa senyawa yang larut dalam air, dan dapat diekstraksi dengan pelarut etanol (Harborne, 1987). Senyawa flavonoid memiliki aktivitas farmakologi sebagai antiinflamasi, antibakteri, analgesik, antioksidan. Senyawa flavonoid dan turunannya memiliki dua fungsi fisiologi tertentu diantaranya sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antibakteri) dan antivirus bagi tanaman (Wayan, 2015). Hasil penelitian Noor Fajeriyati (2017) menunjukan bahwa ekstrak rimpang kencur memiliki daya hambat terhadap bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli yaitu dengan terbentuknya zona bening disekitar kertas cakram. Dengan demikian zona hambat yang terbentuk oleh ektrak kencur terhadap bakteri Bacillus subtilis pada konsentrasi 50%, 75%, dan 100%. Pada zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak kencur terhadap bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 50%, 75%, dan 100% termasuk dalam kategori sangat kuat sedangkan pada konsentrasi 25% termasuk dalam kategori kuat. Berdasarkan penelitian Fitra Hayati (2017) ekstrak etanol rimpang kencur mempunyai aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Klebsiella
22
penumoniae penghasil ESBL (Extended-spectrum beta-lactamases) dengan kategori daya hambatnya sedang. 2.2 Hipotesis Ekstrak etanol rimpang kencur (Kaempferia galanga L) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan formulasi sediaan salep yang memenuhi uji fisik sediaan salep.
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat penellitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Program Studi S1 Farmasi STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2018. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri (Normax), tabung reaksi (Pyrex), alat-alat gelas (Pyrex), pipet tetes, kaca arloji, labu erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), batang L, inkubator, toples kaca, autoclave, oven (Getra), bunsen, timbangan analitik (HWH DJ203A), waterbath (Thermostat waterbath HH-6), jarum ose, kertas cakram (Oxoid), blender (Miyako), mikropipet (Huwaei), pipet volume (Pyrex), penggaris (Microtop), rotary evaporator, pinset, kain flanel, kertas saring, batang pengaduk, cawan penguapan. Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah rimpang kencur (Kampferia galanga L.) dari desa Kalibakung kecamatan Balapulang kabupaten Tegal, mikroba uji (Propionibacterium acnes), serbuk Nutrient Agar (NA), sabouraud dextrose agar (SDA), aquades, etanol 96%, H2SO4 encer, kloroform, asam asetat, FeCl3, PEG 4000, PEG 400, nipagin, oleum citri. 3.3 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Uji aktivitas antibakteri dari salep ekstrak rimpang kencur terhadap bakteri
23
24
Propionibacterium acnes dengan menggunakan metode difusi cakram dengan penentuan diameter zona hambatan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah seri konsentrasi salep ekstrak rimpang kencur. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu daya hambat antibakteri ekstrak rimpang kencur terhadap bakteri Propionibacterium acnes. Variabel terkontrol yaitu sterilitas dalam pembiakan bakteri, medium pertumbuhan, dan suhu inkubasi. 3.4 Prosedur Penelitian 1. Determinasi Tanaman Untuk memastikan kebenaran tanaman yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan determinasi tanaman yang akan diteliti untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan bahan tanaman. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmasi Prodi S1 Farmasi STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi. 2. Pengambilan Sampel Sampel pada penelitian ini adalah rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang tumbuh disekitar area pesawahan desa Kalibakung kecamatan Balapulang kabupaten Tegal. 3. Pembuatan Serbuk Simplisia Rimpang kencur yang diambil dari rimpang yang telah tua, biasanya ditandai dengan warna coklat muda. Rimpang yang dipilih berwarna coklat muda segar, agar didapatkan kandungan senyawa yang optimal. Sebanyak 5000 gram rimpang kencur kemudian dicuci menggunakan air bersih yang mengalir. Setelah dicuci, kemudian rimpang yang telah bersih ditiriskan,
25
