BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang massive di Indonesia menyebabkan pertumbuhan yang cukup tinggi terhadap penggunaan kendaraan. Khususnya di kota Bandung yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan mobilitas dan jumlah penduduk yang tinggi, tercatat pertumbuhan kendaraan mencapai 11% per tahun (Kompasiana, 2014). Hal ini merupakan salah satu faktor terjadinya kerusakan jalan selain dari pembebanan yang terlalu berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F) berlebih. Sejalan dengan perkembangan ini, volume limbah oli bekas terus meningkat sehingga perlu dilakukan pengelolaan limbah untuk menghidari terjadinya pencemaran. Pencemaran oli bekas dapat terjadi dikarenakan tidak adanya sistem yang baku mengenai pengelolaan minyak pelumas bekas terutama dari bengkel – bengkel kendaraan bermotor (Hertien dan Wahyu, 2004). Di dalam oli bekas terkandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit, dan logam berat yang bersifat karsinogenik. Cara pemanfaatan oli bekas sampai saat ini adalah dengan cara dimurnikan kembali (proses refinery) menjadi refined lubricant serta bahan bakar. Proses pemanfaatan ini memiliki banyak kekurangan yaitu cost yang relatif tinggi dan emisi yang dihasilkan pada pembuatan bahan bakar masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif
1
pengelolaan limbah yang lebih ramah lingkungan dengan harga yang relatif murah. Sulfonasi dapat menjadi proses alternatif lain untuk pengelolaan limbah oli bekas. sulfonasi adalah proses yang menyebabkan gugus -SO3H menjadi terikat pada atom karbon dalam senyawa karbon ataupun ion, termasuk reaksi-reaksi yang melibatkan gugus sulfonil halida ataupun garam-garam yang berasal dari gugus asam sulfonat, Dengan proses ini, oli bekas akan dikonversi menjadi aspal. Mengingat kebutuhan aspal yang tinggi untuk proses pembangunan serta seiring dengan kenaikan harga minyak bumi di dunia. Pada penelitian ini akan dilakukan proses sulfonasi dengan bahan baku limbah oli bekas dengan menggunakan H2SO4 dan HNO3. Analisis yang dilakukan pada aspal hasil sulfonasi adalah analisis penetrasi, analisis titik lembek, analisis daktilitas, analisis viskositas dan analisis titik nyala.
1.2 Rumusan Masalah Untuk mengkonversi limbah oli menjadi aspal dapat dilakukan pengolahan dengan metoda sulfonasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses sulfonasi pada limbah oli. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan kualitas aspal yang dihasilkan dari proses ini. 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :
2
1. Mempelajari proses sulfonasi serta mengetahui perbandingan reaktan dengan oli, dan konsentrasi H2SO4 yang sesuai pada proses sulfonasi limbah oli bekas menjadi aspal 2. Menentukan kondisi operasi (berupa suhu, tekanan, waktu) yang sesuai untuk terhadap karakteristik dan kualitas aspal yang dihasilkan dari proses sulfonasi 3. Menentukan kualitas aspal yang dihasilkan berdasarkan pengujian penetrasi, titik lembek, daktilitas dan viskositas
1.4 Ruang Lingkup Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah oli bekas dengan proses sulfonasi menjadi aspal. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Penelitian dilakukan di Laboratorium Korosi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung 2) Limbah oli bekas yang digunakan berupa oli bekas kendaraan bermotor yang diambil di bengkel Margaasih 3) Variasi temperatur pada ᵒC 4) Variasi H2SO4 5) Untuk menghilangkan pengotor di dalam oli bekas dilakukan proses refining 6) Aspal hasil sulfonasi diuji sifat fisiknya 7) Proses pengolahan dilakukan secara batch
3
8) Analisis yang dilakukan meliputi : a. Analisis penetrasi b. Analisis titik lembek c. Analisis daktilitas d. Analisis viskositas e. Analisis titik nyala
1.5 Sistematika Laporan Sistematika dari pelaporan penelitian tugas akhir ini ditulis sebagai berikut: 1)
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah penelitian, tujuan dilakukannya penelitian, ruang lingkup serta batasan masalah yang dilakukan ketika penelitian tugas akhir.
