Proposal Yulita.docx

  • Uploaded by: Yulita Lombo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Yulita.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,323
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Memasuki masa tua berarti lansia mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang menjadi permasalahan yang paling mendasar karena di dalamnya termasuk masalah kesehatan seperti penglihatan semakin berkurang. Masalah-masalah kesehatan akibat penuaan terjadi pada lansia pada sistem penglihatan, salah satunya katarak (Wijaya S, Putri M, 2013). Katarak yang merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan di dunia diperkirakan jumlah penderita kebutaan katarak akan meningkat pada tahun 2020 (Sefti.R 2015). Data menunjukan setidaknya 285 juta orang di dunia mengalami kebutaan (UGM, 2016). Katarak masih merupakan masalah kesehatan global yang harus segera diatasi, karena kebutaan dapat menyebabkan berkurangnya kualitas sunber daya manusia dan kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengobatannya (Maloring N, 2014). Mata adalah alat indra penglihatan dibentuk untuk menerima rangsangan, berkas-berkas cahaya pada retina dengan perantara mengalihkan rangsangan ini kepusat penglihatan pada otak, bagian mata berfungsi memfokuskan rangsangan cahaya ke retina adalah lensa (Wijaya dan Putri, 2013). Indonesia menjadi Negara dengan jumlah penderita katarak tertinggi di Asia Tenggara, menurut data yang ada penderita katarak di Indonesia adalah sebesar 1,5 persen per dua juta penduduk dan setiap tahunnya 240 ribu orang terancam mengalami kebutaan (Republika, 2016). Berdasarkan data WHO 2010 menunjukan katarak dapat menyebabkan kebutaan lebih dari 17 juta penduduk di dunia. Katarak terjadi 10% pada orang Amerika Serikat dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50% pada usia antara 65-74 tahun jumlah penderita katarak di tingkat Asia Tenggara, mencapai 1,5% atau 2 juta jiwa (Firmansyah, 2015). Menurut data hasil survey yang di lakukan pada tanggal ……… di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Cerah provinsi Sulawesi Utara terdapat 55 jumlah lansia yang diantaranya 15 klien lanjut usia yang menderita katarak.

B. Ruang lingkup Ruang lingkup penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah penerapan Asuhan Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara, yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Keperawatan Lansia pada Klien …… dengan Katarak di Wisma Ratulangi Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia

C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Diketahui gambaran tentang asuhan keperawatan lansia pada klien dengan katarak. 2. Tujuan Khusus a.

Diterapkannya asuhan keperawatan lansiapada klien dengan katarakmelalui proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi.

b.

Diidentifikasi adanya kesenjangan antara teori dan praktek.

c.

Diidentifikasi adanya faktor penunjang dan faktor penghambat.

D. Manfaat Penulisan Dalam penulisanKarya Tulis Ilmiah ini ada beberapa manfaat antara ini : 1. Institusi Pendidikan Akper Rumkit Tk. III Manado Dijadikan sebagai bahan masukan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar khususnya asuhan keperawatan lansiapadaklien dengankatarak. 2. Penulis Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan lansiakhususnya penerapan asuhan keperawatan lansia pada klien dengan katarak. 3. Pembaca

Sebagai referensi dalam pembuatan tugas, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya penerapan asuhan keperawatan lansia pada klien dengan katarak.

Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif, akuratif dengan pendekatan, penanganan asuhan keperawatan lansia pada klien dengan katarak. Teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1.

Wawancara Melakukan pengumpulan data melalui wawancaradengan klien.

2.

Observasi Dengan cara mengamati langsung keadaan pasien untuk mendapatkan data dan perkembangannya.

3.

Dokumentasi Mengumpulkandata yang berhubungan dengan kasus katarak.

4.

