A. Judul PENGARUH
PENERAPAN
STRATEGI
QUANTUM
LEARNING
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP IPS (Eksperimen Kuasi pada Pembelajaran IPS di Kelas V SDN Majalengka Kulon 05 dan SDN Tarikolot 1 Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka)
B. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah. Oleh karena itu, para pendiri bangsa Indonesia memiliki cita-cita luhur yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.” Selanjutnya fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Pada kenyataannya pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negaranegara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14
1
2
negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Salah satu permasalahan yang paling mendasar pada mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas proses pembelajaran seperti metode mengajar guru yang tidak tepat, kurikulum, manajemen sekolah yang tidak efektif dan kurangnya motivasi siswa dalam belajar. Sanjaya (2010:1) mengemukakan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Selanjutnya dijelaskan peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, karena dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru (teacher center). Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi. Sehingga peserta didik tidak mampu menghubungkan antara materi dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut akan menyebabkan rendahnya motivasi belajar anak. Keller (2000: 126) mengemukakan bahwa anak akan termotivasi manakala guru mampu mendorong siswa untuk mengaitkan antara teori dengan kehidupan seharihari. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam memotivasi siswa supaya proses dan hasil belajarnya memeroleh hasil yang diharapkan. Motivasi belajar mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas. Tanpa adanya motivasi belajar yang baik dari siswa, maka proses pembelajaran tidak akan berjalan efektif. Sejalan dengan hal tersebut Ngalim (2003:16) menjelaskan bahwa motivasi belajar akan memengaruhi pada prestasi belajar siswa. Permasalahan utama yang ditemukan terjadi di kelas V SDN Majalengka Kulon 05 yaitu rendahnya motivasi siswa dan kurangnya kemampuan dalam memahami konsep pada pembelajaran IPS. Rendahnya motivasi siswa ditunjukan dengan banyaknya siswa yang mengobrol ketika pembelajaran berlangsung dan siswa terlihat kurang bersemangat. Sedangkan kurangnya kemampuan dalam memahami konsep ditunjukan dengan banyak
3
siswa yang kurang paham terhadap konsep IPS tepatnya pada materi ajar perjuangan mempertahankan kemerdekaan, yang tampak siswa kurang memahami makna kedaulatan suatu negara, siswa tidak mampu menjelaskan pertempuran-pertempuran yang dilakukan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, siswa kurang memahami perjuangan diplomasi yang dilakukan dengan cara perundingan, siswa kurang mampu menjelaskan bagaimana caranya menghargai jasa para pahlawan, siswa sulit memahami sifat-sifat kepahlawanan dan semangat cinta bangsa, serta bagaimana caranya menghargai jasa para pahlawan. Rendahnya pemahaman konsep yang terjadi di kelas V SDN Majalengka Kulon 05, salah satunya dikarenakan konsep perjuangan mempertahankan kemerdekaan dianggap terlalu abstrak sehingga guru mengalami kesulitan dalam menyampaikan konsep tersebut supaya dapat dengan mudah dipahami secara konkrit yang dapat menarik minat siswa dalam belajar, guru masih menggunakan metode konvensional dalam arti kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru (teacher centered) yang sesekali diikuti tanya jawab, sedangkan diakhir pembelajaran siswa diberikan tugas. Dengan demikian, siswa kurang diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Kenyataannya tingkat penguasaan guru terhadap materi pembelajaran cukup baik, tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal. Ini dikarenakan guru tersebut kurang bisa memilih dan menempatkan penggunaan model dalam pembelajaran IPS sehingga menyebabkan rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Melihat pada permasalahan di atas maka, perlu adanya upaya konkrit supaya siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi dan siswa dengan mudah mampu memahami konsep khususnya dalam pembelajaran IPS. Oleh karena itu, maka upaya untuk meningkatan motivasi belajar dan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran IPS diperlukan strategi pembelajaran yang inovatif, yang memberikan suasana yang memberdayakan dan menyenangkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung dan rancangan belajar yang dinamis, fasilitas yang luwes dan keterampilan belajar. Salah satu
4
strategi
pembelajaran
yang
dapat
digunakan
sebagai
solusi
untuk
meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman konsep siswa yaitu dengan penggunaan quantum learning. Quantum learning memiliki beberapa prinsip, yaitu teori suggestology, dan
rancangan
pengajaran
TANDUR
(tumbuhkan,
alami,
namai,
demonstrasikan, ulangi, rayakan). Prinsip suggestology menegaskan bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil dan situasi belajar. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan peserta didik secara nyaman, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan media visual untuk memberikan kesan besar dan semangat yang mendalam pada siswa untuk lebih termotivasi dalam kegiatan belajar (Bobbi DePorter, 1999:14). Selain itu ada pula prinsip motivasi AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku). AMBAK adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan. Dengan AMBAK dapat menciptakan minat yang ampuh untuk belajar. (Bobbi DePorter, 1999: 49). Quantum learning merupakan orkestra dari berbagai interaksi yang ada di dalam dan disekitar aktivitas belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksiinteraksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi sesuatu yang akan bemanfaat bagi dirinya dan orang di sekitarnya. Sehingga menurut DePorter quantum learning mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Sejalan dengan itu, menurut Ngalim (1999: 29) menjelaskan bahwa motivasi belajar akan mempengaruhi pada hasil belajar siswa. Hal ini dapat didefinisikan bahwa apabila siswa sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi, maka hasil belajarnya pun akan tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran IPS dituangkan dalam sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Strategi Quantum Learning Terhadap Motivasi Belajar
5
dan Pemahaman Konsep IPS”. Dalam penelitian ini akan diimplementasikan di kelas V siswa Sekolah Dasar.
C. Rumusan Masalah Masalah utama yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah “Apakah quantum learning mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar dan pemahaman konsep siswa kelas V Sekolah Dasar?”. Dari rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Apakah strategi pembelajaran quantum learning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar siswa kelas V Sekolah Dasar? 2. Apakah strategi pembelajaran quantum learning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman konsep siswa kelas V Sekolah Dasar? 3. Apa yang menjadi kendala guru dalam mengaplikasikan strategi pembelajaran quantum learning di kelas V Sekolah Dasar?