2)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka terhadap teori-teori yang mendukung dilakukannya penelitian tugas akhir. Teori pendukung penelitian tugas akhir ini diantaranya adalah limbah oli bekas, teori mengenai sulfonasi, teori mengenai karakteristik aspal
3)
BAB III METODOLOGI DAN PROSES PENYELESAIAN
4
Menjelaskan tentang metode yang dilakukan pada penelitian tugas akhir. Bab ini berisi alat dan bahan yang diperlukan pada penelitian serta proses penyelesaian tugas akhir yang meliputi rancangan penelitian serta proses percobaan. 4)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menjelaskan tentang hasil yang diperoleh selama penelitian serta pembahasan dari hasil yang diperoleh selama penelitian berdasarkan literatur atau teori yang mendukung penelitian.
5)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Menjelaskan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari penelitian serta saran yang harus dilakukan apabila penelitian ini dilanjutkan oleh pihak lain.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Oli Minyak pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang berfungsi
sebagai pelicin, pelindung, pembersih, mencegah terjadinya benturan antar logam pada bagian dalam mesin seminimal mungkin. Oli biasanya diperoleh dari pengolahan minyak bumi yang dilakukan melalui proses destilasi bertingkat berdasarkan titik didihnya. Menurut Environmental Protection Agency (EPA’s), proses pembuatan oli melalui beberapa tahap, yaitu a. Distilasi. b. Deasphalting untuk menghilangkan kandungan aspal dalam minyak. c. Hidrogenasi untuk menaikkan viskositas dan kualitas. d. Pencampuran katalis untuk menghilangkan lilin dan menaikkan temperature pelumas parafin. e. Clay or Hydrogen finishing untuk meningkatkan warna, stabilitas dan kualitas oli pelumas (Wahyu Purwo Raharjo, 2010). Standarisasi minyak pelumas untuk mesin kendaraan bermotor pertama kali dilakukan oleh Society of Automotive Engineers (SAE) pada tahun 1911 dengan kode SAE J300. Minyak pelumas dikelompokkan berdasarkan tingkat kekentalannya. Dalam kemasan atau kaleng pelumas, biasanya dapat ditemukan kode angka yang menunjukkan tingkat kekentalannya, seperti: SAE 40, SAE 90, dsb. Semakin tinggi angkanya semakin kental minyak pelumas tersebut. Ada juga
6
kode angka multi grade seperti SAE 10W-50, yang dapat diartikan bahwa pelumas memiliki tingkat kekentalan sama dengan SAE 10 pada suhu udara dingin (W=Winter ) dan SAE 50 pada suhu udara panas (Wijaya, R. Indra, 2005). Terdapat dua jenis oli yaitu oli mineral dan oli sintetis.
2.1.1
Oli Mineral Oli mineral berbahan bakar oli dasar (base oil) yang diambil dari minyak
bumi yang telah diolah dan disempurnakan. Beberapa pakar mesin memberikan saran agar jika telah biasa menggunakan oli mineral selama bertahun-tahun maka jangan langsung menggantinya dengan oli sintetis dikarenakan oli sintetis umumnya mengikis deposit (sisa) yang ditinggalkan oli mineral sehingga deposit tadi terangkat dari tempatnya dan mengalir ke celah-celah mesin sehingga mengganggu pemakaian mesin (wikipedia).
2.1.2
Oli Sintetis Oli Sintetis biasanya terdiri atas Polyalphaolifins yang datang dari bagian
terbersih dari pemilahan dari oli mineral, yakni gas. Senyawa ini kemudian dicampur dengan oli mineral. Inilah mengapa oli sintetis bisa dicampur dengan oli mineral dan sebaliknya. Basis yang paling stabil adalah polyol-ester (bukan bahan baju polyester), yang paling sedikit bereaksi bila dicampur dengan bahan lain. Oli sintetis cenderung tidak mengandung bahan karbon reaktif, senyawa yang sangat tidak bagus untuk oli karena cenderung bergabung dengan oksigen sehingga
7
menghasilkan acid (asam). Pada dasarnya, oli sintetis didesain untuk menghasilkan kinerja yang lebih efektif dibandingkan dengan oli mineral.