Kepustakaan Menggunakan berbagai literatur yang berkaitan dengankasus katarak

Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari lima bab, yaitu :

BAB I

:

Pendahuluan yang meliputi latar belakang, ruang lingkup, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II

:

Tinjauan teoritis konsep dasar katarak meliputi: pengertian, klasifikasi, anatomi dan fisiologi mata, etiologi, patofisiologi, pathway keperawatan, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang dan diagnostik. Konsep dasar lansia meliputi: pengertian, siklus manusia, permasalahan lansia dengan berbagai kemampuannya, teori proses menua, masalah pada proses penuaan, faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua, tujuan gerontik, sifat pelayanan keperawatan gerontik, lingkup asuhan keperawatan gerontik, peran dan fungsi perawat gerontik, pendekatan pelayanan kesehatan lansia, jenis pelayanan kesehatan lansia, fenomena bidang garap keperawatan gerontik, jenis pelayanan kesehatan lansia. Konsep askep lansia dengan katarak meliputi: pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Konsep Dasar Katarak 1. Pengertian Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama(Ilyas S, 2017). Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital) (Aspiani RY, 2014). Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Jitowiyono, 2012).

2. Klasifikasi Menurut Ilyas S (2017) penyakit katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, yaitu : a. Katarak kongenital ialah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan dalam : 1) Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak polaris. 2) Lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau nukleus lensa saja.

Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagaikejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan pupil. b.

Katarak juvenil ialah katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. Katarak juvenil adalah katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.

c.

Katarak senil ialah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Menurut Aspiani RY (2014), katarak senil terbagi atas beberapa macam, yaitu:

1)

Katarak nuclear, ialah kekeruhan terjadi pada inti lensa.

2)

Katarak kortikal, kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa.

3)

Katarak kupliform, terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.

3. Anatomi dan Fisiologi Mata Menurut Pearce E (2014), anatomi atau ilmu urai mempelajari susunan tubuh dan hubungan bagian-bagiannya satu sama lain. Anatomi berasal dari bahasa latin, yaitu ana yang artinya bagian yang memisakan dan tomi yang artinya iris atau potong. Fisiologi mempelajari fungsi atau kerja tubuh manusia

dalam keadaan normal. Fisiologi juga berasal dari bahasa latin yaitu fisis (physis) yang artinya cara kerja, dan logos (logi) yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi anatomi dan fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan atau potongan tubuh dan bagaimana tubuh itu bekerja.

a. Anatomi mata 1) Strultur Mata Eksternal

Gambar 1. Stuktur mata eksternal (Sumber : Kurniady T dalam http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-andriniest6717-2babii(-).pdf, diakses tanggal 01 Juni 2018).

Struktur mata eksternal terdiri atas: a) Alis Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi mata dari sinar matahari. b) Kelopak mata Kelopak mata merupakan dua buah lipatan muskulofibrosa yang dapat digerakkan, dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata ke permukaan bola mata dan mengontrol

banyaknya sinar yang masuk. Kelopak tersusun oleh kulit tanpa lemak subkutis. Batas kelopak mata berakhir pada plat tarsal, terletak pada batas kelopak. Sisi bawah kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva. c) Bulu mata Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya(Kurniady T dalam Digilib Unimus, diakses tanggal 01 Juni 2018).

2) Struktur Mata Internal

Gambar 2. Anatomi Bola Mata (Sumber :https://kantinilmu.com/wp-content/uploads/2016/02/gambar-mata.jpg, diakses tanggal 01 Juni 2018).

a) Sklera Lapisan paling luar dan kuat (bagian “putih” mata). Bila sklera mengalami penipisan maka warnanya akan berubah menjadi kebiruan. Dibagian posterior, sklera mempunyai lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina sentralis. Dibagian anterior berlanjut menjadi kornea. Permukaan anterior sklera diselubungi secara longgar dengan konjungtiva. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.

b) Khoroid Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid. Peradangan pada masingmasing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain disekitarnya.

c) Retina Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu selsel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil. d) Kornea Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan konjungtiva. e) Bilik anterior (kamera okuli anterior) Terletak antara kornea dan iris.

f) Iris

Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu sendiri. g ) Pupil Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina. h)Bilik posterior (kamera okuli posterior) Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang diisi dengan aqueus humor. i) Aqueus humor Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai Saluran Schlemm. j) Lensa Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebalnya ±4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa 17 lamakelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa. k) Vitreus humor Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata, serta mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan sklerotik(Kurniady T dalam Digilib Unimus, diakses tanggal 01 Juni 2018).