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran quantum learning terhadap motivasi belajar dan pemahaman konsep pada materi mempertahankan kemerdekaan di kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan pendidikan, terutama bagi guru dan siswa yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran di kelas, adapun manfaat penelitian tersebut yaitu : 1. Manfaat bagi guru a. Menambah wawasan guru dalam menggunakan strategi quantum learning dan mampu memahami tahapan, perencanaan, langkah-
6
langkah, keunggulan dan kelemahan strategi pembelajaran quantum learning. b. Menambah pengetahuan guru dalam menyajikan pembelajaran di lingkungan sekolah yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman konsep siswa dalam rangka mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi siswa. c. Menciptakan lingkungan belajar yang efektif serta menciptakan proses belajar yang menyenangkan. 2. Manfaat bagi siswa a. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena dengan adanya motivasi yang tinggi, siswa akan mampu mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. b. Menambah pengetahuan siswa mengenai cara belajar yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dalam materi IPS.
F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, selanjutnya dirumuskan hipotesis agar penelitian lebih terarah. Hipotesis tersebut yaitu “quantum learning dapat memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar dan pemahaman konsep siswa kelas V Sekolah Dasar”.
G. Definisi Operasional Supaya tidak terjadinya salah penafsiran, maka diperlukan penjelasan dari komponen-komponen yang terdapat dalam penelitian ini, penjelasan tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Quantum learning adalah merupakan kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat (Bobbi DePorter, 2011: 16). 2. Motivasi belajar menurut Mc. Donald adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
7
mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks (Oemar Hamalik, 2003: 158). 3. Pemahaman konsep merupakan kemampuan seseorang (peserta didik) untuk mengkonseptualisasi, menginterpretasi, menggeneralisasi, menganalisis, dan mengaplikasikan pengetahuannya (Banks, 1990:23)
H. Kajian Pustaka 1. Quantum Learning Menurut Sanjaya, (2010: 126) dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Kemp (1995: 87) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey (1985: 102) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersamasama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Sanjaya, 2010: 126). Jadi strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu, dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation achieving something Sanjaya (2010: 127). Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003: 97) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu: a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil dan sasaran yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama yang paling efektif untuk mencapai sasaran. c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Strategi quantum learning bermula dari pembelajaran yang memberikan sugesti (Suggestology) yang berakar dari eksperimen yang dilakukan Dr.
8
Georgi Lozanov kemudian dipopulerkan oleh Bobby DePorter. Selanjutnya DePorter mengatakan bahwa prinsip quantum learning adalah bahwa sugesti yang dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif maupun negatif. DePorter (2002: 14) mengatakan bahwa suggestology adalah pemercepatan belajar yang didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan”. Individu tidak hanya belajar dengan kecepatan yang berbeda tetapi juga memproses informasi dengan cara yang berbeda. Pembelajaran kuatum sebagai salah satu model, strategi, dan pendekatan pembelajaran khususnya keterampilan guru dalam merancang, mengembangkan, dan mengelola sistem pembelajaran sehingga guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang efektif, menggairahkan, dan memiliki keterampilan hidup (Kaifa, 1999: 72). Strategi pembelajaran kuantum ini merupakan bentuk inovasi pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dari proses interaksi yang dilakukan mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Teori yang terkandung dalam quantum learning adalah accelerated learning, multiple intelligences, neuro linguistic programming, experiential learning, dan elements of effective instruction sehingga quantum learning merangkaikan
sebuah
kekuatan
yang
memadukan
multisensori,
multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak yang didalamnya meramu konsep berbagai teori yaitu: (1) teori otak kanan/kiri; (2) teori otak triune/3 in 1; (3) pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); (4) teori kecerdasan ganda; (5) pendidikan holistic (menyeluruh); (6) belajar berdasarkan pengalaman; (7) belajar dengan symbol, dan (8) simulasi/permainan (Inunk). Menurut Bobby DePorter quantum learning merupakan bagian dari cara belajar, namun mencakup aspek-aspek penting dari Neuro Linguistic Programming (NLP). Neuro Linguistic Program (NLP), yaitu suatu
9
penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Neuro adalah saraf otak, linguistic adalah cara berbahasa baik verbal maupun non verbal yang dapat mempengaruhi sistem pikiran, perasaan, dan perilaku. Program NLP sangatlah unik, yaitu melakukan mental building untuk membuang kebiasaan dan keyakinan lama yang menghasilkan kegagalan, pesimisme, kurang percaya
diri,
menggantikannya
dengan
program
baru
yang
dapat
mengoptimalkan semua fungsi otak, mengidentifikasikan hal-hal yang memicu pola berpikir positif. Orang yang memanfaatkan kedua belahan otak cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupan mereka. Untuk menyeimbangkan otak kiri anak, perlu dimasukkan musik dan estetika dalam pengalaman belajar dan memberikan umpan balik positif. Semua itu menimbulkan emosi positif yang membuat otak lebih efektif, emosi yang positif mendorong ke arah kekuatan otak yang mengarah pada keberhasilan, kehormatan diri yang lebih tinggi (Bobby DePorter, 2001). Teknik untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan prestasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, menyediakan guru-guru yang terlatih dalam seni pengajaran sugesti, desain ruangan, penataan cahaya. Lebih khusus lagi perhatian kepada penataan lingkungan formal seperti meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja, serta akhirnya siswa tidak mampu berkonsentrasi (Sa’ud 2012: 126). Sementara
DePorter
mengemukakan
tiga
jenis
gaya
belajar
berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi, yaitu: (1) visual (belajar dengan cara melihat); (2) auditorial (belajar dengan cara mendengar); (3) kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh). Kaitannya dengan hal di atas bahwa strategi quantum learning
10
berangkat dari ide dasar tentang penemuan otak dan potensi manusia, yang diaplikasikan dalam pembelajaran sesuai dengan gaya belajar pesera didik. Di sinilah teori-teori tentang otak manusia memiliki relevansi yang signifikan sehingga belajar menjadi lebih bermakna (Ratnawati, 2005). Quantum learning juga memiliki prinsip atau kebenaran tetap. Serupa dengan asas utama “bawalah dunia mereka ke dunia kita, antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Bobby DePorter (2001) mengatakan bahwa quantum learning diarahkan untuk proses pembelajaran guru saat berada di kelas, berhadapan dengan siswa, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya. Strategi quantum learning dirangkum dalam TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, rayakan). a. Tumbuhkan, tumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan rasa ingin tahu siswa dalam bentuk: Apakah Manfaatnya BAgiKu (AMBAK). b. Alami, kegiatan apa yang dapat diberikan agar pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki siswa, misalnya percobaan. Melalui percobaan itu bertujuan menjelaskan konsep. c. Namai, setelah siswa melalui pengalaman belajar pada kompetensi dasar tertentu, mereka kita ajak untuk menulis di kertas, menamai apa saja yang telah mereka peroleh, apakah itu informasi, rumus, pemikiran, tempat dan sebagainya, ajak mereka untuk menempelkan nama-nama tersebut di dinding kelas. d. Demonstrasi, setelah siswa mengalami belajar akan sesuatu, beri kesempatan kepada mereka untuk mendemonstrasikan kemampuannya, karena siswa akan mampu mengingat 90% jika siswa itu mendengar, melihat dan melakukannya. e. Ulangi, pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “Aku tahu bahwa aku tahu ini” Pengulangan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan konsep multi kecerdasan. f. Rayakan, perayaan adalah ekspresi dari kelompok seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik. Dari proses inilah (TANDUR), quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang anak pelajari untuk keuntungannya, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan
11
kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.” Kemudian salah satu karakteristik quantum learning adalah bersifat konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran. Oleh karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia, harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil (Alika Alifah: 2012). Berdasarkan pada penjelasan dan kelebihan mengenai quantum learning dapat disimpulkan bahwa quantum learning memiliki potensi untuk membuat peserta didik termotivasi dalam belajarnya.
2. Motivasi Belajar Menurut Dirgagunarsa (1978: 92), Motif adalah dorongan atau kehendak menjadi yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar seseorang berbuat atau bertindak, dengan perkataan lain bertingkah laku karena tingkah laku tersebut dilatar belakangi oleh adanya motif, maka disebut tingkah laku bermotivasi. Keberhasilan suatu proses kegiatan belajar mengajar bukan hanya ditentukan oleh faktor intelektual, tetapi juga faktor-faktor yang non-intelektual, termasuk salah satunya ialah motivasi. Kata motivasi lebih dikenal dengan istilah niat yaitu dorongan yang tumbuh dalam hati manusia yang menggerakkan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, dalam niat ada ketergantungan antara niat dengan perbuatan, dalam arti jika niat baik maka imbasnya juga baik dan sebaliknya. Motivasi adalah pendorongan, yaitu suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Ngalim Purwanto, 1990: 71). Sementara itu menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2011: 73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
12
ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Menurut Tabrani (1994: 121), pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut: a. Motivasi menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan perbuatan belajar siswa. Belajar tanpa adanya motivasi sulit untuk berhasil b. Pengajaran yang bermotivasi pada hakekatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif dan minat yang ada pada siswa. Pengajaran yang demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan. c. Pengajaran yang bermotivasi menurut kreatifitas dan imajinitas pada guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar pada siswa. Guru senantiasa berusaha agar siswa pada akhirnya mempunyai motivasi yang baik. d. Berhasil atau tidaknya dalam menumbuhkan dan menggunakan motivasi dalam pengajaran erat kaitannya dengan pengaturan dalam kelas. e. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral dari asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar tidak saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Dengan demikian, penggunaan asas motivasi sangat esensial dalam proses belajar mengajar. Pada dasarnya tingkatan motivasi tiap individu sangat berbeda-beda, ada yang memiliki motivasi rendah, sedang, dan tinggi. Tinggi dan rendahnya motivasi pada seseorang tergantung pada seseorang dalam mencapai tujuan dan harapanya. Kriteria orang yang memiliki motivasi rendah, menurut Atkinson dan Feather (1994: 76) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi rendah adalah (1) individu yang termotivasi oleh ketakutan akan kegagalan; (2) dalam melakukan tugas, individu tidak memikirkan bahwa dirinya akan mendapatkan kesuksesan, tetapi lebih fokus tugas yang dilakukannya mendapatkan kegagalan; (3) dalam mencari tugas individu cenderung untuk mengambil tugas yang mudah sehingga dirinya yakin akan terhindar dari kegagalan; (4) Mencari tugas yang sangat sulit sehingga kegagalan bukanlah hal yang negatif karena hampir semua individu akan gagal melakukannya.
13
Kriteria orang yang memiliki motivasi sedang, menurut Weiner (1992: 97) bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi sedang adalah individu yang apabila dirinya memperoleh kegagalan setelah melakukan tugas maka individu tersebut cenderung untuk meninggalkan tugasnya dengan segera. Kriteria orang yang memiliki motivasi tinggi menurut McClelland (1987: 89) bahwa ciri-ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah: (1) berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar; (2) memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya; (3) adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukannya sehingga dapat diketahui dengan cepat bahwa hasil yang diperoleh dari kegiatannya lebih baik atau lebih buruk; (4) menghindarkan tugas-tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah, tetapi akan memilih tugastugas yang tingkat kesukarannya sedang; (5) tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain; (6) menetapkan tujuan yang menantang dan sulit namun realistik; (7) terus mengejar kesuksesan dan mau mengambil resiko pada suatu kegiatan; (8) merasakan puas setelah mendapatkan kesuksesan, namun terus berusaha untuk menjadi yang terbaik; (9) tidak merasa tergangu atas kegagalan yang diperoleh. Siswa yang termotivasi dalam belajarnya dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku yang menyangkut minat, ketajaman, perhatian, konsentrasi dan ketekunan. Siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajarnya menampakkan keengganan, cepat bosan dan berusaha menghindar dari kegiatan belajar. Motivasi menjadi salah satu faktor yang turut menentukan belajar yang efektif. Menurut Schunk (2002: 95) indikator motivasi belajar pesera didik dapat dilihat dari empat kategori yakni choice of task, effort, persistence, dan achievement. Keke (2008: 14) mengemukakan bahwa motivasi belajar siswa meliputi dimensi: a. Ketekunan dalam belajar Ketekunan dalam belajar maksudnya peserta didik selalu hadir di sekolah, mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas dan mempersiapkan diri dalam menghadapi pembelajaran di sekolah. b. Ulet dalam menghadapi kesulitan Keuletan peserta didik dapat diidentifikasi melalui sikap peserta didik dalam menghadapi kesulitan dan usaha yang dilakukan pada saat mengalami kesulitan dalam pembelajaran. c. Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar
14
Minat dan ketajaman perhatian terhadap pembelajaran dapat diidentifikasi melalui kebiasaan peserta didik dan semangat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. d. Berprestasi dalam belajar Peserta didik dikatakan memiliki motivasi tinggi manakala mereka memiliki keinginan untuk berprestasi dan mereka mampu mencapai kualifikasi hasil yang diharapkan. e. Mandiri dalam belajar Peserta didik dikatakan memiliki motivasi jika memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan misalnya, mengerjakan tugas/ PR dan belajar mandiri di luar jam pelajaran. Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimum, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif. Abraham Maslow alam H. Nashar (2004: 42) motivasi belajar adalah suatu dorongan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang atau individu untuk bertindak atau mencapai tujuan, sehingga perubahan tingkah laku pada diri siswa diharapkan terjadi. Adapun motivasi belajar menurut Sardiman (2011: 86) dikategorikan menjadi dua yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. a. Motivasi intrinsik, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena di dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Faktorfaktor yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik adalah (1) adanya kemauan; (2) adanya pengetahuan tentang kemajuan dirinya sendiri; (3) adanya cita-cita atau inspirasi. b. Motivasi ekstrinsik, yaitu hal atau keadaan yang datang dari luar individu siswa, yang mendorongnya untuk melakukan kegitan belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, siswa dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif sehingga mengarahkan dan memelihara kerukunan dalam melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar peserta didik dapat meningkat apabila guru terus membangkitkan minat siswa, memelihara rasa ingin tahu mereka, menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang sesuai dan menarik. Strategi yang bisa digunakan seorang guru dalam menumbuhkan motivasi peserta didik, menurut Sumiati (2009: 59) antara lain (1) menjelaskan tujuan belajar kepada peserta didik; (2) pemberian hadiah; (3)
15
saingan/kompetisi, guru berusaha mengadakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya; (4) pujian; (5) hukuman; (6) membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Disamping hal di atas beberapa pendapat ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan, menurut Arden N. Frandsen dalam Darsono (2001: 192) menyebutkan bahwa yang mendorong belajar itu ialah: a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang luas, b. Adanya sifat yang kreatif pada manusia yang selalu maju dan berkembang, c. Keinginan untuk mendapat simpati orang tua, guru dan temantemannya, d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman jika menguasai pelajaran, f. Adanya ganjaran dan hukuman sebagai akhir dari belajar. Selanjutnya John M. Keller (1987) mengidentifikasi ada empat indikator penting untuk memotivasi pembelajaran dimana sebagai jawaban pertanyaan “bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar”. Indikator tersebut adalah ARCS merupakan akronim dari Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction. a. Attention (perhatian) adalah bentuk pengarahan untuk memusatkan dan energi psikis dalam menghadapi suatu obyek. Munculnya perhatian di dorong oleh rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu seseorang ini muncul karena dirangsang melalui elemen-elemen baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, dan kontradiktif. Peserta didik diharap dapat menimbulkan minat yaitu kecenderungan untuk merasa tertarik pada pelajaran atau pokok pelajaran tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu melahirkan semangat yang baru dan dapat berperan positif dalam proses belajar mengajar selanjutnya. b. Relevance (relevansi) yaitu adanya hubungan yang ditunjukkan antara materi pembelajaran, kebutuhan dan kondisi peserta didik. Ada tiga strategi yang dapat digunakan untuk menunjukkan relevansi dalam pembelajaran, yaitu:
16
1) Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari materi pembelajaran. 2) Jelaskan manfaat pengetahuan/keterampilan yang akan dipelajari. 3) Berikan contoh, latihan/tes yang langsung berhubungan dengan kondisi peserta didik atau profesi tertentu. Relevansi menunjukkan adanya hubungan antara materi yang dipelajari dengan kebutuhan kondisi peserta didik. Peserta didik akan termotivasi bila mereka merasa bahwa apa yang akan dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat bagi mereka. c. Confidence (kepercayaan diri) yaitu merasa diri kompeten atau mampu merupakan potensi untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Ada sejumlah strategi untuk meningkatkan kepercayaan diri, yaitu sebagai berikut: 1) Meningkatkan
harapan
peserta
didik
untuk
berhasil
dengan
memperbanyak pengalaman. 2) Menyusun pembelajaran menjadi bagian yang lebih kecil, sehingga peserta didik tidak dituntut mempelajari banyak konsep sekaligus. 3) Meningkatkan
harapan
untuk
berhasil
dengan
menggunakan
persyaratan untuk berhasil. 4) Menggunakan strategi yang memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan peserta didik. 5) Tumbuh
kembangkan
kepercayaan
diri
peserta
didik
dengan
pernyataan-pernyataan yang membangun. 6) Berikan umpan balik konstruktif selama pembelajaran, agar peserta didik mengetahui sejauh mana pemahaman dan prestasi belajar mereka. d. Satisfaction (kepuasan) adalah perasaan gembira, perasan ini dapat positif yaitu timbul kalau orang mendapatkan penghargaan dalam dirinya. Perasaan ini meningkat kepada perasaan harga diri kelak, membangkitkan semangat belajar di antaranya dengan:
17
1) Mengucapkan baik, bagus dan memberikan senyum bila peserta didik menjawab atau mengajukan pertanyaan. 2) Menunjukkan sikap non verbal positif pada saat menanggapi pertanyaan atau jawaban peserta didik. 3) Memuji dan memberi dorongan dengan senyuman, anggukan dan pandangan yang simpatik atas prestasi peserta didik. 4) Memberi tuntunan pada peserta didik agar dapat memberi jawaban yang benar. 5) Memberi pengarahan sederhana agar peserta didik memberi jawaban yang benar. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar siswa yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan-kegiatannya.
3. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran. Dalam banyak kasus ketika peserta didik sudah memahami konsep, maka dengan mudah dia akan mampu mengembangkan konsepkonsep berikutnya. Kenyataan di lapangan sampai saat ini penerapan pembelajaran IPS masih menggunakan cara belajar menghafal. Sehingga peserta didik hanya mampu mengingat konsep tanpa memahami hakekat suatu konsep tersebut. Hal ini berimplikasi pada kurangnya pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep, karena konsep yang mereka dapatkan tidak bermakna. Pemahaman konsep berasal dari dua kata, pemahaman dan konsep. Pengertian pemahaman dikemukakan oleh Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012: 44) mengemukakan bahwa: Pemahaman yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat, mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti bahan yang dipelajari, yang dinyatakan
18
dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain. Benjamin S. Bloom dalam bukunya yang berjudul “Handbook on formative and sumative evaluation of student learning” (1979: 90- 104) menyatakan bahwa: “Comprehension that is when students are confronted with a communication, they are expected to know what is being communicated and to be able to make some use of the material or ideas contained in it. The communication may be in oral or written form, in verbal or symbolic form.” Pernyataan tersebut mempunyai pengertian bahwa, ketika siswa dihadapkan pada suatu komunikasi, mereka diharapkan mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan ide yang terkandung di dalamnya. Komunikasi yang dimaksud bisa dalam bentuk lisan atau tulisan dan dalam bentuk verbal atau simbolik. Sejalan dengan pernyataan Bloom di atas, Subiyanto (1988: 49) menyatakan bahwa pemahaman bersangkutan dengan intisari dari sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan. Bloom (1979: 89) membagi pemahaman menjadi tiga aspek, yaitu translasi
(translation),
interpretasi
(interpretation),
dan
ekstrapolasi
(extrapolation). Secara ringkas akan dibahas berikut ini: 1. Translasi (translation) Pemahaman translasi (kemampuan menterjemahkan) menurut Subiyanto (1988: 49) adalah kemampuan dalam memahami suatu gagasan yang dinyatakan dengan cara lain dari pernyataan asal yang dikenal sebelumnya. Kemampuan menterjemahkan merupakan pengalihan dari bahasa konsep ke dalam bahasa sendiri, atau pengalihan dari konsep abstrak ke suatu model atau simbol yang dapat mempermudah orang untuk mempelajarinya. Bloom (1979: 92) mengemukakan indikator pencapaian kemampuan translasi sebagai berikut: The ability to translate a problem given in technical or abstract phraseology into concrete or less abstract phraseology
19
The ability to translate relationships expressed in symbolic form, including illustrations, maps, tables, diagrams, graphs, and mathematical and other formulas, to verbal form or vice versa. Menurutnya indikator kemampuan translasi adalah menterjemahkan suatu masalah yang diberikan dengan kata-kata abstrak menjadi kata-kata yang
konkret
dan
emampuan
menterjemahkan
hubungan
yang
terkandung dalam bentuk simbolik, meliputi ilustrasi, peta, tabel, diagram, grafik, persamaan matematis, dan rumus-rumus lain ke dalam bentuk verbal dan sebaliknya. 2. Interpretasi (interpretation) Pemahaman interpretasi (kemampuan menafsirkan) menurut Subiyanto (1988:49). adalah kemampuan untuk memahami bahan atau ide yang direkam, diubah, atau disusun dalam bentuk lain. Misalnya dalam bentuk grafik, peta konsep, tabel, simbol, dan sebaliknya. Jika kemampuan menterjemahkan mengandung pengertian mengubah bagian demi bagian, kemampuan menafsirkan meliputi penyatuan dan penataan kembali. Dengan kata lain, menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan bagian-bagian yang diketahui berikutnya. 3. Ekstrapolasi (ekstrapolation) Pemahaman ekstrapolasi (kemampuan meramalkan) menurut Subiyanto (1988:49) adalah kemampuan untuk meramalkan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengutarakan konsekwensi dan implikasi yang sejalan dengan kondisi yang digambarkan. Dengan demikian, bukan saja berarti mengetahui yang sifatnya mengingat saja, tetapi mampu mengungkapkan kembali ke dalam bentuk lainnya yang mudah
dimengerti,
memberi
interpretasi,
serta
mampu
mengaplikasikannya. Sementara pengertian konsep yang dikemukakan oleh Sapriya (2009: 43) adalah pengabstraksian dari sejumlah benda yang memiliki karakteristik yang sama. Menurut Schwab (1969: 12-14) konsep merupakan abstraksi,
20
kontruksi logis yang terbentuk dari kesan, tanggapan dan pengalaman kompleks. Begitu pula menurut Banks (1977: 85) bahwa “aconcept is an abstrak word of phrase that is usefull for classifying categorizing a group of things, ideas or events”. Konsep adalah sesuatu yang abstrak atau frase yang bermanfaat untuk mengklasifikasikan atau menggolongkan suatu kelompok berbagai hal gagasan atau peristiwa. Kemudian menurut Parreren (Winkel, 1996: 76) memberi batasan bahwa konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Dengan demikian, belajar konsep menuntut kemampuan untuk menemukan ciri-ciri yang sama pada sejumlah objek. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan penamaan terhadap sesuatu yang abstrak maupun konkrit berdasarkan kesepakatan bersama. Konsep dapat dinyatakan dalam sejumlah bentuk konkrit atau abstrak, luas atau sempit, satu kata frase. Beberapa konsep yang bersifat konkrit misalnya : manusia, gunung, lautan, daratan, rumah, negara, dan sebagainya. Pemahaman konsep merupakan kemampuan seseorang (peserta didik) untuk mengkonseptualisasi, menginterpretasi, menggeneralisasi, menganalisis, dan mengaplikasikan pengetahuannya (Banks, 1990: 23). Begitu pula menurut Bloom (Vestari, 2009: 16) pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkap suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Dengan demikian, peserta didik dikatakan telah memahami suatu konsep jika siswa dapat menjelaskan suatu informasi dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini siswa dituntut tidak hanya sebatas mengingat sesuatu bahan pelajaran tetapi juga mampu menjelaskan kembali informasi yang diperoleh dengan menggunakan kata-katanya sendiri meskipun penjelasan atau susunan kata-katanya tidak sama dengan apa yang diberikan kepada siswa akan tetapi kandungan maknanya tetap sama.
