PROPOSAL
KEGIATAN RONDE KPERAWATAN DI RUANG SHOFA MARWAH RUMAH SAKIT ISLAM A. YANI SURABAYA
Disusun Oleh : 1. Arief Candra Permana 2. Nazamuddin Zakky Wahyudi
(1120018101) (1120018048)
3. Cicik Andri Ani
(1120018049)
4. Dewi Kumala Sari
(1120018070)
5. Shobibatur Rohmah
(1120018029)
6. Rivana Ristanova
(1120018019)
7. Medyasa Anggraeni
(1120018038)
8. Efita Nirmalasari
(1120018098)
9. Nurul Fatmalia
(1120018026)
10. Alifatul Lailatus Sa’adah
(1120018028)
11. Sakina Kasturi S. Balido
(1120018030)
12. Sofia Kamala
(1120018117)
13. Faradhillah Zahrah
(1120018043)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2019
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ronde keperawatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan kilen yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilaksanakan oleh perawat primer dan atau konsuler, kepala ruangan, perawat assosciate, yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim keperawatan dengan melibatkan klien secara langsung sebagai fokus kegiatan (Nursalam, 2014). Kegiatan ini mempunyai karakteristik yaitu: klien dilibatkan langsung, klien merupakan fokus kegiatan, PP/PA dan konselor melakukan
diskusi.
Konselor
memfasilitasi
kreatifitas
dan
membantu
mengembangkan kemampuan PP dan PA dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah keperawatan. adapun kriteria klien yang dilakukan ronde adalah sebagai berikut : klien dengan penyakit kronis, penyakit langka atau baru, klien dengan penyakit komplikasi, klien dengan penyakit akut dan klien dengan permasalahan keperawatan yang belum terselesaikan. Ronde keperawatan merupakan media bagi perawat untuk membahas lebih dalam masalah dan kebutuhan pasien serta sebagai proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan dan mengaplikasikan konsep teori ke dalam praktik keperawatan. Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan rode keperawatan. dimana ronde keperawatan merupakan sarana bagi perawat baik perawat perawat primer maupun perawat assosciate
untuk
membahas
masalah
keperawatan
termasuk
konsultan
keperawatan. Salah satu tujuan dari kegitan ronde keperawatan adalah meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan. pelaksanaan kegiatan ronde keperawatan inidapat meningkatkan kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan di Ruang Shofa Marwah RS Islam Surabaya.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum : Setelah dilakukan ronde keperawatan, masalah keperawatan yang dialami klien dapat diatasi. 2. Tujuan Khusus : Setelah dilakukan ronde keperawatan, perawat mampu: a. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis dalam pemecahan masalah keperawatan klien. b. Memberikan tindakan yang berorientasi pada masalah keperawatan klien. c. Meningkatkan kemampuan validatas dan pasien. d. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan . e. Meningkatkan kemampuan justifikasi. f. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja. g. Meningkatkan memodifikasi rencana asuhan keperawatan. h. Melaksanakan asuhan keperawatan secara menyeluruh.
C. Manfaat 1. Bagi Klien : a. Membantu
menyelesaikan
masalah
klien
mempercepat
masa
penyembuhan. b. Mengurangi masa rawat inap. c. Memberikan perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien. d. Memenuhi kebutuhan pasien. 2. Bagi Perawat : a. Dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor perawat. b. Menjalin kerjasama tim antar multidisiplin. c. Menciptakan perawatan keperwatan profesional. 3. Bagi Rumah Sakit : a. Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit b. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan c. Meningkatkan loyalitas konsumen terhadap rumah sakit
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Ronde keperawatan 1. Pengertian Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan/atau konselor, kepala ruangan, dan perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2015).
2. Karakteristik Ronde 1
Pasien dilibatkan secara langsung
2
Pasien merupakan fokus kegiatan
3
PP, PA dan konselor melakukan diskusi bersama
4
Konselor memfasilitasi kreativitas
5
Konselor membantu
mengembangkan
kemampuan
PA,
PP
dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah (Nursalam, 2015).
3. Tujuan Ronde Keperawatan 1. Tujuan Umum Menyelesaikan masalah klien melalui pendeketan berfikir kritis dan diskusi. 2. Tujuan Khusus Setelah dilaksanakan untuk keperawatan, perawat mampu: a. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis b. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien c. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawanan d. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawanan e. Meningkatkan kemampuan justifikasi f. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja (Nursalam, 2015).
4. Manfaat Ronde Keperawatan 1. Masalah pasien dapat teratasi 2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi 3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional 4. Terjadinya kerjasama antar tim kesehatan 5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar (Nursalam, 2015).
5. Kriteria Pasien Pasien yang dipilih untuk ronde keperawatan adalah pasien yang mempunyai kriteria sebagai berikut: 1. Masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan 2. Pasien dengan kasus baru atau langka (Nursalam, 2015).
6. Tim Pelaksana Ronde Keperawatan 1. Kepala Ruangan 2. PP 1 3. PA 1, 2, dan 3 4. Perawat Konselor 5. Tim Kesehatan yang lain (Dokter, Ahli Gizi)
7. Peran Masing-Masing Anggota 1. PP dan PA: a. Menjelaskan keadaan dan data demografi pasien b. Menjelaskan masalah keperawatan utama c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan d. Menjelaskan hasil yang didapat e. Menentukan tindakan selanjutnya f. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang diambil
g. Menggali masalah - masalah pasien yang belum terkaji
2. Peran Perawat Konselor: a. Memberikan justifikasi b. Memberikan reinforcement c. Menilai kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional tindakan d. Mengarahkan dan koreksi e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
8. Metode 1
Diskusi
2
Bed Side Teaching
9. Alat Bantu 1 2
Sarana diskusi : alat tulis, hand out (materi ronde keperawatan), laptop Status atau dokumentasi keperawatan pasien.
10. Alur Ronde Keperawatan PP
TAHAP PRA RONDE
1. Penetapan Pasien
2. Persiapan pasien:
a. Informed Concent b. Hasil Pengkajian / Validasi data
TAHAP PELAKSANAAN DI NURSE STATION
3. Penyajian Masalah
TAHAP RONDE DI BED PASIEN
TAHAP PELAKSANAAN DI NURSE STATION
1. Apa diagnosis keperawatan 2. Data apa yang mendukung? 3. Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan? 4. Apa hambatan yang ditemukan?
Validasi data di Bed Pasien
PP, konselor, KARU
Lanjutan diskusi di Nurse Station
TAHAP PASCA RONDE (Nurse G Station)
Simpulan dan rekomendasi solusi masalah
Gambar 2.1: Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan (Nursalam, 2015) Keterangan: 1) Pra Ronde a. Menentukan kasus dan Topik
b. Menentukan tim ronde c. Mencari sumbet atau literatur d. Membuat proposal e. Mempersiapkan pasien : informed concent dan pengkajian f. Diskusi : apa diagnosa keperawatan, apa data yang mendukung, bagaimana intervensi yang sudah dilakukan, dan apa hambatan yang ditemukan selama perawatan 2) Pelaksanaan ronde a. Penjelasan tentang pasien oleh kepala tim yang difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut c. Pemberian justifikasi oleh kepala tim atau konselor atau kepala ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan 3) Pasca ronde a. Evaluasi pelaksanaan ronde, revisi dan perbaikan. b. Kesimpulan dan rekomendasi penegakan diagnosis dan intervensi keperawatan selanjutnya.
11. Kriteria Evaluasi 1
Struktur a. Persyaratan administrative (alat, informed concent, dll) b. Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan c. Persiapan dilakukan sebelumnya
2
Proses a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah ditentukan.
3
Hasil a. Klien merasa puas dengan hasil pelayanan b. Masalah klien dapat teratasi
c. Perawat dapat : 1) Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis 2) Meningkatkan kemampuan validasi dan pasien 3) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan 4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah pasien 5) Meningkatkan kemampuan
memodifikasi rencana
asuhan
keperawatan 6) Meningkatkan kemampuan justifikasi 7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
B. Konsep Dasar Dsypnea 1. Anatomi dan Fisiologi a. Anatomi Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.
1. Hidung Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluransaluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat
kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membran mukosa. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius. Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi : 1) Lubang hidung. 2) Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior. 3) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior. 4) Sinus frontalis, diantara concha media dan superior 5) Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. 6) Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior. 2. Faring (tekak) Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan. 3. Laring (tenggorok) Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas : a) Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea. b) Membrana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis. Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Membrana Tyroide à menghubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah deng Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. 4. Epiglottis Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. 5. Cartilago cricoidea Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi.
Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I. 6. Cartilago arytenoidea Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan.