2.1.3
Karakteristik Limbah Oli
Pengelolaan limbah oli yang sering diabaikan penanganannya karena membutuhkan investasi yang cukup besar. Padahal, pembuangan oli bekas langsung ke lingkungan bisa merusak sumber air, tanah dan lingkungannya. Hal inilah yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (Fitriawan, 2010). Dalam oli bekas terkandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit, dan logam berat yang bersifat karsinogenik (Sukarmin, 2004). Berdasarkan data yang diperoleh, kapasitas oli yang diproduksi oleh industri dalam negeri adalah sekitar 850,000 kiloliter per tahun (Kemenperin, 2015). Jumlah itu belum termasuk tambahan dari produsen luar yang membanjiri pasar pelumas tanah air, untuk konsumsi kendaraan bermotor, industri dan perkapalan. Sampai saat ini usaha yang di lakukan untuk memanfaatkan oli bekas ini antara lain :
Dimurnikan kembali (proses refinery) menjadi refined lubricant. Orang tidak banyak yang tertarik untuk berbisnis di bidang ini karena cost yang relatif tinggi terhadap Lube Oil Blending Plant (LOBP) dengan bahan baku fresh.
8
Digunakan sebagai fuel oil / minyak bakar. Yang masih menjadi kendala adalah tingkat emisi bahan bakar ini masih tinggi.
2.1.4
Pengotor – Pengotor Pada Oli Bekas
Adanya benda-benda asing atau partikel pencemar di dalam oli. Terdapat delapan macam benda pencemar biasa terdapat dalam oli yakni : 1. Keausan elemen. Ini menunjukkan beberapa elemen biasanya terdiri dari tembaga, besi, chrominium, aluminium, timah, molybdenum, silikon, nikel atau magnesium. 2. Kotoran atau jelaga 3. Bahan Bakar 4.
Air
5. Ethylene gycol (anti beku) 2.2
Sulfonasi Sulfonasi adalah suatu reaksi untuk memodifikasi bahan polimer yang
memiliki cincin aromatik sebagai rantai utamanya. Karena sulfonasi termasuk ke dalam reaksi elektrofilik maka reaksi ini sangat bergantung pada tipe gugus yang terikat pada cincin aromatis dimana polimer dengan gugus difenil eter dapat disulfonasi di bawah kondisi dingin karena adanya efek donasi elektron dari gugus eter. Sulfonasi dari polimer aromatis bisa menjadi sangat kompleks karena reversibilitasnya. Untuk itu, reproduksibilitas dengan menggunakan kondisi reaksi yang sama bisa menjadi hal yang sangat sulit ( Pinto, B.P., 2006).
9
Sulfonasi benzena dengan asam sulfat berasap (H2SO4 + SO3) menghasilkan asam benzena sulfonat. Reaksi pembuatan asam benzenasulfonat dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Reaksi Pembuatan Asam Benzenasulfonat Sulfonasi bersifat mudah balik dan menunjukkan efek isotop kinetik yang sedang dimana ion benzenonium antara dalam sulfonasi dapat kembali ke benzena atau terus ke asam benzenasulfonat dengan hampir sama mudahnya. Gugus asam sulfonat mudah digantikan oleh anekaragamn gugus lain. Oleh karena itu,asam arilsulfonat merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis (Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden, 1986).
Suhu dan rasio mol reaktan merupakan faktor penting dalam proses sulfonasi dimana peningkatan suhu dapat mempercepat laju reaksi dengan meningkatkan jumlah fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi, sementara rasio mol reaktan harus dikendalikan dalam proses sulfonasi karena kelebihan reaktan (SO3) akan menyebabkan pembentukan produk samping. Tingkat sulfonasi pada rasio mol ester : SO3 sebesar 1 : 1,3 merupakan fungsi waktu (Stein dan Baumann 1975). Sulfonasi terjadi dengan cukup baik pada suhu 70 - 90oC. Pada suhu rendah, reaksi eksotermal terjadi secara cepat dan hanya sedikit reaksi
10
sulfonasi terjadi. Reaksi sulfonasi hanya dapat meningkat dengan meningkatnya suhu sulfonasi. Reaksi sulfonasi ini diperkirakan terjadi pada atom C-α.