21
Selanjutnya menurut Sanjaya (2009: 88) mengemukakan pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasi konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Banks (1990: 23) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman konsep adalah kemampuan
seseorang
dalam
mengkonseptualisasi,
menginterpretasi,
menggeneralisasi, menganalisis dan mengaplikasian pengetahuan serta mengevaluasi pengetahuannya. Dengan demikian pemahaman konsep dapat diartikan sebagai kemampuan
seseorang
dalam
menangkap,
menginterpretasi
dan
mengaplikasikan materi yang diperolehnya. Pemahaman konsep juga dapat ditujukan melaui kemampuan seseorang dalam memprediksi kecenderungan, kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Menurut Kardiyono (1980: 13) guru dalam memilih konsep yang akan diberikan kepada siswa hendaknya mendasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Keperluan, konsep yang akan diajarkan haruslah konsep yang diperlukan oleh siswa dalam memahami dunia di sekitarnya. Oleh karena itu lingkungan yang berbeda memerlukan konsep-konsep yang berbeda pula. b. Ketepatan, perumusan konsep yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluang bagi penafsiran yang salah. Dengan kata lain merumuskan konsep jangan menimbulkan salah pemahaman. c. Mudah dipelajari, konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah, fakta dan contohnya harus terdapat dalam lingkungan hidup serta dikenal siswa. d. Kegunaan, konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi peserta didik. Belajar IPS tidak cukup hanya dalam bentuk hafalan atau hanya melatih daya ingat sehingga ada kesan siswa disamakan dengan robot yang harus menuruti keinginan dan perintah guru. Belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan siswa sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dapat berkembang. Menurut
22
Somantri dalam Sapriya (2009: 11) mengemukakan bahwa pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. Berdasarkan pada upaya peserta didik dalam menerapkan konsep pembelajaran IPS, belajar konsep akan berhasil dengan baik bilamana siswa mengalami sendiri, mengerjakan atau melakukan sendiri apa yang dipelajarinya. Sifat-sifat keingintahuannya tentang apa-apa yang diamatinya atau dilihat, dan dirasakan di lingkungan sekitarnya. Semuanya tidak lepas dari hubungannya dengan perhatian guru untuk memfasilitasi siswa ke arah active learning. Kesimpulannya, belajar konsep akan berhasil dengan baik bilamana siswa mengalami sendiri, mengerjakan atau melakukan sendiri apa yang dipelajarinya. Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, perlu dikembangkan strategi pembelajaran IPS yang dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa agar kualitas proses pembelajaran IPS lebih baik. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa (Student centered) agar siswa terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
I. Penelitian yang Relevan Berkaitan dengan penggunaan quantum learning dalam penelitian ini, sebelumnya juga pernah dilakukan penelitian yang serupa. Pada tahun 2009, Dwi Astuti melakukan penelitian tentang strategi quantum learning melalui metode eksperimen dengan meninjau kemampuan awal siswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan strategi quantum learning melalui metode eksperimen dengan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen terhadap kemampuan kognitif siswa. Dari uji komparasi ganda diperoleh hasil bahwa penggunaan strategi quantum learning lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan ketrampilan proses.
23
Pada tahun yang sama juga dilakukan penelitian serupa oleh Pujiyanti dengan kesimpulan sebagai berikut (1) Pembelajaran kuantum melalui teknik bermain peran mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada melalui tekateki silang; (2) Siswa yang mempunyai semangat belajar kategori tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai semangat belajar katergori rendah dan siswa yang mempunyai semangat belajar sedang mempunyai kemampuan prestasi belajar lebih baik daripada siswa yang mempunyai semangat belajar kategori rendah. (3) Semangat belajar siswa dan penggunaan pembelajaran kuantum melalui metode pembelajaran mempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar siswa. Dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan strategi quantum learning dapat meningkatkan motivasi dan kualitas belajar siswa.
J. Desain dan metode penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses,
hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik (Musianto, 2002: 125). Pendekatan kuantitatif menggunakan rancangan penelitian berdasarkan prosedur statistik atau dengan cara lain dari kuantifikasi untuk mengukur variabel penelitiannya. Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan antar variable, memberikan deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya (Widodo, 2009). Penggunaan pendekatan kuantitatif, membuat peneliti harus mengikuti suatu pola yang sesuai dengan karakteristik pendekatan kuantitatif. Implikasi yang terjadi, antara lain pola linear yang terjadi dalam tahap-tahap penelitian. Pola linear ini juga berakibat peneliti harus melakukan tahap demi tahap yang ada di dalam suatu proses penelitian. Demikian pula dalam merumuskan permasalahan, karena asumsi aksiologi penelitian kuantitatif adalah mencari penjelasan-penjelasan dan
24
untuk memperdalam pemahaman. Hasil dari penelitian kuantitatif akan digeneralisasi, sehingga penggunaan sampel yang semakin mendekati jumlah populasi cenderung dilakukan di dalam penelitian kuantitatif. Metode yang digunakan dakam penelitian ini adalah metode eksperimen kuasi (quasi eksperimen). Penelitian eksperimen kuasi yang akan dilaksanakan yaitu dengan bentuk nonequivalent groups pretest-posttets design yang mengacu pendapat Fraenkel dan Wallen (2007: 278). Menurut Creswell (1994: 132) nonequivalent (pretest and posttest) control group design adalah “in this design, a popular approach to quasi experiments, the experimental geoup A and the control B are selected without random assigment. Both take a pretest and posttest, and the only experimental group received the treatment”. Subjek penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu, kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan quantum learning. Sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan dengan pembelajaran dengan cara menghafal. Keduanya diberi pengajaran mengenai materi yang sama yaitu materi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Setelah kedua kelompok mendapat perlakuan dalam pembelajaran, maka diakhiri dengan pemberian tes akhir (post test) terhadap kedua kelompok siswa itu berupa soal tes. Perangkat soal tes awal dan tes akhir menggunakan perangkat tes yang sama. Langkah-langkah pokok penelitian kuantitatif yaitu : (1) Identifikasi masalah; (2) Studi pustaka; (3) Penyusunan hipotesis penelitian; (4) Penyusunan desain riset; (5) Identifikasi, klasifikasi dan definisi variabel penelitian; (6) Penentuan instrument penelitian; (7) Pengolahan dan analisa data; (8) Penyusunan laporan penelitian (Manasse Malo: 2008).
25
Gambar 1.2 Nonequivalent Groups Pretest-Posttets Design (Frankel and Wallen, 2007: 278) Kelompok A adalah kelompok eksperimen dengan diberikan perlakuan menggunakan strategi pembelajaran quantum learning (X1) dan kelompok B adalah kelompok kontrol dengan diberikan perlakuan pembelajaran klasikal (X2).
1. Alat Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang mendukung dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Angket Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai implementasi pembelajaran dengan menggunakan quantum learning ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah skala likert. Variabel yang diukur dijabarkan dalam indikator-indikator yang terukur. Indikator yang terukur dijadikan sebagai acuan untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden (peserta didik). Indikator pencapaiannya dilihat dari Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction (ARCS) yang dicetuskan oleh Keller. b. Lembar observasi Lembar observasi dibuat sebagai pedoman dalam melakukan observasi. Dibuatnya lembar observasi supaya memudahkan peneliti dalam melakukan observasi, dan aspek yang diamati menjadi lebih terarah.
26
Menurut Sugiono (2008: 68) observasi digunakan karena memiliki manfaat-manfaat sebagai berikut: 1) Peneliti akan lebih mampu memahami konteks data. 2) Peneliti akan memeroleh pengalaman langsung. 3) Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain. 4) Peneliti akan dapat menemukan hal-hal yang tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif. 5) Peneliti dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi responden, sehingga peneliti memeroleh gambaran yang lebih komprehensif. 6) Peneliti tidak hanya mengumpulkan data untuk memeroleh kesan pribadi dan merasakan suasana yang diteliti. c. Tes Tes yang digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa tes tertulis yang berupa butir-butir soal yang bertujuan untuk mengukur motivasi belajar dan pemahaman konsep IPS pada materi pokok mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dilakukan sebelum (pretest) dan sesudah (post-test) pembelajaran dengan menggunakan quantum learning. Langkah-langkah dalam menyusun tes tertulis adalah sebagai berikut: 1) Membuat kisi-kisi soal yang mencakut pokok bahasan mengenai mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 2) Menyusun soal beserta kunci jawaban. Soal dan kunci jawaban yang sudah disusun diajukan untuk memeroleh judgment dari dosen pembimbing dan dosen ahli. Hal ini bertujuan untuk mengetahui validasi isi, kesesuaian antara indikator dan soal serta kesesuaian soal dengan kunci jawaban. 3) Melakukan uji coba soal 4) Menganalisis hasil uji coba soal meliputi validitas item, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.
27
d. Lembar wawancara Wawancara atau interview adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Sepihak disini maksudnya adalah pertanyaan hanya diajukan oleh peneliti, sedangkan subjek penelitian tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan (Arikunto, 2005:30). Sebelum melakukan wawancara, peneliti membuat pedoman wawancara terlebih dahulu supaya pertanyaan yang ditujukan lebih terarah pada aspek yang ingin diteliti.
2. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes, observasi, wawancara dan angket atau kuesioner. Tes yang dilakukan terdiri dari pre-test dan post-test. Pre-test dilakukan untuk mengetahui pemahaman konsep peserta didik sebelum diberikan perlakuan. Sedangkan post test dilakukan untuk mengetahui perubahan kemampuan memahami konsep setelah diberikan perlakuan. Penyusunan tes diawali dengan penyusunan kisi-kisi yang mencakup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur beserta skor penilaiannya dan nomor butir soal beserta kunci jawabannya dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Penyusunan soal dibuat berdasarkan taksonomi Bloom revisi pada jenjang pengetahuan (C1) dan pemahaman (C2). Setelah melakukan tes langkah selanjutnya adalah uji validitas, uji reliabilitas, analisis daya pembeda soal, dan tingkat kesukaran soal. Observasi dilakukan untuk
mengumpulkan data mengenai sikap
peserta didik dan guru dalam pembelajaran, interaksi antara peserta didik dengan guru serta interaksi antara peserta didik dengan peserta didik. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kendala yang ditemukan ketika proses pembelajaran dengan menggunakan quantum learning. Sumber data, jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
28
No
Sumber data
1.
Peserta didik
2.
Peserta didik
3.
Peserta didik dan guru
Jenis data Motivasi belajar sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan Pemahaman konsep sebelum dan setelah mendapat perlakuan Proses pembelajaran quantum learning dan kendala yang ditemukan
Teknik pengumpulan data
Instrumen
Pre-test dan post-test
Butir soal
Pre-test dan post-test
Butir soal pilihan ganda
Wawancara dan observasi
Pedoman wawancara dan lembar observasi
3. Teknik pengembangan alat tes penelitian Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya dalah mengolah data. Pengolahan data diawali dengan mengukur validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda pada instrumen penelitian pemahaman konsep IPS. a. Uji Instrumen Penelitian Tes Pemahaman Konsep IPS 1) Validitas butir soal Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2010: 137). Arikunto (2013: 73) menjelaskan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas instrumen yang digunakan adalah uji validitas konstruk dan uji validitas isi. Uji validitas konstruk dilakukan melalui pendapat ahli (judgment expert) atau dosen yang memiliki keahlian di bidang IPS. Hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian standar isi materi yang ada dalam
29
instrumen tes. Sementara uji validitas isi dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi instrumen dengan materi pokok pelajaran yang akan diajarkan. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan (Arikunto, 2013: 82). Selanjutnya soal diujicobakan dan dianalisis dengan menggunakan analisis item (Sugiyono, 2008: 173). Tabel berikut ini menggambarkan mengenai interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: Kategori validitas butir soal Batasan
Kategori
0,80
Sangat tinggi (sangat baik)
0,60 < rxy < 0,80
Tinggi (baik)
0,40 < rxy < 0,60
Cukup (sedang)
0,20 < rxy < 0,40
Rendah (kurang)
0,00
sangat rendah (sangat kurang)
Kriteria pengujian berdasarkan harga t hitung dibandingkan dengan t tabel. Jika pada taraf signifikan 95%, t hitung < t tabel maka H0 diterima. Sebaliknya, jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak. 2) Reliabilitas tes Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Tiga jenis reliabilitas yaitu stability reliability, representative reliability, equivalence reliability. Banyak rumus yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas diantaranya adalah rumus Spearman Brown :
r11 2.rb 1 + rb Ket : r11 = adalah nilai reliabilitas
30
rb
= adalah nilai koefisien korelasi
Nilai koefisien reliabilitas yang baik adalah diatas 0,7 (cukup baik), di atas 0,8 (baik). Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik statistik inferensial parameter, dimana teknik ini dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Menghitung rata-rata hasil tes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
b) Menguji hipotesis dengan uji-t Untuk menentukan adanya perbedaan rata-rata nilai pretest dan rata-rata nilai posttest digunakan uji t, dengan rumus:
dengan Keterangan: dsg adalah deviasi standar gabungan adalah rata-rata kelas eksperimen adalah rata-rata kelas kontrol n1 adalah jumlah siswa kelas eksperimen n2 adalah jumlah siswa kelas kontrol Dengan ketentuan: jika -ttabel < thitung < ttabel , maka Ho diterima. Dalam keadaan thitng tidak demikian Ho ditolak. 3) Tingkat kesukaran butir soal Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran bekisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukan bahwa soal tersebut sukar. Sebaliknya, indeks 1,00 menunjukan soal tersebut mudah.
31
Kriteria Indeks Kesukaran Batasan
Kategori
0.00 < p < 0,30
Soal sukar
0,30 < p < 0,70
Soal sedang
0,70 < p < 1,00
Soal mudah
4) Analisis daya pembeda soal Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dengan peserta didik memiliki kemampuan rendah. Angka yang menunjukan daya pembeda disebut indeks deskriminasi (D). uji daya pembeda dihitung dengan bantuan program komputer SPSS 16.0. Berikut adalah kategori daya pembeda: Kategori Daya Pembeda Batasan
Kategori
0,00 < D < 0.20
Jelek (poor)
0.20 < D < 0,40
Cukup (satisfactory)
0,40 < D < 0,70
Baik (good)
0,70 < D < 1,00
Baik sekali (excellent)
b. Peningkatan motivasi belajar dan pemahaman konsep peserta didik Pengukuran peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-gain) dengan rumus Hake dalam (Meltzer, 2002):
g
% gain % gain
max
% post tes % pre tes 100 % pre tes
Gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan peningkatan motivasi belajar dan pemahaman konsep peserta didik dengan kriteria seperti pada tabel berikut:
32
Kategori Tingkat Gain yang Dinormalisasi Batasan
Kategori
g> 0,7
Tinggi
0,3 < g < 0,7
Sedang
G < 0,3
Rendah
Sumber: Hake dalam Meltzer (2002) Efektivitas
penggunaan
quantum
learning
dapat
dilihat
dari
perbandingan nilai gain kelas eksperimen yang menggunakan quantim learning dan kelas kontrol yang menggunakan hafalan. c. Uji normalitas Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data pretest dan postest pemahaman konsep IPS peserta didik. Uji normalitas dibantu dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.0. Hasil pengujian terhadap kedua kelompok skor digunakan untuk mengetahui data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan normal bila nilai probabilitas (sig. (2-tailed)) > 0,05. d. Uji homogenitas Uji homogenitas dilakukan pada data skor pre-test dan post-test pemahaman konsep IPS peserta didik. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene dengan bantuan program komputer SPSS for windows versi 16.0. Hasil pengujian terhadap kedua kelompok skor digunakan untuk mengetahui homogen atau tidaknya data yang dianalisis. Data dikatakan homogen bila nilai probabilitas (sig. >0.05). e. Uji kesamaan dua rata-rata Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata pre-test peserta didik pada kelompok eksperimen dengan nilai rata-rata peserta didik pada kelompok kontrol, membandingkan nilai rata-rata post-test peserta didik pada kelompok eksperimen dengan nilai rata-rata pada kelompok kontrol, serta untuk uji kesamaan rata-rata untuk g. Uji
33
kesamaan dua rata-rata (uji-t) dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows 16.0 yaitu uji-t dua sampel independen (Independent Sample t Test). Sebelum melakukan uji hipotesis (analisis inferensial), terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor data motivasi belajar dan pemahaman konsep peserta didik kedua kelas tersebut. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan menggunakan one sample kolmogrof-smirnov test. Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varians kedua kelas. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene test, kemudian dilakukan uji-t, uji kesamaan dua rata-rata (ujit) dipakai untuk membandingkan perbedaan dua rata-rata.
K. Subjek dan Lokasi Penelitian Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah siswa SDN Majalengka kulon 05 dan SDN Tarikolot 1 Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka. Sedangkan sampelnya adalah siswa kelas V SDN SDN Majalengka kulon 05 sebagai kelas eksperimen, dan SDN Tarikolot 1 sebagai kelas kontrolnya. Setiap masing-masing sekolah diambil jumlah siswa yang sama yaitu 30 siswa. Pelaksanaan penelitian terhadap kedua sekolah tersebut karena sekolah tersebut memiliki masalah dalam hal motivasi belajar dan pemahaman siswanya dalam belajar terutama di kelas V. Penelitian ini akan berjalan dengan baik, karena sekolah ini memiliki fasilitas yang cukup mendukung untuk menunjang terlaksananya pembelajaran quantum learrning.
L. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur dalam penelitian ini yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan dan analisis data. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut : 1. Tahap persiapan
34
a. Identifikasi masalah mengenai pendekatan, strategi, metode, dan media pembelajaran yang sedang dilaksanakan pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. b. Menentukan
permasalahan
yang
akan
diteliti
yaitu
berupa
perbandingan kelas yang didesain dengan menggunakan strategi pembelajaran quantum learning melalui metode role playing dengan kelas
yang
tidak
didesain
dengan
menggunakan
strategi
pembelajaran quantum learning melalui metode role playing. c. Hasil dari identifikasi masalah dilanjutkan dengan studi kepustakaan atau sumber rujukan berupa buku atau sumber lain yang membahas tentang strategi pembelajaran quantum learning. Kemudian studi lapangan untuk mengetahui proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. d. Menentukan subjek penelitian, penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V, yaitu SDN Majalengka Kulon 05 dan SDN Tarikolot 1, dimana kelas eksperimennya SDN Majalengka Kulon 05, dan kelas kontrolnya SDN Tarikolot 1. Kelompok kelas eksperimen yang menggunakan strategi pembelajaran quantum learning dan kelompok kelas kontrol yang tidak menggunakan strategi pembelajaran quantum learning. e. Peneliti memberikan arahan dan pelatihan kepada guru kelas V di kelas
eksperimen
tentang
pengelolaan
pembelajaran
dengan
menggunakan strategi pembelajaran quantum learning. f. Peneliti bersama guru menyusun RPP yang didesain dengan menggunakan pembelajaran quantum learning, instrumen tes, dan instrumen non tes (observasi, wawancara dan angket). g. Pengujian
instrumen
dengan
tujuan
agar
valid
dan
dapat
dipertanggung jawabkan. h. Analisis hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen. i. Hasil uji coba instrumen setelah perbaikan kemudian disahkan untuk digunakan dalam proses penelitian.
35
2. Tahap pelaksanaan 1) Pelaksanaan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum ada perlakuan. 2) Pelaksanaan perlakuan oleh guru dengan penggunaan strategi pembelajaran quantum learning dan pembelajaran tanpa penggunaan strategi pembelajaran quantum learning. 3) Observasi kelas tentang pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 4) Postest untuk mengetahui tingkat prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 5) Wawancara dengan guru di kelas eksperimen untuk mengetahui pendapatnya mengenai penggunaan strategi pembelajaran quantum learning. 3. Tahap pengolahan dan analisis data 1) Pengolahan skor tes awal dan tes akhir data penelitian. 2) Analisis data kuantitatif dengan uji–t terhadap rerata skor pretest dan postest. 3) Analisis tes, dan angket.
M. Rencana Penelitian Proses penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan dapat selesai dalam lima bulan, mulai dari seminar usulan penelitian sampai menyelesaikan laporan penelitian berupa tesis. Jadwal penelitian yang direncanakan yaitu sebagai berikut : NO
JENIS KEGIATAN
1. 2. 3. 4. 5.
Penyusunan Proposal Persiapan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyusunan dan Penyerahan Laporan ke LPPM
6.
PELAKSANAAN (BULAN) Mar Apr Mei Juni Juli Agst x x x x x x x x