7. Membrana Mukosa Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari selsel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa. 8. Plica vokalis Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara 9. Otot Otot - otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus). 10. Respirasi Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar - masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. 11. Fonasi Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis. Gambaran klinis Laring dapat tersumbat oleh : a) Benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil.
b) Pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi alergi, c) Infeksi, misalnya difteri. d) Tumor, misalnya kanker pita suara. 12. Trachea atau batang tenggorok Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira - kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
13. Bronchus Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
b. Fisiologi 1. Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian : a) Menghirup udara (inpirasi) Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada naik/lebih besar tekanan rongga dada turun / lebih kecil. b) Menghembuskan udara (ekspirasi) Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik / lebih besar. 2. Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu : a) Ventilasi Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya. Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan
ekspirasi
merupakan
gerakan
pasif.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi ventilasi :
1) Tekanan udara atmosfir 2) Jalan nafas yang bersih 3) Pengembangan paru yang adekuat b) Difusi Difusi
yaitu
pertukaran
gas
-
gas
(oksigen
dan
karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru - paru. Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan / konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan / konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi. Perbedaan tekanan pada gas - gas yang terdapat pada masingmasing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg. Faktor - faktor yang mempengaruhi difusi : (1) Luas permukaan paru (2) Tebal membran respirasi (3) Jumlah darah (4) Keadaan/jumlah kapiler darah (5) Afinitas (6) Waktu adanya udara di alveoli. c) Transpor Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke selsel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler. Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru - paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan
dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel - sel. Faktor faktor yang mempengaruhi laju transportasi : (1) Curah jantung (cardiac Output / CO) (2) Jumlah sel darah merah (3) Hematokrit darah (4) Latihan (exercise) d) Volume paru Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi polmonar. Spirometri mengukur folume udara yang memasuki atau meninggalkan paru - paru. Variasi volume paru dapat dihubungkan dengan : (1) Status kesehatan (2) Tingkat kekuatan otot pernapasan (3) Tingkat kompliansi e) Sirkulasi pulmonary Dimulai dari arteri pulmonary yang menerima darah dari vena yang membawa campuran oksigen dari vertikel kanan. Sisterm ini tergantung pada kemampuan pompa vertikel kanan yang mengeluarkan darah sekitar 4-6 liter/menit darah mengalir dari arteri pulmonary ke kapiler pulmonary tempat darah kontak dengan membrane kapiler-alveolor dan berlangsung pertukaran gas dan pernapasan. Darah yang kaya O2 bersikulasi melalui venula pulmonary dan vena pulmunar kembali ke atrium kiri. f) Distribusi Paru - paru menerima curah jantung total dari vertikel kanan dan tidak mengalirkan darah dari suatu daerah lain kecuali hipoksia alveolar. g) Transportasi Oksigen Terdiri dari sistem paru dan kardiovaskuler. Proses ini bergantung pada jumlah oksigen yang masuk keparu-paru
(ventilasi, aliran darah keparu - paru dan jaringan) perfusi, kecepatan difusi dan kapasitas membawa oksigen.
2. Definisi Dsypnea a. Definisi Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melkaukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah “Shortness Of Breath” (Price and Wilson, 2006). 1) Dyspnea akut dengan awal yang tiba – tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. 2) Dyspnea kronis (menahun dapat disebabkan oleh asma, penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema,inflamasi paru – paru, tumor dan kelainan pita suara.
b. Etiologi Dsypnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fiisologi meningkat maka akan menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama. Hal - hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain :
1) Faktor psikis. 2) Peningkatan kerja pernapasan. a) Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis metabolik). Sifat fisik yang berubah (Tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis dinding toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial). 3) Otot pernapasan yang abnormal. Penyakit otot (kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi). Fungsi mekanis otot berkurang. Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada lima hal antara lain : a) Oksigenasi jaringan menurun. b) Kebutuhan oksigen meningkat c) Kerja pernapasan meningkat. d) Rangsangan pada sistem saraf pusat. e) Penyakit neuromuskuler. Etiologi yang lain : (1) Sesak Nafas karena Faktor Keturunan Pada asalnya memang seseorang tersebut memiliki paru – paru dan organ pernapasan lemah. Ditambah kelelahan bekerja dan gelisah, maka bagianbagian tubuh akan memulai fungsi tidak normal. Tetapi, ini tidak otomatis membuat tubuh menderita, sebab secara alami akan melindungi diri sendiri. Namun demikian, sistem pertahanan bekerja ekstra, bahkan kadang-kadang alergi dan asma timbul sebagai reaksi dari sistem pertahanan tubuh yang bekerja terlalu keras. (2) Sesak Nafas karena Faktor lingkungan Udara dingin dan lembab dapat menyebabkan sesak nafas. Bekerja di lingkungan berdebu atau asap dapat memicu sesak nafas berkepanjangan. Polusi pada saluran hidung disebabkan pula oleh rokok yang dengan langsung dapat mengurangi suplai oksigen.
(3) Sesak Nafas karena kurangnya asupan cairan Sesak nafas karena kurangnya asupan cairan sehingga lendir pada paru – paru dan saluran nafas mengental. Kondisi ini juga menjadi situasi yang menyenangkan bagi mikroba untuk berkembang biak. Masalah pada susunan tulang atau otot tegang pada punggung bagian atas akan menghambat sensor syaraf dan bioenergi dari dan menuju paru – paru. (4) Sesak Nafas karena ketidakstabilan emosi Orang – orang yang gelisah, depresi, ketakutan, rendah diri cenderung untuk sering menahan nafas atau justru menarik nafas terlalu sering dan dangkal sehingga terengah – engah. Dalam waktu yang lama, kebiasaan ini berpengaruh terhadap produksi kelenjar adrenal dan hormon yang berkaitan langsung dengan sistem pertahanan tubuh. Kurang pendidikan bisa juga menyebabkan sesak nafas. Pengetahuan akan cara bernafas yang baik dan benar akan bermanfaat dalam jangka panjang baik terhadap fisik maupun emosi seseorang.
c. Patofisiologi Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas.
d. WOC
e. Manifestasi Klinis Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006). Paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada. Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan, hal ini disebabkan oleh Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok (Chandrasoma, 2006). Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai
adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya. Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru. Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006). Ronki basah berupa suara napas diskontinu / intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing / mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008). 1) Batuk dan produksi skutum Batuk adalah engeluaran udara secara paksa yang tiba – tiba dan biasanya tidak disadari dengan suara yang mudah dikenali. 2) Dada berat Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada berat diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai alasan lain untuk dada berat. Dada berat diartikan sevagai perasaan yang bera dibagian dada. Rata-rata orang juga mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang memegang jantungnya.
3) Mengi Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul ktika udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar saat ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya muncul ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan pada saluran napas yang besar atau pada seseorag yang mengalami gangguan pita suara. 4) Napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan.
f. Tes Diagnostik (Rontgen, Lab, dsb.)
g. Penatalaksanaan Medis 1) Penanganan Umum Dispnea a) Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal yang tinggi. b) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat sesaknya. c) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita. 2) Terapi Farmako a) Olahraga teratur b) Menghindari alergen c) Terapi emosi 3) Farmako a) Quick relief medicine b) Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran pernapasan, memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat serangan datang. Contoh : bronkodilator c) Long relief medicine. d) Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak nafas, mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhalasi.
h. Proses Penyembuhan Cara Mengatasi Sesak Nafas Apabila anda mengalami sesak nafas, maka hal itu harus segera mendapat perhatian hal itu dikarenakan sesak napas menyebabkan rasa yang tidak nyaman karena sulitnya bernafas sehingga tubuh kurang mendapatkan oksigen, dan yang terburuk dapat menyebabkan kematian. Bila anda mengalami gangguan pernafasan, lakukanlah latihan di bawah ini yang dapat membantu melegakan pernafasan anda. Lakukan latihan ini dua kali sehari, lima sampai sepuluh menit sampai anda terbiasa melakukannya. 1) Pernafasan perut a) Berbaring dengan enak dan letakkan bantal di bawah kepala. Tekuk lutut dan rilekskan perut. b) Tekan perut dengan satu tangan perlahan tetapi cukup keras untuk menciptakan tekanan. Letakkan tangan lain di dada. c) Lalu bernafaslah perlahan dari hidung dengan menggunakan otot-otot perut. Tangan yang berada di atas perut harus diangkat pada saat menarik nafas dan letakkan kembali pada saat membuang nafas. Tangan yang lain tetap berada di atas dada dan usahakan agar tidak bergerakgerak. 2) Bernafas melalui mulut a) Bernafaslah perlahan melalui hidung untuk menghindari tertelannya udara. Tahan nafas anda sambil menghitung satu, 1000, dua, 1000, tiga, 1000. b) Majukan bibir anda seperti hendak bersiul. Lalu, buang nafas pelanpelan melalui bibir yang dimajukan sambil menghitung satu, 1000, dua, 1000, tiga, 1000, empat, 1000, lima, 1000, enam, 1000. c) Anda harus membuat suara siul perlahan saat membuang nafas. Nafas yang dibuang melalui bibir yang dimajukan akan mengurangi kecepatan bernafas dan membantu menghilangkan udara yang lama terperangkap dalam paru-paru.
d) Saat melakukan pernafasan melalui mulut selama aktivitas, tarik nafas sebelum bergerak, dan buang nafas saat aktivitas. Bila ritme cara menghitung di atas tidak tepat, temukan cara menghitung sendiri yang lebih cocok. Harus terus diperhatikan agar selalu membuang nafas lebih lama daripada saat menarik nafas. Cara lain untuk Mengatasi Sesak Nafas bisa dilakukan dengan cara berikut : (1) Jalan keluar untuk mengatasi sesak nafas yang paling cepat adalah berada pada lingkungan hijau dan lapang. Jika tidak memiliki kemampuan untuk sering pergi keluar kota, ke gunung atau laut, tanamlah pohon berdaun hijau lebat di sekitar tempat tinggal yang akan memproduksi banyak oksigen dan menyerap polusi. Setiap saat menemukan lingkungan hijau dan bersih, berjalan kakilah dan hirup udara dalam-dalam (2) Para penyandang sesak nafas kronis sebaiknya menghindari konsumsi bahan susu berlebihan, gula putih, permen, tepung dan nasi putih. Jika nafas sudah mulai teratur, makanan itu dapat dikonsumsi dalam jumlah sedikit untuk melihat reaksi tubuh. Dalam waktu yang sama konsumsi buah dan sayuran dalam jumlah banyak. Minum air hangat 6-8 gelas per hari. (3) Jika sesak nafas diiringi flu atau demam, makanlah sup yang dibumbui bawang merah, bawang putih, lada, kayu manis, jahe dan cengkih. Bumbu tersebut dapat membantu membuka sumbatan pada saluran nafas. (4) Mengelola emosi sangat penting untuk menyembuhkan masalah pernafasan. Banyak cara yang bisa dilakukan seperti berpikiran positif, menghilangkan ketakutan yang tidak beralasan, bahkan sering tersenyum akan sangat membantu. Namun demikian cara mengelola emosi yang tepat hanya diketahui oleh pribadi masing-masing. (5) Olahraga yang menggerakkan punggung atas dan dada sangat membantu mengalirkan darah dan energi penyembuhan. Perlu diingat jika kita merawat tubuh dan pikiran, imbal baliknya adalah kenikmatan yang tak terkira. (6) Untuk mengatasi sesak napas, biasanya obat yang diberikan adalah obatobatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.
