Proposal_bab_2_revisi_2[1].docx

  • Uploaded by: RegitaAP
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal_bab_2_revisi_2[1].docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,097
  • Pages: 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea Persalinan normal merupakan impian bagi semua ibu bersalin. Impian tersebut bisa saja terwujud ataupun tidak, karena ada beberapa hal yang menyebabkan persalinan normal tidak dapat dilakukan. Janin dalam rahim masih bisa keluar karena pesalinan normal bukanlah satu-satunya jalan dalam proses pengeluaran janin dari rahim. Operasi Caesar biasa dilakukan sebagai jalan keluarnya janin pengganti persalinan normal. 1. Pengertian Operasi Caesar atau sering disebut dengan Sectio Caesarea adalah melahirkan janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dnding rahim (uterus) (Sugeng dan Weni, 2010). Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro dalam Sugeng dan Weni, 2010). Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (siaksoft.net dalam Sugeng dan Weni, 2010). Dari beberapa pengertian diatas, Sectio Caesarea adalah proses pengeluaran bayi dengan berat badan lebih dari 500 gram dalam kondisi utuh dengan cara insisi pada perut pasien. Tindakan Sectio Caesarea merupakan tindakan operasi besar. Tidak semua

ibu

bersalin

pernah

mengalaminya.

Sectio

Caesarea

dapat

menimbulkan kecemasan, baik bagi ibu bersalin yang sudah pernah maupun ibu bersalin yang mengalami tindakan Sectio Caesarea pertama kali. Kecemasan bisa muncul pada saat pre maupun post tindakan Sectio Caesarea

6

7

dilakukan. Menurut Taufan (2011) , terdapat beberapa masalah yang mungkin muncul pada saat pre dan post tindakan Sectio Caesarea, diantaranya: a. Pre Sectio Caesarea Pada saat pre Sectio Caesarea sering muncul suatu masalah yang dialami ibu bersalin dengan Sectio Caesarea. Masalah yang muncul pada saat pre Sectio Caesarea yaitu kecemasan berhubungan dengan masalah kesehatan, seperti operasi. Kecemasan yang muncul biasanya ditandai dengan ibu bersalin tampak kebingungan dan ketakutan serta sulit ketika berkomunikasi, pasien banyak mengeluarkan keringat dingin dan terlihat pucat. Ibu bersalin yang mengalami kecemasan juga selalu menanyakan proses terjadinya Sectio Caesarea dan kondisi seperti apa yang akan terjadi pada dirinya dan juga janinnya setelah dilakukan tindakan Sectio Caesarea. b. Post Sectio Caesarea Pada post Sectio Caesarea juga muncul masalah kecemasan b.d masalah kesehatan, seperti operasi. Kecemasan post Sectio Caesarea biasanya muncul karena terdapat luka operasi pada perutnya sehingga ibu bersalin mengatakan nyeri pada luka dan tampak menahan rasa sakit. Disamping itu, pada saat post Sectio Caesarea muncul masalah, seperti risiko tinggi infesi b.d adanya jalan masuk organisme ke dalam tubuh. Risiko tinggi infeksi bisa terjadi karena terdapat luka bedah pada perut, sehingga bisa saja bakteri masuk ke dalamnya jika luka tersebut tidak dirawat secara baik. Masalah lain yang mungkin muncul yaitu intoleransi aktivitas b.d respon tubuh terhadap aktivitas, seperti keletihan ataupun efek dari anastesi. Anastesi yang diberikan pada saat Sectio Caesarea memiliki efek bagi ibu bersalin dalam jangka pendek, seperti pusing dan badan lemas. Kondisi tersebut yang mengakibatkan ibu bersalin kesulitan dalam aktifitas sehari-hari post Sectio Caesarea.

