Proposal Taupan.docx

  • Uploaded by: pulo lestari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Taupan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,321
  • Pages: 50
BAB I

PENDAHULUAN

Pada dasarnya Pembangunan kesehatan merupakan salah satu dari upaya pembangunan nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujut derajad kesehatan yang optimal. Bangsa Indonesia dalam hal ini pemerintah Indonesia merumuskan visi dan misi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia sehat 2010, yang mana menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berprilaku hidup bersih dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI,2003 ). Beranjak dari permasalahan itu setiap warga masyarakat diharapkan juga ikut berperan aktif dalam pembangunan nasional ini, pada khususnya penbangunan dalam bidang kesehatan. Untuk mewujutkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemeliharan

yang

dilaksanakan

secara

menyeluruh,

terpadu

dan

berkesinambungan. Pelayanan kesehatan dengan pendekatan medis sekarang ini perlu ditingkatkan lagi sebagaimna profesi yang telah digeluti, perlu pendekatan yang bersifat mutlidisipliner yang berarti seorang penderita mendapatkan pelayanan medis yang

1

2

Melibatkan disiplin ilmu antara lain : medis, fisioterapi, keperawatan, occupational terapi, fisikologi, orthotik, dan protseptik, pekerja sosial medis dan lain-lain sesuai dengan strategi nasional. Upaya kesehatan yang dilakukan lebih diutamakan pada upaya prenfektif , promotif , kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan fisioterapi adalah pelayanan yang dilakukan pada individu dan masyarakat dalam memelihara, meningkatkan, memperbaiki fungsi dan fungsi gerak. Fisioterapi sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara serta memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peralatan (fisik, elektroterapeutik dan mekanik), pelatihan fungsi, serta komunikasi (Kep-Men, Kes 1363/2001).

A. Latar Belakang Fraktur kompresi vertebra lumbal terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma. Fraktur kompresi dapat terjadi gerakan sederahana seperti terjatuh pada kamar mandi, bersin, atau mengangkat beban yang berat. Vertebra lumbalis merupakan tulang terbesar dan terkuat dari semua tulang yang berada pada tulang belakang. Vertebra ini dimulai dari lengkung lumbal (yaitu, persimpangan torakolumbalis) dan meluas ke sacrum. Otot-otot yang melekat pada vertebra lumbalis menstabilkan tulang belakang. Fraktur vertebra lumbalis disebabkan oleh trauma berat atau keadaan patologis yang melemahkan tulang. Lumbal adalah tulang belakang yang paling mobile, sehingga

3

rentan terjadi penjepitan atau iritasi. Salah satu penyakit yang mengakibatkan penurunan gerak dan fungsi adalah gangguan saraf. Saraf mempunyai peranan penting dalam menghantarkan rangsang. Meskipun saraf berada di dalam dan terlindung oleh organ sekitar, namun besar kemungkinan terjadi penjepitan sehingga terjadi iritasi maupun peradangan. Dalam hal ini peran fisioterapi pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal dalam mengembalikan aktifitas fungsional seperti semula dengan menerapkan metode terapi seperti pemberian infra red dan terapi latihan ditujukan agar fungsi dan gerak menjadi tidak terganggu dan mencegah timbulnya komplikasi.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang didapat adalah sebagai berikut : (1) Apakah Infra merah dapat mempelancar sirkulasi darah dan menghilangkan nyeri ?. (2) Apakah terapi latihan dapat meningkatkan kekuatan otot serta ADL ?

C. Tujuan Dalam rumusan masalah yang telah ada, maka ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, antara lain: (1) Untuk mengetahui Infra merah dapat mempelancar sirkulasi darah dan menghilangkan nyeri. (2) Untuk mengetahui terapi latihan dapat meningkatkan kekuatan otot serta ADL.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus Yang Dikaji

I.

Definisi 1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Bruner & Suddart, 2013). 2. Fraktur vertebra adalah gangguan kontinuitas jaringan tulang yang terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorsinya yang terjadi pada ruas-ruas tulang pinggul karena adanya trauma/benturan yang dapat menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung atau tidak langsung, sedangkan Fraktur kompresi vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang akibat tekanan dari tulang. (Mansjoer, 2014).

II.

Anatomi & Fisiologi a. Tulang Tulang punggung atau columna vertebra adalah sekumpulan tulang yang tersusun dalam columna vertebralis yang berfungsi untuk menyangga tubuh pada posisi berdiri diatas dua kaki. Columna vertebra dibentuk oleh serangkaian tulang vertebra yang terdiri dari 33 vertebra yaitu 7 buah vertebra cervicalis, 12

4

5

vertebra thorakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 os sacrum, dan 3 – 4 coccygis. Setiap vertebra saat pembentukannya (embryo) berasal dari sekitar notochord beserta arcus neuralis yang mengelilingi neural tube, dan elemen costa. Masing –masing itu akan membentuk bagian – bagian tulang vertebra. Centrum akan menjadi corpus vertebra, arcus neuralis menjadi menjadi lengkungan di bagian belakang corpus terdiri dari pendiculus arcus vertebra (pendiculus) dan lamina arcus vertebra (lamina) yang menyatu dibagian belakang membentuk processus spinosus. Diantara pediculus dan lamina terdapat procesus tranversus. Elemen costa pada vertebra cervicalis membentuk bagian di kiri kanan belakang corpus sebagai tuberculum anterius dan procesus tranversus menjadi tuberculum posterius. Vertebra cervicalis mengalami lengkung ke dalam atau lordosis. Hal yang sama juga dialami vertebra lumbalis yang juga mengalami tekanan akibat berat dari tungkai. Dengan demikian setelah lahir dan usia lanjutnya akan dijumpai lordosis cervicis, kyposis thoracalis, lordosis lumbalis, dan kyposis sacrali. Diskus intervertebralis adalah suatu jaringan fibro – cartilage yang terdapat diantara dua buah corpus vertebra. Didalam diskus ini terdapat nuclus pulposus yang dikelilingi serabut collagen yang membentuk annulus fibrosus. Pendiculus dan lamina pada setiap vertebra membentuk foramen vertebra. Dalam rangkaian columna vertebra, foramina membentuk suatu saluran yang dinamakan canalis vertebralis yang bentuknya hampir berupa

6

segitiga. Canalis vertebralis merupakan tempat untuk medulla spinalis dengan pembungkus dan serabut saraf – sarafnya. Setiap vertebra saling berhubungan satu sama lain melalui persendian antara sebuah procesus articularis superior suatu vertebra (misalnya vertebra lumbalis pertama ) dengan procesus articularis inferior dari vertebra di atasnya (dalam hal ini vertebra thorakalis ke 12). Sendi ini merupakan suatu plant joint (synovial joint) sendi ini memungkinkan gerakan relatif terbatas. Dari antara semua tulang vertebra, didapati bentuk yang khas. Vertebra cervicalis pada umumnya berbentuk segi empat, dengan procesus tranversus yang terbelah dua, dengan tuberculum anterius dan tuberculum posterius di depan dan belakangnya. Vertebra C1 dinamakan atlas berartikulasi dengan os occipital pada condylus occipitalis. Vertebra C2 disebut axis mempunyai corpus yang menonjol ke atas dan membentuk dens axis. Vertebra C6 mempunyai cirri berupa tuberculum anterius yang sering menonjol disebut

tuberculum coroticum. Dan vertebra C7 dinamakan

prominens, berbeda dengan yang lain karena mempunyai procesus spinosus. Vertebra thoracalis mempuyai korpus yang menyerupai bentuk jantung kartu. Procesus spinoususnya panjang dan runcing menghadap ke bawah hingga menyulitkan gerakan flexi dan extension antar vertebra. Pada vertebra T10 –T12 hanya terdapat fovae costalis di kiri – kanan corpus dengan posisi lebih di tengah. Vertebra T12 sering menunjukan procesus spinousus yang mirip vertebra lumbalis.

7

Vertebra lumbalis mempunyai corpus yang bentuknya mirip ginjal. Pediculus dan lamina lebih tebal dan kokoh, procesus spinosus berbentuk segi empat yang relative besar dan kokoh. Procesus tranversus tidak menonjol, tetapi dijumpai procesus mamilaris dan procesus accessories. Embryologi procesus mammilaris ini adalah procesus tranversus yang sebenarnya. Os sacrum masi menunjukan sisa dari lima tulang yang menyatu. Di bagian belakang pada garis tengah terdapat crista sacralis mediana yang merupakan fusi procesus spinosus, disertai crista sacralis lateralis bekas procesus transverses dan crista sacralis medialis ( intermedia ) hasil fusi procesus articularis. Os sacrum melengkung kearah depan dan ke lateral. Pada laki – laki lengkungan ini lebih nyata disbanding dengan wanita. Bentuk facial pelvic yang relative lebih lurus menguntungkan pada wanita yang melahirkan. Os coccygis adalah beberapa tulang ekor sangat kecil di ujung caudal os sacrum. Jumlahnya 3 – 4 buah yang paling atas mempunyai cornu coccygeum yang berhubungan dengan cornu ossi sacri.

8

Gambar 2.1 : Tulang punggung atau columna vertebralis.

9

Gambar 2.2 : Vertebra lumbal 1-5

10

b. Otot Otot – otot ini terdapat sepanjang columna vertebra mulai dari os occipital hingga panggul. Kedalamannya termasuk kelompok otot untuk flrxio – extension dan rotasi kepala serta leher, otot – otot pendek. a)

Otot – otot Anterior columna vertebralis Terdapat musculus longus colli, M. longus capitis, m. rectus

capitis anterior, dan m. rectus capitalis lateralis. Musculus longus colli terbagi menjadi otot berjalan miring dan yang tegak lurus, mempunyai origo pada tuberculum anterior vertebra cervicalis ke 3 - 5 dan corpus vertebra thoracalis ke 1 – 3. Lalu berintesio pada tuberculum anterior vertebra cervicalis 1 – 6. b)

Otot – otot Lateral columna vertebralis Di bagian ini terdapat m. scalenus anterior, m. scalenus medius

dan m. scalenus posterior. Musculus scalenus anterior berpangkal pada tuberculum anterior vertebra cervical ke 3 – 7 dan berintesio pada permukaan atas costa pertama. Musculus scalenus medius yang bererigo pada tuberculum posterior vertebra cervical ke 2 – 7, mempunyai intension pada costa pertama di belakang pelekatan musculus scalenus anterior. c)

Otot – otot Posterior columna vertebralis

11

Otot

bagian

spinotranversalis,

posterior

segmentalis,

terdiri otot

dari

kelompok

otot

erector



otot spinae,

tranversospinalis, dan otot – otot suboccipitalis. d)

Otot – otot spinotransversale Kelompok otot untuk flexio – extension dan rotasi kepala serta

leher terletak pada lapisan superficial, terdiri atas musculus splenius capitis dan musculus splenius cervicis. Origo musculus splenius capitalis adalah pada ligamentum nuchae, procesus spinosus vertebra cervicalis ke 7 dan vertebra thoracalis ke 1 – 3 . otot ini berintesio di bagian lateral linea nuchae superior. e)

Otot – otot segmental Kelompok

otot

musculi

intertransversarii : adalah otot

interspinale

dan

musculi

pendek yang terdapat seppanjang

columna vertebralis sampai vertebra lumbalis ke 5 menghungkan procesus spinosus dan procesus tranverrsus pada vertebra. Musculi interspinales menghubungkan procesus tranversus suatu vertebra dengan procesus spinosus vertebra di atasnya. f)

Otot – otot erector spinae Otot sacrospinae secara umum berawal pada crista mediana

ossis sacri, sepanjang procesus spinousus vertebra lumbalis dan vertebra thoracalis 10 – 12 serta ligamentum interspinale. Otot erector spinae (sacrospinalis) dibagi atas : a). Musculus iliocostalis (lateral) menyambung dari os sacrum sampai cervicalis terdiri dari : musculus

12

iliocostalis lumborum dan musculus iliocostalis cervicis. b). Musculus longissum (medial) otot ini mempunyai intension pada semua procesus tranversus mulai dari lumbalis sampai dengan thoracica, berdasarkan origonya otot ini di bagi menjadi : M. longissimus thoracis, M. longissimus services, M. longissimus capitis. c). Musculus spinalis di bagi menjadi : M. spinalis thoracis, M. spinalis cervicis. g)

Otot – otot transversospinalis Otot – otot ini terletak di kiri kanan procesus spinosus mulai dari

os sacrum sampai cervical 1. Serabutnya kea rah medial cranial. Tergantung lokasinya terdiri dari : a). Musculi multifidi berdasarkan origo dibagi atas : M. multifidus lumbarum, M. multifidus thoracic, M. multifidus cervicis. b). Musculi smispinalis dibagi menjadi : M. semispinalis capitis, M. semispinalis cervicis, M. semispinalis thoracis. c). Musculi rotators dibagi menjadi : M. rotatores thoracis, M. rotatores cervicis, M. rotatores lumborum. Bersama dengan itu sambil tetap mempertahankan posisi dalam keseimbangan otot – otot itu juga memungkinkan gerakan (1) flexio – extension ( M. multifidi dan M. culi spinalis), (2) latero–flexio (M. multifidi dan M. intertranversarii), dan (3) rotasi (M. multifida dan M. rotatores ). Pada kenyataanya, setiap gerakan tersebut dibantu juga oleh otot – otot anggota tubuh atas dan bawah.

13

Gambar 2.3 : Otot – otot pada columna vertebralis

14

c.

Peredaran Darah Peredaran darah terdiri atas jantung, pembuluh darah dan saluran

linfe. Jantung organ pemompa terbesar yang memelihara peredaran darah melalui seluruh tubuh. Beberapa peredaran darah diantaranya : Setiap vertebra mendapat aliran darah yang berasal dari aorta descendens dan cabang arteriasubclevia. Vertebra cervicalis menerima darah dari arteria cervicalis profunda cabang dari truncus costocervicalis, dan truncus itu sendiri adalah salah satu cabang dari arteria subclevia. Vertebra thoracica mendapat dari cabang spinal dari aorta thoracica sedangkan vertebrae lumbales dari arteriae lumbales yang merupakan cabang aorta abdominalis (arteria adamkwiecz). Os secrum menerima darah dari arteria sacralis mediana cabang aorta abdominalis dan arteriae sacrales laterales cabang arteria iliaca interna. Arteria vetebral, cabang arteria subclavia, dapat dijumpai pada voramen transversarlum vertebrae cervicales keenam sampai yang pertama. Pembulu darah ini tidak mempunyai cabang yang mengurus vertebra, tetapi akan menuju rongga cranium mengurus kebutuhan darah otak dan medulla spinalis. Cabang yang mengurus medulla spinalis adalah arteria spinalis arterior dan arteria spinalis posterior yang masing-masing dapat dijumpai sepanjang sulcusmediana arterior dan sulcusmediana posterior medulla spinalis itu. Aliran darah vena dari columna vertebralis diterusan melalui plexus venoxus vertebrali sinternus dan plaxus venosus vertebralis externus. Plexus venosus vertebralis internus dan arteria dan plaxus venosus vertebralis

15

internus porterior terleteak diantara lapisan duramater dan tulang vertebra (periosteum) atau rongga epidural spinalis. Plexus venosus vertebralis enterna terdiri atas plexus venosus vertebralis externus arterior didepan corpus vertebra dan plexus venosus vertebralis externus posterior yang mengurus aliran darah dibagian belakang. Darah selanjutnya diteruskan ke vena sekmentalis dan kemudian dialirkan melalui vena azygos, vena hemiazygos dan vena hemiazygos accessoria. Yang penting dari sistem vena ini adalah bahwa vena-vena tersebut tidak dilengkapi dengan katup yang menahan aliran darah yang membalik. Dengan demikian, jika terjadi peninggian tekanan intro-thoracal atau intro-abdolminal dapat terjadi aliran darah yang membalik. Hal ini perlu diketahui berkaitan dengan kemungkinan aliran atau migrai sel tumor ganas.

16

Gamabar 2.4 : Arteri medulla spinalis diliat dari anterior

17

Gambar 2.5 : Pembuluh darah vena medulla spinalis

18

d. Persarafan 1. Nervus Lumbalis Nervus lumbalis ada lima pasang nervus spinalis yang berasal dari segmen medulla spinalis. Masing-masing tersebut dibagi menjadi bagian primer anterior yang pecah menjadi

cabang medial yang

mempersarafi otot-otot multifidus dan cabang lateral ke otot-otot sakro spinalis dan menjadi cabangcutaneus. Bagian primer anterior bersama-sama dengan nervus sakralis inilah berasal saraf-saraf utama dari pelvis extremitas inferior. Flexus lumbalis berada di dalam massa musculus psoas, yang merupakan bagian atau dari flexus lumbo sacral. Flexus ini biasanya dibentuk oleh bagian anterior dari pada lumbo sacral. Flexus ini biasanya dibentuk oleh bagian anterior dari pada lumbal sampai lumbal empat dan kadang-kadang ikut juga nervus thoracal dua belas yang membentuk nervus iliogastrikus dan nervus ilioinguinalis. Sedangkan cabang bawah dari lumbal satu bergabung ke lateral dengan cabang atas dan bawah kemudian lumbal empat bergabung dengan lumbal lima membentuk trunkus lumbo sacral. Cabang bawah dari lumbal dua dan seluruh lumbal tiga dan cabang atas dari lumbal empat. Yang kemudian pecah menjadi bagian anterior dan posterior. Bagian anterior bersatu membentuk nervusobturatorius, dan bagian posterior membentuk nervus femoralis.

19

Distribusi Cabang-Cabang Flexus Lumbalis : a)

Nervus Iliohypogatricus (T12-L1) Nervus ini dibentuk oleh cabang atas L1, berjalan ke

lateral di sekitar crista iliaca diantara M. obligues transverses dan M. obligue internus serta membagi diri menjadi cabanga iliaca yang menuju kulit bagian lateral paha atas dan cabang hypogasticus yang berjalan turun disebelah anterior menuju kulit di daerah symphisis b)

Nervus Ilioinguinalis (L1) Dibentuk oleh cabang atas L1, berjalan disebelah

inferior nervus iliohypogastricus dan bersama-sama nervus ini menyebar ke kulit bagian medial atas paha dan pangkal penis serta scrotom atau mens pubis dan labium mayor. c)

Nervus genita femoralis (L1-2) Dibentuk oleh cabang bawah dari L1 dan cabang atas

dari L2, muncul dari permukaan anterior M.psoas, berjalan obligue ke bawah dan bercabang menjadi nervus spermaticus internus yang menuju M. cremaster menuju kulit bagian pertengahan atas paha. d) Nervus cutaneus femoralis (L2-3) Nervus ini dibentuk oleh bagian anterior dan bagian posterior dari cabang bawah dari L2, seluruh L3 dan cabang atas dari L4, berjalan obligue menyebrangi M.iliacus dan dibawah

20

ligament pouparti yang bercabang menjadi beberapa rami yang menuju ke kelit sisi anterior lateral paha. e) Trunkus lumbosakralis (L4 - 5) Trunkus lumbosakralis dibentuk oleh cabanga bawah dari L4-5, berjalan turun kedalam pelvis dimana trunkus ini memasuki foramen formasi flexus sakralis. f)

Nervus femoralis (L2-4) Nervus ini merupakan cabang terbesar dari flexus

lumbalis, yang berasal dari tiga bagian belakang posterior flexus yaitu L2 , L3, dan L4 muncul dari tepi lateral M. psoas berjalan turun memasuki trigenum femoralis pada sisi lateral arteri femoralis. Pada trigenum, nervus femoralis membagi menjadi cabang-cabang motorik yang mempersarafi M. Sartorius. M. pectineus, M. quadriceps femoralis dan cabang sensorik mencakup cabang-cabang kutaneus femoralis

anterior yang

menuju permukaan anterior dan medial paha serta nervus sopheneus yang menuju sisi medial tungkai dan kaki. g) Nervus obturatorius (L2, 3, 4) Timbul dari flexus lumbalis, nervus ini berjalan disebelah lateral pembuluh darah hypogastricus dan ureter, serta turun lewat canalis obturatorius. Mempersarafi otot-otot obturator externus dan abductor magnus.

21

2. Nervus sakralis Nervus sakralis adalah lima pasang nervus spinalis, yang keluar dari segmen medulla spinalis, tempat bagian posterior yang atas, berjalan lewat foramen sakralis posterior, sedangkan bagian yang kelima keluar diantara sakrum dan cogsigeus. Bagian-bagian primer anterior muncul pada foramen sakralis anterior dan turut membentuk flexus lumbo sakralis. Flexus sakralis ini biasanya muncul dengan lima radixs flexus, yang dibentuk oleh bagian primer anterior dari lumbal empat sampai dengan sakrum tiga 3. Nervus Ischiadicus (L4,5 dan S1,2,3) Nervus Ischiadicus merupakan serabut saraf terbesar didalam tubuh. Yang terdiri atas nervus proneus communis yang dibentuk oleh empat bagian posterior atas dari flexus sakralis dan nervus tibialis dari seluruh lima bagian anterior. Nervus ischiadicus meninggalkan pelvis lewat foramen ischidicus mayor dan berjalan turun diantara trochanter mayor os femur dan tuberositas ischiadikus disepanjang permukaan posterior paha ke ruang poplika dengan bercabang menjadi nervus tibialis dan nervus paraneus communis. Cabang-cabangnya

pada

paha

mempersarafi

M.semi

membranus, caput longum, M.bicep femoralis dan M.adductor magnus. Ramus dari truntus paraneus communis mennsuplay caput brevis dan M. bisep femoralis.

22

4. Nervus tibialis (L4,5 dan S1,2,3) Nervus tibialis dibentuk oleh seluruh bagian anterior dari flexus sakralis. Jadi serabut saraf ini menerima serabut-serabut dari dua segmen. Spinalislumbal bawah dan tiga segmen spinalis sacral yang atas. Nervus tibialis membentuk komponen nervus ischiadicus di dalam paha. Perjalanan saraf ini di mulai dari bagian atas fossa politea menuju ke sisi dorsal media pergelangan kaki. Nervus ini memberikan persarafan kepada M.gastrocnemius, M. soleus dan M. plantaris.

Gambar 2.6 : Plexus lumbalis dari bagian anterior (Sobotta, 2007)

23

III.

Etiologi Trauma langsung yaitu benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di

tempat itu dan trauma tidak langsung yaitu bila mana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

IV.

Patofisiologi Trauma yang terjadi pada tulang vertebra lumbal bisa terjadi karena

trauma langsung dan trauma tidak langsung, serta bisa juga terjadi karena proses patologis misalnya osteoporosis, infeksi atau kanker. Akibat dari fraktur lumbal adalah bisa terjadinya kerusakan pembuluh darah dan kortek pada jaringan lunak serta dapat mengakibatkan penekanan pada fragmen tulang lumbal. Penekanan tersebut akan menyebabkan kerusakan pada saraf jaringan lunak di medula spinalis sehingga menimbulkan nyeri. Kerusakan pembuluh darah dan kortek pada jaringan lunak akan menyebabkan adanya peningkatan tekanan yang berlebih dalam 1 ruangan sehingga menimbulkan sindrom kopartemen yang akan menimbulkan nekrosis jaringan, luka baik terbuka maupun tertutup sehingga dapat menimbulkan resiko infeksi. Terjadinya fraktur pada vertebra lumbal 1 akan menyebabkan terjepitnya semua area ekstermitas bawah yang menyebar sampai pada bagian belakang sehingga penderita biasanya akan mengalami hemiparase atau paraplegia. Vertebra lumbal 2 berhubungan dengan daerah ekstermitas bawah, kecuali sepertiga atas aspek interior paha. Sehingga kerusakan pada vertebra lumbal 2 akan menekan daerah kandung kemih yang menyebabkan inkontinensia urine. Fraktur pada lumbal

24

3 akan menyebabkan terjepitnya ekstermitas bagian bawah dan sadel, sehingga penderita akan mengalami gangguan bowel. Kerusakan pada daerah lumbal 4 akan mengganggu organ seks dan genetalia, sehingga akan menyebabakan adanya penurunan libido. Sedangkan kerusakan pada lumbal 5 akan menyebabkan sendisendi tidak dapat di gerakan karena vertebra lumbal ke 5 berhubungan dengan pergelangan kaki, ekstermitas bawah dan area sadel (Ross and Wilson, 2011).

Gambar 2.7 : Fraktur Compresi Vertebra Lumbal

V.

Pembagian Trauma Vertebra 1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade : a. Grade I

: Simple Compression Fraktur

b. Grade II

: Unilateral Fraktur Dislocation

c. Grade III

: Bilateral Fraktur Dislocation

25

d. Grade IV

: Rotational Fraktur Dislocation

2. BEDBROCK membagi atas : a. Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation injury b. Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio, stretching, gangguan vaskuler, trombus dan hematoma 3. E. SHANNON STAUPER membagi : a. Extension injury b. simple flexion injury dan c. flexion compression fraktur dislocation. 4. HOLDS WORTH membagi alas taruma : Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force). 5. Pembagian Umum : a. Fraktur Stabil 1) Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur) 2) Burst fraktur 3) Extension b. Fraktur tak stabil 1) Dislokasi 2) Fraktur dislokasi 3) Shearing fraktur

26

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.

VI.

Tanda dan Gejala Menurut Mansjoer, Arif (2014) tanda dan gejala fraktur sebagai berikut: a. Deformitas (perubahan

struktur

dan

bentuk)

disebabkan

oleh

ketergantungan fungsional otot pada kestabilan otot. b. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah, berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan leukosit pada jaringan di sekitar tulang. c. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering di sebabkan karena tulang menekan otot. d. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur. e. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang. f.

Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot.

g. Pergerakan abnormal. h. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.

27

VII.

Manifestasi Klinis Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala

nyeri tulang belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur

tubuh

karena terjadinya

kiposis

dan

skoliosis.

Pasien

juga

menunjukkan gejala-gejala pada abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia dan penurunan berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat berkurangnya kapasitas paru. Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada saat fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur. Jarang sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis, tampilan klinis menunjukkan gejala nyeri radikuler yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak

gerak, dan pasien biasanya merasa lebih

nyaman dengan beristirahat. Banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

28

Gambar 2.8 : dermatom Apabila

kerusakan

tulang

belakang

setinggi

vertebra

L1-L2

mengakibatkan sindrom konus medullaris. Konus medullaris adalah ujung berbentuk kerucut dari sumsum tulang belakang. Normalnya terletak antara ujung vertebra torakalis (T-12) dan awal dari vertebra lumbalis (L-1), meskipun kadangkadang konus medullaris ditemukan antara L-1 dan L-2. Saraf yang melewati konus medullaris mengontrol kaki, alat kelamin, kandung kemih, dan usus. Gejala umum termasuk rasa sakit di punggung bawah, anestesi di paha bagian dalam, pangkal paha; kesulitan berjalan, kelemahan di kaki, kurangnya kontrol kandung kemih; inkontinensia alvi, dan impotensi.

29

1. Gangguan motorik Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan sel-sel saraf pada medulla spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmensegmen medulla spinalis yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Lesi yang terjadi di lumbal menyebabkan beberapa otot-otot anggota gerak bawah mengalami flacid paralisis. 2. Gangguan sensorik Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level kerusakan akan mengalami anaestesi, karena terputusnya serabut-serabut saraf sensoris.

3. Gangguan bladder dan bowel Pada

defekasi,

kegiatan

susunan

parasimpatetik

membangkitkan

kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh ganglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum.

30

Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong ke bawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan. 4. Gangguan fungsi seksual Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera. Seluruh bagian dari fungsi seksual mengalami gangguan pada fase spinal shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya lesi. Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflek pada konus, otomatisasi ereksi terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas seksual. Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai reflex ereksi dan ereksi psikogenik jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter. Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit, tergantung seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan lokomotor dan aktivitas otot secara volunter.

31

VIII.

Diagnosa a. Nyeri akut berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung saraf. b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak kuatnya pertahanan primer kerusakan kulit trauma jaringan. c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan paraplegia sekunder dari kompresi spinal d. Inkontinensia urine berhubungan dengan gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi sakral. e. Konstipasi berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah.

IX.

Diagnosa Banding a. Herniasi Discus Lumbalis Discus yang biasanya mengalami herniasi adalah diskus antara vertebra lumbalis IV dan V serta antara vertebra lumbalis V dan os sacrum. Di regio lumbal, radix-radix cauda equina berjalan di posterior melalui beberapa discus intervertebralis. Herniasi lateral dapat menekan satu atau dua radix dan sering mengenai radix saraf yang menuju foramen interervertebralis tepat dibawahnya. Nucleus polposus kadang-kadang berherniasi langsung ke arah belakang. Jika herniasi besar, seluruh cauda equina dapat mengalami kompresi dan menimbulkan paraplegia. Pada herniasi discus lumbalis, nyeri menjalar ke bawah menuju tungkai dan kaki yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. Nyeri biasanya dirasakan di tungkai bagian belakang dan lateral serta

32

menjalar ke telapak kaki karena radix posterior sensoris yang paling sering terkena adalah lumbal lima dan sacral satu. Kondisi ini yang sering disebut ischialgia. Pada kasus berat dapat terjasi parastesia atau kehilangan sensorik yang sebenarnya. Kompresi pada radix anterior motorik menyebabkan kelemahan otot. Keterlibatan radix motorik lumbal lima menimbulkan kelemahan pada dorsofleksi pergelangan kaki, sedangkan kompresi pada radix motorik sacral satu menyebabkan kelemahan plantar fleksi. Refleks triceps surae dapat berkurang atau tidak ada. Protursi besar yang terletak sentral dapat menimbulkan nyeri bilateral dan kelemahan otot pada kedua tungkai serta dapat terjadi retensi urin akut. b. Kompresi Medula Spinalis Penyebab kompresi medula spinalis dibagi dua, yaitu ekstradural dan intradural. Penyebab intradural dapat dibagi menjadi kompresi yang terjadi dari luar medula spinalis (ekstramedularis) dan yang timbul dari dalam medula spinalis (intramedularis). Penyebab ekstradural, antara lain hernia discus intervertebralis, infeksi tuberkulosis pada vertebra, serta tumor primer dan sekunder pada vertebra; deposit leukemik dan abses ekstradural juga dapat menyebabkan kompresi pada medula spinalis. Dua tumor ekstradural yang sering ditemukan adalah meningioma dan fibroma saraf. Penyebab intermedularis, antara lain tumor primer medula spinalis, seperti glioma. Tanda dan gejala klinis disebabkan oleh gangguan struktur anatomi dan fungsi fisiologis medula spinalis yang normal. Salah satu tanda yang

33

paling dini adalah nyeri. Dapat terjadi nyeri lokal pada vertebra yang terlibat atau nyeri yang menjalar sepanjang distribusi satu atau beberapa radix nervus spinalis. Nyeri bertambah hebat bila batuk dan bersin, dan biasanya bertambah bila malam hari, yaitu saat pasien berbaring. Gangguan fungsi motorik terjadi lebih dulu. Keterlibatan sel-sel motorik columna grisea medula spinalis di tingkat lesi menyebabkan paralisis parsial atau total pada otot-otot yang disertai kehilangan tonus dan massa otot. Keterlibatan dini tractus corticospinalis serta tractus descendens lainnya menimbulkan kelemahan otot (spastisitas), peningkatan refleks tendon di bawah tingkat lesi, dan respon ekstensor plantar. Derajat kehilangan sensorik bergantung pada tractus saraf yang terlibat. Lesi pada columna alba posterior medula spinalis akan mengilangkan sensasi sendi otot (prosprioseptif), sensasi getar, dan diskriminasi taktil dibawah tingkat lesi pada sisi yang sama. Terkenanya tractus spinothalamicus lateralis akan menimbulkan hilangnya sensasi nyeri serta panas dan dingin pada sisi kontralateral tubuh di bawah tingkat lesi. c. Sindroma Stenosis Spinalis Merupakan Ischialgia kedua sisi yang diakibatkan oleh penyempitan kanalis, sebab tulang lamina dan periostenum menebal dan mengeras, ini akibat lanjutan dari spondilosis, rasa tidak nyaman pada kedua tungkai yang menjalar sepanjang bagian tulang belakang paha dan berkelanjutan ke bagian samping luar bawah, kalau berjalan dalam waktu yang lama.

34

d. Sindroma Meralgia Parestetika Merupakan parastesia yang dirasakan pada bagian anterolateral paha. Trauma, peninggian pelvis sesisi karena pemendekan salah satu tungkai, duduk sila terlampau lama, obesitas, kehamilan, penggunaan korset yang ketat atau tali pinggang yang terlalu lebar merupakan factor etiologic yang bersifat mekanik dari munculnya sindroma meralgia parastetika ini. e. Sindroma Neuritis Obturatorius Merupakan nyeri yang terasa berpangkal pada daerah medial inguinal dan menjalar sepanjang medioventral dari paha. Jika hernia yang menjadi penyebabnya, maka rasa nyeri itu dapat diprovokasi oleh bersin atau batuk. f. Klaudikasio Intermitten Merupakan nyeri yang menjalar pada tungkai satu sisi. Kedua sisi yang timbul sewaktu berjalan kurang lebih 100 m. Bila dipakai untuk berjalan rasa sakit/nyeri itu timbul dan rasa itu hilang sewaktu dipakai untuk istirahat, hal ini dsebabkan gangguan peredaran darah pada tungkai.

B. Problem Fisioterapi 1.

Impairment Pada fraktur kompresi vertebra lumbal, biasanya pasien mengelukan

adanya rasa nyeri pada punggung bawah yang menjalar ke tungkai, dan kelemahan kekuatan otot.

35

2.

Fungtional Limitation Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal untuk aktivitas fungsional

pasien terbatas seperti gerakan shalat ruku’ dan sujud pasien mengalami kesulitan. Pasien juga tidak mampu mengangkat barang yang berat, berdiri lama dan berjalan jauh. 3.

Participation Restriction Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal keterbatasan saat

melakukan aktivitas di lingkungan sosial karena timbul nyeri saat berjalan lama.

C. Tujuan Fisioterapi 1.

Tujuan Jangka Pendek : a) Menghilangkan nyeri yang timbul b) Meningkatkan kekuatan otot c) Meningkatkan ADL

2.

Tujuan Jangka Panjang : a) Melanjutkan tujuan jangka pendek b) Mengembalikan aktifitas fungsional pasien seperti dulu.

D. Teknologi Intervensi Fisioterapi I.

Sinar Infra Merah Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan

panjang gelombang antara 7.700 – 4.000.000 A. tetapi yang digunakan untuk

36

tujuan terapi selama ini adalah sinar infra merah dengan panjang gelombang berkisar antara 7.700 – 150.000 A (Pauline, 1969). Generator sinar infra merah digolongkan menjadi dua, yaitu : a. Non luminios, yang mengandung sinar infra merah saja. b. Luminios, yang disamping terdapat sinar infra merah juga terdapat sinar – sinar visible dan ultra violet.

1) Efek fisiologis sinar infra merah : a) Meningkatkan metabolisme pada daerah permukaan kulit, b) Vasodilatasi pembuluh darah tepi c) Pigmentasi pada kulit d) Memberikan pengaruh sedative terhadap ujung-ujung saraf sensoris. Dan apabila pemanasan yang diberikan terlalu berlebihan dapat menyebabkan iritasi; e) Relaksasi pada otot; f) Menaikkan temperature tubuh; serta g) Mengaktifkan kelenjar keringat (Pauline, 1969)

2) Efek terapeutik sinar infra merah: a) Mengurangi rasa nyeri; b) Relaksasi jaringan-jaringan otot; c) Memperbaiki sirkulasi darah jaringan; dan d) Menghilangkan sisa-sisa metabolism

37

II.

Terapi Latihan Terapi latihan merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan

dan

perbaikan

kekuatan,

ketahanan

dan

kemampuan

kardiovascular, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, releksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996). Tujuan pemberian terapi latihan yaitu untuk mencegah gangguan fungsi, untuk mengembangkan, memperbaiki, mengembalikan dan memelihara kekuatan otot, daya tahan (kebugaran), cardiovascular, stabilitas, rileksasi, koordonasi atau keseimbangan dan kemampuan fungsional. a. Latihan Gerakan pasif Gerakan pasif adalah latihan yang tidak bersangkutan dengan melawan gravitasi, dengan kata lain terapis menggerakkan setiap persendian pasien tanpa pasien harus melawan gravitasi. Tujuan dari gerakkan pasif ini adalah untuk mengetahui end feel, mencegah atrofi, memperlancar sirkulasoi darah, mencegah kontraktur, serta memfasilitasi otot. Gerakan ini dibagi menjadin 2 yaitu: 1. Relaxed passiv movement Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dan tanpa diikuti kerja otot dari bagian anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak relaxed passive movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka

38

menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot. 2. Forced Passive Movement Gerakan yang terjadi oleh karena kekuatan dari luar tanpa diikuti kerja otot tubuh itu sendiri tetapi pada akhirnya gerakan diberikan penekanan. b. Latihan gerak aktif Gerakan yang dilakukan oleh adanya kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang di hasilkan oleh kontraksi dengan melawan gravitasi penuh(Basmanjian, 1978). Active exercise dilakukan secara sadar dengan adanya kontraksi aktif dari anggota tubuh itu sendiri. Active exercise mempunyai tujuan (1) memelihara dan meningkatkan kekuatan otot, (2)mengurangi bengkak, (3) mengembalikan koordinasi dan keterampilan motoric untuk aktivitas fungsional (Kisner, 1996). Adapun gerakan-gerakan yang termasuk dalam gerakan aktif ( active movement) : 1. Free active movement Grakan ini terjadi adanya kontraksi otot melawan gravitasi tanpa adanya bantuan atau tenaga dari luar. Dengan tujuan sebagai mobilisasi, rileksasi dan sebagai persiapan latihan selanjutnya. 2. Assisted active movement Gerakan yang terjadi akibat kontraksi otot

yang

bersang

kutan dan mendapat bantuan dari luar. Apabila kerja otot tidak cukup kuat untuk melakukan suatu gerakan maka diperlukan kekuatan dari luar.

39

Kekuatan tersebut harus diberikan dengan arah yang sesuai dengan kerja otot. 3. Resisted active movement Gerakan di mana terjadi kontraksi otot secara statik maupun dinamik dengan diberikan tahanan dari luar, dengan tujuan meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan daya tahan otot. c. Latihan Kemampuan Fungsional Latihan kemampuan fungsional yang diberikan meliputi latihan berdiri, ambulasi yang berupa berjalan dengan menggunakan walker kemudian ditingkatkan dengan menggunakan kanadian. Dengan macammacam kruk seperti axial kruk, canadian kruk, tongkat, tripot dan walker (tergantung kondisi umum pasien). Latihan berjalan dengan metode FWB (Full Weight Bearing) dengan three point gait dengan menggunakan kruk. Tujuan dari latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri walaupun masih dengan bantuan alat. (Awori et all, 1995).

BAB III

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

A. Rencana Pengkasjian Fisioterapi

1. Assesment a. Anamnesis : adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara terapis dengan sumber data. Anamnesis/tanya jawab berisi tentang identitas pasien (Nama, Umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Pekerjaan, hobby) serta hal hal yang berkaitan dengan keadaan pasien/penderita seperti keluhan utama, RPS, RPD, RPK yang ada kaitannya dengan penyakit pasien dll. Macam macam anamnesis: dilihat dari segi pelaksanaanya ada 2 macam, yaitu: auto anamnese: tanya jawab yang langsung dilakukan dengan penderita sendiri. Hetero anamnese/allo anamnese; tanya jawab dilakukan dengan keluarga, teman atau orang lain yang mengetahui keadaan pasien. Misalnya ; keluarga. Hetero anamnese dilakukan bila penderita: tidak sadar/coma, menderita bisu tuli (deaf mutisme), aphasia (tidak dapat bicara), anak kecil dibawah 4 tahun, menderita gangguan jiwa. b. Keluhan Utama (Chief Complain) : Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal ini biasanya pasien mengeluhakan adanya nyeri menjalar di kedua kaki pasien dan pasien merasa lemah pada kedua kaki pasien saat hendak menggerakkan.

40

41

c. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal ini biasanya riwayat penyakit sekarang pasien sebelumnya pernah terjatuh atau mengalami

benturan

pada

tulang

belakang

pasien

sehinggga

mengakibatkan fraktur kompresi pada vertebra lumbal pasien. Akibat dari itu pasien merasakan nyeri dan tidak mampu untuk berdiri, sehingga keluarga pasien membawanya ke rumah sakit umum daerah terdekat. d. Riwayat Penyakit Dahulu (History of Past Illness) Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal biasanya beberapa tahun atau bulan lalu pasien sering mengalami jatuh atau terbenturnya tulang belakang pasien dan pasien hanya merasa nyeri biasa.

2. Pemeriksaan fisik : a. Tanda Vital (Vital Sign) merupakan 6 parameter tubuh yang meliputi : tekanan darah, denyut nadi, pernafasan suhu tubuh. Tinggi Badan dan Berat Badan. Tanda tanda vital ini bagi fiioterapis hanya sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya terutama 4 tanda vital yang menjadi patokannya (tekanan darah, denyut nadi, pernafasan

suhu

tubuh). b. Inspeksi 1) Statis : Biasanya pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal pasien dalam keadaan tirah baring dan tidak ada deformitas pada kedua tungkai bawah pasien.

42

2) Dinamis : Biasanya pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal pasien belum mampu tidur miring kanan dan kiri. Serta pasien memerlukan bantuan orang lain untuk duduk, dikarenakan nyeri pada tulang belakang pasien. c. Palpasi Biasanya pasien ini saat dilakukan paslpasi adanya nyeri pada vertebra lumbal.

3. Kemampuan fungsional Pemeriksaan kemampuan fungsional pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal yaitu : a. Kemampuan fungsional dasar : pasien belum mampu menggerakkan kedua kakinya dengan aktif. b. Aktivitas fungsional : pasien belum mampu memposisikan duduk atau belum mampu duduk secara mandiri. c. Lingkungan aktivitas : lingkungan disekitar pasien baik. Keluarga pasien turut membantu untuk kesembuhan pasien.

4. Pemeriksaan spesifik/khusus Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal pemeriksaan berupa dengan Tes Bragard dan Tes lasegue untuk mengetahui adanya nyeri yang menjalar, verbal analoge scale (VAS) untuk mengukur nyeri, dan kelemahan kekuatan otot diukur dengan Manual Muscle Testing (MMT).

43

a. Tes Lasegue Tes lasegue ini dilakukan untuk mengetahui adanya nyeri yang menjalar sepanjang perjalanan dari Nervus ischiadikus. Caranya pasien tidur terlentang, kemudian angkat salah satu tungkai pasien dalam keadaan lurus 300-700, tangan terapis yang satu memegang tumit pasien dan satunya menekan lurus lutut pasien. b. Tes Bragard pasien tidur terlentang, kemudian angkat salah satu tungkai pasien dalam keadaan lurus 300-700, tangan terapis yang satu memegang tumit pasien dan yang satunya mendorsoflexikan kaki pasien. Untuk mengetahui adanya nyeri yang menjalar sepanjang perjalanan dari Nervus ischiadikus. c. Pemeriksaan derajat nyeri dengan verbal analoge scale (VAS) Pemeriksaan berupa nyeri diam, nyeri tekan, dan nyeri gerak. Setelah itu dilihat dari raut wajah pasien dan hasil kreteria nilai yang di sebut pasien antara 1 sampai 10. d. Pemeriksaan kelemahan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT). Sebelum

dilakukan

pemeriksaan

terlebih

dahulu

pasien

diposisikan dengan serileks mungkin, lakukan pemeriksaan MMT dengan kreteria sebagai berikut : 1) Nilai 0

: otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi

visual ( tidak ada kontraksi )

44

2) Nilai 1

: Otot ada kontraksi , baik dilihhat secara visual atau

dengan palpasi, ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot 3) Nilai 2

: Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya

gravitasi. Posisi ini sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerak tidak Full ROM 4) Nilai 3 : Gerakan melawan grafitasi dan full ROM 5) Nilai 4 : Resistance minimal ( tahanan minimal ) 6) Nilai 5 : Resistance Maksimal ( tahanan Maksismal

B. Problematik Fisioterapi Problematika fisioterapi pada penatalaksanaan fisioterapi pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal

terbagi dalam 3 hal, yaitu impairment,

functional limitation dan participation restriction. 1. Impairment Pada fraktur kompresi vertebra lumbal, biasanya pasien mengelukan adanya rasa nyeri pada punggung bawah yang menjalar ke tungkai, dan kelemahan kekuatan otot. 2. Fungtional Limitation Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal untuk aktivitas fungsional pasien terbatas seperti gerakan shalat ruku’ dan sujud pasien mengalami kesulitan. Pasien juga tidak mampu mengangkat barang yang berat, berdiri lama dan berjalan jauh.

45

3. Participation Restriction Pada kasus fraktur kompresi vertebra lumbal keterbatasan saat melakukan aktivitas di lingkungan sosial karena timbul nyeri saat berjalan lama.

C. Tujuan Fisioterapi 1. Tujuan Jangka Pendek : a) Menghilangkan nyeri yang timbul b) Meningkatkan kekuatan otot c) Meningkatkan ADL 2. Tujuan Jangka Panjang : a) Melanjutkan tujuan jangka pendek b) Mengembalikan aktifitas pasien seperti dahulu

D. Pelaksanaan Fisioterapi 1. Infra merah Sinar infra merah adalah pancaran glombang elektromagnetik, dengan panjang gelombang antara 7.700 A – 4 juta A. Klasifikasi sinar infra merah memiliki panjang gelombang yaitu diatas 12.000 A – 15.000 A. Daya penetrasi sinar infra merah hanya sampai pada lapisan superfisial epidermis yaitu sekitar 0,5 mm. Sinar infra merah gelombang yang pendeknya yaitu mempunyai panjang gelombang antara 7.700 A – 12. Pemberian heating dengan menggunakan infra mrah ini dapat terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi

46

lancar, yang mana mengakibatkan terjadinya rileksasi pada otot dan dapat juga mengurangi nyeri. a. Persiapan alat Sebelum dilakukannya pelaksanaan terapi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap kabel, memeriksa lampu, daerah yang disinari harus terbebas dari pakaian, dan bantal guna mendukung posisi rileks penderita. b. Persiapan penderita Penderita diposisikan dengan serileks mungkin dan bagian yang ingin disinari disangga dengan baik, sebab jika bergerak akan mengubah jarak specing, posisi penderita tentunya dalam keadaan tidur miring, dan pada daerah yang akan disinari harus dari penutup. Daerah yang ingin disinari mesti kering bila basa hendaknya di keringkan dengan menggunakan handuk yang kering untuk mencegah terjadinya pemutusan panas yang dapat menimbulkan luka bakar pada penderita. tes sensasi kulit harus diberikan sebelum pengobatan yang pertama, dapat dilakukan dengan menggunakan sensasi panas dingin (air hangat dan air dingin). c. Pelaksanaan Inframearah dipasang dengan sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dapat terfokus pada daerah yang di sinari. Lampu di pasang sejajar pada daerah yang akan diterapi. Pemanasan dilakukan selama 10-15 menit tiap lokasi.

47

2. Terapi Latihan Terapi latihan merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan

dan

perbaikan

kekuatan,

ketahanan

dan

kemampuan

kardiovascular, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, releksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996). a. Persiapan alat Sebelum dilakukannya terapi latihan terlebih dahulu persiapkan matras/bed. b. Persiapan penderita Penderita diposisikan dengan serileks mungkin dalam keadaan terlentang maupun terlungkup. Kemudian lakukan latihan pada daerah yang ingin diterapi oleh terapis. c. Pelaksanaan Latihan yang diberikan pada pasien dengan kondisi fraktur kompresi vertebra lumbal adalah latihan pasif dan latihan aktif. 1. Latihan Gerakan pasif 1. Relaxed passiv movement a) Relaxed passiv fleksi dan ekstensi Hip dan Knee Posisi penderita terlentang, terapis berdiri di samping bad atau disamping tungkai pasien. Tangan terapis satu di bawah atau di bagian luar lutut dan

tangan satu lagi pada telapak kaki pasie.

48

Terapis memberikan intruksi agar tetap rileks, terapis menggerakkan fleksi ekstensi hip dan knee. Gerakan ini dilakukan 2 x 8 hitungan. b) Relaxed passiv adduksi dan abduksi pada Hip Posisi penderita terlentang, terapis berdiri di samping bad. Letakkan tangan terapis di samping bawah lutut dan tangan satu lagi di bawah pergelanagn kaki. Terapis memberikan intruksi agar tetap rileks. Kemudian dilakukan terapis gerakan abduksi adduksi pada tungkai. Gerakan ini dilakukan 2 x 8 hitungan. c) Relaxed passiv interna dan eksterna rotasi pada Hip Posisi penderita terlentang, terapis berdiri di samping bad atau disamping tungkai pasien. Letakkan tangan terapis di samping sendi knee pasien, kemudian tangan satu lagi memegang pada pergelangan kaki. Terapis memberikan intruksi agar tetap rileks, Kemudian dilakukan gerakan internal dan eksternal rotasi. Gerakan ini dilakukan 2 x 8 hitungan. 2. Latihan gerak aktif a. Latihan free active 1) Gerakan fleksi dan ekstensi sendi Hip Posisi penderita terlentang untuk gerakan fleksi dan gerakan ekstensi posisi terlungkup, terapi berdiri di samping bad, untuk gerakan dapat dicontohkan dengan pasif yaitu terapis menyangga pada belakang lutut dan tumit kemudian gerakan

49

tungkai penderita menekuk keatas dan meluruskanya kembali. Kemudian penderita disuru untuk menggerakkan kakinya sendiri gerakan yang sudah diajarkan oleh terapis. Gerakan ini dilakukan 2 x 8 hitungan. 2) Free active gerakan aduuksi dan abduksi Hip Posisi penderita berdiri, terapis dapat memberikan contoh dengan gerakan pasif yairtu terapis berdiri disamping tungkai pasien, tanggan terapis yang satu lagi menyangga di bawah lutut yang satu lagi di pergelangan kaki kemudian menggerakan kearah samping kiri atau kanan kemuadi merapatkannya kembali. Kemudian suruh penderita untuk menggerakkan sendiri. Gerakan ini dilakukan 2 x 8 hitungan. 3) Free active gerakan internal dan eksternal rotasi hip Posisi penerita duduk, terapis berdiri disamping pasien, tangan terapis yang satu ditangah tungkai atas dan yang satunya dipergelangan kaki terapis memutar keluar dan keadalam secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan. Kemudian penderita disuru menggerakan sendiri seperti yang sudah di contokan. Gerakan ini dilakukan selama 2 x 8 hitungan. b. Ressisted active movement 1) Ressisted active fleksi, ekstensi serta abduksi dan adduksi Hip Posisi penderita terlentang, satu tangan terapis berada dibagian atas lipatan lutut penderita dan satunya lagi pada

50

pergelangan kaki. Untuk gerakan terapis dapat memberikan contoh terlebih dahulu, barula kemuadian terapis memberikan aba-aba untuk penderita menggerakkan atau menekuk tungkainya sendiri kearah atas bawah dan menggerakkan kearah samping luar dan dalam secara bergantian selama 2 x 8 hitungan. 2) Ressisted aktive interna dan ekterna rotasi hip Posisi penderita duduk, terapis berada disamping tungkai penderita, satu tangan terapis berada pada bagian atas paha, satunya lagi berada pada pergelangan kaki , kemudian terapis memberikan contoh gerakan, lalu dengan aba – aba terapis meminta penderita untuk menggerakan ke dalam dan keluar dengan tahanan yang diberikan terapis. Gerakan ini dilakukan bergantian kiri dan kanan dalam 2 x 8 hitungan.

E. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan dengan tujuan untuk keberhasilan atau kemunduran terapi yang dilaksanakan, kemudian menetapkan program terapi selanjutnya. Evaluasi sebelum terapi akan di peroleh informasi seperti adanya nyeri, kelemahan kekuatan otot pada lumbal, serta keterabatasan aktifitas fungsional. Adapun yang dievaluasi penilaian nyeri dengan menggunakan VAS dan kelemahan kekuatan otot diukur dengan MMT.

Related Documents

Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58
Proposal
November 2019 62

More Documents from ""