(7) Untuk menghindari sesak napas terjadi secara berulang, perlu diketahui dan diobati penyebab terjadinya sesak napas, misalnya; obat tbc bila sesak napas karena penyakit tbc, obat asma bila karena penyakit asma. Sedangkan sesak napas yang sifatnya ringan pada wanita hamil, tidak memerlukan obat pereda sesak napas. Sesak napas yang ringan umumnya tidak berbahaya dan tidak mempengaruhi jumlah oksigen yang didapat bayi dalam kandungan. Namun bila wanita hamil tersebut mengalami sesak napas yang berat dan atau mempunyai penyakit asma, konsultasikanlah segera ke dokter kandungan untuk mendapatkan penanganan yang tepat bagi ibu dan bayi yang dikandungnya. Untuk mengatasi sesak napas pada wanita hamil disarankan untuk menjaga postur tubuh dengan benar, seperti duduk atau berdiri dengan tegak, kurangi dan perlambat pergerakkan anda, seperti berjalan dengan lebih lambat, memberi sandaran pada tubuh bagian atas saat tidur. Cara Mengatasi Sesak Napas dengan Obat Tradisional / Obat Herbal : Daun kemangi biasanya digunakan sebagai lalapan atau sebagai menghilangkan bau amis. Ternyata tidak hanya itu, daun kemangi juga berkhasiat untuk mengatasi sesak napas, batuk rejan, dan rematik. Berikut cara meramunya. (a) Ambil daun kemangi secukupnya (b) Remas-remaslah sampai lumat, kemudian berilah 1 sendok makan minyak tanah. (c) Remas kembali sarnpai minyak tanah dan daun kemangi bersatu. Oleskan ramuan ke dada, leher, dan punggung. Tidak begitu lama, ramuan akan bereaksi dan sesak napas pun akan berkurang. 3. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Identitas Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis. 2) Riwayat kesehatan a) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada. b) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA. c) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
d) Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga pasien 3) Pola kesehatan fungsional Hal - hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah : a) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen. b) Pola metabolik-nutrisi Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan. c) Pola eliminasi Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi) d) Aktivitas-latihan Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. e) Pola istirahat-tidur Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat. f) Pola persepsi-kognitif Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien. g) Pola konsep diri-persepsi diri Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus). h) Pola hubungan dan peran Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i) Pola reproduksi-seksual Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji j) Pola toleransi koping-stress Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien. k) Keyakinan dan nilai Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4) Pemeriksaan fisik a) Kesadaran: kesadaran menurun b) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi c) Head to toe a. Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau endokarditis) b. Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut c. Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung d. Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal. e. Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat (tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea) 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan dsypnea adalah: a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
3. Intervensi Keperawatan NO DX TUJUAN INTERVENSI Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas I 3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas 1) Buka jalan napas pasien yang efektif, dengan kriteria hasil: Respiratory Status: Airway patency 2) Posisikan pasien untuk Tujuan memaksimalkan ventilasi. No Indikator Awal 1 2 3 4 5 3) Identifikasi Pasien untuk perlunya 1. Pengeluaran 2 √ pemasangan alat jalan napas sputum pada buatan jalan napas 4) Keluarkan secret dengan suction napas 2 2. Irama √ 5) Auskultasi suara napas, catat bila sesuai yang ada suara napas tambahan diharapkan 6) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah 3. Frekuensi 2 √ dilakuakan tidakan suction pernapasan sesuai yang diharapkan b. Suksion Jalan Napas 1) Auskultasi jalan napas sebelum Keterangan: dan sesudah suction 1. Keluhan ekstrim 2. 3. 4. 5.
Keluhan berat Keluhan sedang Keluhan ringan Tidak ada keluhan
RASIONAL 1. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 3. Mencegah obstruksi /aspirasi.
4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi secret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
1. Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan secret. 2. Penurunan bunyi nafas dapat 2) Informasikan keluarga tentang menunjukan atelektasis. prosedur suction 3. Ventilasi maksimal membuka area 3) Berikan O2 dengan menggunakan atelektasis dan meningkatkan nasal untuk
II
memfasilitasi suksion nasotrakheal 4) Hentikan suksion dan berikan oksigen bila Pasien menunjukkan bradikardi peningkatan saturasi oksigen 5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 6) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas 3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, 1) Buka jalan napas Pasien dengan kriteria hasil: 2) Posisikan Pasien untuk Respiratory Status: Ventilation memaksimalkan ventilasi. Tujuan 3) Identifikasi Pasien untuk No Indikator Awal perlunya pemasangan alat jalan 1 2 3 4 5 napas buatan 1. Auskultasi 2 √ 4) Keluarkan secret dengan suction suara napas 5) Auskultasi suara napas, catat bila sesuai ada suara napas tambahan 6) Monitor penggunaan otot bantu 2. Bernapas 2 √ pernapasan mudah 7) Monitor rata-rata respirasi setiap 3. Tidak 2 √ pergantian shift dan setelah didapatkan dilakuakan tidakan suction penggunaan otot tambahan
gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. 4. Mencegah pengeringan mukosa, membantu pengenceran sekret
5. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
Airway management 1. Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi 2. Memposisikan pasien semi fowler supaya dapat bernafas optimal. 3. Deteksi terhadap pertukaran gas dan bunyi tambahan serta kesulitan bernafas (ada tidaknya dispneu) untuk memonitor intervensi 4. Dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia 5. Memberikan rasa nyamandan mempermudah pernapasan 6. Deteksi status respirasi
Vital sign Status Tujuan No
Indikator
Awal
Tanda Tanda 2 vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) Keterangan: 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan 1.
III
1 2 3 4 5 √
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasil: Respiratory Status : Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status : ventilation
Vital sign monitoring 1) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 2) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 3) Monitor vital sign 4) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas. 5) Ajarkan bagaimana batuk efektif 6) Monitor pola nafas
Vital sign monitoring 1. Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum 2. Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia 3. Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok) dapat terjadi. 4. Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien mengalami nyeri, khusunya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 2) Pasang mayo bila perlu 3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 4) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 7) Monitor respirasi dan status O2 8) Catat pergerakan dada,amati
1. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 3. Mencegah obstruksi/aspirasi. 4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi secret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot
Vital Sign Status Tujuan No
Indikator
Awal 1 2 3 4 5
1.
2.
3.
Mendemonstrasi 2 kan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memelihara 2 kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasi 2 kan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
√
√
√
kesimetrisan, penggunaan otot aksesoris pernafasan dan tambahan, retraksi otot peningkatan kerja pernafasan supraclavicular dan intercostal 5. Pemasukan cairan yang banyak 9) Monitor suara nafas, seperti dengkur membantu mengencerkan sekret, 10) Monitor pola nafas : bradipena, membuatnya mudah dikeluarkan. takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 11) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 12) Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental 13) Observasi sianosis khususnya membran mukosa
4.
AGD dalam 2 batas normal 5. Status 2 neurologis dalam batas normal Keterangan: 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
√ √
4. Evaluasi Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan.
B. Konsep Dasar DM Tipe II 1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukanduodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah. Pankreas terdiri dari tiga bagian yaitu : a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan umbilical dalam lekukan duodenum. b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan depan vertebra lumbalis pertama. c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh lympa. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu : a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum. b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukogen langsung ke darah. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin. Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu : 1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum. 2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 2005). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2012) Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu : a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah : 1. Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida.
2. Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino. 3. Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliserol gliserin. b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran. Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glukagon 1. Insulin Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml. Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu : a) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glukagon. b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal. c) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat. Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu : (1) Menambah kecepatan metabolisme glukosa (2) Mengurangi konsentrasi gula darah (3) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan. 2) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino. Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah : a) Pemecahan glikogen (glikogenesis) b) Peningkatan glukogenesis Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia.