8

Banyak penyesuaian yang dibutuhkan ketika terjadi perubahan dalam kehidupan, salah satunya peran menjadi ibu. Tanggung jawab seorang wanita bertambah setelah menjadi seorang ibu dan terkadang hal itu yang menjadikan beban bagi seorang wanita. Terdapa adaptasi psikologis yang terjadi setelah melahirkan, diantaranya: a. Pospartum Blues Postpartum Blues adalah sindrom ibu baru dengan tanda dan gejala sebagai berikut: 1) Reaksi depresi/disforia/sedih. 2) Sering menangis. 3) Mudah tersinggung. 4) Cemas. 5) Labilitas perasaan. 6) Cenderung menyalahkan diri sendiri. 7) Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. 8) Kelelahan. 9) Mudah sedih. 10) Cepat marah. 11) Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat pula menjadi gembira. 12) Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya, serta bayinya. 13) Perasaan bersalah. 14) Pelupa. b. Kesedihan dan dukacita/depresi Depresi dapat berlangsung sekitar 3-6 bulan kelahiran bayi dan juga dalam beberapa kasus sekitar 1 tahun pertama kehidupan bayi. Penyebab terjadinya depresi karena respon terhadap sakit yang dirasakan saat

9

melahirkan atau sebab-sebab lainnya. Tanda dan gejala yang terlihat, seperti: 1) Perubahan pada Mood. 2) Gangguan pada pola tidur. 3) Perubahan mental dan libido. 4) Dapat muncul pula fobia, serta ketakutan akan menyakiti dirinya sendiri dan bayinya.

B. Konsep Dasar Kecemasan Kecemasan bisa dirasakan bagi siapa saja serta bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Sesuatu yang muncul yang bisa menimbulkan kecemasan biasa disebut stressor. Stressor yang muncul, seperti keadaan yang mengancam, keadaan yang tidak diinginkan, serta suatu benda ataupun suatu hal yang menakutkan. 1. Pengertian Kecemasan merupakan pengalaman individu yang bersifat subjektif, yang sering bermanifestasi sebagai perilaku yang disfungsional yang diartikan sebagai perasaan “kesulitan” dan kesusahan terhadap kejadian yang tidak diketahui dengan pasti (Varcarolis dalam Jenita, 2017, h.156). Kecemasan adalah sebagai “kesulitan” atau “kesusahan” dan merupakan konsekuensi yang normal dari pertumbuhan, perubahan, pengalaman baru, penemuan identitas, dan makna hidup (Caplan dalam Jenita, 2017, h.156). Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan juga termasuk respon emosi tanpa objek yang secara spesifik dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. (Suliswati, 2014, h. 108) Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa, kecemasan adalah suatu respon yang ditimbulkan atau perasaan yang

10

dirasakan seseorang berdasarkan pengalaman dan kondisi tertentu yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. 2. Tingkat kecemasan Kecemasan yang dirasakan seseorang memiliki tingkatannya masingmasing. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari respon tiap individu terhadap kondisi yang sedang dihadapinya. Menurut (Peplau dalam Jenita, 2017, h. 109), ada empat tingkat kecemasan yang bisa dialami oleh individu, diantaranya: a. Kecemasan ringan Kecemasan ringan masih ada hubungan dengan ketegangan yang dialami ndividu dalam kehidupan sehari-hari. Individu merasa waspada dan lapang persepsinya meluas, serta menajamkan mata. b. Kecemasan sedang Individu fokus pada pikiran yang menarik perhatiannya, lapang persepsinya sempit, masih bisa melakukan suatu hal sesuai arahan. c. Kecemasan berat Individu memiliki lapangan persepsi yang sangat sempit. Perhatiannya terpusat pada detail yang spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. d. Panik Individu tidak mampu melakukan apapun meskipun mendapat perintah, disebabkan oleh kehilangan kendali diri dan hilangnya detail perhatian.

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

11

Antisipasi

Ringan

Sedang

Berat

Panik

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan 3. Manifestasi klinis Seseorang dikatakan mengalami kecemasan dapat dilihat dari tanda dan gejala yang dilihatkan dari tiap individu. Tanda dan gejala pada kecemasan pada tiap individu bisa dilihat secara fisik, kognitif, perilaku dan emosi. Jenita (2017) menyebutkan tanda dan gejala yang terlihat pada individu yang mengalami kecemasan, diantaranya: a.

Tanda dan gejala secara fisik, seperti napas pendek, tekan darah dan nadi meningkat, sianosis, akoreksia, diare atau konstipasi, gelisah, termor, berkeringat, sulit tidur, dan sakit kepala.

b.

