Proposal.docx

  • Uploaded by: desi irkham alfiyani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 17,930
  • Pages: 93
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN KEBIASAAN BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR MUATAN IPS SISWA KELAS IV SDN GUGUS DIPONEGORO KECAMATAN KESUGIHAN CILACAP

PROPOSAL PENELITIAN KORELASI diajukan sebagai salah satu syarat penyusunan skripsi

Oleh Desi Irkham Alfiyani 1401414362

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018

1

A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 mengatur bahwa Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar Peserta Didik. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Selain itu, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah pasal 1 menyebutkan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan pasal 2 menyebutkan bahwa Pembelajaran dilaksanakan berbasis aktivitas dengan karakteristik interaktif dan inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, kontekstual dan kolaboratif, memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian peserta didik, dan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, upaya untuk menciptakan pendidikan yang bemutu yaitu dengan menciptakan pembelajaran yang kreatif, inspiratif, menyenangkan, dan memotivasi siswa sehingga siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran tersebut. Dalam pelaksanaannya, pendidikan tidak terlepas dari kegiatan utamanya yaitu belajar. Menurut Slameto (2013:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

2

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Banyak faktor yang mempengaruhi pendidikan anak, salah satu faktornya yaitu pola asuh orang tua terhadap anaknya. Perhatian dapat timbul secara langsung, jika seseorang sudah memiliki kesadaran akan tujuan dan kegunaan yang diperolehnya. Madyawati (2016:37) pola asuh yaitu cara orang tua bertindak sebagai suatu aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik secara individu atau bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anaknya. Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencangkup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan masyarakat, berbangsa, dam bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan. Menurut Wayson (1985:229) orang tua yang dapat berperilaku yang baik, berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggungjwab untuk mengupayakannya. Pembentukan anak bermula dari keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dan yang utama dimana anak-anak belajar. Dari keluarga, mereka mempelajari sifatkeyakinan, sifat-sifat mulia, komunikasi dan interaksi sosial, serta keterampilan hidup. Casmini dalam (Septiari 2012: 162) Pola asuh orang tua adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbung, dan mendisiplinkan anak dalam mencapai proses kedewasaan hingga pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakat pada umumnya. Anak-anak mendengar, melihat, dan melakukan apa yang dilakukan dan diucapkan orang tuanya. Selain pola asuh orang tua, banyak penelitian menunjukkan bahwa dalam belajar, kemampuan intelektual memainkan peran yang sangat besar, khususnya terhadap fungsi rendahnya prestasi yang dapat dicapai siswa. Hamalik (1990), belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Sesuatu yang dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang akan menjadi ciri-ciri dari seseorang. Oleh karena itu kebiasaan seseorang cenderung

3

bersifat relatif tetap dan sulit untuk diubah. Dari pengertian di atas kita mendapat gambaran bahwa kebiasaan belajar merupakan suatu bentuk perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus oleh seseorang. Kebiasaan belajar bukan bakat alamiah yang dibawa sejak lahir melainkan perilaku yang dipelajari secara sadar atau tidak sadar secara terus menerus. Oleh karena itu siswa diharapkan membentuk kebiasaan belajar yang baik, sehingga siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang baik. Djaali (2015:128) kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Dengan demikian pengalaman siswa sangatlah penting bagi keberhasilan belajar siswa. Banyak siswa yang mempunyai cara atau kebiasaan belajar yang berbeda-beda. Perbedaan kebiasaan belajar tersebut juga sangat mempengaruhi hasil belajar siswa karena masih banyak siswa yang belum menggunakan kebiasaan belajarnya dengan kemampuannya. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diadakannya bimbingan dari guru atau dari orang tua siswa itu sendiri. Nawawi dalam K. Brahim (dalam Ahmad Susanto,2013:5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara sederhana, yang dimaksud hasil belajar (Ahmad Susanto 2016:5) adalah kemampuan yang diperolah anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Pembelajaran kurikulum 2013 terdiri dari beberapa muatan pelajaran, salah satunya adalah muatan IPS. Muatan IPS memiliki beberapa kompetensi inti yang harus dicapai. Permendikbud tahun 2016 nomor024_lampiran_10 IPS SD tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar ilmu pengetahuan sosial (IPS) SD/MI yaitu tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi yaitu (1) kompetensi sikap spiritual,

4

(2) sikap sosial (3) pengetahuan, dan (4) ketrampilan. Kopetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakulikuler, kokurikuler, dan/ atau ekstrakulikuler. Ruang lingkup IPS menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Lampiran_150 IPS SD, yaitu: (1) Manusia, tempat, dan lingkungan, (2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (3) Sistem sosial dan budaya, (4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan, (5) Manusia, tempat, dan lingkungan. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang digunakan yaitu hasil belajar muatan IPS. Ilmu pengetahuan sosial atau IPS adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagi disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik khususnya di tingkat dasar dan menengah (Susanto, 2016:137). Buchari Alma dalam Susanto (2016:141) IPS sebagai suatu program pendidikan

yang

merupakan

suatu

keseluruhan

yang

pada

pokoknya

mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial, seperti:geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan psikologi. Hasil refleksi peneliti saat melakukan Praktek Pengalaman Lapangan di SDN Gajahmungkur 02 pada bulan Juli sampai Oktober, ditemukan permasalahan dalam pembelajaran yaitu siswa kurang memperhatikan saat mengikuti pelajaran, siswa ribut sendiri saat di kelas, guru kurang dapat mengkondisikan siswa, dan guru kurang memanfaatkan media pembelajaran. Guru sudah baik dalam mengunakan model pembelajaran, akan tetapi siswa masih belum antusias dalam belajar sehingga berpengaruh kepada hasil belajar siswa yang kurang optimal. Dan setelah melakukan wawancara dengan guru kelas dan beberapa siswa, ternyata sebagian besar siswa tersebut mempunyai latar belakang yang kurang baik dengan orang tuanya. Sebagian besar orang tua siswa kurang peduli terhadap anaknya dan ada juga orang tua siswa yang sudah bercerai. Hal tersebut sangat mempengaruhi belajar siswa, perkembangan siswa, dan prestasi siswa.

5

Berdasarkan temuan empiris di lapangan melalui wawancara dan observasi dengan guru kelas IV SDN Gugus Diponegoro kecamatan Kesugihan Cilacap terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pola asuh orang tua siswa dan kebiasaan belajar siswa. Hal ini terbukti dengan ditemukannya siswa masih kurang konsentrasi dalam pembelajaran, siswa kurang bisa memahami pelajaran yang disampaikan guru, siswa kurang motivasi dalam belajar, jika diberi tugas siswa cenderung main sendiri dan tidak mengerjakan. Hal itu terjadi karena siswa-siswa tersebut kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Orang tua siswa kurang peduli terhadap proses belajar anaknya. Sebagian besar orang tua mereka sibuk bekerja sehingga mereka kurang memperhatikan anaknya. Kesalahan pola asuh orang tua terhadap anaknya berdampak kepada prestasi siswa di sekolah. Selain itu siswa menjadi tidak semangat dalam belajar yang membuat prestasi atau hasil belajar siswa tersebut kurang optimal. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fitria Rahmawati, I Komang Sudarma, Made Sulastri pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa SD Kelas IV Semester Genap di Kecamatan Melaya-Jembrana”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 18,23%, terdapat hubungan yang signifikan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 10,6%, secara bersama-sama terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 70,56% dengan kategori sangat kuat. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar mempengaruhi prestasi belajar siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Maghfuroh pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Anak SDN 1 Kabalan Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro” menyatakan bahwa adanya hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak. Hal ini dibuktikan dari hasil uji

6

Koefisien Contingensi menggunakan program SPSS PC for Windows versi 16.0 didapatkan hasil uji korelasi Chi Square untuk menguji signifikansi koefisien C didapat Chi Kuadrat hitung = 42,861 sedangkan Chi Kuadrat tabel = 24,996. Kesimpulanya Chi Kuadrat hitung lebih besar dari nilai Chi Kuadrat tabel dengan taraf signifikan (α) sebesar 0,05, nilai koefesien korelasi 0,742 dan nilai signifikansi adalah p : 0,000 dimana p < 0,05 maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak di SDN 1 Kabalan Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro. Sri Hartati Ningsih, Wiwik Sulistyaningsih, Suryani Hardjo pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan Antara Kebiasaan Belajar Dan Dukungan Orangtua Dengan Prestasi Belajar” menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan belajar dan dukungan orangtua dengan prestasi belajar. Hal ini dibuktikan dengan Analisa data menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan belajar dan dukungan orangtua dengan prestasi belajar. Total sumbangan efektif dari variabel kebiasaan belajar dan dukungan orangtua terhadap prestasi belajar adalah sebesar 66,4%. Rini Harianti, Suci Amin, pada tahun 2016 dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Dan Lingkungan Pembelajaran Terhadap Motivasi Belajar Siswa” menyatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh orangtua dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa di sekolah cerdas. Hasil menunjukkan bahwa pola asuh positif dari segi kontrol orangtua (64%), kejelasan komunikasi (61%) dan tuntutan orang tua menjadi matang (54%). Siswa memiliki motivasi internal (68%) dan eksternal positif (55%) dalam pembelajaran. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara pola asuh terhadap motivasi belajar siswa dengan nilai signifikan 0,000 dengan koefisien determinasi 69.1%. Disimpulkan bahwa pola asuh berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Disarankan kepada para orangtua dan sekolah agar dapat menerapkan pola asuh yang baik, menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang minat siswa untuk giat belajar dan memperhatikan kebutuhan sekolah anak.

7

Penelitian juga dilakukan oleh Sari Defia Rizki, Susilawati, Iyam Mariam pada tahun 2017 dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Anak Usia Sekolah Dasar Kelas II dan III”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional melalui pendekatan crossectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar kelas II dan III di SDN Ibu Dewi V sebanyak 98 ibu dengan teknik pengambilan aksidental sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar orang tua melakukan pola asuh demokratis 35%, gabungan 28%, permisif 19% dan otoriter 18%, sedangkan untuk prestasi belajar anak baik sekali 37%, baik 48%, dan cukup 15%. Analisa hipotesis menggunakan Chi Square p-value 0,011. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diuraikan menjadi beberapa identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Siswa kurang motivasi dalam belajar, 2. Siswa mengalami kesulitan belajar, 3. Masih kurangnya pengetahuan siswa tentang kebiasaan belajar yang efektif, 4. Rendahnya hasil belajar muatan IPS, 5. Sebagian orang tua masih belum maksimal dalam keterlibatan belajar anaknya, 6. Sebagian orang tua masih kurang dalam mendampingi dan membantu kegiatan belajar anaknya, 7. Siswa masih kurang konsentrasi dalam pembelajaran, 8. Siswa kurang bisa memahami pelajaran yang disampaikan guru, 9. Jika diberi tugas siswa cenderung main sendiri dan tidak mengerjakan. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti akan membatasi masalah pada nomor 6 dan nomor 3 yaitu tentang pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar. Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti tentang

8

hubungan pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar terhadap hasil belajar siswa muatan IPS kelas IV SDN Gugus Diponegoro kecamatan Kesugihan Cilacap. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat diuraikan rumusan masalah secara umum sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan hasil belajar muatan IPS siswa kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap? 2. Apakah ada hubungan antara kebiasaan belajar dengan hasil belajar muatan IPS siswa kelas IV SD Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap? 3. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar muatan IPS siswa kelas IV SD Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap? E. Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakan penelitian ini antara lain: 1. Menguji hubungan pola asuh orang tua dengan hasil belajar muatan IPS siswa kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap. 2. Menguji hubungan kebiasaan belajar dengan hasil belajar muatan IPS siswa kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap. 3. Menguji hubungan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar muatan IPS siswa kelas IV SD Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis merupakan manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian yang bersifat teoritis. Secara teori, penelitian ini ditujukan untuk semua orang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang hubungan antara pola asuh orang tua dengan hasil belajar, kebiasaan belajar dengan hasil belajar, sehingga dapat menjadi informasi dalam membentuk kebiasaan belajar yang efektif.

9

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa yaitu untuk menambah pengetahuan tentang kebiasaan belajar secara efektif untuk meningkatkan hasil belajar, dan siswa dapat mengatasi masalah-masalah belajar yang dihadapi. b. Bagi Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi guru dalam mengembangkan upaya belajar dan pembentukan kebiasaan belajar yang efektif. c. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. d. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang hubungan pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar. G. KAJIAN PUSTAKA 1.