B. Fisiologi mata

Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi kanalis optikus, memasuki rongga cranium lantas kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki 3 pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan sklera, lapisan tengah halus seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah vakuler (mengandung banyak pembuluh darah). Pada saat serabut-serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari serabut-serabut itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan perantara serabut-serabut ini, maka setiap serabut nervus optikus dihubungkan dengan kedua sisi otak sehingga indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahay pada retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus oksipitalis otak (Pearce, 2014). 1) Pembentukan bayangan Indera penglihatan menerima rangsangan berkasberkas cahaya pada retina dengan perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan. Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometrik. Pasien yang mengalami gangguangangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa rasa nyeri Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan bayangan abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks. Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang kehilangan kekenyalan lensa(Kurniady T dalam Digilib Unimus, diakses tanggal 01 Juni 2018). 2)

Respon bola mata terhadap benda

Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik negatif secara otomatis(Kurniady T dalam Digilib Unimus, diakses tanggal 01 Juni 2018). 3) Lintasan penglihatan Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang(Kurniady T dalam Digilib Unimus, diakses tanggal 01 Juni 2018). 4. Etiologi Menurut AspianiRY(2014), katarak dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti : a. Usia. b. Trauma oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda-benda radioaktif. c. Penyakit mata seperti uveitis. d. Penyakit sistemis seperti diabetes melitus (DM) . e. Defek kongenital. f. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin. Menurut Ilyas S, (2017)terdapat beberapa faktor yang dapat merupakan

penyebab terbentuknya katarak lebih cepat, seperti : diabetes, radang mata, trauma mata, riwayat keluarga dengan katarak, pemakaian steroid lama (oral) atau obat tertentu lainnya, merokok, pembedahan mata lainnya, terpajan banyak sinar ultra violet (matahari).

5. Patofisiologi Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menajdi tidak dapat larut. Pada proses penuaan, lensa secara terhadap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serat lensa yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru di produksi di korteks, serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa nyeri dan sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan metabolism pada lensa mata. Gangguan metabolism ini, menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang di berbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea di halangi oleh lensa yang keruh/buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibatnya otak menginterpretasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak terapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning, bahkan menjadi coklat atau hitam dan klien mengalami kesulitan dalam membedakan warna (Istiqomah, 2014)

1. Pathway Keperawatan Katarak Lensa normal dengan struktur posterior iris yang jernih, transparan, dan memiliki kekuatan refraksi besar Korteks

Nukleus

Kapsul anterior dan posterior

Pertambahan usia, trauma, radiasi, penyakit Perubahan fisik dan kimia dalam lensa Menyebabkan kepadatan lensa Ketidakseimbangan penyerapan protein lensa normal

Koagulasi

Terputusnya protein lensa normal

Kekeruhan pada lensa mata

Influx air ke dalam lensa

Menghambat jalannya cahaya ke retina

Mematahkan serabut lensa Penurunan tajam pandangan

Mengabutkan pandangan

Prosedur pembedahan

Resiko cedera Pre operasi Gangguan sensori persepsi:

Mengganggu transmisi sinar

Ansietas

Penglihatan

Post operasi Prosedur invasif Terputusnya kontuinitas jaringan

Resiko infeksi

Gangguan status Perubahan status kesehatan, organ indera keterbatasan informasi

Prosedur Gangguan sensori invasif persepsi:

Nyeri

Penglihatan

Ansietas Kurang pengetahuan

Resiko tinggi cedera

Gambar 1. Bagan Pathway Keperawatan Katarak (Sumber : Kurniady T dalam http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdlandriniest-6717-2-babii(-).pdf), diakses tanggal 01 Juni 2018).

7.Manifestasi Klinis Pasien dengan katarak mengeluh, gangguan penglihatan dapat berupa : a. Merasa silau. b. Berkabut, berasap. c. Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup d. Melihat ganda e. Melihat warna terganggu f. Melihat halo sekitar sina g. Penglihatan menurun. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus(Ilyas S, 2017).