Tanda dan gejala secara kognitif, dilihat dari cara mempersepsikan sesuatu. Persepsi individu tersebut cenderung sempit.

c.

Tanda dan gejala secara perilaku, ditandai dari gerakan individu, seperti gerakan yang tersentak-sentak dengan cara bicara yang cepat dan berlebihan.

d.

Tanda dan gejala secara emosi, individu memperlihatkan rasa menyesal, sedih yang terlalu mendalam, rasa takut, gugup, dan suka cita yang berlebihan.

4. Etiologi Sesuatu hal terjadi karena beberapa faktor. Begitu juga dengan kecemasan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan. Menurut Budi Anna K (2015) menyebutkan penyebab terjadinya kecemasan, antara lain: a. Ketakutan seseorang akan lingkungan yang tidak menerima kondisinya. b. Kejadian-kejadian yang bisa menyebabkan trauma, seperti perpisahan, bencana ataupun kehilangan. c. Keputusasaan seseorang ketika gagal mencapai suatu tujuan.

12

d. Sesuatu yang mengancam integritas diri, seperti hilangnya kemampuan diri dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. e. Sesuatu yang mengancam konsep diri seseorang. 5. Reaksi Kecemasan Kecemasan adalah respon yang ditimbulkan akibat seseorang berada dalam kondisi tertentu. Kecemasan yang terjadi pada seseorang dapat menimbulkan reaksi. Suliswati (2014) menyebutkan reaksi akibat kecemasan dapat dibagi menjadi 2, diantaranya: a. Reaksi Destruktif Reaksi destruktif pada seseorang yang mengalami kecemasan, seperti banyak mengurung diri, tidak peduli terhadap kebersihan diri, tidak komunikatif ketika diajak berbicara, dan tidak nafsu makan. Tingkah laku yang diperlihatkan individu dalam reaksi destruktif merupakan tingkah laku yang disfungsional dan maladaptif. b. Reaksi Konstruktif Kecemasan bisa menunjukkan reaksi konstruktif seperti ingkah laku positif individu unuk melakukan berbagai tindakan yang lebih baik untuk kehidupan yang lebih bermakna. 6. Teori Kecemasan Dalam kecemasan, terdapat beberapa teori yang mendasari timbulnya kecemasan. Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan teori tentang kecemasan seperti yang disebutkan oleh Suliswati (2014), antara lain: a. Teori Psikoanalitik Freud mengatakan bahwa kecemasan yang terjadi pada individu diakibatkan oleh kurangnya respon psikologis dalam pemenuhan kebutuhan orgasme tiap individu. Ketika kebutuhan orgasme individu tidak terpenuhi akan muncul kecemasan. Kecemasan yang muncul akan menjadi semakin besar apabila rangsangan dari luar maupun dari dalam muncul secara terus menerus.

13

b. Teori Interpersonal Dalam teori ini, Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan bisa timbul akibat individu tidak mampu bergaul dengan orang lain atau akibat dari lingkungan yang tidak menerima keberadaan individu tersebut. Individu yang mengalami kecemasan biasanya individu yang memiliki tingkat kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Individu juga akan mengalami kecemasan ketika kehilangan orang yang dicintainya. c. Teori Perilaku Pada teori perilaku, kecemasan akan muncul karena beberapa konflik yang terjadi pada tiap individu. Konflik yang dapat terjadi, seperti kegagalan dalam mencapai tujuan atau impian tertentu serta kondisi diantara dua pilihan. Semakin banyak konflik yang terjadi, semakin besar pula kecemasan yang akan muncul. Perilaku yang diperlihatkan individu merupakan pengalaman yang dirasakan individu setelah mengalami kecemasan. d. Teori Keluarga Kecemasan akan muncul pada tiap keluarga. Kecemasan muncul dalam keluarga akibat perbedaan karakter tiap individu dalam keluarga. Perbedaan yang heterogen yang biasa menyebabkan munculnya kecemasan. e. Teori Biologi Dalam teori biologi, kecemasan timbul pada seseorang yang mengalami gangguan pada neurotransmitter. Aktivitas neurotransmitter GABA (gamma amino butyric acid) berhubungan dengan sistem regulasi kecemasan karena keduanya berfungsi untuk mengontrol kecemasan. Ketika neurotransmitter mengalami gangguan, kecemasan pada tiap individu tidak dapat terkontrol. Selain itu, koping individu juga menjadi tidak efektif akibat kurangnya suplai darah serta asupan nutrisi, pengaruh racun, dan sebab lainnya.