Kajian Teori

1.1 Pola Asuh Orang tua 1.1.1

Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Madyawati (2016:37) pola asuh yaitu cara orang tua bertindak sebagai suatu aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik secara individu atau bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anaknya. Pola pengasuhan adalah asuhan yang diberikan ibu atau pengasuh lain berupa sikap, dan perilaku dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik, dan

10

mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga, dan masyarakat, dan lain sebagainya. (Soekirman, dalam Septiari 2012: 162). Sedangkan menurut Wood dan Zoo dalam (Madyawati, 2016: 36) Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak yaitu bagaimana cara, sikap, atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan/contoh bagi anaknya. Sejalan dengan pendapat Casmini dalam (Septiari 2012: 162) Pola asuh orang tua adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbung, dan mendisiplinkan anak dalam mencapai proses kedewasaan hingga pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan anak, memelihara, melindungi, dan mengarahkan anak selama masa perkembangannya menimbulkan perubahan perkembangan bagi setiap individu yang terlibat dengan proses tersebut. 1.1.2

Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

Septiari (2012:170-171), membagi pola asuh orang tua menjadi tiga macam yaitu: 1. Authotarian Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak orang tua kepada anak. Anak harus menurut kepada orang tua. Keingingan orang tua harus dituruti, anak tidak boleh mengeluarkan pendapat. Pola asuh ini mengakibatkan anak menjadi penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, kurang tajam, kurang tujuan, curiga kepada orang lain, dan mudah stress. 2. Permisif Orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua memiliki kehangatan, dan menerima apa adanya. Kehangatan cenderung memanjakan, ingin

11

dituruti keinginannya. Sedangkan menerima apa adanya cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa, kurang mampu mengontrol diri. 3. Authoritative Orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak, dan mencukupinya dengan pertimbangan faktor kepentingan dan kebutuhan. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak mandiri, mempunyai kontrol diri, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, kooperatif dengan orang dewasa, penurut, patuh, dan berorientasi pada prestasi. Septiari (2012:171) pada prinsipnya, pola pengasuhan yang tepat yaitu Authoritative atau demokratis. Yang dimaksud pola asuh Authoritative atau demokratis yaitu pola pengasuhan dimana orang tua mendorong anak untuk menjadi mandiri, tetapi tetap memberikan batasan-batasan atau aturan serta mengontrol perilaku anak. Orang tua bersikap hangat, mengasuh dengan penuh kasih sayang serta penuh perhatian. Orang tua juga memberikan ruang kepada anak untuk membicarakan apa yang mereka inginkan atau harapkan dari orang tua. Sementara menurut Madyawati (2015:38-39) pola asuh orang tua terbagi menjadi lima macam yaitu. 1. Pola asuh demokratis Pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anakm tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran. Orang tua ini bertipe realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan berpendekatan hangat kepada anak. Contoh: ketika orang tua menetapkan untuk mengetuk pintu ketika memasuki kamar orang tua dengan diberi penjelasan, mengajak anak untuk

12

berdiskusi tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak, misalnya tidak boleh keluar dari kamar mandi dengan telanjang, anak juga diajak kompromi (belajar bermusyawarah), (Debri dalam Madyawati, 2016:37). 2. Pola asuh otoriter Cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya diikuti dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. Contohnya: melarang anak bertanya kenapa dia lahir, dan anak dilarang bertanya tentang lawan jenisnya. 3. Pola asuh permisif Memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Orang tua tipe ini sering hangat, sehingga sering disukai oleh anak. Contohnya: anak tidak diberi batasan jam bermain dan anak tidak diberi batas waktu menonton TV. 4. Pola asuh temporizer Pola asuh yang paling tidak konsisten. Orang tua sering tidak memiliki pendirian. Contohnya: kadang orang tua marah besar bila anak bermain hingga lupa waktu, namun kadang orang tua membiarkannya. Hal ini membuat anak bingung dan bertanya-tanya. 5. Pola asuh appeasears Pola asuh dari orang tua ynag sangat khawatir akan anaknya, takut menjadi yang tidak baik (overprotective). Contohnya: orang tua memarahi anaknya bila bermain dengan anak tetangga, karena takut anaknya menjadi tidak benar, selalu

13

tidak mengizinkan anak pergi camping karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, sehingga anak tidak pernah bebas. (Spock dalam Madyawati, 2016: 39). Terlalu memberikan kebebasan kepada anak berdampak sangat tidak baik bagi anak, karena anak dapat menjadi salah bergaul. Terlalu khawatir akan anak juga akan berakibat tidak baik untuk anak, karena anak akan sulit dan bergaul. Berdasarkan pendapat para ahli, penelitian ini memfokuskan pada tiga macam pola asuh orang tua yaitu pola asuh otoriter yaitu pola asuh yang memiliki ciri-ciri menekankan peraturan harus ditaati, anak tidak diberi kesempatan menyamaikan pendapatnya; pola asuh permisif yaitu pola asuh yang ciri-cirinya membiarkan, tidak ambil pusing, kurang peduli terhadap anak, acuh tak acuh, sibuk dengan tugasnya, mengalah karena tidak mampu mengatasi keadaan, membiarkan anak karena kebodohan; dan pola asuh authoritative yaitu ciri-cirinya menerima, kooperatif terbuka terhadap anak, mengajarkan disiplin diri, jujur, dan ikhlas, memberikan pengahrgaan kepada anak, tidak cepat menyalahkan, memberikan kasih sayang dan kemesraan kepada anak. 1.1.3

Indikator Pola Asuh Orang Tua

Indikator pola asuh dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu: Authoritarian, Permissive dan Authoritative. (Septiari (2012:170-171)) 1) Otoriter, pola asuh ini mempunyai ciri-ciri : a) Adanya kontrol yang ketat dari orang tua b) Orang tua merasa selalu benar c) Orang tua memaksakan kehendak d) Orang tua cenderung bersifat kaku e) Orang tua salalu menghukum 2) Permisif, pola asuh ini mempunyai ciri-ciri a. Orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak b. Anak tidak dituntut untuk ber-tanggungjawab c. Orang tua kurang berkomunikasi dengan anak d. Orang tua kurang membimbing anak

14

e. Orang tua tidak pernah meng-hukum anak 3) Authoritative, pola asuh ini mempunyai ciri-ciri: a) Orang tua sering berdiskusi de-ngan anak b) Orang tua selalu memberikan tanggapan kepada anak c) Pengambilan keputusan didasar-kan keputusan bersama d) Orang tua selalu bersedia men-dengarkan keluhan anak e) Orang tua bersifat luwes dan tidak kaku 1.2 Belajar 1.2.1

Pengertian Belajar

Slameto (2015:2), “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process (dalam Muhibbin Syah,2009:64) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Sedangkan menurut Hintzman (1978) dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory (dalam Muhibbin Syah,2009:65) berpendapat bahwa “Learning is a change in organism due to experience which can afrct the organism’s behavior” (Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan kepribadian pada seseorang dari suatu pengalaman sehingga mendapatkan kebiasaan-kebiasaan dan pengetahuan yang baru. Perubahan dapat berupa perubahan tingkah laku maupun perubahan kognitif. Perubahan tingkah laku seseorang tidak dapat dilihat secara langsung, akan tetapi dapat diamati pada kesempatan yang akan datang. Belajar juga dapat menumbuhkan kebiasaan-kebiasan belajar, pengetahuan baru serta sikap baru pada seseorang. Belajar juga dapat diartikan sebagai usaha seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.

15

1.2.2

Jenis-jenis Belajar

Belajar merupakan suatu usaha seseorang untuk mencapai apa yang diinginkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, seseorang perlu cara sendiri untuk mendapatkan pengetahuan. Slameto (2015:5) menjelaskan 11 jenis-jenis belajar: 1. Belajar bagian (part learning, fractioned learning) Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global. 2. Belajar dengan wawasan (learning by insight) Menurut Gestalt teori wawasan merupakan proses mereorganisasikan polapola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi suatu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan. 3. Belajar diskriminatif (discriminatif learning) Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai peedoman dalam bertingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam eksperimen, subjek diminta untuk berespon secara berbeda-beda terhadap stimulus yang berlainan. 4. Belajar global/keseluruhan (global whole learning) Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar bagian. Metode belajar ini sering juga disebut metode Gestalt. 5. Belajar insidental (incidental learning) Belajar disebut insidental bila tidak ada instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang kaan diujikan kelak.

16

6. Belajar instrumental (instrumental learning) Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu, cepat lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan jalan memberikan penguat atas dasar tingkat-tingkat kebutuhan. 7. Belajar intensional (intentional learning) Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari beljar insidental, yang akan dibahas lebih luas pada bagian berikut. 8. Belajar laten (latent learning) Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi dengan segera, dan oleh karena itu disebut laten. 9. Belajar mental (mental learning) Belajar mental yaitu belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain. Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi disini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. 10. Belajar produktif (productive learning) R.berguis (1964) memberikan ari belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situsi lain. 11. Belajar verbal (verbal learning) Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar asosiatif mengenai hubungan

17

dua kata yang tidak bermakna sampai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan secara verbal. Proses belajar pada dasarnya terdiri dari bermacam-macam kegiatan yang berbeda, dalam materi maupun metodenya. Seseorang memiliki potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar yang berbeda, sehingga terdapat kegiatan yang berbeda pula, oleh karena itu banyak jenis-jenis belajar yang dilakukan manusia. Menurut Muhibbin Syah (2016:125) terdapat 8 jenis belajar yaitu: 1. Belajar Abstrak Belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. 2. Belajar Keterampilan Belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni

yang

berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot dengan tujuan untuk memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. 3. Belajar Sosial Belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. 4. Belajar Pemecahan Masalah Belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. 5. Belajar Rasional Belajar dengan menggunakan kemampuan bepikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. 6. Belajar Kebiasaan

18

Proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaankebiasaan yang sudah ada dengan tujuan agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). 7. Belajar Apresiasi Belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa. 8. Belajar Pengetahuan Belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Keanekaragaman jenis-jenis belajar di atas dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan kehidupan manusia. Dengan menggunakan jenis belajar tersebut, siswa dapat memperoleh apa yang ingin dicapai sehingga proses belajar tersebut dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 1.2.3

Prinsip-prinsip Belajar

Dari berbagai prinsip belajar terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat dipakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip menurut Dimyati dan Mudjiono (2015:42) berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktivan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. 1.

Perhatian dan motivasi Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya

perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, dalam Dimyati dan Mudjiono (2015:42)). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Disamping itu, motivasi mempunyai

19

pernaan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujan dalam mengajar. 2. Keaktifan Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keteramapilan-keteramapilan, dan sebagainya. 3. Keterlibatan langsung/berpengalaman Keterlibatan siswa di dalam belajar diartikan sebagai keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasinilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan. 4. Pengulangan Pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar yaitu untuk melatih daya-daya jiwa, untuk membentuk respon yang benar dan membentuk kebiasaan-kebiasaan. 5. Tantangan Apabila hambatan dalam belajar dapat diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka siswa akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Tantangan yang dialami siswa dalam belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. 6. Balikan dan penguatan Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan. Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Dengan demikian

20

siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. 7. Perbedaan individual Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karatkeristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Slameto (2015:27) mengklasifikasikan prinsip-psrinsip belajar menjadi 4 macam yaitu: 1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar b. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional; c. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional; Bbelajar

perlu

lingkungan

yang

menantang

dimana

anak

dapat

mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif; d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. 2. Sesuai hakikat belajar a. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya; b. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery; c. Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan. 3. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari a. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;

21

b. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4. Syarat keberhasilan belajar a. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang; b. Repetisi,

dalam

proses

belajar

perlu

ulangan

berkali-kali

agar

pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa. Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, dapat disimpulkan bahwa perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, dapat menggiatkan individu untuk mencapai tujuan intruksional. Belajar juga bersifat individu, maka proses pembelajaran dapat didapatkan dari pengalaman tiap individu tersebut. Belajar juga tidak terjadi sekaligus, akan tetapi berkesinambungan, terjadi berkali-kali, begitu seterusnya. Belajar membutuhkan lingkungan, sarana dan pengalaman yang mendukung agar siswa dapat belajar dengan nyaman. 1.2.4

Faktor yang mempengaruhi Belajar

Ngalim

(1990:102)

mengemukakan

beberapa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi proses belajar menjadi 2 golongan yaitu: 1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri disebut faktor individual, meliputi: a. Kematangan/pertumbuhan Mengajarkan sesuatu yang baru dapat berhasil jika tarap pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu. b. Kecerdasan/intelegensi Berhasil atau tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil ditentukan atau dipengaruhi oleh taraf kecerdasan orang tersebut. c. Latihan dan ulangan