8. Komplikasi Komplikasi preoperasi katarak antara lain glaukoma sekunder, uveitis, dan dislokasi lensa. Menurut AspianiRY (2014), komplikasi post operasi penyakit katarak diantaranya, yaitu : a. Edema kornea. b. Prolapsus iris. c. Bilik mata depan yang dangkal. d. Glaukoma. e. Hipermetropia tinggi absolute (menyebabkan kehilangan kekuatan konvergensi

sekitar 18 dioptri dan bersifat absolute karena tidak ada bagian yang dapat mengkompensasi daya akomodasi). f. Astigmatisme. g. Kehilangan daya akomodasi. h. Perubahan persepsi warna.

9.Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak (Ilyas S, 2017).Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini, pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan disekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak ekatrakapsular. Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau skleraanterior (fakoemulsifikasi) (Kurniady T dalam Digilib Unimus, diakses tanggal 01 Juni 2018). Menurut AspianiRY (2014), pembedahan dilakukan bila ketajaman penglihatan sudah menurun sehingga mengganggu pekerjaan. Jenis pembedahan untuk katarak, ialah : a.Extracapsular Cataract Extractie (ECCE) Extracapsular Cataract Extractie (ECCE) merupakan tindakan pembedahan dimana isi lensa dikeluarkan setelah pembungkus depan dibuat lubang sedang pembungkus belakang ditinggalkan. Dengan teknik ini, terdapat ruang bebas ditempat bekas lensa sehingga memungkinkan menempatkan lensa pengganti yang disebut sebagai lensa tanam bilik mata belakang (posterior chamber intraocular lens). Dengan teknik ini sayatan lebih kecil (10-11 mm), sedikit jahitan dan waktu penyembuhan lebih pendek. b.Intra Capsular Cataract Extratie (ICCE) Intra Capsular Cataract Extratie (ICCE)merupakan tindakan pembedahan yaitu mengeluarkan lensa dalam keadaan lensa utuh. Dilakukan dengan membuka atau menyayat selaput bening dan memasukkan alat melalui pupil, kemudian menarik lensa keluar. Seluruh lensa dengan pembungkus atau kapsulnya dikeluarkan dengan lidi (probe) beku (dingin). Pada operasi ini dibuat sayatan selaput bening yang cukup luas, jahitan yang banyak (14-15 mm) sehingga penyembuhan lukanya memakan waktu yang lama. c.Fakoelmulsifikasi Untuk mencegah astigmatisme pasca bedah EKE, maka luka dapat diperkecil dengan tindakan bedah fakoelmulsifikasi. Pada tindakan ini lensa yang katarak di fragmentasi dan diaspirasi.

Tindakan operasi katarak dengan Teknik Fakoelmulsifikasi memiliki banyak keunggulan diantaranya : 1) Dengan alat fako seluruh lensa dapat dihancurkan dan kemudian disedot/dihisap keluar. 2) Penggunaan lensa tanam hanya cukup ditutup dengan 1 atau 2 jahitan, atau pada kondisi tertentu tidak memerlukan jahitan sama sekali. 3) Masa penyembuhan lebih singkat. Setelah pembedahan pasien segera diberi obat untuk mengurangi rasa sakit karena operasi katarak adalah suatu tindakan yang menyayat. Antibiotik diperlukan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak sempurna. Klien diberi obat tetes mata steroid untuk mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah dan diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi. Tujuan Perawatan post operasi katarak adalah, mencegah : a. Peningkatan Tekanan Intra Okular (TIO). b. Tegangan pada jahitan c. Perdarahan pada ruang anterior d. Infeksi. Penatalaksanaan setelah operasi terutama ditujukan untuk mencegah infeksi dan terbukanya luka operasi. Klien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari mengangkat beban berat selama satu bulan. Mata ditutup selama beberapa hari atau dilindungi dengan kaca mata atau pelindung pada siang hari selama beberapa minggu harus dilindungi dengan pelindung logam pada malam hari.(Aspiani RY, 2014).

10. Pemeriksaan Penunjang dan diagnostik Menurut AspianiRY(2014), pemeriksaan penunjang katarak, yaitu : a). Uji refraksi, Tekanan darah, Riwayat alergi obat, Uji anel, Uji keratometri. b). Pengukuran tonometri: mengkaji struktur intraokuler, mencatat atrofi lempeng optik, pupil edema, perdarahan retina.

c).

Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnosa katarak.

d).

Pemeriksaan darah lengkap, LED: menunjukkan anemia sistemik/infeksi.

e). Tes toleransi glukosa: menentukan adanya atau kontrol diabetes. Sedangkan menurut Ilyas S, dkk (2017) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien katarak adalah a.

Pemeriksaan sinar celah (slitlamp),

b.

Funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pascabedah dan fisik umum.

c.

Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Pada katarak nuklear tipis dengan miopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan, sebaliknya pada katarak kortikal posterior yang kecil akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang sangat berat pada penerangan yang sedang ataupun keras akan tetapi bila klien berada ditempat gelap maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuannya.

B.Konsep Dasar Lansia 1.Pengertian Gerontologi berasal dari kata Geros= lanjut usia dan Logos= ilmu. Jadi gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktorfaktor yang menyangkut lanjut usia. Geriatri berasal dari kata Geros = lanjut usia dan Eatrie = kesehatan/medikal.Geriatri adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang penyakit atau kecacatan yang terjadi pada lanjut usia. Gerontik berasal dari kata gerontologi dan geriatrik. Sedangkan Keperawatan Gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan gerontik yang berbentuk bio- psiko-sosio-cultural dan spiritual yang komprehensif, yang ditunjukkan pada klien lanjut usiabaik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Aspiani RY, 2014). a. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita(Aspiani RY, 2014). b. Menurut Setianto (dalam Muhith A, 2016), seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. c. Lansia menurut Pudjiastuti (dalam Muhith A, dkk 2016), lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. d.Lansia menurut Muhith A, (2016) adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.

2. Masalah Penglihatan Pada Proses Penuaan Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, di antaranya sistem penglihatan yang dijelaskan sebagai berikut: a. Penglihatan 1) Kornea lebih berbentuk sferis (bola). 2) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respons terhadap sinar. 3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa). 4) Meningkatnya pengamatan sinar: daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap. 5) Hilangnya daya akomodasi. 6) Menurunnya lapang pandang dan berkurangnya luas pandang. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala (Muhith A, 2016).

3. Tujuan Gerontik a. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf setinggitingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan. b. Memelihara kondisi ke sehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental. c. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu. d. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

e. Bagi para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah berada pada stadium terminal, untuk memberikan bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian/dalam akhir hidupnya, memberikan bantuan moril dan perhatian yang maksimal, sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang atau comfortabel death (Aspiani RY, 2014).

4. Sifat Pelayanan Keperawatan Gerontik a. Independen (mandiri) Independen (mandiri) merupakan pelayanan dalam melakukan asuhan keperawatan dapat dilakukan secara mandiri keperawatan. b. Interdependen atau kolaborasi Interdependen atau kolaborasi yaitu dalam melakukan asuhan keperawatan bekerja sama dengan petugas kesehatan lainnya. c. Humanistik Humanistik merupakan pelayanan dalam melakukan asuhan keperawatan memandang lansia sebagai makluk yang perlu diberikan perawatan secara layak dan manusiawi. d. Holistik Holistik yaitu Dimana lansia memiliki kebutuhan yang utuh baik bio-psikososial dan spiritual yang mempunyai karakteristik yang berada antara yang satu dengan yang lainnya (Aspiani RY, 2014).

5. Lingkup Asuhan Keperawatan Gerontik a. Pencegahan ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan. b. Perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lanjut usia akibat proses penuaan. c. Pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lanjut usia (Aspiani RY, 2014).

6.Peran dan Fungsi Perawat Gerontik a. Sebagai care giver atau pemberi perawatan secara langsung. b. Sebagai pendidik lansia keluarga dan masyarakat. c. Sebagai motivator dan inovator lansia. d. Sebagai advokator lansia. e. Sebagai konselor lansia (Aspiani RY, 2014).