2. Definisi Diabetes Melitus a. Pengertian Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,2009). Sedangkan menurut Francis dan John (2012), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddarth, 2013). Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Suddarth, 2013). Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO, 2015).Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang
ditemukan di seluruh dunia dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 – 6 % (Adam, 2014). Dari berbagai definisi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik. Sementara itu National Diabetes Data Group of The National Institutes of Health mengklasifikasikan diabetes mellitus sebagai berikut : 1) Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau tipe juvenil Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset, karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2) Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus) Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada kecenderungan familiar. NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif. 3) Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi keefektifitasan insulin. 4) Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu. Yaitu hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia. Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia
antara lain: diuretik furosemid (lasik), dan thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat (Long, 2006).
b. Etiologi Berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 2015 adalah : 1) DM Tipe I (IDDM) a) Faktor genetik / herediter Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus b) Faktor infeksi virus Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetic 2) DM Tipe II (NIDDM) Terjadi paling sering pada orang dewasa dengan keadaan obesitas. Obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa. 3) DM Malnutrisi a) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD) Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak. b) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD) Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas 4) DM Tipe Lain a) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas. b) Penyakit hormonal seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak. Sedangkan secara umum ada 4 penyebab terjadinya diabetes melitus yaitu : 1. Faktor keturunan
Faktor keturunan dapat menyebabkan terjadinya DM karena pola familial yang kuat (keturunan) mengakibatkan terjadinya kerusakan sel-sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam sekresi insulin maupun kerja insulin (Long, 2006). Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel – sel betha pancreas yang bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant sehingga mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin. ( Sjaifoellah, 2006 : 692 ) 2. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang dapat terjadi karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino, kalium dan fosfat yang melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika terjadi kekurangan insulin akibat kerusakan fungsi sel pankreas akan menyebabkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino, kalium dan fosfat (Long, 2006). Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jarinagan perifer tergantung keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel betha pulau pancreas. ( Sjaifoellah, 2006 : 692 ) 3. Kegemukan atau obesitas Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena insiden DM menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan meningkat pada mereka yang mengalami perubahan makanaan secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor resiko tinggi DM karena jumlah reseptor insulin menurun pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa dan hiperglikemia (Price dan Wilson, 2012). Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes mellitus dan insulin insufisiensi relative. (Sjaifoellah, 2006 : 692). 4. Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin. Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat mendukung terjadinya DM karena toleransi glukosa secara berangsur – angsur akan menurun bersamaan dengan berjalannya usia seseorang mengakibatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya pelepasan
insulin dari sel–sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin (Long, 2006). Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya (terjadi defisiensi relatif insulin). Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari selsel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi
insulin
yang
beredar
tidak
lagi
memadai
untuk
mempertahankan euglikemia (Price,2012). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanakkanak. Menurut Sjaifoellah (2006), Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: (1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) (2) Obesitas (3) Riwayat keluarga (4) Kelompok etnis (5) Gaya hidup
c. Patofisiologi dan WOC Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuhsembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi)( Pearce, 2012).
d. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala menurut Sjaifoellah (2006)yaitu: 1) Poliuria 2) Polidipsi 3) Polifagia 4) Penurunan BB 5) Kelemahan, keletihan dan mengantuk 6) Malaise 7) Kesemutan pada ekstremitas 8) Infeksi kulit dan pruritus 9) Timbul gejala ketoasidosis dan samnolen bila berat Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan sampai menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan
dan
tidak
ada
penyebabnya,
mudah
sakit
yang
berkepanjangan, biasanya terjadi pada merekayang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak–anak dan remaja. Gejala–gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lam asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, impotensi pada pria. Gejala Diabetes Melitus tipe 2 menurut Long (2006), yaitu : a) Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing. b) Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
c) Polipagi (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein. e) Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
e. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain: 1) Pemeriksaan elektrolit Elektrolit yang didapatkan pada penderita diabetes mellitus bisa kurang maupun lebih dari kadar normal. Normalnya elektrolit pada tubuh adalah sebagai berikut : a) Kalium
: 3,6-5,6mEg/l
b) Natrium : 137-145mEq/l c) Klorida
: 98-107mEg/l
2) Pemeriksaan hematologi a) Laju endap darah (LED) Normalnya LED pada pria antara 0 – 15 mm/jam dan pada wanita antara 0 – 20 mm/jam. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
b) Hemoglobin Normalnya Hb pada pria antara 13,0 – 16,0 dan pada wanita antara 12,0 – 14,0. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun. c) Leukosit Normalnya leukosit pada yang dihasilkan tubuh bernilai antara 5.000 – 10.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
d) Trombosit Normalnya trombosit pada pria yang dihasilkan tubuh bernilai antara 150.000 – 400.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat. 3) Pemeriksaan gula darah Orang dengan diabetes melitus kadar gula darahnya meningkat lebih dari 200 mg/dl. Pemeriksaan gula darah antara lain : a) Gula Darah Puasa ( GDP ) Pemeriksaan gula darah dimana pasien sebelum melakukan pengambilan darah dipuasakan selama 8 – 12 jam. Semua pemberian obat dihentikan terlebih dahulu. b) Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD 2PP) Pemeriksaan gula darah yang tidak dapat distandarkankan karena makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlahnya sulit diawasi dalam jangka waktu 2 jam, sebelum pengambilan darah pasien perlu duduk beristirahat tenang tidak melakukan kegiatan apapun dan tidak merokok. Obat-obat hipoglikemi yang dianjurkan dokter harus tetap dikonsumsi. c) Gula Darah Sewaktu ( GDS) Pemeriksaan gula darah yang dilakukan tanpa memerhatikan kapan terakhir pasien makan. PARAMETER BAIK SEDANG BURUK GDP 80 – 100 mg/dl 110 – 125 mg/dl ≥126 mg/dl GD 2PP 80 – 144 mg/dl 145 – 179 mg/dl ≥180 mg/dl GDS < 110 mg/dl 110 – 199 mg/dl ≥ 200 mg/dl Tabel 2.1 Nilai Parameter Gula Darah 4) Pemeriksaan leukosit Normalnya kadar leukosit dalam tubuh berdasarkan jenisnya : a) Basofil
:0–1%
b) Eusinofil : 1 – 3% c) N. Segmen: 50 – 75 % d) N. Batang : 2 – 3 % e) Limfosit : 25 – 40 % f) Monosit : 3 – 7 % 5) Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah. 6) Pemeriksaan HbA1c Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang, menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari( Kee JL, 2003 ), karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan (Darwis Y, 2005, Soegondo S, 2004). Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2014). Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2013) PARAMETER
BAIK
SEDANG
BURUK
HbA1c
2,5 – 6,0 %
6,1 – 8,00 %
> 8,00 %
Tabel 2.2 Nilai Parameter HbA1c
f. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi kondisi ini. a. Perencanaan makan Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
1) KH 60 –70 % 2) Protein 10 –15 % 3) Lemak 20 25 % Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui perhitungan mennurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10% kg 1) BB ideal x 30% untuk laki-laki BB ideal x25% untuk Wanita Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari: a) Ringan : 100 – 200 Kkal/jam b) Sedang : 200 – 250 Kkal/jam c) Berat
: 400 – 900 Kkal/jam
2) Kebutuhan basal dihitung seperti 1), tetapi ditambah kalori berdasarkan persentase kalori basal: a)
Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
b)
Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
c)
Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
d)
Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil atau
menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal 3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut: a)
Pasien kurus
: 2300 – 2500 Kkal
b)
Pasien nermal
: 1700 – 2100 Kkal
c)
Pasien gemuk
: 1300 – 1500 Kkal Syarat diet DM hendaknya dapat:
1)
Memperbaiki kesehatan umum penderita
2)
Mengarahkan pada berat badan normal
3)
Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4)
Mempertahankan kadar KGD normal
5)
Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik 6) modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7)
Menarik dan mudah diberikan Prinsip
diet DM, adalah: 1)
Jumlah sesuai kebutuhan
2)
Jadwal diet ketat
3)
Jenis: boleh dimakan/tidak
Memberikan
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya. 1) Diit DM I : 1100 kalori 2) Diit DM II : 1300 kalori 3)
Diit DM III
: 1500 kalori
4)
Diit DM IV
: 1700 kalori
5)
Diit DM V
: 1900 kalori
6)
Diit DM VI
: 2100 kalori
7) 8)
Diit DM VII : 2300 kalori Diit DM VIII: 2500 kalori Keterangan
: Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi. Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: a) J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah b) J II
: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
c) J III
: jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus: BB (Kg) BBR =
X 100 % TB (cm) – 100 (a) Kurus (underweight) : BBR < 90 % (b) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 % (c) Gemuk (overweight)
: BBR > 110 %
(d) Obesitas ringan
: BBR 120 – 130 %
(e) Obesitas sedang
: BBR 130 – 140 %
(f) Obesitas berat
: BBR 140 – 200 %
(g) Morbid : BBR > 200 % Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
(a) Kurus (b) Normal
: :
BB X 40 – 60 kalori sehari BB X 30 kalori sehari
(c) Gemuk
:
BB X 20 kalori sehari
(d) Obesitas : b. Latihan jasmani
BB X 10-15 kalori sehari
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam tahun). Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah: a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya. b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen d) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. c. Pengelolaan farmakologi a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes) 1). Mekanisme kerja sulfanilurea a. kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas b. kerja OAD tingkat reseptor 2). Mekanisme kerja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: (a)
Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik i. ii.
Menghambat absorpsi karbohidrat Menghambat glukoneogenesis di hati
iii.