selanjutnya dilakukan perajangan dengan tujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Proses selanjutnya melakukan pengeringan simplisia terhadap rimpang kencur, pengeringan dilakukan menggunakan sinar matahari langsung. Setelah rimpang kencur kering dilanjutkan dengan proses penggilingan simplisia kering hingga menjadi serbuk simplisia. Serbuk yang diperoleh disimpan dalam wadah bersih, kering, dan tertutup rapat (Anonim, 1985). 4. Pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak etanol rimpang kencur menggunakan metode maserasi. Serbuk rimpang kencur sebanyak 500 gram dimasukkan kedalam bejana tertutup lalu direndam dengan etanol 96% hingga semua bagian serbuk terendam selama 3 hari dengan beberapa kali penggojokan. Sari diendapkan selama 1 malam lalu disaring dan uapkan dengan evaporator. Kemudian dipekatkan dengan menggunakan cawan porselin diatas penangas air sampai pelarut menguap semua sehingga didapat ekstrak kental, ekstrak yang diperoleh kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya (Sutrisna et al., 2010). % Randemen = Berat ekstrak yang didapat x 100% Berat simplisia awal 5. Skrining Fitokimia a. Flavonoid Ekstrak diuji dengan beberapa tetes larutan natrium hidroksida. Pembentukan warna kuning yang intens dan pada penambahan asam
26
encer warna akan hilang menunjukkan adanya flavonoid (Tiwari et al, 2011). b. Saponin Uji buih yaitu sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambah dengan 2 mL air kemudian dikocok. Jika busa yang dihasilkan bertahan selama sepuluh menit maka menunjukkan adanya saponin (Tiwari et al, 2011). c. Tanin Ekstrak sebanyak 0,5 g dipanaskan dalam 20 mL air dan kemudian disaring. Beberapa tetes FeCl3 0,1% ditambahkan dan diamati, warna hijau kecoklatan atau berwarna biru-hitam menandakan adanya tanin (Aziman et al, 2012). d. Alkaloid Ekstrak sebanyak 0,5 g dilarutkan dalam 10 mL H2SO4 2% selama 2 menit, kemudian disaring. Sebanyak 5 tetes reagen Mayer ditambahkan kedalam 1 mL filtrat. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih (Emmanuel et al, 2013). e. Minyak Atsiri Skrining fitokimia minyak atsiri dilakukan dengan cara, larutan uji dipipet sebanyak 1 mL kemudian diuapkan di atas cawan porselen hingga diperoleh residu. Hasil positif minyak atsiri ditandai dengan bau khas yang dihasilkan oleh residu tersebut (Ciulei, 1984).
27
6. Uji Standarisasi Ekstrak a. Organoleptis Diambil ekstrak, diamati ekstrak mulai dari bentuk, bau, warna, dan rasa. Dicatat hasil pengamatan (Anonim b., 2000). b. Susut Pengeringan Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram dan dimasukkan kedalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang di uji berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan kedalam ruang pengering buka tutupnya keringkan pada suhu 1050C hingga botol tetap. Sebelum pengeringan biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada saat pemanasan, ditambahkan 1 gram silika pengering yang telah ditimbang seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator dalam suhu kamar. Campurkan silika tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (Anonim b., 2000). c. Kadar abu Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunanya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik, yang bertujuan
28
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Anonim b., 2000). d. Kadar Air Alat moisture diatur pada suhu 1050C, dan otomatis langsung memeriksa ketika alat ditutup. Sebanyak 1,5 gram ekstrak dimasukkan dan diratakan dalam mangkok aluminium, kemudian dimasukkan kedalam alat. Pemanas halogen akan menyala dan memulai memanaskan ekstrak hingga bobot konstan, setelah lampu mati berat ekstrak sudah konstan dan dilayar akan ditampilkan kadar air dari ekstrak (Anonim b., 2000). 7. Uji daya hambat antibakteri a. Sterilisasi Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian uji aktivitas antibakteri ini disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu bunsen (Difco, 1997). b. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) Nutrient Agar yang mempunyai komposisi beef extract 3 gram, pepton 5 gram, dan agar15 gram dilarutkan dalam 1000 mL aquades lalu dipanaskan sampai bahan larut sempurna. Kemudian disterilkan didalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Difco, 1977).
29
c. Pembiakan Stok Propionibacterium acnes Pembiakan bakteri dilakukan dengan metode tuang. Diambil satu gores bakteri menggunakan jarum ose, kemudian dilarutkan dengan aquades steril dalam tabung reaksi. Diambil 0,1 mL suspensi, tuangkan pada media agar, lalu ratakan dengan batang L. Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam (Anonim, 1991). d. Konsentrasi ekstrak etanol rimpang kencur Dibuat larutan stok 100% dari ekstrah rimpang kencur, dengan melarutkan 10 g ekstrak dalam 10 mL etanol. Kemudian dibuat larutan stok dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. Tabel 1. Konsentrasi Larutan Uji No 1 2 3 4
Konsentrasi (%) 5 10 15 20
Larutan stok (mL) 0,1 0,2 0,3 0,4
Pelarut (Etanol 96%)(mL) 2 2 2 2
e. Pengujian Aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi menggunakan kertas cakram. Kertas cakram dicelupkan dalam larutan uji sesuai konsentrasi selama 5 menit kemudian diletakkan diatas permukaan media Nutrient Agar yang berisi bakteri.Untuk kontrol negatif, kertas cakram dicelupkan dalam basis salep. Masing-masing cawan petri diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diamati berdasarkan pengukuran diameter daerah hambat atau daerah bening
30
yang terbentuk disekeliling kertas cakram. Pengujian dilakukan 3 kali pengulangan (Anonim, 1991).
A B
C
Gambar 5. Uji Daya Hambat (Anonim, 1991) Zona Hambat =
Keterangan:
(DV - DC)+(DH-DC)
2
A =DV (Diameter Vertikal) B =DH (Diameter Horisontal) C =DC (Diameter Cakram)
8. Pembuatan sediaan salep a. Formulasi Sediaan Salep Formula standar basis salep yang digunakan adalah : R/ PEG PEG
4000
40 g
400
60 g
m.f salep
10 g
Pembuatan salep antijerawat yang dibuat dari ekstrak etanol rimpang kencur menggunakan dasar salep larut air, terdiri dari campuran 40% PEG 4000 dan 60% PEG 400, dengan penambahan nipagin sebagai pengawet dan oleum citri untuk memperbaiki bau dari salep ekstrak rimpang kencur (Selfie, 2013).
31
Pembuatan salep ekstrak rimpang kencur dengan berat 10 gram di ambil dari 3 konsentrasi terbaik diantara 4 variasi konsentrasi dari ekstrak yang telah di uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acnes. Salep dibuat dengan cara larutkan nipagin dengan PEG 400 kemudian lebur PEG 4000, tambahkan campuran nipagin dengan PEG 400 kedalam leburan PEG 4000, aduk sampai dingin. Tambahkan ekstrak etanol rimpang kencur kedalam campuran basis tersebut, lalu diaduk sampai homogen. Setelah homogen, ditambah oleum citri sedikit demi sedikit dalam campuran. Kemudian dilakukan pengujian salep (Selfie, 2013). b. Evaluasi Sediaan Sediaan yang telah dibuat harus memiliki stabilitas fisik yang baik selama waktu penyimpanan. Stabilitas fisik sediaan salep dapat diketahui dengan melakukan evaluasi fisik terhadap sediaan salep yang telah dibuat. Evaluasi sediaan salep yang dilakukan yaitu : 1. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan salep dari bentuk, bau, dan warna sediaan (Naibaho, 2013). Spesifikasi salep yang harus dipenuhi memiliki bentuk setengah padat, warna harus sesuai dengan spesifikasi pada saat pembuatan awal salep dan baunya tidak tengik (Anonim, 1979). 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas salep dilakukan dengan cara salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus
32
menunjukan susunan yang homogen. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhie pengolesan (Anonim, 1979). 3. Uji daya sebar Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara melekatkan 0,5 g salep di antara dua lempeng objek transparan yang diberi beban 100 g. Pengukuran diameter daya sebar dilakukan setelah salep tidak menyebar kembali atau lebih kurang 1 menit setelah pemberian beban. Diameter daya sebar salep yang baik antara 5-7 cm (Graga et al 2001). 4. Uji Daya Lekat Uji daya lekat dilakukan dengan cara meletakan salep secukupnya diantara kedau kaca objek, kemudian diberi beban 1 kg selama 5 menit. Kedua objek tersebut dipisahkan dengan menarik kaca objek yang diatas dengan beban seberat 80 g melewati sebuah kontrol, sedangkan kaca objek yang dibawah ditahan denagn beban. Lamanya waktu yang diperlukan untuk memisahkan kedua objek tersebut dicatat sebagai waktu lekat (Minarti, 2009). Syarat salep yang baik apabila semakin lama waktu yang diperlukan hingga kedua objek gelas terlepas, maka semakin baik daya lekat salep tersebut. Semakin lama salep melekat pada kulit, maka efek yang ditimbulkan juga semakin besar (Voigt, 1995).
33
5. Pemeriksaan pH Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu stik pH universal yang dicelupkan kedalam 0,5 g salep yang telah diencerkan dengan 5 mL aquades. Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia (Tranggono, 2007). 3.5 Analisis Data Analisis hasil dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna, maka data diameter zona hambat dianalisis menggunakan SPSS 16.0 dengan metode ANOVA (One-way analysis of variance). Data terdistribusi normal jika p < 0,05 dan data di katakan tidak terdistibusi normaljika >0,05. Kemudian dilanjutka dengan uji homogenity untuk mengetahui homogenitas data. Jika nilai p > 0,05 maka data yang diuji adalah homogen. Kemudian jika data homogen dan terdistribusi dengan normal, maka data dianalisis dengan ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan uji post hoc LSD jika nilai p < 0,05 untuk mengetahui formulasi mana saja yang memiliki perbedaan bermakna.
34
3.6 Jadwal Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu 6 bulan. Adapun jadwal kegiatan pokok adalah sebagai berikut: Tabel 3. Jadwal Penelitian No. 1
2
3
Kegiatan Tahap Persiapan Penelitian a. Penyusunandanpengajuan judul b. Pengajuan proposal c. Perijinan Penelitian Tahap Pelaksanaan a. Pengumpulan Data b. Analisis Data Tahap Penyusunan Skripsi
1
2
Bulan Ke 3 4
5
6
35
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, 49-52,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Anief, M., 2007, Farmasetika, 110-125, Gadjah Mada University Press, Yogayakarta. Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1-2. Anonim, 1991.Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan Dan Minuman. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Anonim, 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Citeureup. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim a. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 1. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Anonim b. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI. Anonim c. 2000. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Citeureup, Jakarta : Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Aziman, N., Abdullah, N., Noor, Zainon., Zulkifli., Kamarudin, Wan. 2012. Phytochemical Constituents and In Vitro Bioactivity of Ethanolic Aromatic Herb Extract. Sains Malaysiana. Vol. 41. No. 11.
36
Ciulei, J. 1984. Methodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Bucharest: Faculty of Pharmacy. Pp 11-26. Deinstrop, Elke. 2007. Applied Thin-LayerChromatography. 2nd ed. Weinheim: Wiley-VCA. Difco Laboratories. 1977. Difco Manual of Dehydrated Culture Media and Reagents for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. Ninth edit ion. Detroit Michigan: Difco Laboratories. Dwijoseputro, 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jakarta : Penerbit Djambatan. Emmanuel, T., Aristide, B., Leopold, T., Martin, N., Joseph, M., 2013. Phytochemical Screening, Chemical Composition and Antimicrobial Activity of Zingiber Officinale Essential Oil of Adamaoua Region (Cameroon). Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. Vol. 5. No 7. Erlina, R., A. Indah, dan Yanwirasti. 2007. Efek Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.). Jurnal Matematika & Sains, Desember 2011, Vol. 16 Nomor 3. 147. Fitra Hayati, Mudatsir, dan Safarianti, 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap Isolat Klinis Klebsiella peneumoniae Secara Invitro. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh-Indonesia. Graga, 2001. Praending Of Semisolid Formulation : An Update, Pharmaceutical Technology, 84-102. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, diterjemahkan oleh Padmawinata K & Soediro. Bandung :ITB. Hendri, Wasito. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Joenoes, N.Z., 2003, Resep Yang Rasional, 137, Airlangga University Press, Surabaya. Julianti, R.F. 2009. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia. Vol. 1. Khalid, T., Iqbal, T. 2010. Trends Of Self Medication In Patients With Acne Vulgaris. JUMDC, 1(1): 10-13.
37
Khan, Z.Z, Assi M., Moore, T.A. 2009. Recurent Epidural Abcess Caused by Propionibacterium acnes. Khansas Journal of Medicine:92-95. Kristianti, A.N., Aminah, N.S., Tanjung,M. dan Kurniadi, B. 2008. Bukuajar fitokimia. Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Airlangga. Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L., 1994, Semi Padat, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi III, diterjemahkan oleh Suyatmi S., Universitas Indonesia Press, Jakarta. Latifah, 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid & Uji Aktivitas Pada Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) dengan mtode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Fakultas sains & teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Lorian, V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medicine, Jilid I. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Margolis, D.J., Bowe, B.P., Hoffstad, O., and Berlin J.A., 2005, Antibiotic Treatment of Acne May Be Associated With Upper Respiratory Tract Infections. Arch Dermatol, 141: 1132-1136. Minarti L, 2009 Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri kencur (Kaempferia galanga) dengan Basis Salep Larut Air Terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri Saphylococus Aureus Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Muhlisah, Fauziah. 1999. Temu-temuan dan Empon-emponan Budidaya dan Manfaatnya. Jogjakarta : Penerbit Knisius. Naibaho, O.H., Yamlean, P.V.Y., Wiyono, W. 2013. Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Pada Kulit Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctu L.) Punggung Kelinci Yang dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. Pharmachon,2(2): 27-33. Noor Fajeriyati dan Andika. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Pada Bakteri Bacillus Dan Escherichia coli. Fakultas Farmasi Universitas Mudammadiyah. Banjarmasin. Pelazar, J.M. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Alih Bahasa: Ratna Ratna Siri Hadiotomo. Jakarta: UI Press. Perwata, OA.& Dewi FS.2006. Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Dari Rimpang Lengkuas (Llpinia galangan L.). jurnal kimia, Volume 2 (2).Hal.100-104.
38
Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Penerbit Erlangga. Putri, Novria. 2015. Pengaruh Proporsi Pati Bengkuang Dan Tepung Kentang Terhadap Hasil Jadi Masker Untuk Perawatan Kulit Wajah Flek Hitam Bekas Jerawat. e-Jurnal ,4(1): 211-220. Rieger. M.M. 2000. Harry Cosmetology Eight Edition. New York : Chemical Publishing Co., Ine. Rohyami Y. 2008. Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa. Jurnal Logika. Vol. 5. No.1. Rowmantyo, G: Soemaatmadja. 1996. Analisis Terhadap Keanekaragaman Dan Konservasi Kencur Di Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vo;.3 No.2. Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13. Sawarkar, H.A, Khadabadi, S.S., Mankar, D.M., Farooqui, I.A., Jagtap, N.S.,2010.Development and Biological Evaluation Of Herbal Anti-acne Gel. International Journal Of PharmTech Research,2(3): 2028-2029. Sloane. E. 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P. & Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Sutrisna, EM, Wahyuni, A.S, Azmi, U. 2010. The Effect Of Etanol Extract Of Mahkota Dewa Pulp (Phaleria macrocarpa (Scheff.)(Boerl.) Towards The Reduction Of Uric Acid In White Male Mice Inducted By Potassium Oxonate. Pharmacon. Vol. 11. No. 2. Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., Kaur, H. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Vol. 1. No 1. Tranggono RI, Latifah F, 2007.Buku Pegangan Ilmu Kosmetik, Jakarta, PT Gramedia,. Tranggono, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengantar Kosmetik. Jakarta : PT. Gramedai Pustaka Utama. Usha, K., Dinesh. 2015. Ethiopathogenesis and its management: A Review. International Archives of Integrated Medicine,2 (5): 225-231.
39
Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Voigt R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Faramsi. Edisi ke-5, Gajah Mada University press, Yogyakarta. Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitan Indonesia. Jakarta. Wayan, Ni 2015. Saponin Daun Andong (Cordyline Terminalis Kunth) Menurunkan Kolestrol Plasma Dengan Meningkatkan Ekskresi Kolestrol Dan Asam Empedu Feses Pada Tikus Wistar Serta Membentuk Kompleks Dengan Kolestrol Secara In Vitro. Disertasi: Universitas Udayana Denpasar. Winarto, W.P. 2007. Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, Karyasari Herba Media : 157-160. Yuindartanto, A. 2009. Acne Vulgaris. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.