22

Latihan dapat memicu munculnya minat seseorang kepada sesuatu. Makin besar minat makin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasratnya untuk mempelajarinya. d. Motivasi Motif merupakan pendorong bagi suatu orgasme untuk melakukan sesuatu. Motif intrinsik dapat mendorong seseorang sehingga akhirnya orang itu menjadi spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. e. Sifat-sifat pribadi seseorang Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang mempengaruhi sampai dimanakah hasil belajarnya dapat dicapai. Termasuk ke dalam sifat-sifat kepribadian ini ialah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan. 2. Faktor yang ada di luar individu disebut faktor sosial, meliputi: a. Keadaan Keluarga Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam itu turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak. Termasuk dalam keluarga ini, ada atau tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting. b. Guru dan Cara Mengajar Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajar pengetahuan itu kepada anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak. c. Alat-alat Pelajaran Sekolah yang cukup memiliki alat dan perkengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak. d. Motivasi Sosial

23

Motivasi sosial dapat timbul pada anak dari orang sekitar. Pada umumnya motivasi semacam ini diterima anak tidak dengan sengaja, dan mungkin pula tidak dengan sadar. e. Lingkungan dan Kesempatan Seorang anak dari keluarga yang baik memiliki intelegensi yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya dan alat-alatnya baik, belum tentu pula dapat belajar dengan baik. Banyak anak-anak yang tidak dapat belajar dengan baik dan tidak dapat mempertinggi belajarnya akibat tidak adanya kesempatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan setiap hari, dan pengaruh lingkungan buruk. Maka dari itu, lingkungan dan dan kesempatan sangatlah berpengaruh terhadap proses belajar seseorang. Sedangkan menurut Slameto (2015:54) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar diantaranya: 1. Faktor Intern a. Faktor Jasmaniah terdiri dari: 1) Faktor Kesehatan: Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olah raga, rekreasi, dan ibadah. 2) Cacat Tubuh: Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia beljaar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu. b. Faktor Psikologis terdiri dari: 1) Inteligensi: Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat inteligensi rendah. 2) Perhatian: Untuk menjamin hasil belajar yang baik, siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Agar siswa dapat belajar dengan

24

baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan model atau bakatnya. 3) Minat: Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan baik karena tidak ada daya tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar. 4) Bakat: Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastinya siswa lebih giat lagi dalam belajarnya. 5) Motif: Motif yang kuat sangatlah perlu di dalam belajar, didalam membentuk motif

yang

kuat

itu

dapat

dilaksanakan

dengan

adanya

latihan-

latihan/kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat, jadi latihan/kebiasaan itu sanat perlu dalam belajar. 6) Kematangan: Suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alatalat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus, untuk itu perlu dilakukan latihan-latihan dan pelajaran. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru unruk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. 7) Kesiapan: Kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melakasanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses beljaar, karena jika siswa belajar dan sudah ada kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih baik. c. Faktor Kelelahan Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena

25

terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian-bagian tertantu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuand an kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. 2. Faktor Ekstern a. Faktor Keluarga terdiri dari: 1) Cara Orang Tua Mendidik: Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya, acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya. 2) Relasi Antaranggota Keluarga: Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri. 3) Suasana Rumah: Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadiankejadian yang sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Agar anak dapat belajar dengan baik perlulah diciptakan suasana rumah yang tenang dan tenteram. 4) Keadaan Ekonomi Keluarga: Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lainlain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya akan terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. 5) Pengertian Orang Tua: Anak perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah.kadang-

26

kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedpaat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anak tersebut, untuk mengetahui perkembangannya. 6) Latar Belakang Kebudayaan: Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat untuk belajar. b. Faktor Sekolah Terdiri dari beberapa macam yaitu Metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Metode mengajar sangat mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajarannya atau terhadap gurunya dan membuat siswa malas untuk belajar. Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Relasi guru dengan siswa dapat diartikan di dalam relasi yang baik (guru dengan siswa), siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berudaha mempelajari sebaik-baiknya. Hal tersebut juga sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, ia segan mempelajari mata

27

pelajaran yang diberikannya dan berakibat siswa tidak maksimal dalam hasil belajar. Relasi siswa dengan siswa yaitu siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang menalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan akan mengganggu belajarnya. Siswa juga akan malas masuk sekolah dengan alasan-alasan yang tidak-tidak karena disekolah mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan dari teman-temannya. Jika hal ini terjadi, segeralah siswa diberi pelayanan bimbingan dan penyuluhan agar ia dapat diterima kembali di kelompoknya. Disiplin Sekolah dapat diartikan seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itu juga memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya. Banyak sekolah yang kurangd alam menerapkan disiplin, sehingga mempengaruhi sikap siswa dalam belajar, kurang bertanggung jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, siswa tidak mendapat hukuman. Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin dalam belajar baik di sekolah, di rumah, dan di perpustakaan. Selanjutnya yaitu alat pelajaran. Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik sertad apat belajar dengan baik pula. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Jika siswa terpaksa masuk sekolah sore hari, sebenarnya kurang dipertanggungjawabkan karena siswa harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, hingga mereka mendengarkan pelajaran dengan mengantuk. Sebaliknya, jika siswa belajar di pagi hari, pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik pula sehingga siswa akan mudah

28

menangkap pelajaran. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar. Standar pelajaran di atas ukuran, guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standar. Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata pelajarannya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar, yang mengingat perkembangan psikis dan kepribadian siswa yang berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masingmasing. Keadaan Gedung juga sangat penting. Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik siswa yang bermacam-macam, diperlukan keadaan gedung yang memadai guna terciptanya suasana belajar dan demi kelancaran belajar siswa. Metode Belajar, banyak siswa yang melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa tersebut. Juga dalam pembagian waktu belajar. Pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar. Tugas rumah, waktu belajar terutama adalah di sekolah. Di samping untuk belajar, waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harud dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain. c. Faktor Masyarakat 1) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, belejarnya akan terganggu, lebih lagi jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Perlu kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat agar beljaar siswa tidak terganggu.

29

2) Mass Media Mass media yang baik memberikan pengaruh baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Maka siswa perlu mendapat bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. 3) Teman Bergaul Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana. 4) Bentuk Kehidupan Masyarakat Kehidupan masyarakat yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek terhadap siswa tersebut.akibatnya beljaarnya terganggu dan bahkan anak kehilangan semnagat belajar karena perhatiannya terpusat kepada kebiasaan buruk tersebut. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah lingkungan terpelajar, mendidik dan menyekolahkan anaknya, antusias dengan cita-cita yang luhur, akan berpengaruh baik terhadap siswa. Dengan demikian perlu mengusahakan linhkungan yang baik agar memberi pengaruh baik/positif terhadap siswa sehingga mereka dapat belajar dengan sebaikbaiknya. Berdasarkan pendapat para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dapat disimpulkan bahwa tidak hanya faktor yang berasal dari dalam diri seseorang saja akan tetapi lingkungan sekitar, keadaan masyarakat dan keluarga pun sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut perlu di dukung dengan cara memaksimalkan faktor tersebut agar sesuai dengan kondisi dan keadan siswa agar faktor tersebut tidak

30

menghambat akan tetapi dapat mendukung siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan semangat dan memperoleh hasil belajar yang maksimal. 1.3 Kebiasaan Belajar 1.3.1

Pengertian Kebiasaan

Witherington

dalam

Andi

Mappiare

1983

(dalam

Djaali,2015:127)

mengartikan kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Menurut Bughardt dalam M. Syah (2009:120) “kebiasaan itu timbul karena proses penyusunan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulangulang”. Perbuatan kebiasaan tidak memerlukan konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukannya. Kebiasaan dapat berjalan terus, sementara individu memikirkan atau memperhatikan hal-hal lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merupakan kegiatan, tingkah laku yang biasa dilakukan secara berulang-ulang yang pada akhirnya menetap dan bersifat otomatis. 1.3.2

Pengertian Kebiasaan Belajar

Djaali (2015:128) kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. M. Syah (2009:128), mengemukakan bahwa kebiasaan belajar adalah pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Berdasarkan hal tersebut, yang dimaksud dengan kebiasaan belajar yaitu teknik pembentuk kebiasaan-kebiasaan baru yang tertanam dalam waktu yang lama sehingga memberikan ciri dalam menyelesaikan kegiatan.

31

Kebiasaaan belajar terbagi ke dalam dua bagian (Djaali, 2015:128), yaitu Delay Avoidan (DA) dan Work Methods (WM). DA menunjuk pada ketetapan waktu penyelesaian tugas-tugas akademis, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan tertundanya penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan yang akan mengganggu konsentrasi dalam belajar. Adapun WM menunjuk pada penggunaan cara belajar yang efektif, dan efisiensi dalam mengerjakan tugas akademik dan keterampilan belajar. 1.3.3

Dimensi dan Indikator Kebiasaan Belajar

Dimensi dan indikator kebiasaan belajar dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian (Djaali, 2015:128), yaitu: 1. Delay Avoidan (DA) merupakan kebiasaan belajar seseorang yang dilakukan dimana menunjuk pada ketepatan waktu penyelesaian tugas-tugas akademis, menghindarkan

diri

dari

hal-hal

yang

memungkinkan

tertundanya

penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan yang akan mengganggu konsentrasi belajar. Dalam penelitian ini, yang termasuk dalam indikator kebiasaan belajar DA atau kesigapan belajar meliputi konsentrasi dan penyelesaian tugas. 2. Work Methods (WM) merupakan kebiasaan perilaku seseorang yang menunjuk kepada penggunaan cara (prosedur) belajar yang efektif dan efisien dalam mengerjakan tugas akademik dan keterampilan belajar. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam indikator kebiasaan belajar WM atau metode kerja dalam belajar adalah cara mengikuti kegiatan pembelajaran, cara belajar kelompok, cara belajar individu, membaca dan membuat catatan, mengulangi bahan pelajaran, serta bagaimana pembuatan jadwal dan pelaksanannya. Berdasarkan berbagai apek-aspek kebiasaan belajar menurut beberapa ahli, peneliti membuat kesimpulan mengenai indikator-indikator kebiasaan belajar antara lain: a. Konsentrasi

32

Konsetrasi besar pengaruhnya terhadap belajar. Seseorang yang dapat belajar dengan baik adalah orang yang dapat berkonsentrasi dengan baik, dengan kata lain ia harus memiliki kebiasaan untuk memusatkan pikiran. Pemusatan pikiran merupakan kebiasaan yang dapat dilatih, jadi bukan bakat/pembawaan. b. Penyelesaian tugas Penyelesaian tugas dapat berupa mengerjakan latihan-latihan yang ada dalam buku atau soal yang diberikan guru. Siswa yang memiliki kebiasaan mengerjakan latihan-latihan akan memiliki kebiasaan belajar yang baik dan akan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugasnya di sekolah. c. Cara mengikuti pelajaran Dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, kewajiban siswa yaitu mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh guru serta bagaiman siswa kemampuan siswa dalam bertanya tentang materi pelajaran. Oleh karena itu, caracara yang dilakukan ketika mengikuti pelajaran sangat berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan belajar yang baik. d. Cara belajar kelompok Belajar bersama pada dasarnya memecahkan persoalan secara bersama. Apabila ada salah satu siswa yang kesulitan dalam memecahakan persoalan maka siswa yang lain dapat membantu. Banyak kegiatan yang bermanfaat dalam belajar kelompok. Hal itu dapat memengaruhi peningkatan kemampuan siswa. e. Cara belajar individu Belajar mandiri di rumah adalah salah satu tugas pokok siswa, dengan belajar secara teratur di rumah maka kebiasaan belajar akan terbentuk karena siswa tidak hanya belajar saat diberikan pekerjaan rumah oleh guru atau belajar saat akan ada ujian namun belajar teratur setiap harinya. f. Membaca dan membuat catatan

33

Kebiasaan membaca yang baik dan dilakukan secara teratur seperti membaca buku pelajaran dengan sungguh-sungguh berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan belajar. Membuat catatan kecil merupakan cara yang efektif dan efisien dalam belajar. g. Mengulangi bahan pelajaran Ketika seorang siswa yang belum menguasai materi pelajaran, maka siswa tersebut perlu adanya pengulangan (review) dalam belajar. Agar dapat mengulang dengan baik maka perlu menyediakan waktu untuk mengulang dan menggunakan waktu itu dengan sebaik-baiknya. h. Pembuatan jadwal serta pelaksanaannya Kegiatan belajar dapat berjalan dengan baik dan berhasil apabila siswa memiliki jadwal yang baik dan melaksanakannya dengan teratur. 1.4 Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar 1.4.1

Hakikat IPS SD

Ilmu pengetahuan sosial atau IPS adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagi disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik khususnya di tingkat dasar dan menengah (Susanto, 2016:137). Zuraik dalam Djahiri dalam Susanto (2016:137) hakikat IPS adalah harapan untuk mamu membina suatu masyarakat yang baik dimana para anggotanya benar-benar berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggungjawab, sehingga oleh karenanya diciptakan nilai-nilai. Buchari Alma dalam Susanto (2016:141) IPS sebagai suatu program pendidikan

yang

merupakan

suatu

keseluruhan

yang

pada

pokoknya

mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial, seperti:geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan psikologi. Sedangkan menurut Fraenkel dalam Susanto (2016:142) pendidikan IPS dapat membantu para