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b)
Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c)
Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler b) Insulin
Indikasi penggunaan insulin : 1) DM tipe I 2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD 3) DM kehamilan 4) DM dan gangguan faal hati yang berat 5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren) 6) DM dan TBC paru akut 7) DM dan koma lain pada DM 8) DM operasi 9) DM patah tulang 10)DM dan underweight 11)DM dan penyakit Graves Beberapa cara pemberian insulin 1). Suntikan insulin subkutan Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain: a. lokasi suntikan ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. b. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan. c. Dalamnya suntikan Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan d. Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat. 2). Pemijatan (Masage), Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin. 3). Suhu Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin. 4). Suntikan intramuskular dan intravena Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik. Jenis Insulin a. Insulin kerja cepat : regular insulin, cristalin zink, dan semilente. b. Insulin kerja sedang : NPH (Netral Protamine Hagerdon) c. Insulin kerja lambat : PZI (Protamine Zinc Insulin) 4. Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
g. Pencegahan Beberapa cara untuk mencegah penyakit Diabetes Melitus, yakni : 1. Lakukan lebih banyak kegiatan fisik Ada banyak manfaat berolahraga secara teratur. Latihan olahraga dapat membantu meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, Yng membantu kadar gula darah dalam kisaran normal. 2. Dapatkan banyak serat dalam makanan. Makanan berserat tidak hanya mengurangi resiko diabetes mellitus denga meningkatkan control gula darah tetapi juga mrnurunkan resiko penyakit jantung dan menjaga berat badan tetap idealdenga membantu merasa kenyang.
3. Makanlah kacang-kacangan dan biji-bijian. Biji-bijian dapt mengurangi resiko diabetes dan membantu kadar gula darah. Dalam sebuah study pada 83.000 perempuan, konsumsi kacangkacangan tampaknya
menunjukkan
beberapa
efek
perlindungan
terhadap
perkembangan diabetes. 4. Turunkan berat badan. Sekitar 80% penderita diabetes kegemukan dan kelebihan berat badan. Jika terjadi kelebihan berat badan, pencegahan diabetes tergantung pada penurunan berat badan. Setiap kg penurunan berat badan dapat meningkatkan kesehatan. Dalam sebuah penelitian orang dewasa yang kegemukan mengurangi resiko diabetes sebesar 16% untuk setiak kilogram penurunan berat badan. 5. Perbanyak minum produk susu rendah lemak. Para penderita obesitas, semakin banyak susu rendah lemak yang dikonsusmsi, semakin rendah resiko sindrom metabolic. 6. Kurangi kosumsi gula. Konsumsi gula saja tidak terkait dengan penembangan diabetes tipe 2. Namun, setelah disesuaikan dengan berat badan dan variable lainnya, tampaknya ada hubungan antara minum-minuman serat gula. Seorang yang minum satu atau lebih minuman bergula sehari, memilihi resiko terhadap diabetes daripada orang yang kadang-kadang atau tidak minumminuman bergula. 7. Hindari merokok. Merokok tidak hanya
berkontribusi
pada penyakit
jantung dan
menyebabkan penyakit paru-paru tetapi juga terkaitt jjuga dengan diabetes. Merokok lebih dari 20 batang sehari dapat meningkatkan resiko diabetes lebih darii tiga kali lipat dibandingkan yang tidak merokok. Merokok secara lagsung menurunkan kemampuan utuk memanfaatkan insulin. (WHO, 2015)
h. Komplikasi Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 2009) adalah 1) Akut
a) Hipoglikemia dan hiperglikemia b) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler). c) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati. d) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth & Brunner, 2013). 2) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus a) Neuropati diabetic b) Retinopati diabetic c) Nefropati diabetic d) Proteinuria e) Kelainan coroner f) Ulkus/gangren (Soeparman, 2007, hal 377) Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain: (1) Grade 0
:
tidak ada luka
(2) Grade I :
kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
(3) Grade II
:
kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
(4) Grade III
:
terjadi abses
(5) Grade IV
:
Gangren pada kaki bagian distal
(6) Grade V
:
Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
3. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien Identitas pasien berisi nama pasien, tempat dan tanggal lahir, pendidikan terakhir, agama, status perkawinan, tinggi badan, berat badan, penampilan umum, ciri – ciri tubuh, alamat, orang terdekat yang mudah dihubungi, hubungan dengan klien, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan nomer rekam medis. 2) Keluhan Utama Keluhan utama luka yang tidak kunjung sembuh dan kelemahan tubuh. 3) Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengkajian riwayat kesehatan yang kaji dari awal klien mengalami sakit, selama sakit, sampai pengkajian di rumah sakit. Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadangkadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria. 4) Riwayat Kesehatan Terdahulu a) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional b) Riwayat ISK berulang. c) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital. d) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan 5) Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya pasien diabetes melitus mengalami sakit diabetes melitus karena adanya riwayat anggota keluarga yang menderita diabetes melitus juga. 6) Riwayat lingkungan Riwayat pengkajian lingkungan merupakan pengkajian untuk mengkaji keadaan lingkungan tempat tinggal sekitar yang bertujuan mengetahui apakah ada hal – hal yang dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya penyakit.
7) Pemeriksaan Fisik a) Aktivitas / istirahat Gejala : (1)
Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan
(2)
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur Tanda :
(1) Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas (2) Letargi / disorientasi, koma (3) Penurunan kekuatan otot b) Sirkulasi Gejala : (1) Adanya riwayat hipertensi (2) Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
(3) Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama Tanda : (1) Takikardia (2) Perubahan tekanan darah postural, hipertensi (3) Nadi yang menurun / tidak ada (4) Disritmia (5) Krekels (6) Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung c) Integritas Ego Gejala : (1) Stress, tergantung pada orang lain (2) Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda : (1) Ansietas, peka rangsang d) Eliminasi Gejala : (1) Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia (2) Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi) (3) Nyeri tekan abdomen (4) Diare Tanda : (1) Urine encer, pucat, kuning : poliuri e) Makanan / cairan Gejala : (1) Hilang nafsu makan (2) Mual / muntah (3) Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat. (4) Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu (5) Haus (6) Penggunaan diuretic (tiazid) Tanda : (1) Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut). Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental. f) Nyeri / kenyamanan Gejala : (1) Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda
:
(1) Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati g) Pernafasan Gejala : (1) Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung ada tidaknya infeksi) Tanda : (1) Lapar udara (2) Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi) (3) Frekuensi pernafasan h) Keamanan Gejala : (1) Kulit kering, gatal; ulkus kulit Tanda : (1) Demam, diaphoresis (2) Kulit rusak, lesi / ilserasi (3) Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak 8) Pemeriksaan Penujang a) Pemeriksaan elektrolit pada penderita diabetes mellitus bisa kurang maupun lebih dari kadar normal. b) Laju endap darah (LED) pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat. c) Hemoglobin pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun. d) Leukosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat. e) Trombosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat (dehidrasi) f) Gula darah pada pasien diabetes melitus akan meningkat lebih dari 200 mg/dl. g) Pemeriksaan Urine pada pasien diabetes melitus biasanya terdapat gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolaritas meningkat. h) Pemeriksaan HbA1c pada penderita diabetes ditemuka kadar HbA1c dalam tubuh antara 6,1 – 8,00 %. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang i) Insulin darah menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin
j) Pemeriksaan fungsi tiroid terdapat peningkatan aktivitas hormon tiroid yang meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin k) Kultur dan sensitivitas kemungkinan ditemukan
adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka. 9) Terapi a) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas Contoh glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida micronized (5 mg/tablet), glikasida (80 mg/tablet), dan glikuidon (30 mg/tablet). b) Golongan Biguanid / Metformin c.
Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
d. Insulin Contoh regular insulin, cristalin zink, dan semilente, NPH (Netral Protamine Hagerdon), PZI (Protamine Zinc Insulin)
b. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik. 2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Proses inflamasi/ peradangan. 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi ekstra sel. 5) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati) 6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, penurunan kekuatan otot 7) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi darah perifer terganggu, proses penyakit DM. 8) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan glukosa intrasel menurun. 9) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi. 10) Kelemahan berhubungan dengan status penyakit 11) Deficit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya
c. Intervensi Keperawatan No. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Dx 1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang : 1. Tingkat nyeri 2. Tingkat kenyamanan 3. Pengendalian nyeri dengan dengan kriteria hasil: 1. Klien mampu mengontrol nyeri. 2. Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,tanda) 3. Klien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 4. Klien mampu melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
NIC 1. 1. Manajemen nyeri a. Observasi isyarat non verbal, ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif b. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan penyakit, dan faktor presipitasinya. c. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur. d. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat. 2. Manajemen sedasi: a. Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru 2. dengan sikap yang mendukung b. Libatkan pasien dalam pengambilan keputussan yang menyangkut aktifitas keperawatan c. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap analgesik 3. Pemberian analgesik: a. Pilih anakgesik yang diperlukan untuk kombinasi 3. dari analgesik. b. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nhyeri secara teratur. c. Monitior TTVsebelum dan sesudah.