14

7. Patofisiologi Kecemasan Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan aktivitasvinvolunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Serabut saraf simpatis “mengaktifkan” tandatanda vital pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin (epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen, medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil membuat konstruksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya mengembalikan butuh ke kondisi

normal

ataupun

tanda

ancaman

berikutnya

mengaktifkan

kembalirespon simpatis. (Videbeck, 2010) Ansietas menyebabkan respon kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang tidak nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas motorik, agitasi, dan peningkatan tanda-tanda vital. Untuk mengurangi perasaan

tidak

nyaman,

individu

mencoba

mengurangi

tingkat

ketidaknyamanan tersebut dengan melakukan perilaku adaptif yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptif dapat menjadi hal positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar, misalnya: menggunakan teknik imajinasi untuk memfokuskan kembali perhatian pada pemandangan yang indah, relaksasi tubuh secara berurutan dari kepala sampai jari kaki, dan pernafasan yang lambat dan teratur untuk mengurangi ketegangan otot dan tanda-tanda vital. Respon negatid terhadap ansietas dapat menimbulkan perilaku maladaptif, seperti sakit kepala akibat ketegangan, sindrom nyeri, dan respons terkait stress yang menimbulkan efisiensi imun. (Viedbeck, 2010)

15

8. Penatalaksanaan Kecemasan Kecemasan dapat dapat dikurangi dengan dilakukannya penatalaksanaan kecemasan. Penatalaksanaan kecemasan bisa dilakukan dengan cara medikasi dan terapi perilaku kognitif. Menurut Isaacs (2005), penatalaksanaan kecemasan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Terapi Medis Penatalaksanan secara medikasi yaitu pengobatan yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan dengan cara pemberian obat antiansietas. Pentalaksanaan kecemasan secara medikasi pada gangguan kecemasan secara umum dan panik berbeda, seperti berikut ini: 1) Gangguan kecemasan umum Pada gangguan kecemasan umum, diberikan obat antiansietas terutama obat benzodiazepin. Obat benzodiazepin tidak dianjurkan dikonsumsi untuk jangka waktu yang panjang karena bisa menyebabkan ketergantungan. Selain itu, juga diberikan obat nonbenzodiazepin, seperti buspiron (BuSpar) dan juga diberikan berbagai obat antidepresan. 2) Gangguan panik Obat yang diberikan sama dengan pada gangguan kecemasan umum. Tetapi pada gangguan panik obat antidepresan yang diberikan yaitu trisiklik, obat yang sudah terkenal ampuh untuk mengobati panik. b. Terapi perilaku kognitif Penatalaksanaan dengan terapi perilaku kognitif yaitu penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan dengan cara melakukan beberapa terapi yang berfokus pada pola pikir dan isi pikir individu. Pentalaksanaan kecemasan dengan terapi perilaku kognitif pada gangguan kecemasan secara umum dan panik berbeda, sebagai berikut: 1) Gangguan kecemasan umum Terapi perilaku kognitif yang dilakukan pada gangguan kecemasan umum, seperti latihan relaksasi dan umpan balik biologik. Selain itu,

16

terdapat beberapa terapi kognitif yang juga bisa mengurangi kecemasn, seperti mempertanyakan bukti, memeriksa alternatif dan reframing. 2) Gangguan panik Terapi perilaku kognitif yang dilakukan untuk gangguan panik antara lain penyuluhan klien, restrukturasi kognitif, dan pernafasan relaksasi terkendali. Pada gangguan panik, terapi perilaku kognitif dilakukan secara spesifik karena pada terapi ini individu dituntut untuk berproses dalam berpikir tentang penyebab panik, peilaku yang menimbulkan panik, serta cara mempertahankan gecala kecemasan. 9. Pengukuran tingkat kecemasan Kecemasan dapat diukur menggunakan alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Pengukuran dengan menggunakan skala HARS didasarkan pada 14 symptoms yang telihat ketika individu mengalami kecemasan. Pada tahun 1959, skala HARS pertama kali digunakan dan diperkenalkan oleh Max Hamilton hingga sekarang menjadi standar dalam pengukuran kecmasan terutama dalam penelitian trial clinic. Skala HARS telah terbukti tingginya validitas dan reliabilitas sebesar 0.93 dan 0,97. Penilaian kecemasan dalam skala HARS dibagi dalam beberapa kategori, diantaranya: b.