2.3
Aspal Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur temperatur
berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi mungkin
mempunyai
temperatur
nilai
penetrasi
kimiawi
aspal
walaupun
atau viskositas yang sama pada
tertentu. Kepekaan terhadap temperatur
akan menjadi
dasar
perbedaan umur aspal untuk menjadi retak ataupun mengeras. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003). Aspal bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, mempunyai daya lekat, mengandung bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami dan terlarut dalam karbondisulfida (Wignall, 2003). 2.3.1
Jenis – Jenis Aspal Secara umum aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses
pembentukannya sebagai berikut :
a. Aspal alamiah Aspal alamiah
berasal
dari berbagai
sumber,
seperti
pulau
Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira
11
40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut (Oglesby, 1996). b. Aspal Batuan
Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang dipadatkan dengan bahan-bahan berbitumen.
Aspal ini
umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil (Oglesby, 1996). c. Aspal Minyak Bumi Aspal Serikat
minyak
bumi
pertama
kali
digunakan
di Amerika
untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Sumber-sumber
asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton aspal minyak bumi telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996). d. Aspal Beton Aspal beton merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam proyek- proyek konstruksi seperti permukaan jalan, bandara, dan tempat parkir. 2.3.2 Kandungan Aspal Dari sudut pandang kualitatif aspal terdiri dari dua kelas utama senyawa, yaitu asphaltene dan maltene. Asphaltene mengandung campuran kompleks hidrokarbon (5%-25%),
terdiri dari
12
cincin aromatik
kental dan senyawa
heteroaromatik yang mengandung belerang, amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium. Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturated, aromatic, dan resin. Strukturnya kandungan aspal dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini (Nuryanto, 2008).
Gambar 2 . 2 Kandungan aspal Dari gambar 2 terlihat struktur kandungan aspal dimana masing-masing komponen memiliki struktur, komposisi kimia dan sifat reologi bitumen yang berbeda. Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua yang berbentuk solid atau semi solid sangat polar yang tersusun oleh atom C, H, O, S, dan N, untuk perbandingan H/C yaitu 1,3 - 1,4, memiliki berat molekul antara 500-50000, dan larut dalam n- heptan. Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, didominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300-2000, terdiri dari senyawa naften aromatik dan mengandung 40-65% dari total bitumen. Saturate merupakan senyawa yang berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan aromatis, tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene,
dan
aromatis,
mengandung
5-20%
dari
total
bitumen
(Nuryanto,2008). Aspal yang direkomendasikan untuk negara-negara yang mempunyai iklim tropis termasuk Indonesia, karena didesain \
13
untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, yaitu aspal tipe grade 60/70. Untuk spesifikasi aspal 60/70 d a p a t d i l i h a t dibawah ini (Nuryanto, 2008) Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal 60/70 Jenis Pemeriksaan
Aspal 60/70
Satuan
Min
Maks
Penetrasi (25ᵒC, 100 gr, 5 det)
60
79
0,1 mm
Titik lembek (ring ball)
48
58
ᵒC
Titik Nyala, Cleaveland
≥ 200
-
ᵒC
Daktilitas (25ᵒC, 5 cm/menit)
≥ 100
-
cm
Solubilitas / Kelarutan dalam
14
14
%
-
0,4
%
54
-
% semula
1
-
gr/cc
CCl4 Kehilangan Berat, 163ᵒC, 5 jam Penetrasi Setelah Kehilangan Berat Berat Jenis (25ᵒC)
(Sumber : Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F)
14
2.4
Penetrasi Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi kedalam permukaan aspal
dalam waktu 5 detik dengan beban 100 gram pada suhu 25˚C ( SNI 06 – 2456 – 1991 ). Penetrasi menunjukan keras tidaknya aspal, semakin besar angka penetrasi makin lembek aspal tersebut dan sebaliknya semakin kecil angka penetrasi maka aspal tersebut semakin keras
2.5
Titik Lembek (Softening Point) Titik lembek (softening point test) suhu yang dibutuhkan aspal untuk
meleleh, maksudnya pada suhu tertentu aspal dapat berubah dari solid menjadi liquid. Terdapat hubungan antara softening point dengan flash point , yaitu pada saat pembuatan jalan suhu aspal harus berada diantara softening point dan flash point karena pada pembuatan jalan dibutuhkan karena pada pembuatan jalan dibutuhkan aspal dalam bentuk liquid.