34

siswa menjadi lebih mampu mengetahui tentang diri mereka dan dunia dimana mereka hidup. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan hakikat IPS yaitu ilmu pengetahuan yang mempunyai tujuan untuk membina suatu masyarkat sebagai makhluk sosial yang penuh tanggungjawab dan lebih mampu mengenali diri merek dan dunia dimana mereka hidup. 1.4.2

Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Mutakin dalam Susanto (2016:145) merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah dasar, yaitu: 1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. 2. Megetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. 3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat 4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalh sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat 5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri

agar

survive

yang kemudian bertanggungjawab membangun

masyarakat. Nur Hadi dalam Susanto (2016:146) menyebutkan bahwa ada 4 tujuan pendidikan IPS yaitu: knowledge, skill, attitude, dan value. Knowledge sebagai tujuan utama dari pendidikan IPS yaitu membantu para siswa sendiri untuk mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya, dan mencangkup geografi, sejarah, politik, ekonomi, dan sosiologi psikologi. Skill, yang mencangkup keterampilan berpikir. Attitude, yang terdiri atas tingkah laku berpikir dan tingkah

35

laku sosial. Dan value, yaitu nilai yang terkandung di dalam masyarakat maupun lembaga pemerintahan termsuk di dalamnya nilai kepercayaan, ekonomi, pergaulan antar bangsa, dan ketaatan kepada pemerintah dan hukum. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan tujuan IPS yaitu untuk menumbuhkan kesadaran, memahami konsep, mampu menggunakan model dan perhatian terhadap isu-isu, mampu mengembangkan potensi, dan mengasah keterampilan berpikir serta tingkah laku sosial agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan taat kepada nilai-nilai masyarkat. 1.4.3

Ruang Lingkup IPS Susanto (2013:149) pemerintah telah memberikan arah yang jelas pada tujuan

dan ruang lingkup pembelajaran IPS, yaitu : 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam hidup social. 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan. 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional dan global. Gunawan (2016:51) ruang lingkup mata pelajaran IPS melingkupi aspek: 1. Manusia, tempat, dan lingkungan, 2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan, 3. Sistem sosial dan budaya , 4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan, 5. IPS SD sebagai Pendidikan Global, artinya: mendidik siswa akan kebinekaan bangsa, budaya dan peradaban didunia; menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa; menamamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia; mengurangi kemiskinan, kebodohan dan kerusakan lingkungan.

36

1.4.4

Materi IPS di SD Permendikbud no. 24 tahun 2016 telah membagi materi muatan IPS kedalam

Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar untuk diterapkan dalam pembelajaran. Penjabaran Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagai berikut: Tabel 4.1. KI dan KD IPS kelas IV Semester 2 Kompetensi Inti 3.

Kompetensi Dasar

Memahami pengetahuan faktual, 3.1 konseptual,

prosedural,

Mengidentifikasi

karakteristik

dan geografis Indonesia sebagai negara

metakognitif pada tingkat dasar kepulauan/maritim dan agraris serta dengan cara mengamati, menanya, pengaruhnya

terhadap

kehidupan

dan mencoba berdasarkan rasa ingin ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, tahu

tentang

dirinya,

makhluk serta transportasi.

ciptaan Tuhan dan kegiatannya, 3.2 serta

benda-benda

Menganalisis

yang interaksi manusia dengan lingkungan

dijumpainya di rumah, di sekolah, dan dan tempat bermain.

bentuk-bentuk

pengaruhnya

pembangunan

sosial,

terhadap budaya,

dan

ekonomi masyarakat Indonesia. 3.3 Menganalisis peran ekonomi dalam upaya

menyejahterakan

kehidupan

masyarakat di bidang sosial dan budaya untuk

memperkuat

persatuan

bangsa

hubungannya

kesatuan

dann

Indonesia

serta

dengan

karakteristik

Mengidentifikasi

faktor-faktor

ruang. 3.4

penting penyebab penjajahan bangsa Indonesia

dalam

mempertahankan

kedaulatannya. 4.

Menunjukkan keterampilan berpikir 4.1

Menyajikan

dan bertindak kreatif, produktif, karakteristik

hasil

identifikasi

geografis

Indonesia

37

kritis, mandiri, kolaboratif, dan sebagai negara kepulauan/maritim dan komunikatif. Dalam bahasa yang agraris serta pengaruhnya terhadap jelas, sistematis, logis dan kritis, kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dalam karya estetis, dalam gerakan komunikasi, serta transportasi. yang mencerminkan anak sehat, dan 4.2 Menyajikan hasil analisis tentang tindakan

yang

mencerminkan interaksi manusia dengan lingkungan

perilaku anak sesuai dengan tahap dan perkembangannya.

pengaruhnya

pembangunan

sosial,

terhadap budaya,

dan

ekonomi masyarakat Indonesia. 4.3 Menyajikan hasil analisis tentang peran

ekonomi

dalam

upaya

menyejahterakan masyarakat dibidang sosial dan budaya untuk memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa. 4.4 Menyajikan hasil identifikasi mengenai faktor-faktor penting penyebab penjajahan bangsa Indonesia dan upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kedaulatannya. Sumber : Lampiran 10 Permendikbud No. 24 tahun 2016 Berdasarkan rincian Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) kelas IV semester dua tersebut, fokus penelitian ini mengkaji hasil belajar pada nilai ulangan tengah semester 2 tahun ajaran 2017/2018 pada muatan IPS siswa kelas IV. 1.5 Hasil Belajar 1.5.1

Pengertian Hasil Belajar

Menurut Nawawi dalam K. Brahim 2007:39 (dalam Ahmad Susanto,2013:5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara

38

sederhana, yang dimaksud hasil belajar (Ahmad Susanto 2013:5) adalah kemampuan yang diperolah anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Sedangkan menurut Sunal 1993:94 (dalam Ahmad Susanto,2013:5) bahwa evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan siswa. Selain itu dengan dilakukannya evaluasi atau penilaian ini dapat dijadikan tindak lanjut atau bahkan cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (dalam Sudjana 2014:22) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. 1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan mencipta. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendahdan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik , yaitu gerak refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang digunakan yaitu nilai ulangan tengah semester 2 tahun ajaran 2017/2018 pada muatan IPS siswa kelas IV. 1.5.2

Penilaian Hasil Belajar

Ditinjau dari sudut bahasa, penilain diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Menurut Nana Sudjana (2011:3) inti dari penilaian adalah

39

proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgment. Interpretasi atau judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Menurut Nana Sudjana (2011:3) penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencangkup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Menurut Eko Putro (2016:5) kurikulum 2013 mengartikan penilaian hasil belajar oleh pendidik proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap social, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. 1.5.3

Pentingnya Penilaian Hasil Belajar

Menurut Suharsimi Arikunto (2011) (dalam Eko Putro,2016:10) guru atau pendidik lainnya perlu mengadakan penilaian terhadap hasil belajar siswa karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi siswa, guru, atau sekolah. Adapun makna penilaian bagi ketiga pihak tersebut adalah: 1. Makna bagi siswa Dengan diadakannya penilaian hail belajar, siswa dapat mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa dari penilaian hasil belajar ini ada dua kemungkinan yaitu:

40

a. Memuaskan,

jika

siswa

memperoleh

hasil

yang

memuaskan

dan

menyenangkan, tentu kepuasan itu ingin diperolehnya lagi di kesempatan lain waktu. Akibatnya, siswa akan mempunyai motivasi yang cukup besar untuk beljaar lebih giat agar lain kali mendapat hasil yang lebih memuaskan. b. Tidak memuaskan, jika siswa tidak puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi. Namun demikian, dapat juga sebaliknya, bagi siswa yang lemah akan kemauannya ia akan putus asa dengan hasil yang telah diterima siswa tersebut. 2. Makna bagi guru a. Berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan mengetahui siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) kompetensi yang diharapkan dan mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil mencapai KKM kompetensi yang diharapkan. b. Guru akan mengetahui apakah pengalaman belajar (materi pelajaran) yang disajikan sudah tepat bagi siswa sehingga untuk kegiatan pembelajaran diwaktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan. c. Guru akan mengetahui apakah strategi pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau belum. 3. Makna bagi sekolah a. Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil beljaar siswa-siswanya, maka akan dapat diketahui pula apakah kondisi belajar maupun kultur akademik yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin dari kualitas suatu sekolah. b. Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah untuk mengetahui apakah yang dilakukan oleh sekolah sudah sesuai dengan standar pendidikan sebagaimana dituntut standar nasional pendidikan (SNP) atau belum. c. Informasi dari hasil penilaian dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi sekolah untuk menyusun berbagai program pendidikan di sekolah untuk masamasa yang akan datang.

41

1.5.4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Wasliman (2007:158) (dalam Ahmad Susanto,2013:12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara rinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal yaitu: 1. Faktor Internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan,minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. 2. Faktor Eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhdap hasil beljaar siswa. Keluarga yang keadaan ekonominya kurang, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari yang kurang baik berpengaruh dengan hasil beljaar peserta didik. Selanjutnya, Wasliman (2007:159) (dalam Ahmad Susanto,2013:13) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Kualitas pengajaran siswa di sekolah sangat ditentukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2006:50) (dalam Ahmad Susanto,2013:13) bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru. Menurut

Dunkin

dalam

Wina

Sanjaya

(2006:51)

(dalam

Ahmad

Susanto,2013:13) terdpat sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu: 1. Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk ke

42

dalam aspek ini diantaranya tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat. 2. Teacher training

experience,

meliputi

pengalaman-pengalaman

yang

berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan profesional, tingkat pendidikan, dalan pengalaman jabatan. 3. Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misal sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi. Selanjutnya

Ruseffendi

(1991:7)

(dalam

Ahmad

Susanto,2013:14)

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh macam, yaitu kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat. Sepuluh faktor tersebut yaitu: 1) Kecerdasan Anak Kemampuan intelegensi seseorang sangat mempengaruhi terhadap cepat dan lambatnya penerimaan informasi serta terpecahkan atau tidaknya suatu permasalahan. Kecerdasan siswa sangat membantu pengajar untuk menentukan apakah siswa itu mampu mengikuti pelajaran yang diberikan dan untuk meramalkan keberhasilan siswa setelah mengikuti pelajaran yang diberikan meskipun tidak akan terlepas dari faktor lainnya. 2) Kesiapan atau Kematangan Merupakan tingkat perkembangan dimana individu atau organ-organ sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan belajar tersebut. 3) Bakat Anak

43

Menurut Chaplin, bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu. Sehubungan dnegan hal tersebut, maka bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar. 4) Kemauan Belajar Salah satu tugas guru yang sukar untuk dilaksanakan yaitu membuat siswa untuk giat dalam belajar. Kemauan belajar yang tinggi serta tanggungjawab yang besar sangat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa karena kemauan belajar menjadi salah satu faktof penentu dalam mencapai keberhasilan belajar. 5) Minat Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat lagi, akhirnya mancapai prestasi yang diinginkan. 6) Model Penyajian Materi Pelajaran Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung dari model penyajian materi. Model penyajian yang memungkinkan, tidak membosankan, mudah dimengerti, dan menarik tentunya berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar. 7) Pribadi dan Sikap Guru Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan inovatif dalam perilakunya maka siswa akan meniru sikap guru tersebut. Pribadi dan sikap guru yang baik ini tercermin dari sikap yang ramah, lemah lebut, penuh kasih sayang, membimbing dengan penuh perhatian, tidak cepat marah, tanggap terhadap keluhan/kesulitan siswa, antusias dan semangat dalam bekerja dan mengajar, memberikan penilaian yang objektif, rajin, disiplin, serta bekerja penuh dedikasi dan bertanggungjawab dalam segala tindakan yang ia lakukan.

44

8) Suasana Pengajaran Suasana pengajaran yang tenang, terjadinya dialog yang kritis antara siswa dnegan guru, dan menumbuhkan suasana yang aktif diantara siswa tentunya akan membeirkan nilai lebih pada proses pengajaran sehingga keberhasilan siswa dalam belajar dapat meningkat. 9) Kompetensi Guru Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar mengajar yang tepat sehingga pendekatan itu bisa berjalan semestinya. Keberhasilan siswa dalam belajar akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru yang profesioal. 10) Masyarakat Dalam masyarakat terdapat berbagai macam tingkah laku dan latar belakang pendidikan. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan lingkungan masyarakat pun akan ikut mempegaruhi kepribadian siswa. Berdasarkan pendapat para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan sekolah saja. Akan tetapi faktor dari dalam seperti minat siswa, kemauan siswa dalam belajar, bakat siswa, dan lain-lain juga mempengaruhi hasil belajar. Selain itu faktor keluarga dan masyarakat juga sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru dan orang tua juga wajib memperhatikan faktor-faktor tersebut dan berupaya untuk menciptakan situasi lingkungan di sekitar siswa sebaik mungkin agar siswa merasa termotivasi dan siswa menjadi giat dalam belajar. Dengan demikian, hasil belajar siswa akan meningkat dengan maksimal. Hasil belajar yang akan dikaji adalah perolehan hasil belajar siswa kelas IV muatan IPS yaitu pada nilai ulangan tengah semester 2.