Rasional Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tigkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
Memberikan sedatif, memantau respons pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur diagnostik atau terapeutik. Menggunakan agens-agens farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
2.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen lingkungan selama 2x 24 jam diharapkan resiko infeksi a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien dapat teratasi : b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai 1. Pengendalian resiko 2. kondisi fisik dan fungsi kognitif. Control Infeksi dengan c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya. dengan kriteria hasil: d. Berikan penjelasan pada pasien adanya perubahan 1. klien bebas dari infeksi. status kesehatan dan penyebab. 2. Klien mampu menjelaskan metode untuk 2. Wound Care mencegah infeksi. a. Monitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan 3. Klien mampu mengenali perubahan bau luka status kesehatan. b. Bersihkan luka dengan normal salin 4. Klien mampu menjelaskan faktor resiko c. Rawat luka dengan konsep steril dari lingkungan / perilaku personal. d. Ajarkan klien dan keluarga untuk melakukan perawatan luka e. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala dari infeksi f. Kolaborasi pemberian antibiotic 3. Infection Control a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain b. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung c. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan d. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan e. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan selma kontak dengan kulit yang tidak utuh
1. Memantau keadaan pasien agar tidak terpapar oleh lingkungan yang dapat memperburuk peradangan.
2. Untuk mengetahui keadaan luka dan perkembangannya
3. Meminimalkan risiko infeksi
3.
f. Berikan terapi antibiotik bila perlu g. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor h. Kaji temperatur tiap 4 jam i. Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC j. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit dengan hati-hati k. Ajarkan keluarga bagaimana mencegah infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Untuk membantu atau 1. Nutrition Management menyediakan asupan makanan keperawatan selama 2x24 jam a. Kaji adanya alergi makanan dan cairan diet seimbang. diharapkan: b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan a. Status Gizi : Asupan makanan dan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Cairan c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe b. Status Gizi : Asupan Gizi d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C c. Massa Tubuh e. Berikan substansi gula Dengan Kriteria Hasil : f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi a. Adanya peningkatan berat badan sesuai serat untuk mencegah konstipasi dengan tujuan g. Berikan makanan yang terpilih (sudah b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi dikonsultasikan dengan ahli gizi) badan h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan c. Mampumengidentifikasi kebutuhan makanan harian. nutrisi i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi e. Menunjukkan peningkatan fungsi k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi pengecapan dari menelan yang dibutuhkan f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
4.
2. Untuk menganalisis data pasien 2. Nutrition Monitoring mengumpulkan dan untuk mencegah dan a. BB pasien dalam batas normal meminimalkan kurang gizi. b. Monitor adanya penurunan berat badan c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan e. Monitor lingkungan selama makan f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi h. Monitor turgor kulit i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah j. Monitor mual dan muntah k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht l. Monitor makanan kesukaan m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva o. Monitor kalori dan intake nuntrisi p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen Asam-Basa 1. Meningkatkan keseimbangan selama 1x24 jam diharapkam Risiko a. Monitor status hidrasi (kelembapan membrane asam - basa dan mencegah Kekurangan cairan dapat teratasi dengan mukosa, nadi adekuat TD ortostatis. komplikasi akibat
kriteria hasil : 1. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi pada pasien 2. Pasien menyatakan pemahaman tentang perlunya mempertahankan asupan cairan yang adekuat 3. Turgor kulit baik yakni kulit pasien lembab 4. Pasien tampak tidak lemas atau tidak terlihat lemah dan tidak bertenaga
b. Monitor tanda-tanda vital c. Monitor intake cairan atau makanan dan dihitung intake kalori 2. Manajemen Elektrolit a. Monitor sstatus nutrisi b. Berikan penggantian nesogastrik sesuai output. c. Monitor cairan elektrolit klien d. Berikan cairan elektrolit
ketidakseimbangan asam-basa
2. Meningkatkan keseimbangan elektrolit dan mencegah komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak normal atau yang tidak diharapkan 3. Mengumpulkan dan 3. Pemantauan Elektrolit menganalisis data pasien untuk a. Monitor respons pasien terhadap pemberian cairan. mengatur keseimbangan elektrolit 4. Manajemen Cairan 4. Meningkatkan keseimbangan a. Pemberian cairan IV. cairan dan mencegah b. Monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume komplikasi akibat kadar cairan cairan. yang abnormal atau yang tidak diharapkan 5. Pemantauan Cairan a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan 6. Manajemen Cairan/Elektrolit a. Monitor masukan makanan atau cairan b. Monitor serum dan elektrolit urine c. Monitor riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
5. Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan 6. Mengatur dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit
7. a. b. 8. a. b. c. d. 9. a. b. 10. a. b.
11.
5.
Manajemen Hipovolemia Monitor tingkat Hb dan hematokrit Tawarkan makanan yang dapat mendukung penyembuhan klien Terapi Intravena (IV) Kolaborasikan pemberian cairan IV Pemberian cairan IV Berikan cairan IV pada suhu ruangan Pelihara IV line Manajemen Nutrisi Dorong pasien untuk menambah intake oral Kolaborasikan dengan tim medis lainnya untuk mengatur diet klien Pemantauan Nutrisi Monitor status nutrisi klien Pertahankan catatan intake dan output akurat
Manajemen Syok, Volume a. Kolaborasi dengan dokter guna pemberian obat georetik b. Monitor tanda-tanda vital c. Monitor status hemodinamik Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Pelindunga infeksi 2x24 jam diharapkan kerusakan a. Pantau tanda dan gejala infeksi integritas jaringan teratasi a. b. Kaji suhu tubuh, denyut jantung, drainase, Integritas jaringan penampilan luka
7. Mengembangkan volume cairan intravaskular pada pasien yang mengalami penurunan volume cairan 8. Memberikan dan memantau cairan dan obat intravena
9. Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang
10. Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi 11. Meningkatkan keadekuatan perfusi jaringan untuk pasien yang mengalami gangguan volume intravaskular yang berat 1. Pencegahan dan mendeteksi dini infeksi pada jaringan.
6.
b. Penyembuhan luka Dengan c. Pantau hasil laboratorium Kriteria hasil : d. Amati penampilan praktik hygiene untuk a. Perfusi jaringan normal perlindungan terhadap infeksi. b. Tidak ada tanda-tanda infeksi 2. Pencegahan ulkus dekubitus 2. Mencegah ulkus dekubitus a. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan c. Ketebalan dan tekstur jaringan normal pada individu yang beresiko. terhadap terjadinya ulkus d. Klien menunjukkan pemahaman dalam b. Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga proses perbaikan kulit dan mencegah hygiene personal terjadinya cidera c. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang agar e. Klien menunjukkan proses penyembuhan tidak terjadi infeksi luka 3. Perawatan luka 3. Mencegah komplikasi luka dan a. Berikan terapi antibiotic kepada klien meningkatkan penyembuhan b. Pertahankan teknik isolasi bila diperlukan. luka. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Terapi latihan fisik; ambulasi. 1. Meningkatkan dan membantu 2x24 jam diharapkan hambatan dalam berjalan untuk a. Kaji kebutuhan terhadap bantuan mempertahankan fungsi tubuh. mobilitas fisik dapat teratasi pelayanan kesehatan a. Ambulasi b. Kaji kebutuhan belajar pasien. b. Performa mekanika tubuh c. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat c. mobilitas dengan kriteria bantu mobilitas. hasil : d. Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang 1. performa posisi tubuh bagus nyaman. 2. klien meningkat dalam aktivitas fisik e. Instruksikan pasien untuk melakukan ambulasi secara mandiri. 3. klien mengerti tujuan dari peningkatan 2. Memfasilitasi penggunaan 2. Promosi mekanika tubuh. mobilitas postur dan pergerakan dalam 4. klien tidak menggunakan alat bantu a. Instruksikan pasien untuk menyanggah berat aktivitas sehari-hari. badannya dan memperhatikan kesejajaran tubuh mobilisasi. yang benar. b. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur
7.
8.
dan mekanika tubuh yang benar saat beraktivitas c. Berikan penguatan positif selama aktifitas. 3. Terapi latihan fisik: mobilitas. a. Ajari pasien untuk melakukan terapi fisik dan okupasi untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas. b. Ubah posisi pasien minimal setiap 2 jam. c. Berikan analgesic sebelum memulai latihan fisik. d. Ajarkan pasien senam diabet. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen sensasi perifer. selama 2x24 jam diharapkan ketidakefektifan a. Kaji ulkus statis dan gejala selulitis. perfusi jaringan perifer teratasi: b. Pantau pembedaan ketajaman atau ketumpulan atau a. Status sirkulasi panas atau dingin. b. Perfusi jaringan Dengan c. Pantau parestesia. Kriteria Hasil : d. Anjurkan pasien untuk memantau bagian tubuh 1. Klien dapat mendemonstrasikan status saat pasien mandi, duduk dan berbaring. sirkulasi (TD dbn) 2. Surveilans kulit. 2. Klien mendemonstrasikan kemampuan a. Lakukan pengkajian komprehensif kognitif (memproses informasi, membuat terhadap sirkulasi perifer. keputusan dengan benar). b. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat 3. Menunjukkan fungsi sensori motori yang melakukan latihan fisik. utuh. c. Beri obat nyeri atau analgesic. d. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit. e. Monitor adanya tromboplebitis. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen energy selama 2x24 jam diharapkan masalah a. Tentukan penyebab keletihan teratasi: b. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas 1. Toleransi aktivitas c. Pantau respon oksigen pasien terhadap aktivitas
3.
Menggunakan pergerakan tubuh aktif dan pasif untuk mempertahankan fleksi bilitas sendi.
1. Mencegah atau meminimalkan cidera atau ketidaknyamanan pada pasien.
2. Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mempertahankan integritas kulit.
1. Mengatur energy klien untuk memulihkan keadaan klien sehingga dapat beraktivitas kembali.
9.