Tidak ada gejala sama sekali memiliki nilai 0

c.

Terjadi satu dari gejala yang ada memiliki nilai 1

d. Terjadi sedang/separuh dari gejala yang ada memiliki nilai 2 e. Terjadi berat/lebih dari separuh gejala yang ada memiliki nilai 3 f. Terjadi sangat berat dari semua gejala yang ada memiliki nilai 4 Derajat kecemasan ditentukan dengan cara nilai skor dan item 1 - 14 dijumlahkan dengan hasil: a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan b. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan

17

c. Skor 15 – 27 = kecemasan sedang d. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.

C. Konsep Dasar Asuhan keperawatan Kecemasan Kecemasan bisa saja terjadi pada semua orang salah satunya pada ibu bersalin. Kecemasan akan muncul ketika seseorang tersebut berada dalam kondisi yang mengancam. Kecemasan dapat meningkat tergantung dari stressor yang terjadi. Untuk mengetahui kecemasan yang terjadi, perlu dilakukan asuhan keperawatan kecemasan, antara lain: 1.

Pengkajian Pengkajian Keperawatan pada pasien dengan ansietas menurut (Stuart, 2007) yaitu: a.

Identitas Klien 1) Inisial

: Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada

laki-laki, karena wanita lebih mudah stress dibanding pria. 2) Umur

: Toddler-lansia

3) Pekerjaan : Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar. 4) Pendidikan : Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan mengalami ansietas b.

Alasan Masuk Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.

c.

Faktor Predisposisi 1) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego. 2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.

18

3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 4) Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam kelurga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi d.

Fisik Tanda Vital: Tekanan Darah : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan. Nadi

: Menurun.

Suhu badan

: Normal (36˚C - 37,5˚C ), ada juga yang mengalami

hipotermi tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya. Pernafasan : Pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik terengah- engah 1) Ukur : TB dan BB: normal (tergantung pada klien) 2) Keluhan Fisik :  refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah. Selain itu juga dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas (Stuart, 2007): B1

: Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah.

B2

: Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa

ingin pingsan, pingsan, TD ↓, denyut nadi ↓. B3

: Refleks ↑, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,

tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang. B4

: Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

B5

: Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman

pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati.

19

B6

e.

: Lemah.

Psikososial: Konsep diri: 1) Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat berlebihan. 2) Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat. 3) Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat. 4) Ideal

diri

:

berkurangnya

toleransi

terhadap

stress,

dan

kecenderungan ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol. 5) Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu. Hubungan Sosial: 1) Orang yang berarti: keluarga 2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat. 3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: + Spiritual: 1) Nilai dan keyakinan 2) Kegiatan ibadah f.

Status Mental: 1) Penampilan : pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya penampilannya tidak rapi. 2) Pembicaraan : bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras. 3) Aktivitas motorik : lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor. 4) Alam perasaan : sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.

20

5) Afek : labil 6) Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan mudah curiga, kontak mata kurang. 7) Persepsi : berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. 8) Proses pikir : persevarsi 9) Isi pikir : obsesi, phobia dan depersonalisasi 10) Tingkat kesadaran : bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat dan orang (ansietas berat) 11) Memori : pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat jangka pendek 12) Tingkat konsentrasi dan berhitung : tidak mampu berkonsentrasi 13) Kemampuan penilaian : gangguan kemampuan penilaian ringan 14) Daya titik diri : menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini. g.

Kebutuhan Persiapan Pulang 1) Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan, keamanan, tempat tinggal, dan perawatan. 2) Kegiatan hidup sehari-hari 3) Kurang mandiri tergantung tingkat ansietas 4) Perawatan diri 5) Nutrisi 6) Tidur

h.