45

2. Kajian Empiris Penelitian tentang pola asuh dan kebiasaan belajar sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti. Penelitian yang relevan ini dilakukan sebagai pengembangan penelitian. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu: 1) Penelitian yang dilakukan oleh Fitria Rahmawati, I Komang Sudarma, Made Sulastri pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa SD Kelas IV Semester Genap di Kecamatan Melaya-Jembrana”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 18,23%, terdapat hubungan yang signifikan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 10,6%, secara bersama-sama terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 70,56% dengan kategori sangat kuat. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar mempengaruhi prestasi belajar siswa. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Maghfuroh pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Anak SDN 1 Kabalan Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro” menyatakan bahwa adanya hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak. Hal ini dibuktikan dari hasil uji Koefisien Contingensi menggunakan program SPSS PC for Windows versi 16.0 didapatkan hasil uji korelasi Chi Square untuk menguji signifikansi koefisien C didapat Chi Kuadrat hitung = 42,861 sedangkan Chi Kuadrat tabel = 24,996. Kesimpulanya Chi Kuadrat hitung lebih besar dari nilai Chi Kuadrat tabel dengan taraf signifikan (α) sebesar 0,05, nilai koefesien korelasi 0,742 dan nilai signifikansi adalah p : 0,000 dimana p < 0,05 maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak di SDN 1 Kabalan Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro.

46

3) Sri Hartati Ningsih, Wiwik Sulistyaningsih, Suryani Hardjo pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan Antara Kebiasaan Belajar Dan Dukungan Orangtua Dengan Prestasi Belajar” menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan belajar dan dukungan orangtua dengan prestasi belajar. Hal ini dibuktikan dengan Analisa data menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan belajar dan dukungan orangtua dengan prestasi belajar. Total sumbangan efektif dari variabel kebiasaan belajar dan dukungan orangtua terhadap prestasi belajar adalah sebesar 66,4%. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Rini Harianti, Suci Amin, pada tahun 2016 dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Dan Lingkungan Pembelajaran Terhadap Motivasi Belajar Siswa” menyatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh orangtua dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa di sekolah cerdas. Hasil menunjukkan bahwa pola asuh positif dari segi kontrol orangtua (64%), kejelasan komunikasi (61%) dan tuntutan orang tua menjadi matang (54%). Siswa memiliki motivasi internal (68%) dan eksternal positif (55%) dalam pembelajaran. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara pola asuh terhadap motivasi belajar siswa dengan nilai signifikan 0,000 dengan koefisien determinasi 69.1%. Disimpulkan bahwa pola asuh berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Disarankan kepada para orangtua dan sekolah agar dapat menerapkan pola asuh yang baik, menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang minat siswa untuk giat belajar dan memperhatikan kebutuhan sekolah anak. 5) Penelitian juga dilakukan oleh Sari Defia Rizki, Susilawati, Iyam Mariam pada tahun 2017 dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Anak Usia Sekolah Dasar Kelas II dan III”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional melalui pendekatan crossectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar kelas II dan III di SDN Ibu Dewi V sebanyak 98 ibu dengan teknik pengambilan aksidental sampling.Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar orang tua melakukan pola asuh demokratis 35%, gabungan 28%, permisif 19% dan otoriter 18%, sedangkan untuk prestasi belajar anak baik sekali 37%, baik 48%,

47

dan cukup 15%. Analisa hipotesis menggunakanChi Square p-value 0,011.Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak. 6) Penelitian yang dilakukan oleh Sri Kuswariningsih pada tahun 2016 dengan judul “Korelasi Kebiasaan Belajar, Kreatifitas Belajar dan Prestasi Belajar IPS” bahwa ada hubungan kebiasaan belajar dan kreatiftas belajar dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar IPS. Hal ini dibuktikan dari analisis statistik diperoleh hasil perhitungan harga r = 0,447 > r table (5%) = 0,066 ada korealasi kretaivitas belajar dengan prestasi belajar siswa. uji t diperoleh nilai probabilitas untuk kreativitas belajar sebesar 0,000 berarti bahwa kreativitas belajar benar-benar mempunyai korelasi dengan prestasi belajar siswa, korelasi secara bersama-sama kebiasaan belajar, kreativitasi belajar dan prestasi belajar siswa, Dari analisis regresi ganda diketahui koefisien korelasi antara kebiasaan belajar dan kreativitas belajar dengan prestasi belajar siswa adalah sebesar 0,465 dengan memperhatikan F hitung sebesar 10.743 yang lebih besar daripada harga kritik F dalam table yaitu 2,29 berarti korelasi secara bersamasama kebiasaan belajar dan kreativitas belajar dengan prestasi belajar siswa (Y) adalah signifikan. 7) Penelitian lain yang dilakukan oleh Daniela Veronica, Daniela Porumbu, Iolanda Felicia Beldianu pada tahun 2013 dengan judul “The Relationship Between Parental Style and Educational Outcomes of Children in Primary School in Romania” menyatakan bahwa berdasarkan kuesioner, dari 100 anak sekolah dasar dari Romania, data dianalisis dengan menggunakan regresi linier hirarkis. Hasilnya menunjukkan bahwa metode pendidikan orang tua dan riwayat pribadi orang tua mempengaruhi hubungan orang tua dan anak dan merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi hasil sekolah anak-anak. 8) Penelitian yang dilakukan oleh Kt. Agus Budiarnawan, Ni Ngh. Madri Antari, Ni Wyn. Rati pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan Antara Konsep Diri dan Pola Asuh Orang Tua terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD di desa Selat”. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara konsep diri dan hasil belajar IPA Fhitung = 5,40 > Ftabel = 3,94. Hubungan antara pola asuh

48

orang tua dan hasil belajar IPA Fhitung = 53,32 > Ftabel = 3,94. Hubungan secara bersama-sama antara konsep diri dan pola asuh orang tua terhadap hasil belajar IPA Fhitung = 31,43 > Ftabel = 3,94, yang berarti memiliki hubungan yang signifikan. Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep diri, pola asuh orang tua berhubungan secara signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Desa Selat Kecamatan Sukasada baik secara terpisah maupun simultan. 9) Penelitian yang dilakukan oleh Ika Widhiasih, Sumilah, Nuraeni Abbas tahun 2017 dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Hasil Belajar IPS” menyatakan bahwa Sebanyak 35,9 % siswa kelas IV SD Negeri se Gugus Kresna Kecamatan semarang Barat memiliki hasil belajar IPS dengan kategori sangat baik. Sebanyak 39,5 % siswa yang mengalami pola asuh demokratis memiliki hasil belajar IPS dengan kategori sangat baik, 62,5 % siswa yang mengalami pola asuh permisif memiliki hasil belajar IPS dengan kategori cukup baik, dan 75 % siswa yang mengalami pola asuh otoriter memiliki hasil belajar IPS dengan kategori cukup baik. 10) Penelitian yang dilakukan oleh Anisah Kauniyah Hidayati tahun 2016 dengan judul “Hubungan Kebiasaan Belajar dengan Hasil Belajar Siswa Kelas Iv Sd Se-Gugus II Piyungan” menyatakan bahwa Teknik penentuan sampel dengan rumus Slovin sebanyak 126 siswa. Pengumpulan data menggunakan angket kebiasaan belajar dan dokumentasi hasil belajar. Uji validitas analisis butir dan uji hipotesis dengan rumus korelasi Product Moment. Reliabilitas instrumen dengan rumus Cronbach Alpha. Uji prasyarat analisis adalah uji normalitas dan linearitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan belajar siswa tergolong sedang dan hasil belajar tergolong sedang. Pengujian hipotesis diperoleh hasil rhit 0,292 dan Sig. 0,001<0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kebiasaan belajar dengan hasil belajar.

49

H. Kerangka Berpikir Riduwan (2015:8) mengemukakan bahwa kerangka berpikir adalah dasar pemikiran dari penelitian yang disinetiskan dari fakta, observasi, dan kajian pustaka. Permasalahan yang terdapat di SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap ditinjau dari lingkungan keluarga khususnya pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar adalah permasalahan-permasalahan yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu dari pola pengasuhan prang tua yang berbeda-beda. Pola asuh orang tua adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan anak, memelihara, melindungi, dan mengarahkan anak selama masa perkembangannya menimbulkan perubahan perkembangan bagi setiap individu yang terlibat dengan proses tersebut. Kebiasaan belajar adalah teknik pembentuk kebiasaan-kebiasaan baru yang tertanam dalam waktu yang lama sehingga memberikan ciri dalam menyelesaikan kegiatan. Hasil belajar dapat diartikan sebagai kemampuan yang diperolah anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar itu sendiri dapat diperoleh dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang digunakan yaitu nilai ulangan tengah semester 2 tahun ajaran 2017/2018 pada muatan IPS siswa kelas IV. Pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar muatan IPS siswa, semakin baik pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar akan membuat hasil belajar siswa tinggi. Pada penelitian ini terdapat variabel bebas yaitu pola asuh orang tua (X1) dan kebiasaan belajar (X2) sedangkan variabel terikat yaitu hasil belajar (Y). Dari hal tersebut, peneliti akan meneliti tentang hubungan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar terhadap hasil belajar muatan IPS.

50

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Kebiasaan Belajar terhadap Hasil Belajar muatan IPS siswa kelas IV SD Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap

Kebiasaan Belajar (X2) 1. Kesigapan dalam belajar 2. Metode kerja dalam belajar

Pola Asuh Orang Tua (X1) 1. Pola Asuh Otoriter 2. Pola Asuh Permisif 3. Pola Asuh Authoritative

Hasil Belajar IPS (Y)

Ada atau tidaknya hubungan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar muatan IPS siswa kelas IV SD Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap Bagan 1. Kerangka Berpikir

51

I. HIPOTESIS Arikunto (2013:110) menyebutkan bahwa hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data terkumpul. Hipotesis dikatakan sementara karena jawaban yang diperoleh hanya berdasarkan teori-teori yang relevan dan belum teruji kebenarannya. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Ho1 : tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan hasil belajar siswa Ha1 : ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan hasil belajar siswa Ho2 : tidak ada hubungan antara kebiasaan belajar dengan hasil belajar siswa Ha2 : ada hubungan antara kebiasaan belajar dengan hasil belajar siswa Ho3 : tidak ada hubungan natara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar siswa. Ha3 : ada hubungan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar terhadap hasil belajar siswa. J. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan Korelasi. Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif. Sugiyono (2014:8) penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan. Penelitian ini menggunakan model penelitian paradigma ganda dengan dua variabel. Sugiyono (2014:44) dalam paradigma ini terdapat dua variabel independen dan satu variabel dependen. Paradigma tersebut jika digambarkan yaitu sebagai berikut:

52

r1

X1

Y

R

r2

X2

Bagan 2. Desain penelitian Paradigma Ganda dengan Dua Varibel Independen dan Satu Variabel Dependen. Keterangan: X1 = Pola Asuh Orang Tua X2 = Kebiasaan Belajar Y = Hasil Belajar r1 = hubungan X1 dengan Y r2 = hubungan X2 dengan Y R = Hubungan X1 dan X2 dengan Y 2. Tempat dan waktu penelitian 2.1.Tempat penelitian Penelitian ini berada di Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap dengan jumlah 7 SD, yaitu SDN Kuripan Kidul 01, SDN Kuripan Kidul 02, SDN Kuripan Kidul 03, SDN Kuripan Kidul 04, SDN Menganti 01, SDN menganti 03, dan SDN Menganti 04. 2.2.Waktu pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April. No.

Kegiatan

Bulan Januari Februari

1.

Survei Lapangan

2.

Pembuatan Proposal

3.

Seminar Proposal

4.

Penelitian

Maret

April

53

5.

