Proposal Penelitian_2 Apr.docx

  • Uploaded by: Dayu
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Penelitian_2 Apr.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,077
  • Pages: 17
PROPOSAL PENELITIAN KEANEKARAGAMAN DAN GUILD BURUNG DI KEBUN RAYA EKA KARYA BALI

IDA AYU GEDE LIDYA WINTARI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2019

KEANEKARAGAMAN DAN GUILD BURUNG DI KEBUN RAYA EKA KARYA BALI

IDA AYU GEDE LIDYA WINTARI

Usulan penelitian sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian oleh Mahasiswa Program Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2019

ii

Judul Penelitian : Keanekaragaman dan Guild Burung di Kebun Raya Eka Karya Bali Nama : Ida Ayu Gede Lidya Wintari NIM : E34150006

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc Pembimbing I

Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Nyoto Santoso, MS Ketua Departemen

Tanggal Disetujui:

iii

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR TABEL

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

32

Manfaat

32

TINJAUAN PUSTAKA

32

Keanekaragaman Jenis Burung

32

Habitat Burung

43

Kelompok spesies berdasarkan pakan utama (Guild)

43

METODE

53

Lokasi dan Waktu

53

Alat dan Bahan

64

Metode Pengumpulan Data

65

Analisis Data

75

DAFTAR PUSTAKA

108

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Peta lokasi penelitian

4

Gambar 2 Gambar 1 Peta lokasi penelitian, a: tegakan rasamala, b: tegakan Gymnospermae, c: tegakan campuran

5

DAFTAR TABEL Tabel 1 Kategori kelimpahan dengan metode encounter rates

6

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Burung merupakan salah satu satwa liar yang mempunyai mobilitas yang tinggi serta mampu beradaptasi terhadap berbagai tipe habitat yang luas (Welty 1982). Keberadaannya jugaBurung memiliki peran penting dalam ekosistem seperti membantu proses penyerbukan, pemencar biji, dan pengendali hama. Sebagai salah satu satwa yang peka terhadap perubahan kondisi lingkungan, burung dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kualitas lingkungan. Hutan yang memiliki struktur vegetasi yang beragam akan memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi (Patterson et al. 1995). Perbedaan tipe vegetasi yang menjadi habitat burung akan mempengaruhi jumlah dan jenis burung yang ditemukan pada setiap tegakanKeanekaragaman burung di suatu habitat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Wiens (1989) dan Mardiastuti et al. (2014), luas habitat akan mempengaruhi jumlah individu dari berbagai jenis burung yang ditemukan, semakin luas habitat maka keanekaragaman jenis burung semakin tinggi. Selain itu, struktur dan komposisi vegetasi diketahui merupakan faktor penting yang mepengaruhi tingkat keanekaragaman burung (MacArthur 1961, Karr dan Roth 1971). Beberapa penelitian baik di wilayah iklim sedang maupun di wilayah tropis menunjukkan adanya perbedaan antara keanekaragaman burung di tegakan pohon yang berbeda. Bergner et al 2015 yang melakukan penelitian di Turki melaporkan bahwa …. Di wilayah …. (Sitters et al. 2016), sedangkan Kaban et al. (2017) mendapatkan perbedaan keanekaragaman burung pada tegakan pohon yang berbeda di hutan tanaman di Gunung Walat, Sukabumi. . Hasil penelitian dari Kaban (2003) pada empat tipe tegakan menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis burung pada setiap tegakan berbeda. Menurut Dewi et al. (2007) et al. juga melaporkan bahwa habitat dengan keanekaragaman tumbuhan yang lebih tinggi di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki keanekaragaman burung yang lebih tinggi pulastruktur habitat yang terdiri dari keanekaragaman jenis tumbuhan dan vegetasi yang beragam, akan membuat keanekaragaman satwa semakin besar. Kebun Raya Eka Karya (KREK) di Bali merupakan kawasan konservasi exsitu yang di bangun bertujuan untuk kegiatan inventarisasi, eksplorasi, dan konservasi tumbuhan tropika dataran tinggi lembab. Keberadaan KREK dapat berfungsi sebagai habitat satwa liar khususnya burung, yang keberadaannya semakin terancam akibat pembangunan yang terus terjadi di sekitar KREK. Koleksi tumbuhan di KREK yang memiliki luas 157,5 ha terdiri dari 216 suku, 1 044 marga, dan 2 362 jenis tumbuhan (Kementerian PU dan LIPI 2014). Menurut Wiens (1989) dan Mardiastuti et al. (2014), luas habitat akan mempengaruhi jumlah individu dari berbagai jenis burung yang ditemukan, semakin luas habitat maka keanekaragaman jenis burung semakin tinggi. KREK memiliki beberapa tanaman koleksi yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu koleksi umum dan koleksi tematik (Darma 2010). Pengelompokkan ini menyebabkan adanya berbagai macam komposisi tegakan di KREK, seperti tegakan rasamala (Altingia excelsa), tegakan Gymnospermae, dan tegakan

Commented [TS1]: Kalimat terakhir terasa menggantung. Kalimat sebelumnya mengtakan bahwa burungdaat dijadikan indicator. Lalu kalimat berikut mendukung dnegan mengatakan strutku vegetasi mempengaruhi keankeragaman burung, tetapi mengapa hanya yang struktr beragam yang disebutkan? ---sedangkan hutan dengan syruktur yng lebih sederhana memeiliki keanekaraaman burung yang lebih rendah??? Formatted: Indent: First line: 0.5" Formatted: Highlight

Formatted: Highlight Formatted: Font: Italic, Highlight Commented [TS2]: Coba dicek; apakah betul kebunraya brtujuan untuk kegiatan inventarisasi dan eksplorasi? Buaknnya kebun raya sbeagai kawan konservasi ex situ tujuannya untuk koleksi? Bukan inventaridasi dan eksplorasi? Formatted: Highlight Formatted: Highlight Formatted: Highlight Commented [TS3]: Di sini harus ada kalimat pengantar/jembatan yang menghubungkan dari konservasi TUMBUHAN menjadi fungsi sebagi habitat satwa liar. Formatted: Highlight Formatted: Highlight Commented [TS4]: Mengapa khususnya? Formatted: Highlight Formatted: Highlight Commented [TS5]: Yang terancam ini fungsi KREK/KREKnya sendiri atau kehidupan burung? Apakah ada perubahan habitat/alih fungsi lahan KREK? Formatted: Highlight Formatted: Highlight

2

campuran. Jenis pohon rasamala ditanam di KREK yang sebelumnya merupakan area reboisasi Candikuning dan berbatasan langsung dengan Cagar Alam Batukau (Supeksa et al. 2012). Salah satu jenis pohon dari tegakan Gymnospermae dan merupakan jenis yang endemik adalah cemara pandak (Dacrycarpus imbricatus). Tegakan campuran terdiri dari jenis rasamala dan jenis pohon dari jalur hutan tropis seperti Arecaceae, cempaka wangi (Michelia champaca), dan cempaka hutan (Michelia montana) (Supeksa et al. 2012). Perbedaan tipe vegetasi yang menjadi habitat burung akan mempengaruhi jumlah dan jenis burung yang ditemukan pada setiap tegakan. Hasil penelitian dari Kaban (2003) pada empat tipe tegakan menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis burung pada setiap tegakan berbeda. Menurut Dewi et al. (2007) struktur habitat yang terdiri dari keanekaragaman jenis tumbuhan dan vegetasi yang beragam, akan membuat keanekaragaman satwa semakin besar. Tingkat keanekaragaman atau banyaknya spesies yang membentuk suatu komunitas burung ditentukan pula oleh keterbatasan sumber daya dan pembagian sumberdaya tersebut oleh spesies-spesies burung di dalam suatu habitat (Holmes et al. 1979). Guild merupakan suatu kelompok spesies yang menggunakan sumberdaya yang sama dengan cara yang sama (Root 1967). Menurut Novarino et al. (2008), gambaran aliran energi dan makanan pada suatu ekosistem dapat digambarkan melalui komposisi guild. Pengelompokan pada guild dapat dilakukan dengan mengklasifikasikan sumberdaya yang sama-sama dimanfaatkan oleh suatu spesies, misalnya dari sumberdaya pakan (Karr 1980). Penelitian ini dilakukan pada tiga tipe tegakan yaitu tegakan rasamala, Gymnospermae, dan tegakan campuran. Perbedaan tipe tegakan sebagai habitat yang menjadi tempat mencari makan bagi burung akan mempengaruhi jumlah dan jenis guild burung di setiap habitat. Kebun Raya Eka Karya (KREK) di Bali yang memiliki luas 157,5 ha merupakan kawasan konservasi ex situ yang dibangun untuk kegiatan inventarisasi, eksplorasi, dan konservasi tumbuhan tropika dataran tinggi lembab. Keberadaan KREK dapat berfungsi sebagai habitat satwa liar khususnya burung, yang keberadaannya semakin terancam akibat pembangunan yang terus terjadi di sekitar KREK. Koleksi tumbuhan di KREK terdiri dari 216 suku, 1 044 marga, dan 2 362 jenis tumbuhan (Kementerian PU dan LIPI 2014). Tanaman koleksi di KREK dikelompokkan menjadi dua, yaitu koleksi umum dan koleksi tematik (Darma 2010). Pengelompokan ini menyebabkan adanya berbagai macam komposisi tegakan di KREK, seperti tegakan rasamala (Altingia excelsa), tegakan pohonpohon dari famili Gymnospermae, dan tegakan campuran. Jenis pohon rasamala ditanam di KREK yang sebelumnya merupakan area reboisasi Candikuning dan berbatasan langsung dengan Cagar Alam Batukau (Supeksa et al. 2012). Salah satu jenis pohon dari famili Gymnospermae adalah cemara pandak (Dacrycarpus imbricatus) yang merupakan jenis endemiK di …. Tegakan campuran terdiri dari jenis rasamala dan jenis pohon dari jalur hutan tropis seperti Arecaceae, cempaka wangi (Michelia champaca), dan cempaka hutan (Michelia montana) (Supeksa et al. 2012). Penelitian ini dilakukan pada tiga tipe tegakan yaitu tegakan rasamala, Gymnospermae, dan tegakan campuran. Perbedaan tipe tegakan sebagai habitat yang menjadi tempat mencari makan bagi burung akan mempengaruhi jumlah dan

Commented [TS6]: PERLU DITULIS ULANG; AGAK MEMBINGUNGKAN UNTUK MEMBACA TULISANNYA SAJA Formatted: Highlight Formatted: Highlight Commented [TS7]: Ini membingungkan; katena baru di sini ada kat jalur. Betul kamu sudah menjelaskan kepada saya (dan mungkin Bu Ani), tetapi orang yang membaca tidak tahu Formatted: Highlight Formatted: Highlight

Commented [TS8]: Coba dicek; apakah betul kebunraya brtujuan untuk kegiatan inventarisasi dan eksplorasi? Buaknnya kebun raya sbeagai kawan konservasi ex situ tujuannya untuk koleksi? Bukan inventaridasi dan eksplorasi? Commented [TS9]: Di sini harus ada kalimat pengantar/jembatan yang menghubungkan dari konservasi TUMBUHAN menjadi fungsi sebagi habitat satwa liar. Commented [TS10]: Mengapa khususnya? Commented [TS11]: Yang terancam ini fungsi KREK/KREKnya sendiri atau kehidupan burung? Apakah ada perubahan habitat/alih fungsi lahan KREK? Commented [TS12]: PERLU DITULIS ULANG; AGAK MEMBINGUNGKAN UNTUK MEMBACA TULISANNYA SAJA Commented [TS13]: Ini membingungkan; katena baru di sini ada kat jalur. Betul kamu sudah menjelaskan kepada saya (dan mungkin Bu Ani), tetapi orang yang membaca tidak tahu

3

jenis guild burung di setiap habitat. Tujuan 1.

2.

Mengungkapkan keanekaragaman jenis burung pada tiga tipe tegakan di Kebun Raya Eka Karya Bali, yaitu tegakan rasamala, tegakan Gymnospermae, dan tegakan campuran. Mengidentifikasi komposisi guild burung pada tiga tipe tegakan di Kebun Raya Eka Karya Bali, yaitu tegakan rasamala, tegakan Gymnospermae, dan tegakan campuran.

Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data dasar mengenai keanekaragaman jenis burung di Kebun Raya Eka Karya Bali. Selain itu, data dan informasi hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penataan kawasan dan wisata bird watching.

TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Jenis Burung Keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman komunitas (Pustaka). Pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman didefinisikan sebagai jumlah jenis yang ditemukan dalam komunitas (Primack et al. 2007). Jumlah jenis merupakan tingkatan paling sederhana dalam suatu ukuran komunitas yang disebut sebagai kekayaan jenis (Primack et al. 1998). Keragaman jenis tidak hanya menyangkut kekayaan jenis, tetapi juga kemerataan dari kelimpahan individu tiap jenis. Keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman komunitas. Menurut Desmukh (1992) keanekaragaman lebih besar jika kelimpahan populasi satu sama lain merata. Keragaman jenis tidak hanya menyangkut kekayaan jenis, tetapi juga kemerataan dari kelimpahan individu tiap jenis. Kekayaan jenis burung di suatu tempat tidak tersebar merata tetapi tinggi di beberapa habitat tertentu dan rendah di habitat lainnya (Sujatnika et al. 1995). Habitat yang berbeda akan menunjukkan keanekaragaman jenis burung yang berbeda juga. Kekayaan jenis burung di suatu tempat tidak tersebar merata tetapi tinggi di beberapa habitat tertentu dan rendah di habitat lainnya (Sujatnika et al. 1995). Krebs (1978) menyebutkan bahwa ada 6 faktor penting yang berkaitan dengan keanekaragaman jenis suatu komunitas yaitu waktu, keragaman, ruang, persaingan, pemangsaan dan kestabilan lingkungan serta produktivitas.

Commented [TS14]: Keanekaragaman Jeis Burung: 1.Apa itu keanekaragaman jenis? Apa bedanya dnegan kekayaan jenis?—baca Magurran 2.Apa saja factor yang mempengaruhi? 3.Menghtiung keanekaragaman jenis

Formatted: Highlight Commented [TS15]: Apa yang dimaksud kemetrataan dan kelimphsn di sini? Formatted: Highlight Formatted: Highlight Commented [TS16]: Ini apa maksudnya? Formatted: Highlight Commented [TS17]: Apa yang dimaksud kemetrataan dan kelimphsn di sini? Formatted: Highlight Formatted: Highlight Formatted: Highlight Commented [TS18]: Ap maksudnya? Formatted: Highlight

4

Ketersediaan tipe habitat, ketersediaan pakan, serta keberadaan predator juga mempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman jenis burung yang berada pada suatu lokasi (Blendinger dan Ricardo 2001). Selain itu, stratifikasi tajuk juga merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung (Sayogo 2009). Penutupan tajuk, tinggi tajuk, dan keanekaragaman jenis pohon juga menentukan keanekaragaman jenis burung di suatu tempat.

Habitat Burung Habitat memiliki peran yang penting bagi keberlangsungan kehidupan satwa liar yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Sebagai salah satu komponen dalam suatu ekosistem, burung memerlukan ruang untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan tempat untuk berkembang biak, yang menjadi satu kesatuan yaitu habitat (Alikodra 1990). Habitat yang baik bagi jenis burung tertentu belum tentu baik untuk jenis lainnya, karena kondisi habitat harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup setiap jenis burung. Meskipun burung merupakan jenis satwaliar yang hampir dapat ditemukan pada berbagai tempat (Hernowo 1985), namun habitat yang cocok merupakan suatu persyaratan utama bagi keberadaan jenis burung itu sendiri. Hubungan antara habitat dengan satwaliar dapat terlihat pada sketsa profil vegetasi. Komposisi dari suatu profil habitat sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan tentang suatu hubungan antara derajat kelimpahan satwaliar dengan tipe habitatnya (Alikodra 2002).

Guild Guild adalah kelompok jenis yang menggunakan sumberdaya pada kelas dan cara yang sama (Root 2001). Secara umum pengelompokan suatu jenis ke dalam guild dilakukan berdasarkan respons terhadap lingkungan atau lokasi, adaptasi terhadap pola hidup tertentu, kondisi umum, penyebaran geografis, dan tipe makanan (Root 2001). Selain itu, menurut Wiens (1989) secara umum pengelompokan suatu jenis ke dalam guild pada suatu komunitas dilakukan dengan dua cara yaitu a priori dan a posteriori. Pendekatan a priori dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan secara subyektif sebelum dilakukan pengambilan dan analisis data. Pendekatan a posteriori sebaliknya dilakukan dengan mengelompokkan secara lebih obyektif berdasarkan hasil analisis terhadap pengamatan yang dilakukan. Perubahan guild dalam suatu gradien lingkungan dapat diketahui melalui hubungan antar faktor-faktor lingkungan terhadap kepadatan populasi, laju reproduksi, dispersal, dan kemampuan menghindar dari predator (Root 2001). Pengamatan terhadap guild yang mendiami suatu daerah sangat dianjurkan sebagai indikator. Hal ini karena komposisi guild bisa mewakili aliran energi dan makanan dalam suatu ekosistem. Selain itu penghitungannya bisa dilakukan dari daftar jenis burung yang telah ada sebelumnya hingga membutuhkan lebih sedikit biaya (de Longh dan Weerd 2006).

Formatted: Highlight

5

METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kebun Raya Eka Karya Bali yang terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Lokasi pengambilan data dilakukan pada tiga lokasi yaitu tegakan rasamala, tegakan Gymnospermae, dan tegakan campuran. (Gambar 1). Tegakan rasamala berada di sebelah utara Taman Usada, tegakan Gymnospermae berada di dekat pintu masuk KREK, dan tegakan campuran berada di jalur hutan tropis. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2019.

a

b

c

Gambar 1 Peta lokasi penelitian (a) tegakan rasamala, (b) tegakan Gymnospermae, (c) tegakan campuran

6

Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian adalah binokuler, kamera, alat perekam suara, buku panduan lapang Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (MacKinnon et al. 2010), tally sheet, GPS, alat tulis, alat penunjuk waktu, pita ukur.

Metode Pengumpulan Data Data Vegetasi Pengumpulan data vegetasi yang dilakukan dengan membuat plot berukuran 10 x 50 m untuk mengetahui struktur, komposisi vegetasi, dan pembuatan diagram profil pohon. Data yang diambil yaitu diameter pohon setinggi dada, tinggi total pohon, tinggi bebas cabang, lebar tajuk, jarak pohon dengan garis absis dan ordinat. Identifikasi tumbuhan bawah dilakukan dalam plot ukuran 2 x 2 m. Data Burung Keanekaragaman Burung Pengambilan data burung dilakukan dengan pengamatan langsung yaitu dengan melihat langsung individu burung maupun melalui tanda lainnya seperti suara (Bibby et al. 2000). Metode pengumpulan data burung yang digunakan yaitu encounter rates (tingkat pertemuan) dan point count (titik hitung). Pengamatan burung menggunakan metode encounter rates dilakukan pada pukul 06.00-18.00 WITA selama tiga hari di setiap tipe habitat. Pengamatan burung dengan metode point count dilakukan pada pagi hari antara pukul 06.00–09.00 WITA dan sore hari yaitu pukul 15.00–18.00 WITA. Pengambilan data burung di setiap tipe habitat dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Pengambilan data burung dilakukan dengan pengamatan langsung yaitu dengan melihat langsung individu burung maupun melalui tanda lainnya seperti suara (Bibby et al. 2000). Metode encounter rates dilakukan dengan cara mencatat waktu dan jumlah individu setiap jenis burung yang teramati. Pengamat berjalan di sepanjang jalur setiap tipe habitat sambil mencatat semua jenis yang dijumpai dan waktu pertemuannya. Pengambilan data burung menggunakan metode point count dilakukan selama 10 menit pada setiap titik dengan radius pengamatan 50 m. Jarak antar titik pengamatan 150 m untuk mengantisipasi terjadinya tumpang tindih data yang menyebabkan double counting. Panjang jalur pengamatan di setiap habitat yaitu sepanjang 1 800 m dengan jumlah titik hitung sebanyak sepuluh titik (Gambar 2). Identifikasi jenis burung didasarkan pada buku Panduan Lapang Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali. Parameter yang dicatat adalah jenis, jumlah individu, waktu, aktivitas, dan jenis vegetasi yang digunakan burung untuk beraktifitas.

yait u pint

r = 50 m

150 m

1 800 m Gambar 2 Penggunaan point count pada jalur pengamatan

Commented [TS19]: Urutkan prosedur pengambilan data per metode

7

Formatted: English (Indonesia)

Data VegetasiKomposisi dan struktur vegetasi Pengumpulan data vegetasi yang dilakukan dengan membuat plot berukuran 10 x 50 m untuk mengetahui struktur, komposisi vegetasi, dan pembuatan diagram profil pohon. Data yang diambil yaitu diameter pohon setinggi dada, tinggi total pohon, tinggi bebas cabang, lebar tajuk, jarak pohon dengan garis absis dan ordinat. Identifikasi tumbuhan bawah dilakukan dalam plot ukuran 2 x 2 m.

Analisis Data Data Vegetasi Kondisi habitat setiap tegakan digambarkan dengan pembuatan profil pohon berdasarkan data yang telah diperoleh dari masing-masing lokasi penelitian. Pengukuran dilakukan terhadap diameter, tinggi total pohon, tinggi bebas cabang, tajuk arah, serta jarak pohon dengan garis absis dan jarak pohon dengan garis ordinat, data peninggi pohon didapatkan dari 10 pohon tertinggi di dalam pengukuran profil pohon dan kedudukan vegetasi. Analisis secara deskriptif dilakukan untuk mengetahui komponen penyusun tegakan yang mendukung kehidupan burung. Data Burung Keanekaragaman Burung dan Guild Kurva Penemuan Jenis Hasil dari metode encounter rates di kelompokkan menjadi setiap jam yang diolah dan disajikan dalam bentuk grafik dengan sumbu X yang merupakan jumlah jam pengamatan setiap jam dan sumbu Y merupakan jumlah pertambahan jenis burung. Bentuk grafik yang dihasilkan dari setiap habitat akan menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan pengamat untuk mendapatkan jumlah jenis burung terbanyak. Selain itu, hasil ini akan berguna untuk pengelolaan kegiatan bird watching di lokasi pengamatan. Kelimpahan Relatif Hasil pencatatan dari encounter rates di kategorikan menjadi lima kategori urutan kelimpahan sederhana menurut Lowen et al. (1996) yaitu melimpah, umum, sering, tidak umum, dan jarang (Tabel 1). Tabel 1 Kategori kelimpahan dengan metode encounter rates Kategori kelimpahan (Jumlah individu per Nilai kelimpahan 100 jam pengamatan) <0,1 1 0,1-2,0 2 2,1-10,0 3 10,1-40,0 4 40,0+ 5

Skala urutan Jarang Tidak umum Sering Umum Melimpah

Commented [TS20]: Mana hitungannya?

8

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) Indeks keanekaragaman jenis (H’) dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dengan metode point count. Indeks keanekaragaman jenis burung dapat dilihat menggunakan perhitungan Shannon-Wiener (Magurran 2004), yaitu : H’ = - ∑ pi ln pi dengan pi =

ni

Formatted: Subscript

N

Formatted: Subscript

Keterangan: H’ ni ln N

= Indeks keanekaragaman jenis = Jumlah individu setiap jenis = Logaritma natural = Jumlah individu seluruh jenis

Indeks Kemerataan (E) Untuk menentukan proporsi kelimpahan spesies burung pada daerah tertentu digunakan indeks kemerataan (Index of Equitability or Evennes) dapat menggunakan rumus menurut Krebs (1978): E = H’/ ln S Keterangan: E = Indeks kemerataan H’ = Indeks Shanon-Wiener S = Jumlah jenis ln = Logaritma natural Dominansi (D) Untuk mengetahui jenis burung yang dominan pada tiap tipe habitat dalam kawasan penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus menurut van Helvoort (1981): Di =

𝑁𝑖 𝑁

Formatted: Subscript

X 100%

Keterangan: Di = Indeks dominansi suatu jenis burung Ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah individu dari seluruh jenis Kriteria: Di = 0-2 % jenis tidak dominan Di = 2-5 % jenis sub dominan Di = > 5 % jenis dominan

:

Penaksiran Nilai Kekayaan Maksimum (nonparametric estimators of total species richness) Penaksiran nilai kekayaan maksimum spesies dengan indeks Chao (Chao dan Chiu 2016) pada suatu habitat yang didapat dari metode point count, di hitung menggunakan rumus:

9

Ŝmax = Sobs + (a2/2b) Keterangan: Ŝmax = Jenis maksimum dalam suatu habitat Sobs = Jenis spesies yang didapat a2 = Jenis spesies singleton (yang hanya ditemukan satu individu) b = Jenis spesies doubleton (yang hanya ditemukan dua individu)

Analisis Kesamaan Komunitas Analisis kesamaan komunitas dilakukan berdasarkan jenis burung yang ditemukan pada metode point count dan di hitung menggunakan rumus Bray-Curtis (Krebs 1978) : B=

∑ │𝑋𝑖𝑗 − 𝑋𝑖𝑘│ ∑ (𝑋𝑖𝑗 + 𝑋𝑖𝑘)

Keterangan: B = Indeks Bray-Curtis Xij, Xik = Individu spesies ke i j dan k = Habitat Analisis Guild Analisis guild dilakukan dengan cara mencatat jenis pakan utama, perilaku mencari makan, dan tempat mencari makan setiap jenis burung yang ditemukan. Hasil dari setiap jenis burung tersebut kemudian di kelompokan berdasarkan klasifikasi guild burung. Analisis dilakukan dengan mengkaitkan antara jenis burung yang ditemukan dengan sumberdaya pakan yang tersedia di setiap habitat secara deskriptif kualitatif. Klasifikasi guild merujuk pada MacKinnon (1990) yang terdiri dari nektarivora (pemakan nektar), insektivora (pemakan serangga), frugivora (pemakan buah-buahan), granivora (pemakan biji-bijian), karnivora (pemakan daging), omnivora (pemakan segalanya), dan piscivora (pemakan ikan). Data VegetasiKomposisi dan Struktur vegetasi Kondisi habitat setiap tegakan digambarkan dengan pembuatan profil pohon berdasarkan data yang telah diperoleh dari masing-masing lokasi penelitian. Pengukuran dilakukan terhadap diameter, tinggi total pohon, tinggi bebas cabang, tajuk arah, serta jarak pohon dengan garis absis dan jarak pohon dengan garis ordinat, data peninggi pohon didapatkan dari 10 pohon tertinggi di dalam pengukuran profil pohon dan kedudukan vegetasi. Analisis secara deskriptif dilakukan untuk mengetahui komponen penyusun tegakan yang mendukung kehidupan burung.

Formatted: English (Indonesia)

10

DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Bibby C, Jones M, Marsden S. 2000. Expedition Field Techniques Bird Surveys. Cambridge (UK): BirdLife International. Blendinger GP, Ricardo AO. 2001. Seed suply as a limiting factor for granivoros bird assemblages in the Monte Dessert, Argentina. Austral Ecology. 26: 413-422. Chao A, Chiu CH. 2016. Species richness: estimation and comparison. Wiley StatsRef: Statistics Reference Online. 1-26. Darma IDP. 2010. Kebun Raya Eka Karya Bali, Konservasi dan Budaya Dalam Harmoni. Tabanan (ID): UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya LIPI Tabanan Bali. de Iongh HH dan van Weerd M. 2006. The Use of Avian Guilds for The Monitoring of Tropical Forest Disturbance by Logging. Wageningen, The Netherlands (NED): Tropenbos Documents 17. Desmukh I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Dewi RS, Mulyani Y, Santosa Y. 2007. Keanekaragaman Jenis Burung di Beberapa Tipe Habitat Taman Nasional Gunung Ciremai. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, IPB. Hernowo JB. 1985. Studi Pengaruh Tanaman Pekarangan Terhadap Keanekaragaman Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk Perkampungan Wilayah Tingkat II Bogor. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kaban A. 2013. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Karr JR. 1980. Geographical variation in the avifauna of tropical forest undergrowth. Auk. 97: 283-298. Kementerian PU dan LIPI. 2014. Roadmap Pembangunan Kebun Raya Sebagai Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Perkotaan di Indonesia Tahun 20152019. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Krebs CJ. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. 2nd Ed. New York (US): Harper & Row Pub. Lowen JC, Bartrina L, Clay R, Tobias J. 1996. Biological surveys and conservation priorities in eastern Paraguay. CSB Conservation Publications, Cambridge: 186 pp. Root RB. 2001. Guild. Di dalam: Levin SA, editor. Encyclopedia of Biodiversity. New York (NY): Academy Press. Supeksa K, Deviana NPE, Dewi NLGK, Ratmini NM, Karolina Y. 2012. Analisis Vegetasi dengan Metode Kuadrat pada Plot yang Dibuat Dalam Bentuk Lingkaran di Kebun Raya Eka Karya Bali. Tabanan (ID): Department of Biology Education, Institute Teacher Training and Education Saraswati Tabanan.

11

MacKinnon J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. MacKinnon J, Phillips K, van Balen B. 1998. Seri Panduan Lapangan Burungburung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Bogor (ID): BirdLife International-Indonesia. MacKinnon J, Philipps K, van Balen B. 2010. Seri Panduan Lapangan Burungburung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Jakarta (ID): Puslitbang Biologi-LIPI. Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. USA: Blackwell Publishing Company. Mardiastuti A, Mulyani YA, Rinaldi D, Dewi LK, Kaban A, Sastranegara H. 2014. Panduan Praktis Menentukan Kualitas Ruang Terbuka Hijau dengan Menggunakan Burung Sebagai Indikator. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novarino W. 2008. Dinamika Jangka Panjang Komunitas Burung Strata Bawah di Sipisang, Sumatera Barat [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Patterson IJ, Ollason JG, Doyle P. 1995. Bird populations in upland spruce plantations in Nothern Britain. Agriculture. Ecosystems and Environment. 112: 21-40. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Primack RB, Indrawan M, Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Robertson PA, Liley D. 2000. Penilaian Lokasi: Pengukuran Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis. Dalam Bibby C, Jones M, Marsden S (Eds). Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan. Survei Burung. Terjemahan oleh Yayasan Pribumi Alam Lestari (Editor: Kartikasari SN dan Shannaz J). Bogor (ID): BirdLife International-Indonesia Programme. Root RB. 1967. The niche exploitation pattern of the blue-grey gnatcatcher. Ecol. Monogr. 37: 335. Sastranegara H. 2014. Analisis Guild Burung di Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sayogo AP. 2009. Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu Provinsi Sulawesi Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sujatnika JP, Soehartono TR, Crosby MJ, Mardiastuti A. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia: Pendekatan Daerah Burung Endemik. Jakarta (ID): PHPA/Birdlife International-Indonesia Programme van Helvoort B. 1981. Bird Population in The Rural Ecosystem of West Java. Wageningen (NL): University Wageningen-The Nederland. Welty JC. 1982. The Life of Bird. Saunders. Philadelphia (PA): College Publishing. Wiens JA. 1989. The Ecology of Bird Communities. Cambridge (GB): Cambridge University Press.

Related Documents

Laporan Penelitian2.docx
October 2019 13
Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58

More Documents from "ibti"

Mp.docx
May 2020 22
Soal Test.docx
December 2019 5
Struktur Perpustakaan.docx
December 2019 10