Mekanisme Koping Adaptif (ansietas ringan) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan panik). Menurut Stuart (2007). Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa

21

pemikiran

yang

sadar,

sedangkan

ansietas

berat

dan

sedang

menimbulkan 2 jenis mekanisme koping : 1) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntunan situasi stres secara realistis. 2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relative pada tingkat tidak sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat menjadi repon maladaptif terhadap stres. i.

Masalah Psikososial dan Lingkungan 1) Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam kegiatan kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat. 2) Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan tingkat stressor yang tinggi akan memicu timbulnya ansietas. 3) Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam menempuh pendidikan, tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya. 4) Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak tercapai. 5) Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya karena bencana alam, pengusuran dan kebakaran. 6) Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial dalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya. 7) Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan petugas kesehatan.

j.

Pengetahuan Kurang Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obat-obatan, dan masalah lain tentang ansietas

22

k.

Aspek medik Diagnosa Medik: 1) Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax) 2) Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut: Ketegangan Motorik: a) Kedutan otot atau rasa gemetar b) Otot tegang/kaku/pegel linu c) Tidak bisa diam d) Mudah menjadi lelah Hiperaktivitas Otonomik: a) Nafas pendek/ terasa berat b) Jantung berdebar-debar c) Telapak tangan basah dingin d) Mulut kering e) Kepala pusing/rasa melayang f)

Mual, mencret, perut tidak enak

g) Muka panas/ badan menggigil h) Buang air kecil lebih sering i)

Sukar menelan/rasa tersumbat

Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang a) Perasaan jadi peka/ mudah ngilu b) Mudah terkejut/kaget c) Sulit konsentrasi pikiran d) Sukar tidur e) Mudah tersinggung

23

3) Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin. 2. Diagnosa Menurut Judith M. Wilkinson (2016), diagnosa yang mungkin muncul Pre dan Post Sectio Caesarea adalah: a. Ansietas (sebutkan tingkat: ringan, sedang, berat, panik) berhubungan dengan krisis situasi dan maturasi. 3. Perencanaan Keperawatan a.

Ansietas Tujuan: 1) Ansietas berkurang 2) Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas Kriteria hasil: 1)

Klien bisa mengontrol kecemasannya sehingga tidak menambah tingkat kecemasannya menjadi naik tingkat.

2)

Tanda dan gejala yang telah dijelaskan oleh perawat, klien mampu menyebutkannya kembali.

3)

Klien mampu mengontrol rasa cemas secara mandiri.

Perencanaan Keperawatan 1) Kaji tingkat ansietas klien. Rasional: mengetahui tingkat kecemasan klien dapat memudahkan mengidentifikasi reaksi fisik dari kecemasan. 2) Bantu klien menentukan penyebab ansietas. Rasional: klien dapat mengontrol ansietas yang dirasakannya ketika mengetahui penyebabnya. 3) Jelaskan pada keluarga klien tentang tanda dan gejala ansietas yang dialami klien.

24

Rasional: pengetahuan keluarga yang bertambah membantu pasien mengontrol kecemasannya. 4) Berikan penjelasan pada keluarga perbedaan gejala secara fisik atau gangguan serangan panik. Rasional: membantu keluarga mengenali kecemasan yang terjadi. 5) Jaga diri perawat untuk tetap tenang dalam menangani klien dengan kecemasan. Rasional: kecemasan yang dirasakan individu bisa menular kepada individu yang lain. Ketenangan perawat yang menjadikan rasa cemas klien berkurang. 6) Dorong pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran pasien. Rasional: mengungkapkan perasaan dapat mengurangi beban yang dirasakan sehingga kecemasan berkurang. 7) Ajak pasien fokus pada situasi. Rasional: dapat membantu dalam mekanisme koping yang diperlukan. 8) Ajak klien untuk berdzikir Rasional: sedikit rangsangan positif dapat mengurangi ansietas dan membuat Klien lebih fokus. 9) Ajarkan teknik imajinasi bimbing dan relaksasai progresif. Rasional: dapat mengontrol kecemasan. 10) Beri pujian pada pasien yang mampu beraktivitas sehari-hari. Rasional: pujian yang diberikan dapat meningkatkan harga diri sehingga bisa mengurangi kecemasan. 11) Motivasi pasien baik secara verbal maupun nonverbal. Rasional: pasien merasa diperhtiakn dan dapat meningkatkan harga diri. 12) Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan kemarahannya dengan menangis. Rasional: mengungkapkan perasaan klien dapat membuat pasien lebih tenang.