7.enis Pelayanan Kesehatan Lansia Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan, yaitu Peomotif, preventif, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecatatan, serta pemulihan.

a.Promotif Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga profesional dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia yaitu sebagai berikut: 1) Mengurangi cedera. 2) Meningkatkan keamanan ditempat kerja. 3) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang bururk. 4) Meningkatkan keamanan, penanganan makanan dan obat-obatan. 5) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut.

b. Preventif Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier. Contoh pencegahan primer: program imunisasi, konseling, dukungan nutrisi, exercise, keamanan di dalam dan di sekitar rumah, menejemen stres, menggunakan medikasi yang tepat. Melakukan pencegahan sekunder meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa gejala. Jenis pelayanan pencegahan sekunder: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kanker, skrining: pemeriksaan rektal, mamogram, papmear, gigi, mulut (Aspiani RY, 2014). c. Rehabilitatif Prinsip: 1) Pertahankan lingkungan yang aman 2) Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktivitas dan mobilitas. 3) Pertahankan kecukupan gizi. 4) Pertahankan fungsi pernafasan . 5) Pertahankan aliran darah. 6) Pertahankan kulit. 7) Pertahankan fungsi pencernaan. 8) Pertahankan fungsi saluran perkemihan. 9) Meningkatkan fungsi psikososial. 10) Pertahankan komunikasi. 11) Mendorong pelaksanaan tugas(Aspiani RY, 2014).

C.Konsep Asuhan Keperawatan Lansia dengan Katarak Proses keperawatan menurutWijayaS, PutriM (2013), yaitu 1. Pengkajian a. Anamnesis 1) Katarak terjadi pada semua umur tetapi umumnya pada lanjut usia. 2) Riwayat trauma, trauma tumpul atau tidak tembus dapat merusak kapsul lensa. 3) Riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar sinar radioaktif/sinar X. 4) Riwayat penyakit misalnya penyakit mata yang lain dan penyakit sistemik. 5) Riwayat penggunaan obat-obatan b. Pemeriksaan Fisik : 1) Klien mengeluhkan penurunan pandangan bertahap dan tidak nyeri. 2) Pandangan kabur, berkabut atau pandangan ganda. 3) Klien juga memberikan keluhan bahwa warna menjadi kabur atau tampak kekuningan. 4) Jika klien mengalami kekeruhan sentral klien mungkin melaporkan dapat melihat lebih baik pada cahaya suram dari pada terang karena pada saat dilatasi klien dapat melihat dari sekeliling kekeruhan. 5) Kaji visus, terdapat penurunan signifikan. 6) Inspeksi dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan pada katarak lanjut terdapat area putih keabu-abuan.

Pada pengkajian ini akan didapatkan kecemasan dan ketakutan kehilangan pandangan. 1) Aktivitas dan istirahat Gejala : Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan. 2) Makanan dan cairan Gejala : Mual/muntah 3) Neurosensori Gejala : a)

Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap.

b)

Perubahan kacamata atau pengobatan untuk tidak memperbaiki penglihatan Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil.

c)

Peningkatan air mata (1)

Nyeri/ kenyamanan Gejala : Ketidaknyamanan ringan/ mata berair

(2)

Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler, terpajan pada radiasi, steroid atau toksisitas fetotiazin (Wijaya S, Putri M, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan persepsi sensori perseptusl (visual) berhubungan dengan kekeruhan pada lensa mata b. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan visual, umur atau berada pada lingkungan yang tidak di kenal

c. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan terbatasnya informasi atau kesalahan interpretasi informasi yang sudah didapat sebelumnya d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3.Intervensi a. Diagnosa : Gangguan persepsi sensori perseptusl (visual) berhubungan dengan kekeruhan pada lensa mata b.Tujuan: Klien akan mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses rangsangan visual dan mengomunikasikan pembatasan pandangan c. Kriteria hasil : Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi penglihatan.

Tabel 1. Intervensi dan Rasional Diagnosa I Intervensi 1. Kaji dan dokumentasi ketajaman penglihatan (visus) 2. Orientasikan klien pada lingkungan 3. Letakkan alat-alat yang paling digunakan dalan pandangan klien 4. Berikan pencahyaan yang paling sesuai bagi klien 5. Beritahu klien bentuk-bentuk rangsangan alternative

Sumber : (Istiqomah,2014)

Rasional 1. Menentuan seberapa bagus visus klien 2. Memfasilitasi kebebasan bergerak dengan aman 3. Mengembangkantindakan independent dan meningkatkan keamanan. 4. Meningkatkan penglihatan klien 5. Meningkatkan stimulasi saat pandangan menjadi terbatas

 Diagnosa : Resiko cedera (injuri) berhubungan dengan penurunan visus dan  Tujuan

kekeruhan pada lensa mata. : Klien tidak mengalami cedera atau gangguan visual akibat jatuh Kriteria.

 Hasil

: Klien mampu mengidentifikasikan hal-hal meningkatkan resiko Jatuh.

Tabel 2. Intervensi dan Rasional Diagnosa II Intervensi 1. Kurangi

resiko

bahaya

Rasional dari 1. Mencegah cedera

lingkungan klien 2. Beritahu klien untuk mengubah 2. Mencegah pusing posisi secara perlahan 3. Beritahu klien agar tidak meraih benda

untuk

stabilitas

saat

ambulasi 4. Dorong klien untuk menggunakan

3. Mencegah

jatuh

akibat

perubahan kedalaman persepsi

peralatan adaptif (tongkat) untuk ambulasi sesuai kebutuhan 5. Beritahu klien untuk naik dan 4. Memberikan sumber stabilitas turun 1 kali dalam satu waktu 5. Meningkatkan rasa keseimbangan

Sumber :(Istiqomah,2014)

 Diagnosa

: Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan terbatasnya informasi atau kesalahan interpretasi informasi yang sudah didapat sebelumnya  Tujuan : Mengembangkan rencana perawatan diri dalam perubahan hidup yang diinginkan  Kriteria hasil : Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri.

Tabel 3. Intervensi dan Rasional Diagnosa III Intervensi Rasional 1. Diskusikan kemampuan klien 1. Menentukan kebutuhan bantuan, sekarang untuk memenuhi karena sebagian didasarkan pada kebutuhan perawatan diri dan tingkat fungsi klien sekarang aktivitas sehari-hari klien 2. Evaluasi bagaimana kemampuan fungsi klien sekarang akan terpengaruh oleh pembatasan aktivitas dan kebutuhan

2. Menentukan

kesadaran

klien

terhadap pembatasan. Klien mungkin tidak menyadari bahwa perlunya perawatan

3. Memfasilitasi penerimaan terhadap 3. Bantu klien menentukan sisi realistic untuk perawatan

rencana 4. Meningkatkan kepatuhan klien

4. Ajarkan klien aktivitas perawatann diri yang diperlukan Sumber : (Istiqomah,2014)

 Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan  Tujuan : Tidak terjadi kecemasan  Kriteria hasil: Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal

Tabel 4. Intervensi dan Rasional Diagnosa IV Intervensi 1. Kaji tingkat ansietas 2. Berikan

informasi

Diskusikan dan

Rasional 1. Mengetahui akurat.

bahwa

pengawasan

pengobatan

mencegah

kehilangan penglihatan tambahan

sejauh

mana

kecemasan yang di rasakan klien 2. Menurunkan

ansietas

sehubungan

dengan

ketidakmampuan atau harapan yang

akan

datang

dan

memberikan fakta untuk membuat pemulihan 3. Dorong klien mengakui masalah

pengobatan

dan mengekspresikan perasaan

3. Memberikan kesempatan klien menerima

situasi

nyata,

mengklarifikasi salah konsep dan pemecahan masalah 4. Identifikasi

sumber/orang

menolong

yang 4. Memberikan keyakinan bahwa klien

tidak

sendiri

dalam

menghadapi masalah Sumber : (Istiqomah,2014)

4. Implementasi Disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan umum klien (Jitowiyono S, 2012). 5. Evaluasi Disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan menggunakan metode SOAP (Jitowiyono S, 2012).

Related Documents

Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58
Proposal
November 2019 62

More Documents from ""

Proposal Yulita.docx
June 2020 0
Timah.docx
October 2019 21
1.docx
October 2019 25
2017.docx
October 2019 19