4. Energy psikomotorik d. Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumbersumber energy yang adekuat 5. Kebugaran fisik e. Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan Dengan Kriteria Hasil: lamanya waktu tidur dalam jam 1. Mentoleransi aktivitas yang bisasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi 2. Terapi aktifitas. 2. Respons fisiologis terhadap aktivitas, ketahanan, penghematan a. Bantu klien dalam mengidentifikasi aktifitas yang gerakan yang memakan energy, kebugaran fisik, energy dapat dilakukan. energy dalam aktifitas psikomotorik. b. Bantu klien untuk mengindefikasi kekurangan seharihari. 2. Klien menunjukkan toleransi aktivitas dalam beraktifitas. 3. Klien mendemonstrasikan penghematan c. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan. energy. d. Monitor respons fisik, emosi, sosial, dan spiritual. e. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medis dalam merencanakan program terapi yang tepat. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Edukasi kesehatan. 1. Mengembangkan dan selama 2x24 jam diharapkan masalah memberikan bimbingan a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan teratasi: dengan pengalaman belajar pasien tentang proses penyakit DM tipe II. untuk memfasilitasi proses a. Pengetahuan : proses penyakit b. Jelalskan patofisiologi dari penyakitndan adaptasi secara sadar perilaku b. Pengetahuan : kebiasaan hidup sehat bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi yang kondusif untuk kesehatan Dengan kriteria hasil : fisiologi dengan cara yang tepat. penyuluhan: c. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat. 1. Pasien dan keluarga d. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi menyatakan pemahaman tentang DM dengan cara yang tepat. tipe II. 2. Paisen dan keluarga mampu 2. Penyuluhan: Prosedur/ terapi. melaksanakan prosedur dengan benar. a. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan. 2. Mempersiapkan pasien untuk 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan b. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin memahami dan kembali apa yang dijelaskan perawat. diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasalah mempersiapkan secara mental yang akan datang. terhadap prosedur dan penanganan.
10.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasanya muncul dengan adanya terapi. d. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second openion dengan cara yang tepat. 3. Penyuluhan: individual. a. Bina hubungan saling percaya. b. Bangun kredibilitas sebagai guru. c. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar. d. Ikut sertakan keluarga dan orang terdekat. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Terapi Aktivitas selama 2x24 jam diharapkan masalah a. Observasi adanya pembatasan klien teratasi: dalam beraktivitas. a. Toleransi aktivitas b. Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat. b. Penghematan energy Dengan c. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktifitas. kriteria hasil : d. Bantu aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan. 1. Kecemasan menurun. 2. Manajemen energy. 2. Glukosa darah adekuat a. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengenali 3. Istirahat cukup tanda dan gejala keletihan. 4. Klien mampu mempertahankan b. Ajarkan pengaturan aktifitas dan teknik manajemen kemampuan berkosentrasi. waktu untuk mencegah keletihan. 5. TD dbn (120/80mmHg), S : 37oC, RR : c. Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dapat 16-20x/mnt, N : 70-90x/mnt. mengganggu fungsi kognitif. d. Konsultasikan dengan ahli gizi tentang cara untuk meningkatkan asupan makanan yang berenergi tinggi. 3. Manajemen alam perasaan. a. Bantu aktifitas sehari-hari.
3.
Membantu perencanaan, intervensi, implementasi dan evaluasi program penyuluhan.
1. Memprogamkan membantu dalam fisik.
dan aktivitas
2. Mengatur penggunaan energy untuk mengobati dan mencegah keletihan dan mengoptimalkan energy.
3. Memberikan keamanan stabilisasi, pemulihan dan
11.
b. Batasi stimulus lingkungan untuk memfasilitasi relaksasi. c. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab kelemahan. d. Beri dukungan positif terhadap kondisi klien. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Bantuan perawatan diri/ hygiene. selama 2x24 jam diharapkan masalah a. Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktifitas. teratasi: b. Fasilitasi pasien untuk berpakaian, berhias, a. Status perawatan diri menyisir rambut. b. Toleransi aktivitas c. Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber c. Tingkat kelemahan Dengan kriteria dalam perencanaan tindakan. hasil : 2. Mandi. 1. Klien mampu melakukan tugas fisik yang a. Memantau jumlah dan jenis bantuan yang paling mendasar dan perawatan pribadi dibutuhkan. secara mandiri. b. Menyediakan artikel pribadi yang diinginkan 2. Klien mampu mempertahankan (deodorant, sikat gigi, sabun mandi, sampo, dan kebersihan pribadi. lotion). 3. Klien mampu untuk melakukan aktifitas c. Memfasilitasi diri mandi pasien sesuai kehidupan sehari-hari. kenyamanan. 4. Klien mampu menyiapkan makanan d. Menyediakan lingkungan yang terapiutik. dengan mandiri. 3. Perawatan diri aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS). a. Memonitor kemampuan pasien untuk beraktifitas. b. Menyediakan kebutuhan pasien dalam melakukan aktifitas. c. Memfasilitasi pemeliharaan rutin dalam aktifitas pasien sehari-hari. d. Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya dapat mengasumsikan perawatan diri.
pemeliharaan pada pasien.
1. Membantu pasien untuk memenuhi hygine pribadi.
2. Membersihkan tubuh yang berguna untuk relaksasi dan penyembuhan.
3. Kemampuan untuk melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan aktifitas perawatan pribadi secara mandiri.
BAB 3 KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN
A. Pelaksanaan Kegiatan Topik : Klien dengan Obs. Dsypnea + DM Tipe II Sasaran : Klien Ny. P, usia 65 tahun yang dirawat di ruang Marwah Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya dengan diagnose medis “Obs. Dsypnea + DM Tipe II”. Kronologis
: Ny. P berusia 65 tahun datang ke RS Islam A. Yani Surabaya 27 Februari 2019 dengan keluhan sesak nafas dari 2 jam yang lalu, mual dan pusing, perut kembung. Ny. P mengeluh nyeri kepala sampai kebelakang, seperti ditusuk – tusuk dengan skala nyeri 3 danhilang timbul terus menerus. GDA di UGD 189 mg/dL. Ny. P MRS dengan diagnosa Obs. Dsypnea + DM Tipe II.
Hari / Tanggal
: Jum’at, 01 Maret 2019
Tempat
: Ruang Marwah
B. Tujuan Ronde Keperawatan 1. Tujuan Umum : Menjelaskan masalah - masalah klien yang belum teratasi yaitu Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi pada paru. 2. Tujuan Khusus : a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi b. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien c. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien
C. Pengorganisasian Kepala Ruangan
: Nurul Fatmalia, S.Kep
Perawat Primer
: Efita Nirmalasari, S.Kep
Perawat Associate 1
: Shobibatur Rohmah, S.Kep
Perawat Assosiate 2
: Sofia Kamala, S.Kep
D. Pembimbing Akademik : Iis Noventi, S.Kep.,Ns.,M.Kep E. Materi 1. Teori asuhan keperawatan klien dengan Obs. Dsypnea + DM Tipe II 2. Masalah - masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan Dsypena Obs. Dsypnea + DM Tipe II
F. Metode 1. Diskusi 2. Bed Side Teaching
G. Media 1. Proposal 2. Materi yang disampaikan secara lisan
H. Mekanisme Kegiatan NO 1.
2.
3.
4.
5.