25

13) Kurangi rangsangan disekitar klien, seperti cahaya yang tidak terlalu terang, tidak terlalu banyak orang, dan dekorasi ruangan yang tidak terlalu berlebihan. Rasional: kondisi sekitar klien yang tidak mendukung akan memperburuk kecemasan yang dirasakan klien. 14) Jauhkan sumber-sumber yang dapat menambah ansietas. Rasional: sesuatu yang mengganggu tidak membuat situasi menjadi lebih baik dan ansietas sulit dikontrol.

4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan; mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dokter atau petugas kesehatan lain. (Judith, 2016) Hari Kesatu: a. Mengkaji tingkat ansietas klien. b. Membantu klien menentukan penyebab ansietas. c. Menjelaskan pada keluarga klien tentang tanda dan gejala ansietas yang dialami klien. d. Mendampingi klien ketika mengalami kecemasan. e. Melibatkan keluarga dalam pengurangan kecemasan. f. Mengajarkan relaksasi nafas dalam g. Mengajak klien untuk berdzikir h. Mengurangi rangsangan disekitar klien, seperti cahaya yang tidak terlalu terang, tidak terlalu banyak orang, dan dekorasi ruangan yang tidak terlalu berlebihan.

26

i. Memotivasi pasien baik secara verbal maupun nonverbal. Hari Kedua: a. Mengucapkan selamat kepada pasien atas kelahiran anaknya. b. Mengkaji tingkat ansietas klien. c. Membantu klien menentukan penyebab ansietas. d. Menjauhkan sumber-sumber yang dapat menambah ansietas. e. Menjelaskan pengaruh cemas terhadap kesembuhan luka pada ibu dan dampak pada janin. f. Menyampaikan teknik-teknik pengurangan kecemasan. g. Mendiskusikan bersama klien mengenai alternatif dalam mengurangi kecemasan. h. Mengajarkan relaksasi nafas dalam. i. Mengajak klien untuk berdzikir. j. Mengurangi rangsangan disekitar klien, seperti cahaya yang tidak terlalu terang, tidak terlalu banyak orang, dan dekorasi ruangan yang tidak terlalu berlebihan. k. Memotivasi pasien baik secara verbal maupun nonverbal. Hari Ketiga: a. Mengkaji tingkat ansietas klien. b. Membantu klien menentukan penyebab ansietas. c. Menjauhkan sumber-sumber yang dapat menambah ansietas. d. Menjelaskan pengaruh cemas terhadap kesembuhan luka pada ibu dan dampak pada janin. e. Menyampaikan teknik-teknik pengurangan kecemasan. f. Mendiskusikan bersama klien mengenai alternatif dalam mengurangi kecemasan. g. Mengajarkan relaksasi nafas dalam h. Mengajak klien untuk berdzikir

27

i. Mengurangi rangsangan disekitar klien, seperti cahaya yang tidak terlalu terang, tidak terlalu banyak orang, dan dekorasi ruangan yang tidak terlalu berlebihan. j. Memotivasi pasien baik secara verbal maupun nonverbal. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan klien yang berpedoman pada hasil dan tujuan yang akan dicapai. (Judith, 2016) a. Ansietas yang dialami klien menurun. b. Klien dan keluarga mampu mengenali tanda dan gejala ansietas. c. Klien mampu mengatasi ansietas yg dialaminya secara mandiri. d. Klien mampu memotivasi diri. e. Klien mampu mengontrol kecemasan.

lingkungan

sekitar pemicu

terjadinya

More Documents from "RegitaAP"

Pathway Gita.docx
June 2020 17
Rpp Kep Kritis. 9.docx
June 2020 11
Lampiran 5.docx
April 2020 12
Askep Ny. R.docx
August 2019 31