Pembuatan Skripsi dan Analisis Data

3. Populasi dan Sampel 3.1 Populasi Sugiyono (2014:61) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Arikunto (2013:173) menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi yaitu siswa kelas IV SD di Gugus Diponegoro kecamatan Kesugihan yang berjumlah 188 siswa dari jumlah 7 SD. Tabel 10.1 Populasi Penelitian Nama Sekolah

Jumlah Siswa Kelas IV

SDN Kuripan Kidul 01

29 siswa

SDN Kuripan Kidul 02

26 siswa

SDN Kuripan Kidul 03

31 siswa

SDN Kuripan Kidul 04

22 siswa

SDN Menganti 01

23 siswa

SDN Menganti 03

28 siswa

SDN Menganti 04

29 siswa

Jumlah

188 siswa

Sumber: Data survei SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2017/2018

54

3.2 Sampel Sugiyono (2012: 120), mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Arikunto (2010:174), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Jadi, sampel adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang diteliti. Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu Probability Sampling. Sugiyono (2015:120) Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik yang digunakan yaitu Simple Random Sampling dengan sistem undian. Untuk menentukan besarnya sampel, peneliti melakukan undian dengan cara menuliskan nomor subjek 1 sampai 7 pada kertas kecil-kecil, satu nomor untuk setiap kertas. Kemudian kertas digulung. Selanjutnya mengambil 4 kertas, sehingga nomor-nomor yang tertera pada kertas itulah yang merupakan sampel penelitian. Tabel 10.2 Sampel Penelitian Nama Sekolah Dasar

Jumlah Siswa

SDN Kuripan Kidul 01

29 siswa

SDN Kuripan Kidul 03

31 siswa

SDN Kuripan Kidul 04

22 siswa

SDN Menganti 01

23 siswa

Jumlah

105 siswa

4. Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2014:38) variabel merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

55

diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Secara teoritis variael dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek lain (Hatch dan Farhadi,1981). Sedangkan Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel adalah konstrak atau sifat yang akan dipelajari. Menurut Sugiyono (2014:39) macam-macam variabel yaitu variabel dependen, variabel independen, variabel moderator, varibel intervening, dan variabel kontrol. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel independen (terikat) dan variabel dependen (bebas). 4.1.Variabel Independen Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2014:39). Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua, yaitu pola asuh orang tua (X1) dan kebiasaan belajar (X2). 4.2.Variabel Dependen Variael ini disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013:4) Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu hasil belajar (Y) 5. Definisi Operasional variabel 5.1.Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan anak, memelihara, melindungi, dan mengarahkan anak

56

selama masa perkembangannya menimbulkan perubahan perkembangan bagi setiap individu yang terlibat dengan proses tersebut. Dalam penelitian ini, indikator pola asuh yang digunakan yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif dan pola asuh demokratis. Deskriptor yang digunakan dalam pola asuh otoriter yaitu adanya kontrol yang ketat dari orang tua, orang tua merasa selalu benar, orang tua memaksakan kehendak, orang tua cenderung bersifat kaku, orang tua salalu menghukum. Deskriptor pola asuh permisif yaitu orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak, anak tidak dituntut untuk ber-tanggungjawab, orang tua kurang berkomunikasi dengan anak, orang tua kurang membimbing anak, orang tua tidak pernah menghukum anak. Deskriptor pada pola asuh demokratis, yaitu orang tua sering berdiskusi dengan anak, orang tua selalu memberikan tanggapan kepada anak, pengambilan keputusan didasarkan keputusan bersama, orang tua selalu bersedia mendengarkan keluhan anak, orang tua bersifat luwes dan tidak kaku. 5.2.Kebiasaan Belajar Kebiasaan belajar yaitu teknik pembentuk kebiasaan-kebiasaan baru yang tertanam dalam waktu yang lama sehingga memberikan ciri dalam menyelesaikan kegiatan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kerja dalam belajar dan kesigapan dalam belajar. Deskriptor yang digunakan dalam metode kerja dalam belajar yaitu cara mengikuti pelajaran, cara belajar kelompok, cara belajar individu, membaca dan membuat catatan, mengulangi bahan pelajaran, dan pembuatan jadwal dan pelaksanaannya; dan pada kesigapan dalam belajar yaitu konsentrasi dan mengerjakan tugas. 5.3.Hasil Belajar Hasil Belajar yaitu tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang diperolah anak setelah melalui kegiatan belajar.

57

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang digunakan yaitu nilai ulangan tengah semester 2 tahun ajaran 2017/2018 pada muatan IPS siswa kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap. 6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 6.1.Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dapat berupa tes dan nontes. Penelitian ini menggunakan teknik nontes yang terdiri dari: 1. Angket Menurut Sugiyono (2015:199) angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket tertutup, langsung dengan bentuk check list. Penelitian ini menggunakan angket untuk mengetahui data pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar siswa kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap. Dalam penelitian ini, angket disajikan dalam bentuk pernyataan dengan memberikan tanda cheklist (√) menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2015: 134). Penelitian ini menggunakan 4 alternatif jawaban yaitu selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Tabel skor untuk butir soal pada skala Likert Jawaban

Skor Pernyataan

Skor Pernyataan

Positif

Negatif

Selalu

4

1

Sering

3

2

Kadang-kadang

2

3

58

Tidak Pernah

1

4

Sumber : Sugiyono (2015:135) 2. Wawancara Sugiyono (2015:194) wawancara merupakan teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik wawancara ini dilakukan oleh peneliti sebagai pengumpulan data awal sebelum penelitian yaitu untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap. 3. Dokumentasi Arikunto (2013:274) dokumentasi merupakan metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dokumen ini bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monmental seseorang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik dokumentasi untuk mengumpulkan daftar nama siswa kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap. 6.2. Instrumen Penelitian Sugiyono (2014:148) menjelaskan bahwa “instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik, semua fenomena ini disebut variabel penelitian”. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu angket/kuesioner, dan wawancara. Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar. Sedangkan instrumen wawancara diberikan kepada guru kelas IV SDN Gugus Diponegoro Kecamatan Kesugihan Cilacap untuk mengetahui perilaku subjek penelitian yang bersangkutan saat penelitian awal. Sehingga dengan wawancara ini, penelitian dapat secara pasti ditentukan permasalahannya sehingga tepat untuk diteliti.

59

Angket yang digunakan bersifat tertutup dan menggunakan jenis rating scale berbentuk check list. Hal tersebut untuk mempermudah responden langsung dapat memberikan jawaban dengan memberi tanda check (√) ke dalam kolom item angket (deskriptor) sesuai dengan keadaan sebenarnya. Semua pernyataan yang diberikan kedalam angket berupa gradasi sangat positif sampai sangat negatif. Dalam penelitian ini, tiap butir soal instrumen menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial atau yang disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2015:134). Fenomena sosial telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang berupa pernyataan. Item instrumen yang digunakan untuk skala Likert yaitu kata: selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Untuk keperluan analisi kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor 1-4. Tabel 6.1 Skor Butir Pernyataan pada Skala Likert Jawaban

Skor Pernyataan Positif

Skor pernyataan Negatif

Selalu

4

1

Sering

3

2

Kadang-kadang

2

3

Tidak Pernah

1

4

Sumber : Sugiyono (2015:135)

60

Adapun kisi-kisi angket dalam penelitian ini sebagai berikut. TABEL 6.2. KISI-KISI INSTRUMEN POLA ASUH ORANG TUA (UJI COBA) Variabel

Indikator

No Soal

Deskriptor

+

-

1

23

Orang tua merasa selalu benar

2

24

Orang tua memaksakan kehendak

3

25

Orang tua cenderung bersifat kaku

4,5

26,27

6

28

7

29

8,9

30,31

10

32

Adanya kontrol yang ketat dari orang tua P

Otoriter

O L

Orang tua salalu menghukum

A

Orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak

A

Anak

S

dituntut

untuk

bertanggungjawab

U H

tidak

Permisif

Orang tua kurang berkomunikasi dengan anak Orang tua kurang membimbing

O

anak

R

Orang

A

tua

tidak

pernah

menghukum anak

N

Orang tua sering berdiskusi dengan

G

anak Orang tua selalu memberikan

T U A

Demokratis

tanggapan kepada anak Pengambilan keputusan didasarkan keputusan bersama Orang

tua

selalu

bersedia

mendengarkan keluhan anak

11,12 33,34

13

35

14

36

15,16 37,38

17,18 39,40

19,20 41,42

61

Orang tua bersifat luwes dan tidak kaku Jumlah Sumber : Septiari (2012:170)

21,22 43,44 22

22

62

KISI-KISI ANGKET KEBIASAAN BELAJAR (UJI COBA) No. butir soal Variabel

Indikator

Deskriptor

Pernyataan

Pernyataan

positif

negatif

a. cara mengikuti

1, 2, 3, 4, 5

pelajaran b. cara belajar kelompok

Metode

35, 36, 37, 38, 39

Jumlah butir pernyataan

10

6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,

40, 41

10

42, 43

8

44

2

45, 46

7

26

47

2

27

48, 49

3

13

c. cara belajar

14, 15, 16,

individu

17, 18, 19

kerja dalam d. pembuatan Kebiasaan

belajar

jadwal dan

20

pelaksanannya

belajar

e. membaca dan membuat catatan

21, 22, 23, 24, 25

f. mengulangi bahan pelajaran Kesigapan dalam belajar

a. konsentrasi b. mengerjakan tugas Jumlah

28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 34

50, 51, 52, 53 19

11

53

Sumber: Djaali (2015:128), Slameto (2010:82), dan Sudjana (2010:165) Sebelum menggunakan instumen untuk dijadikan penelitian, maka harus diuji dahulu ketepatan dan kelayakan instrumen tersebut. Uji instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas.

63

6.3. Uji Coba Instrumen Uji coba instrumen perlu dilakukan sebelum melakukan penelitian. Hal ini selaras dengan pernyataan Arikunto (2013: 257) bahwa uji coba bertujuan untuk keterandalan instrumen. Selain itu uji coba instrumen tersebut adalah untuk menghindari

pertanyaan-pertanyaan

yang

kurang

jelas

maksudnya,

menghilangkan kata yang sulit dipahami, mempertimbangkan pertambahan atau pengurangan item. Uji coba dilakukan didalam populasi, dilakukan di SDN Kuripan Kidul 02 sebanyak 26 siswa Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terlebih dahulu sebelum instrument berupa angket digunakan pengujian kepada responden. Uji validitas dan reabilitas dilakukan karena instrumen yang telah disusun belum merupakan instrumen yang valid dan reliabel. 6.3.1. Uji Validitas Sugiyono (2015:363) menjelaskan bahwa validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid adalah data yang sama antara yang dilaporkan peneliti dengan data sesungguhnya. Uji validitas digunakan untuk mengetahui kevalidan instrumen penelitian. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur yang seharusnya diukur/diinginkan. Sehingga, instrumen yang valid akan menghasilkan data yang valid pula. Sebelum melakukan penelitian, maka diperlukan uji coba instrumen yang bertujuan agar instrument yang digunakan jelas dan sesuai untuk penelitian. Instrumen yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang memiliki validitas internal, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional telah mencerminkan apa yang diukur. Instrumen yang memiliki validitas eksternal bila kriteria yang disusun didalam instrument disusun berdasarkan faktafakta empiris yang telah ada. Dalam validitas internal instrumen yang berupa tes harus memenuhi validitas konstruksi dan validitas isi. Sedangkan untuk instrumen nontes,

64

digunakan untuk mengukur sikap cukup memenuhi validitas konstruksi. Dalam penelitian ini, menggunakan pengujian validitas konstruk untuk mengetahui validitas instrumen, karena hanya untuk mengetahui pola asuh dan kebiasaan belajar siswa. Untuk menentukan validitas instrumen digunakan rumus korelasi Product Moment, sebagai berikut. rxy =

𝑛.∑𝑥𝑦−(∑𝑥)(∑𝑦) √{(𝑛.∑𝑥 2 −∑𝑥)2 )(𝑛.∑𝑦 2 −∑𝑦2 )}

(Arikunto 2013:213) Keterangan : rxy

= koefisien korelasi tiap butir

n

= banyaknya subyek uji coba

∑x

= jumlah skor tiap butir

∑y

= jumlah skor total

∑x2

= jumlah kuadrat skor tiap butir

∑y2

= jumlah kuadrat skor total

∑xy

= jumlah perkalian skor tiap butir dengan skor total Berdasarkan rumus, jika hasil rhitung sudah diketahui, kemudian dicocokkan

dengan nilai rtable

product moment dengan taraf signifikansi 5%. Untuk

menyatakan kevalidan instrument, yaitu dengan membandingkan r hitung dengan r table sebagai berikut. a. Bila rhitung > rtabel, maka instrument dikatakan valid dan dapat digunakan untuk mengambil data. b. Bila rhitung < rtabel, maka instrument dikatakan tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mengambil data. 6.3.2. Uji Reliabilitas Sugiyono (2015:173) menjelaskan bahwa intrumen yang reliabel adalah instrmen yang jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama.

65

Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketetapan instrumen yang digunakan. Dalam penelitian ini, rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen, yaitu menggunakan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal uraian (Arikunto 2010:239). Adapun rumus Alpha, sebagai berikut.

𝑘

r11= (𝑘−1) (1 −

∑ 𝜎2 𝑏 𝜎2 𝑡

) (Arikunto 2013:239)

Keterangan: r11

= reliabilitas instrumen

𝑘

= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑ 𝜎 2 𝑏 = jumlah varians butir 𝜎 2𝑡

= varians total

Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut. a. Pada taraf nyata α 0,05 juka r hitung lebih besar (>) dari r tabel, instrumen atau soal dinyatakan reliabel. b. Pada taraf nyata α 0,05 juka r hitung lebih kecil (<) dari r tabel, instrumen atau soal dinyatakan tidak reliabel. Setelah diperoleh angka koefisien reliabilitas, selanjutnya menafsirkannya dengan menggunakan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh atau nilai r. Interpretasi tersebut sebagai berikut.

66

Tabel Interpretasi Skor (nilai r) Besarnya nilai r

Interpretasi

Antara 0,800 – 1,000

Tinggi

Antara 0,600 – 0,800

Cukup

Antara 0,400 – 0,600

Agak Rendah

Antara 0,200 – 0,400

Rendah

Antara 0,000 – 0,200

Sangat Rendah

Sumber: Arikunto (2010:319) 7. Uji Persyaratan Normalitas Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka dilakukan asumsi atau uji persyaratan terlebih dahulu. Uji persyaratan dalam penelitian ini, meliputi Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Multikolinieritas. 7.1. Uji Normalitas Sebelum menggunakan statistik parametris, kenormalan data harus diuji terlebih dahulu. Bila data tidak normal, maka statistik parametris tidak dapat digunakan. Uji Normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel dependen dan independen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi Kuadrat, yaitu sebagai berikut.

x2 =

∑(𝑓0 −𝑓ℎ )2 𝑓ℎ

Keterangan:

x2

= Chi Kuadrat

𝑓0

= frekuensi observasi

𝑓ℎ

= frekuensi harapan (Arikunto 2013:333)

67

7.2. Uji Linieritas Uji linieritas digunakan untuk menentukan apakah garis regresi antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) membentuk garis linear atau tidak. Jika tidak linear maka analisis regresi tidak dapat dilanjutkan (Sugiyono, 2013: 265). Rumus regresi sebagai berikut.

F=

2 𝑆𝑇𝐶 2 𝑆𝐺

(Sugiyono, 2013:274). Keterangan: F

= harga F garis regresi

2 𝑆𝑇𝐶

= harga koefisien tuna cocok

𝑆𝐺2

= harga koefisien galat Berdasarkan rumus tersebut, apabila F hitung kurang dari F tabel, maka data

dinyatakan linear. Sehingga, dapat data dapat digunakan dapat menunjang penelitian. 7.3. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas ini digunakan untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan yang linier diantara variabel bebas yaitu pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar siswa. Hipotesis yang diajukan Ho : Tidak terjadi multikolineritas Ha: Terjadi multikolineritas Uji multikolineritas dapat dihitung dengan rumus korelasi product pearson 𝑟𝑥1 𝑥2 =

(Sugiyono, 2014:228)

NΣX₁X₂ − (ΣX₁)(ΣX₂) √{NΣX₁2 − (ΣX₁)2}{NΣX₂2 − (ΣX₂)2}

68

8. Teknik Analisis Data Menurut Arikunto (2010:54) Analisis data merupakan kelanjutan dari pengolahan data sesudah skor semua butir diketahui dengan cara membandingkan sekor antar butir. Analisis data yang digunakan pada penellitian ini yaitu: 8.1.Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2015: 207-208). Dalam menganalisis data dengan statistik deskriptif, data yang akan dianalisis berupa data kuantitatif. Menurut Sugiyono (2011: 6), data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data yang diangkakan. Pengujian statistik deskriptif menggunakan program exel. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum mengenai pola asuh orang tua (X1) dan kebiasaan belajar (X2) dan hasil belajar muatan IPS (Y). Data yang diperoleh dari lapangan disajikan dalam bentuk deskripsi data dari masingmasing variabel, baik variabel terikat maupun variabel bebas. 8.2 Analisis Pengujian Hipotesis 8.2.1

Analisis Korelasi Sederhana Teknik analisis data yang dalam penelitian ini adalah korelasi product

moment. Korelasi digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel. Dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi Product Moment, sebagai berikut. rxy =

𝑛.∑𝑥𝑦−(∑𝑥)(∑𝑦) √{(𝑛.∑𝑥 2 −∑𝑥)2 )(𝑛.∑𝑦 2 −∑𝑦 2 )}

Keterangan : rxy

= koefisien korelasi tiap butir

n

= banyaknya subyek uji coba

69

∑x

= jumlah skor tiap butir

∑y

= jumlah skor total

∑x2

= jumlah kuadrat skor tiap butir

∑y2

= jumlah kuadrat skor total

∑xy

= jumlah perkalian skor tiap butir dengan skor total

(Sugiyono 2014:228) Koefisien korelasi positif terbesar adalah 1 dan koefisien korelasi negative terbesar adalah -1. Sedangkan koefisien korelasi terkecil adalah 0. Apabila hubungan tersebut sempurna, maka koefisien korelasi tersebut adalah 1 atau -1. Adapun penafsiran terhadap koefisien korelasi berdasarkan tabel, sebagai berikut. Tabel. Interpretasi terhadap koefisien korelasi Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00-0,199

Sedang rendah

0,20-0,399

Rendah

0,40-0,599

Sedang

0,60-0,799

Kuat

0,80-1,000

Sangat kuat

Sumber: Sugiyono (2014:231) 8.2.2

Analisis Korelasi Ganda Korelasi ganda merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya

hubungan antara dua variabelindependen secara bersama-sama atau lebih dengan satu variabel dependen (Sugiyono, 2014:233). Dalam menghitung korelasi ganda, diperlukan rumus koefisien korelasi ganda, sebagai berikut.

𝑅𝑦.𝑥1.𝑥2

=√

2 2 𝑟𝑦𝑥1 + 𝑟𝑦𝑥2 − 2𝑟𝑦𝑥1 𝑟𝑦𝑥2 𝑟𝑥1𝑥2 2 1 − 𝑟𝑥1𝑥2

70

Keterangan: 𝑅𝑦.𝑥1. 𝑥2 = koefisien korelasi ganda antara variabel X1 dan X2 𝑟𝑦𝑥1

= korelasi Product Moment antara variabel X1 dengan Y

𝑟𝑦𝑥2

= Korelasi Product Moment antara variabel X2 dengan Y

𝑟𝑥1𝑥2

= Korelasi Product Moment antara variabel X1 dengan X2

(Sugiyono, 2014:233)

71

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djaali. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Madyawati, Lilis. 2016. Strategi Pengembangan Bahasa pada Anak. Jakarta: Prenamedia Group. Purwanto, Ngalim. 2014. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Septiari, Beti Bea. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Nuha Medika Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Slameto. 2015. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana. Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syah, Muhibbin. 2016. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sapriya. 2014. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

72

LAMPIRAN

73

Lampiran 1 KISI-KISI INSTRUMEN POLA ASUH ORANG TUA (UJI COBA)

Variabel

Indikator

No Soal

Deskriptor

+

-

1

23

Orang tua merasa selalu benar

2

24

Orang tua memaksakan kehendak

3

25

Orang tua cenderung bersifat kaku

4,5

26,27

6

28

7

29

8,9

30,31

10

32

Adanya kontrol yang ketat dari orang tua P

Otoriter

O L

Orang tua salalu menghukum

A

Orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak

A

Anak

S

dituntut

untuk

bertanggungjawab

U H

tidak

Permisif

Orang tua kurang berkomunikasi dengan anak Orang tua kurang membimbing

O

anak

R

Orang tua tidak pernah meng-

A

hukum anak

N

Orang tua sering berdiskusi dengan

G

anak Orang

T U A

Demokratis

tua

selalu

memberikan

tanggapan kepada anak Pengambilan keputusan didasarkan keputusan bersama Orang tua selalu bersedia mendengarkan keluhan anak

11,12 33,34

13

35

14

36

15,16 37,38

17,18 39,40

19,20 41,42

74

Orang tua bersifat luwes dan tidak kaku Jumlah

21,22 43,44 22

22

75

Lampiran 2 Instumen Penelitian Angket Uji Coba Pola Asuh Orang Tua Nama Siswa :

No Absen

:

Sekolah

Anak Ke

:

:

Pengantar: 1. Angket ini digunakan untuk mengetahui pola asuh orang tua siswa. 2. Pengisian angket ini tidak mempengaruhi nilai pada mata pelajaran apapun. 3. Isilah angket dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan keadaanmu. 4. Periksa kembali sebelum angket diserahkan. Petunjuk Pengisian Angket: 1. Isilah identitas terlebih dahulu. 2. Bacalah dengan cermat pernyataan yang telah tersedia. 3. Berilah tanda silang (√) pada kolom: SL : Jika pertanyaan tersebut SELALU anda rasakan dan anda alami. SR : Jika pertanyaan tersebut SERING anda rasakan dan anda alami. KD : Jika pertanyaan tersebut KADANG-KADANG anda rasakan dan anda alami. TP : Jika pertanyaan tersebut TIDAK PERNAH anda rasakan dan anda alami. Pilihan Jawaban No

1 2

3

Pernyataan

Aku dilarang orang tuaku bermain dengan teman-temanku. Aku harus mematuhi apa saja yang diperintahkan orang tuaku Aku harus mengikuti ekstrakurikuler pilihan orang tua, walaupun aku tidak menyukainya.

Selalu

Sering

Kadang-

Tidak

Kadang

Pernah

76

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

16 17 18 19 20 21 22

Aku tidak dimarahi ketika nilaku jelek. Orang tuaku suka membentak jika melarang sesuatu. Orang tuaku memukul jika aku membantah perintahnya. Orang tuaku memberikan kebebasan untuk bermain dengan semua temanku. Orang tuaku tidak pernah menyuruhku belajar. Aku beribadah sesuka hatiku. Orang tuaku selalu sibuk dengan pekerjaannya. Orang tuaku tidak pernah memeriksa catatan di buku PR. Ketika aku melakukan kesalahan, orang tuaku tidak pernah menghukumku. Jika aku melakukan kesalahan orang tuaku tidak peduli. Aku selalu berdiskusi dengan orang tua saat aku belajar. Orang tuaku memberikan kebebasan kepadaku untuk mengungkapkan pendapat. Aku merasa nyaman ketika bercerita dengan orang tua tentang sekolahku. Aku menentukan tempat les berdasarkan kesepatakan. Aku mengikuti ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginanku dan dengan persetujuan orang tua. Aku selalu diberikan nasehat saat aku melakukan kesalahan. Aku meminta pendapat orang tuaku saat bertengkar dengan temanku. Aku mendapatkan hadiah ketika nilai ulanganku bagus. Aku selalu mendapatkan pujian ketika nilaiku bagus

77

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42

Orang tuaku memperbolehkan aku belajar kelompok dirumah teman. Orang tuaku tidak marah saat aku tidak menuruti perintahnya Orang tuaku tidak pernah menyuruhku belajar Orang tuaku mencubit ketika aku tidak mau mengerjakan PR. Orang tuaku selalu mendampingi saat aku mengerjakan PR. Orang tuaku tidak marah dan tidak memberikan hukuman jika hasil belajarku menurun. Orang tuaku mencariku apabila aku terlambat pulang sekolah Orang tuaku selalu menyuruhku belajar di rumah Orang tuaku selalu menanyakan PR. Orang tuaku selalu ada waktu untuk menemani aku belajar. Orang tuaku selalu mengatur dan membimbing kegiatanku.. Ketika aku mendapat nilai yang jelek, orang tuaku selalu memberikan nasehat. Saat aku mendapat teguran dari sekolah orang tuaku memarahiku. Aku tidak diperbolehkan mengungkapkan pendapatku. Orang tua tidak memuji jika aku mendapat nilai bagus. Aku merasa takut ketika ingin bercerita kepada orang tuaku. Orang tua memberikan jadwal harian untuk belajarku berdasarkan keinginannya. Aku merasa tidak nyaman saat bercerita kepada orang tuaku. Orang tuaku tidak peduli saat aku mendapatkan masalah. Aku tidak bisa menceritakan masalah belajarku kepada orang tua karena mereka sibuk bekerja.

78

43 44

Aku selalu dipaksa belajar ketika berada di rumah. Orang tuaku mengatur kegiatanku di rumah.

79

Lampiran 3 KISI-KISI ANGKET KEBIASAAN BELAJAR (UJI COBA) No. butir soal Variabel

Indikator

Deskriptor

Pernyataan

Pernyataan

positif

negatif

a. cara mengikuti

1, 2, 3, 4, 5

pelajaran b. cara belajar kelompok

Metode

35, 36, 37, 38, 39

Jumlah butir pernyataan

10

6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,

40, 41

10

42, 43

8

44

2

45, 46

7

26

47

2

27

48, 49

3

13

c. cara belajar

14, 15, 16,

individu

17, 18, 19

kerja dalam d. pembuatan belajar Kebiasaan

jadwal dan

20

pelaksanannya

belajar

e. membaca dan membuat catatan

21, 22, 23, 24, 25

f. mengulangi bahan pelajaran Kesigapan dalam belajar

a. konsentrasi b. mengerjakan tugas Jumlah

28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 34

50, 51, 52, 53 19

Sumber: Djaali (2015:128), Slameto (2010:82), dan Sudjana (2010:165)

11

53

80

Lampiran 4 ANGKET KEBIASAAN BELAJAR (UJI COBA)

Nama

:

No. Absen

:

Nama Sekolah :

Pengantar: 1. Angket ini digunakan untuk mengetahui kebiasaan belajar siswa. 2. Pengisian angket ini tidak mempengaruhi nilai pada mata pelajaran apapun. 3. Isilah angket dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan keadaanmu. 4. Periksa kembali sebelum angket diserahkan. Petunjuk Pengisian Angket: 1. Isilah identitas terlebih dahulu. 2. Bacalah dengan cermat pernyataan yang telah tersedia. 3. Berilah tanda silang (√) pada kolom: SL : Jika pertanyaan tersebut SELALU anda rasakan dan anda alami. SR : Jika pertanyaan tersebut SERING anda rasakan dan anda alami. KD : Jika pertanyaan tersebut KADANG-KADANG anda rasakan dan anda alami. TP : Jika pertanyaan tersebut TIDAK PERNAH anda rasakan dan anda alami.

81

Pilihan Jawaban No

1

2

3

4 5

6

7 8

9

10

11

12

13

Pernyataan

Sebelum berangkat sekolah, saya memeriksa keperluan atau perlengkapan belajar Saya membawa peralatan sekolah dengan lengkap sesuai dengan jadwal. Saya menyiapkan buku tugas atau buku catatan mata pelajaran yang akan dipelajari. Saya mengerjakan latihan soal yang ada di LKS untuk menambah kemampuan saya. Saya menyimak penjelasan dari guru secara cermat Apabila guru memberikan PR, saya mengajak teman untuk berdiskusi membahas PR yang diberikan. Saya memilih teman yang cocok untuk belajar kelompok. Saya dan teman satu kelompok, menentukan jadwal/waktu untuk belajar bersama setiap minggunya Saya dan teman satu kelompok, menentukan materi yang akan dipelajari sebelum belajar kelompok Saya dan teman satu kelompok, membahas/berdiskusi materi yang dipelajari satu persatu. Saat belajar kelompok, saya dan teman-teman melakukan tanya jawab tentang materi yang dipelajari. Bila ada persoalan yang tidak bisa dipecahkan dalam kelompok, kami bertanya kepada guru Kesimpulan hasil belajar kelompok dicatat untuk dipelajari di rumah

Selalu

Sering

Kadang-

Tidak

Kadang

Pernah

82

14 15 16

17

18

19

20 21

22

23

24 25 26

27 28 29

Saya belajar di pagi hari setelah bangun tidur Saya belajar materi pelajaran secara keseluruhan Saya hanya mempelajari materi pelajaran pada bagian-bagian pentingnya saja Saya belajar materi pelajaran dengan cara mengulangi atau mengucapkan kembali yang telah dipelajari. Saya belajar materi pelajaran dengan cara menghafal apa yang sudah saya pelajari Saya belajar materi pelajaran dengan cara mengerjakan latihan soal Di rumah, saya belajar sesuai dengan jadwal yang sudah saya buat. Saya mencatat pokok-pokok materi yang diajarkan guru. Setelah guru meninggalkan kelas, saya mencocokkan catatan saya dengan teman agar tidak terjadi kesalahan. Jika ada waktu luang, saya pergi ke perpustakaan untuk membaca buku yang terkait dengan materi pelajaran. Saya membaca materi dengan menandai pokok-pokok pentingmya Saya membuat rangkuman dari buku yang saya pelajari Saya mempelajari kembali materi yang sudah disampaikan guru di sekolah Pada saat guru menjelaskan materi pelajaran, saya berusaha berkonsentrasi dengan baik Saya dapat mengerjakan tugas setelah saya memahami materi. Saya mengerjakan soal dengan memilih nomor yang paling

83

30 31 32 33

34 35 36

37

38

39

40 41 42 43 44 45

mudah terlebih dahulu, kemudian nomor yang sulit Saya mengerjakan soal sesuai dengan kemampuan saya Saya memeriksa kembali jawaban apabila semua soal sudah selesai dikerjakan Saya mengumpulkan tugas dengan tepat waktu Saya merasa percaya diri saat menghadapi ulangan karena sudah belajar. Saya berusaha konsentrasi untuk memahami atau menjawab soal ulangan Saya meminjam peralatan sekolah milik teman. Jika ada yang belum paham, saya malu mengajukan pertanyaan kepada guru Saat menemukan kesulitan, saya tidak percaya diri untuk bertanya kepada guru. Saat mengikuti pelajaran di kelas, saya malas mendengarkan penjelasan guru. Saya senang sekali ketika pelajaran berakhir karena saya sering merasa bosan di kelas. Saya senang belajar kelompok karena bisa bermain dengan teman-teman. Saya lebih suka bermain dari pada ikut belajar kelompok. Saya hanya belajar ketika akan ada ulangan. Saya malas belajar setelah ulangan selesai Saya tidak sempat membuat jadwal belajar di rumah Saya membaca buku materi pelajaran secara acak dengan sesuka hati

84

46 47

48

49 50 51 52 53

Saya tidak pernah ke perpustakaan kecuali ada perintah dari guru. Saya malas mengulang kembali materi yang sudah diajarkan guru Pada saat guru menjelaskan materi pelajaran, saya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik karena terganggu oleh teman Saya berbicara sendiri (mengobrol dengan teman) saat guru menjelaskan materi pelajaran. Saya mencontek jawaban teman. Saya menunda untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Saya merasa gugup atau tidak yakin saat menghadapi ulangan Saya tidak dapat memahami soal ulangan karena tidak belajar

85

Lampiran 5 KISI-KISI INSTRUMEN POLA ASUH ORANG TUA (UJI COBA)

Variabel

P

Indikator

Otoriter

O L

No Soal

Deskriptor

+

-

Adanya kontrol yang ketat dari orang tua

1

23

Orang tua merasa selalu benar

2

24

Orang tua memaksakan kehendak

3

25

Orang tua cenderung bersifat kaku

4,5

26,27

6

28

7

29

8,9

30,31

10

32

Orang tua salalu menghukum

A

Orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak

A

Anak

S U H

tidak

dituntut

untuk

bertanggungjawab Permisif

Orang tua kurang berkomunikasi dengan anak Orang tua kurang membimbing anak

O

Orang tua tidak pernah menghukum

R

anak

A

Orang tua sering berdiskusi dengan anak

N

Orang tua selalu memberikan tanggapan

G

kepada anak T U A

Demokratis

Pengambilan

keputusan

didasarkan

keputusan bersama Orang

tua

selalu

bersedia

men-

dengarkan keluhan anak Orang tua bersifat luwes dan tidak kaku Jumlah

11,12 33,34 13

35

14

36

15,16 37,38

17,18 39,40

19,20 41,42 21,22 43,44 22

22

86

Lampiran 6 Instumen Penelitian Angket Uji Coba Pola Asuh Orang Tua Nama Orang Tua

:

Wali dari

:

Pekerjaan

:

Nama Sekolah

:

Pengantar: 1. Angket ini digunakan untuk mengetahui pola asuh orang tua siswa. 2. Pengisian angket ini tidak mempengaruhi nilai pada mata pelajaran apapun. 3. Isilah angket dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan keadaan. 4. Periksa kembali sebelum angket diserahkan. Petunjuk Pengisian Angket: 1. Isilah identitas terlebih dahulu. 2. Bacalah dengan cermat pernyataan yang telah tersedia. 3. Berilah tanda silang (√) pada kolom: SL : Jika pertanyaan tersebut SELALU anda rasakan dan anda alami. SR : Jika pertanyaan tersebut SERING anda rasakan dan anda alami. KD : Jika pertanyaan tersebut KADANG-KADANG anda rasakan dan anda alami. TP : Jika pertanyaan tersebut TIDAK PERNAH anda rasakan dan anda alami. Pilihan Jawaban No

1 2

Pernyataan

Saya melarang anak bermain dengan teman-temannya. Anak harus mematuhi apa saja yang saya perintahkan.

Selalu

Sering

Kadang-

Tidak

Kadang

Pernah

87

3

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

16

17

18 19 20 21

Anak harus mengikuti ekstrakurikuler pilihan saya, walaupun anak tidak menyukainya. Saya tidak marah ketika nilai anak jelek. Saya suka membentak anak jika saya melarang sesuatu. Saya memukul jika anak membantah perintahku. Saya memberikan kebebasan kepada anak untuk bermain dengan semua temannya. Saya tidak pernah menyuruh anak belajar. Anak beribadah sesuka hati. Saya selalu sibuk dengan pekerjaan. Saya tidak pernah memeriksa catatan di buku PR. Ketika anak melakukan kesalahan, saya tidak pernah menghukum. Jika anak melakukan kesalahan saya tidak peduli. Anak selalu berdiskusi dengan saya saat anak belajar. Saya memberikan kebebasan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat. Anak merasa nyaman ketika bercerita dengan saya tentang sekolahnya. Kami menentukan tempat les berdasarkan kesepatakan dengan anak. Anak mengikuti ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan anak dan dengan persetujuanku. Anak selalu diberikan nasehat saat melakukan kesalahan. Anak meminta pendapat saya saat bertengkar dengan temannya. Anak mendapatkan hadiah ketika nilai ulangannya bagus.

88

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41

Anak selalu mendapatkan pujian ketika nilainya bagus Saya memperbolehkan anak belajar kelompok dirumah temannya. Saya tidak marah saat anak tidak menuruti perintahku. Saya tidak pernah menyuruh anak belajar Saya mencubit ketika anak tidak mau mengerjakan PR. Saya selalu mendampingi saat anak mengerjakan PR. Saya tidak marah dan tidak memberikan hukuman jika hasil belajar anakku menurun. Saya mencari apabila anak terlambat pulang sekolah Saya selalu menyuruh anak belajar di rumah Saya selalu menanyakan PR. Saya selalu ada waktu untuk menemani anak belajar. Saya selalu mengatur dan membimbing kegiatan anak. Ketika anak mendapat nilai yang jelek, saya selalu memberikan nasehat. Saat anak mendapat teguran dari sekolah saya memarahinya. Anak tidak diperbolehkan mengungkapkan pendapatnya. Saya tidak memuji jika anak mendapat nilai bagus. Anak merasa takut ketika ingin bercerita kepada saya. Saya memberikan jadwal harian untuk belajar anak berdasarkan keinginan saya. Anak merasa tidak nyaman saat bercerita kepada saya. Saya tidak peduli saat anak mendapatkan masalah.

89

42 43 44

Anak tidak bisa menceritakan masalah belajarnya karena saya sibuk bekerja. Anak dipaksa belajar ketika di rumah. Saya mengatur kegiatan anak di rumah.

90

Lampiran 7 PEDOMAN WAWANCARA

Pedoman Wawancara untuk Guru 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Bagaimanakah hasil belajar IPS siswa kelas IV? Apakah siswa di kelas IV banyak yang mengalami kesulitan belajar? Bagaimana kebiasaan belajar siswa? Apa saja kendala saat proses pembelajaran? Bagaimana hubungan guru dengan orang tua siswa? Apakah guru sering berkomunikasi dengan orang tua siswa? Apakah orang tua siswa sering konsultasi dengan guru? Bagaimana upaya guru saat siswa mengalami masalah dengan orang tuanya?

91

Pedoman Wawancara untuk Siswa

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Bagaimana hasil belajar di sekolah? Apakah ada waktu luang untuk belajar di rumah? Hal apa yang mendorong/memotivasi untuk belajar? Apakah orang tua di rumah mendukung? Apa yang dilakukan jika mendapat nilai yang kurang bagus? Apakah orang tua memberikan penghargaan terhadap nilai yang diperoleh? Apa yang diharapkan jika mendapatkan nilai yang baik?

92

Pedoman Wawancara untuk Orang Tua 1. Bagaimana hasil belajar anak di sekolah? 2. Apakah anak mengalami kesulitan belajar? 3. Apa yang dilakukan untuk memotivasi belajar anak? 4. Bagaimana hubungan dengan anak? 5. Seberapa sering komunikasi dengan anak? 6. Apakah orang tua menerapkan peraturan dalam keluarga? 7. Peraturan seperti apa yang diterapkan di rumah? 8. Apakah orang tua mengetahui kegiatan anak di luar rumah? 9. Apa yang akan dilakukan jika anak melakukan kesalahan? 10. Apakah orang tua tahu apa yang diinginkan anak? 11. Bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan anak?

More Documents from "desi irkham alfiyani"