2.6
Daktilitas Tujuan pengujian daktilitas adalah untuk mengetahui jarak terpanjang
(elastisitas) aspal yang ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.
2.7
Viskositas Viskositas merupakan kondisi yang hanya terdapat pada fluida. Fluida
merupakan suatu zat yang mengalir seperti air sungai. Bila diartikan secara harfiah viskositas adalah resistensi satu lapisan untuk meluncur (sliding) diatas lapisan lainnya. Dengan demikian, viskositas berhubungan langsung dengan besarnya
15
friksi dan tegangan geser yang terjadi pada partikel-partikel. Peningkatan temperatur akan mengakibatkan penurunan nilai viskositas.. Fluiditas dari suatu cairan akan meningkat dengan makin tingginya temperature. Cara menentukan viskositas biasanya dengan menggunakan alat viskometer Brookfield Termosel. Cara mengukur dengan menggunakan viskometer Brookfield Termosel yaitu dengan cara membandingkan viskositas aspal yang diperoleh pada suhu 25ᵒC dengan viskositas pen 60/70 sebagai acuan.
2.8
Titik Nyala Titik nyala yang dihasilkan dari bahan yang mudah menyuap adalah suhu
terendah saat dia dapar menguap untuk membentuk campuran yang bisa menyulut api di udara. Mengukur titik nyala membutuhkan sumber pengapian. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui temperature dimana aspal dapat dipanaskan dengan aman yaitu tanpa adanya bahaya peletupan atau kebakaran yang tiba-tiba adanya nyala api terbuka. Apabila aspal dipanaskan sampai melebihi titik bakarnya, maka aspal akan mudah terbakar sehingga dianjurkan tidak memanaskan aspal diatas titik nyala.
16
BAB III METODELOGI DAN PROSES PENELITIAN
3.1 Tahapan Pelaksaan Penelitian Proses penelitian yang dilakukan terdiri atas beberapa tahap proses diantaranya yaitu proses perancangan penelitian dan percobaan yang akan dilakukan. 3.1.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian dilakukan dengan meliputi tahap persiapan, tahap penelitian dan analisis hasil penelitian. Secara garis besar rancangan penelitian dapat dijelaskan pada Gambar 3.1 Mulai
Tahap Persiapan: Penelusuran Literature
Persiapan bahan baku dan bahan penunjang
Tahap Penelitian
Tahap Analisis aspal: analisis penetrasi, titik lembek, daktilitas, dan viskositas
Selesai Gambar 3.1 Diagram Rancangan Penelitian
17
Pada tahap persiapan dilakukan penelusuran literature sebagai referensi pada penelitian yang akan dilaksanakan. Kemudian dilakukan survey terhadap peralatan yang digunakan serta bahan baku dan bahan penunjang pada proses sulfonasi pembuatan aspal. Bahan baku yang berupa limbah oli bekas sebelum digunakan lebih lanjut akan di lakukan refining untuk dipisahkan dari pengotornya. Tahap penelitian proses sulfonasi aspal dilakukan secara batch. Umpan berupa limbah oli bekas akan dimasukan ke dalam reactor dengan disertai penangas. Proses sulvonasi ini dilakukan dengan memvariasikan temperature dan konsentrasi H2SO4 (asam sulfat). Untuk mengetahui karakteristik aspal yang dihasilkan dari limbah oli dilakukan analisis. Analisis yang dilakukan meliputi penetrasi,titik lembek, dektilitas dan viskositas. Hasil analisis dari aspal yang dihasilkan selanjutnya akan di bandingkan dengan karakteristik asal pada umumnya yang biasa digunakan untuk mengetahui jenis aspal yang diperoleh dari limbah oli bekas. Dari percobaan sulfonasi limbah oli bekas kemudian dapat dibuat matriks penelitian yang menjelaskan hasil percobaan. Matriks penelitian sulfonasi oli bekas dapat dilihat pada Tabel 3.2
18
Waktu (menit) 15
Volume sampel (ml) 25
30
50
45
75
60
100
Volume H2SO4 (ml)
Volume HNO3 (ml)
Analisis Penetrasi (mm)
19
Titik Lembek (oC)
Daktilitas (cm)
Viskositas
Titik Nyala (oC)
3.1.2 Rancangan Percobaan Rancangann percobaan yang akan dilakukan meliputi tahap awal dan tahap sulfonasi a. Tahap awal Tahap awal rancangan percobaan dapat dilihat pada gambar 3.3 Mengumpulkan limbah oli bekas
Mengambil sampel ± 25 ml
saring Gambar 3.3 Diagram Rencana Percobaan Tahap Awal b. Proses Sulfonasi Tahap proses sulfonasi dapat dilakukan pada Gambar 3.4 Mengambil sampel oli bekas yang telah dilakukan di tahap awal
Lakukan pemeriksaan pH pada sampel oli Lakukan penetralisasi menggunakan NaOH Sampel dimasukan ke dalam reaktor Melakukan proses sulfonasi Lakukan pengcekan pH pada sampel oli setelah proses sulfonasi
Menganalisa penetrasi, titik lembek, daktilitas, viskositas, dan titik nyala
Melakukan kembali proses sulfonasi dengan variasi H2SO4 dan HNO3
20
3.2 Alat dan Bahan Untuk melakukan proses sulfonasi limbah oli bekas perlu diadakan peralatan dan bahan yang dapat menunjang penelitian yang akan dilaksanakan. Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 Tabel 3.3 Daftar Alat yang Diguakan dalam Penelitian No
Daftar Alat
1
Corong pisah
2 3 4 5 6 7 11 12 13 14 15
Gelas Ukur Gelas Kimia Piknometer Viskometer Botol semprot Pipet ukur Statif + clam Magnet stirrer Hot plate Batang pengaduk Spatula
Spesifikasi
Jumlah ( buah ) 1
50 ml 50 ml dan 100 ml
10 ml -
1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1
Tabel 3.4 Daftar Bahan yang Digunakan dalam Penellitian No 1 2 3 4 5
Nama Bahan Oli bekas H2SO4 HNO3 NaOH Aquades
21
Jumlah 50 ml Menyesuaikan Menyesuaikan Menyesuaikan Menyesuaikan
BAB 4 JADWAL PELAKSANAAN NO
Kegiatan
1 Persiapan Studi literatur Pembuatan proposal Penyerahan proposal Seminar proposal TA Revisi proposal TA 2 Pelaksanaan TA Persiapan Alat Persiapan bahan baku Proses Sulfonasi Analisi data 3 Pelaporan Penyusunan laporan Revisi laporan Peyusunan draft TA Revisi draft TA Penyerahan draft TA Seminar/Sidang TA Revisi-Penyerahan laporan
Des 3 4
Januari 1 2 3
4
Februari 1 2 3 4
1
Maret 2 3
Pelaksanaan KP
22
4
1
April 2 3
4
1
Mei 2 3
4
1
Juni 2 3
4
1
Juli 2 3
4
BAB 5 ANGGARAN BIAYA 5.1 Daftar Biaya Alat dan Bahan No 1 2 3 4 5 6
Nama Alat dan Bahan Jumlah Gelas Plastik 50 buah Oli Bekas 3L NaOH 1 kg H2SO4 2L HNO3 2L Minyak Tanah 1L Total Biaya
Harga Satuan Rp 2.500,Rp.15.000,Rp 25.000,Rp.58.500,-
Biaya Total Rp 24.000,Rp 7.500,Rp.15.000,Rp. 50.000,Rp.117.000,Rp.12.000,Rp 225.500 ,-
5.2 Daftar Biaya Pembuatan Laporan No.
Nama
Jumlah
Harga Satuan
Harga Total
1
Photocopy
-
-
Rp. 100.000,00
2
Kertas A4
2 rim
Rp. 40.000
Rp. 80.000,00
3
Penjilidan
5
Rp. 30.000
Rp. 150.000,00
4
Tinta printer
-
-
Rp. 100.000,00
Total Biaya
Rp. 430.000,00
5.3 Daftar Biaya Total No.
Nama
Harga
1
Total Biaya Alat dan Bahan
Rp. 225.500,-
2
Total Biaya Pembuatan Laporan
Rp. 430.000,-
Total Biaya
Rp.655.500,-
23