TAHAP
Pra Ronde: 1) Menentukan kasus dan topik 2) Menentukan Tim Ronde 3) Informed concent 4) Membuat proposal Ronde : 1) Salam pembukaan 2) Memperkenalkan tim ronde dan menjelaskan tujuan kegiatan ronde 3) Mempersilahkan PP menyampaikan masalah Ronde (penyajian masalah): 1) Memberi salam 4) Menyampaikan identitas klien, masalah keperawatan, prioritas masalah yang perlu didiskusikan, data penunjang, intervensi yang sudah dilakukan, evaluasi keberhasilan dan dasar pertimbangan yang dilakukan ronde Ronde (validasi data): 1) Memberi salam dan memperkenalkan tim ronde kepada pasien dan keluarga 2) Validasi data yang telah disampaikan oleh PP 3) Diskusi antara tim ronde dan keluarga pasien 4) Menentukan tindakan pada masalah prioritas Post Ronde: 1) Melanjutkan diskusi dan masukan dari tim. 2) Menyimpulkan untuk menentukan tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ditetapkan 3) Merekomendasikan inteervensi keperawatan 4) Penutup
WAKTU
PENANGGUNG JAWAB
TEMPAT
28 – 02 - 2019
Kepala Ruangan
Ruang Shofa Marwah
Kepala ruangan
Nurse station Ruang Shofa Marwah
10 menit
Perawat primer 10 menit
10 menit
10 menit
Nurse station Ruang Shofa Marwah
Karu, PP,PA, Konselor, pembimbing
Bed pasien
Karu, PP,PA, Konselor, pembimbing
Nurse station Ruang Shofa Marwah
B. Kriteria Evaluasi 1. Evaluasi struktur 1) Pelaksanaan ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Shofa Marwah RS. Islam A. Yani Surabaya 2) Koordinasi dengan pembimbing klinik dan akademik 3) Menyusun proposal 4) Menetapkan kasus 5) Perawat yang bertugas dalam melaksanakan ronde keperawatan 2. Evaluasi Proses 1) Kelancaran kegiatan 2) Peran serta perawat yang bertugas 3) Pelaksaan ronde keperawatan sesuai dengan rencana dan alur yang telah ditentukan 3. Evaluasi Hasil 1) Klien puas dengan hasil pelaksanaan ronde keperawatan 2) Masalah klien dapat teratasi
Resume Keperawatan
Data Umum Nama Pasien : Ny.P Usia
: 65 tahun
No RM
: 37.xx.xx
Alamat
: Bluru permai AL-18 Sidoarjo
Tgl MRS
: 27.02.2019 Jam : 22.00
Keluhan Utama
: pusing, sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan seasak napas dari 2 jam yang lalu, mual dan pusing, perut kembung. Riwayat penyakit dahulu : DM,HT,Stroke Ringan Riwayat penyakit keluarga : tidak terdapat penyakit keluarga. Perkembangan vital sign Rata-rata tensi pasien dari tanggal 27 februari sampai 28 februari 2019, sistole 150 mmHg dan diastole 100 mmHg. Nadi antara 100 x/menit. Selama perawatan suhu pasien rata rata (36°-37,5°C), dan respiratory rate rata-rata 23x/menit Pemeriksaan Fisik B1 : Hidung : I : Hidung bersih tidak ada polip, tidak ada sekret, menggunakan nasal kanul 4 lpm. P : tidak ada nyeri tekan, tumor atau benjolan, tidak ada sinusitis I : Bentuk simetris, pergerakan simetris tidak ada jejas/bekas luka, tidak ada benjolan, tidak ada deviasi, tidak ada disfagia P : Tidak ada nyeri tekan Suara Wheezing (-) napas Ronchi (-) tambahan : Rales (-) Crackles (-) Bentuk I : Dada simetris, ada retraksi dinding dada dada : P : sonor pada seluruh lapang paru P : taktil fremitus dada kanan meningkat A : tidak ada suara nafas tambahan Trakea
B2
:
:
Suara jantung :
Edema
:
CRT
:
B3 Kesadaran : GCS : Mata Sklera : Konjungtiva Pupil : Leher :
I : Ictus cordis tidak tampak P : Kardiomegali P : Pekak A : S1 S2 tunggal Tidak ada Palpebra (-) Anasarka (-) Esktremitas atas (-) Ascites (-) < 2 detik
composmentis E : 4, V : 5, M : 6, Total : 15 Putih Merah muda Isokor I : Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid P : tidak ada benjolan
Persepsi sensosri Pendengaran : Kiri : baik, pasien menjawab sesuai dengan pertanyaan Kanan : baik, pasien menjawab sesuai dengan pertanyaan Penciuman : Pengecapan :
Pasien masih bisa membedakan bau Manis (√) Asin (√) Pahit (√) Penglihatan : Kiri : Kurang baik, pasien tidak bisa membaca jarak jauh Kanan : Kurang baik, pasien tidak bisa membaca jarak jauh Perabaan : Panas (√) Dingin (√) Tekan (√)
B4 : Produksi urin Warna Frekuensi Bau Keluhan
: : : : :
300 ml/hari Kuning 2-4 kali/hari Khas urin Tidak ada masalah
Alat bantu
:
B5 : Mulut dan tenggorokan:
Abdomen
Mukosa lembab, tidak ada lesi disekitar rongga mulut, warna palatum merah muda, tidak ada peradangan, stomatitis (-), faringitis (-), tonsilitis(-) I:
Tidak ada luka, tidak ada jejas, bentuk perut simetris, turgor kulit perut menurun A: Suara bising usus 10x/menit P : Terdengar suara timpani pada bagian perut P : Nyeri tekan pada ulu hati
:
Rectum : BAB : Konsistensi: Keluhan : Alat bantu : Diet khusus B6
Tidak ada
Klien mengatakan tidak ada hemoroid Belum BAB sejak 5 hari Belum BAB Tidak ada NT DM KVRG
:
Pergerakan sendi Parese : Paralise : Kekuatan otot :
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Warna kulit
Akral
:
Turgor
:
Oedem
:
:
Bebas Tidak Tidak 5555
5555
5555
5555
Tidak ada kelainan : : Tidak ada kelainan : Kemerahan (√) Ikterik (-) Cyanosis (-) Pigmentasi (-) Pucat (-) Hangat (√) Dingin basah(-) Dingin kering (-) buruk/menurun (√) baik (-) cukup (-) Anasarka
Pengkajian Psikososial : Ekspresi klien terhadap penyakitnya klien terlihat agak murung. Klien kooperatif ketika diajak berkomunikasi. Personal Hygiene dan kebiasaan : Klien seka-saka 2x sehari. Klien berganti pakaian setiap hari.
Daftar Masalah Keperawatan : 1.
Pola nafas tidak efektif
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri
3.
Ketidakseimbangan Kadar Gula Darah
Riwayat pemberian terapi TERAPI DOSIS CARA O2 nasal 4 lpm ceftriaxone 2x1 IV ozid 1X1 IV ondancentron 2x4mg IV Sanmag 3x1 Oral furosemid 1-0-0 Oral
JAM
JAM
JAM
12.00
16:00 20:00 16:00 18.00
04:00 04.00 07.00 07.00
Hasil Laboratorium Tanggal : 28 Februari 2019
PARAMETER
HASIL
NILAI NORMAL
WBC
10,7 x 10^3 /UL
3,6 – 11.00
HGB
11,6 g/dL
11,7-15,5
RBC
4,79 x 10^6 /UL
3,50-5,50
HCT MCV MCH
37,2% 77,7 fL 24,2 pg
35,0-47,0 80,0-100,0 27,0 -34,0
MCHC
31,1 gr/dl
32,0-36,0
RDW-CV
14,6 %
11,0-16,0
RDW-SD
41,8 fL
35,0 – 56,0
PLT MPV
200x10^3/UL 10,4 fL
150-440 6,5-12,0
RDW
15,5
9,0-17,0
0,90
0,6-1,3
3,7
3,4-5
Natrium
138,9
135-148
Kalium Chlorida
3,88 105,0
3,5-5,1 98-107
Faal Ginjal Kreatinin Faal Hati Albumin Serum Elektrolit
Hasil USG Abdomen : Hepar : Membesar, permukaan licin, sudut tajam, echoparenchyme normal meningkat homogen, IHBD/CBG tidak tampak dilatasi, Tak tampak adanya tumor ataupun cyste (Asites -) Gall Blandder : Normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, Pancrease
: Normal, tak tampak mess
Lien
: Normal
Ginjal kanan dan kiri: Besar normal, intensitas echocortex tak meningkat, batas sinus-corteks jelas, calycea system tan tampak actasis, tak tampak mess. Bladder : normal, tak tampak mass/ batu Uterus : lesi hipoechoic dengan klasifikasi ukuran 2,71 x 4.5 cm Kesimpulan : 1. fatty liver 2. Myoma uteri
Hasil Foto Thorax AP Cor : Membesar, Aorta Klasifikasi (+) Pulmo : Tak tampak infiltrat Bronskovaskular pattern baik Sinus Costopherenicus kanan dan kiri tajam Kesimpulan : Cardiomegali dengan aorta sklerosis
EVIDENCE BASED NURSING (EBN) Judul : Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion Efektif Menurunkan Dyspnea Pada Pasien Congestive Heart Failure Penulis : Novita Nirmalasari NurseLine Journal Vol. 2 No. 2 Nopember 2017: 159-165
Dsypnea merupakan manifestasi klinis congestive heart failure (CHF) akibat kurangnya suplai oksigen karena penimbunan cairan di alveoli. Merupakan faktor penting yang memengaruhi kualitas hidup pasien. Penimbunan tersebut membuat jantung tidak mampu memompa darah dengan maksimal. Dampak perubahan terjadi peningkatan sensasi dyspnea pada otot respiratori. Penatalaksanaan non farmakologi berupa tindakan bertujuan menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh deep breathing exercise dan active range of motion terhadap dyspnea pada pasien CHF. Penelitian menggunakan desain quasi experimental pre-post test dengan kelompok kontrol melibatkan 32 responden dengan teknik stratified random sampling. Alat ukur penelitian menggunakan modified Borg scale. Intervensi dengan memberikan deep breathing exercise sebanyak 30 kali dilanjut dengan active range of motion masingmasing gerakan 5 kali. Intervensi sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari. Waktu penelitian bulan April-Juni 2017 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Analisis data menggunakan paired t-test menunjukkan p<0,001 pada kelompok intervensi dan p=0,001 pada kelompok kontrol. Analisis dengan Mann Withney menunjukkan hasil intervensi deep breathing exercise dan active range of motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah sakit atau semi fowler dalam menurunkan dyspnea (p=0,004, alfa=0,05). Peneliti merekomendasikan penerapan deep breathing exercise dan active range of motion sebagai bentuk pilihan intervensi dalam fase inpatient untuk mengurangi dyspnea pada pasien CHF.
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA FAKULTAS KEPERAWATAN KEBIDANAN Jl Smea no 57 telp (031)8291920 – 087849401630 SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN RONDE KEPERAWATAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Adalah suami / istri/ orang tua / anak dari pasien:
Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Ruang
:
No.RM
:
Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan ronde keperawatan.
Surabaya, Perawat yang menerangkan
(
Maret 2019
Penanggung Jawab
)
(
)
Saksi-saksi: 1.
(
)
2.
(
)
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC. Harahap. 2005. Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Philadelphia : Mosby. Muttaqin. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan. Salemba Medika : Jakarta.
NANDA. 2012. NANDA Internasional: Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta: EGC. Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika