Proposal Nia.docx

  • Uploaded by: Sekar Maharani
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Nia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,502
  • Pages: 25
KARAKTERISASI EDIBLE FILM BERBASIS MAIZENA DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL DAN EKSTRAK DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA)

Proposal Penelitian Disusun sebagai Prasyarat Penyusunan Skripsi

Disusun Oleh: Nia Pitriani H0914015

Pembimbing : 1. Lia Umi Khasanah, S.T, M.T 2. Ir. Kawiji, M.P

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2019

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pengunaan plastik sebagai pengemas sudah tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk untuk kemasan makanan. Hal ini terjadi karena plastik merupakan bahan pembungkus makanan yang murah, mudah didapat dan tahan lama. Akan tetapi, zat-zat adiktif dalam plastik mudah terurai dalam lemak dan panas, sehingga apabila terkontaminasi dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh, secara akumulatif pada binatang percobaan dapat mengakibatkan penyakit kanker, perubahan hormon dan lain-lain (Estiningtyas dkk., 2010). Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan pentingnya konsumsi makanan yang sehat dan aman serta kepedulian terhadap lingkungan, membuka peluang bagi penerapan teknologi pengawetan pangan, antara lain melalui pengemasan menggunakan edible film (Muin dkk., 2017). Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan, atau diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa seperti air, oksigen, dan lemak. Edible film dapat bergabung dengan bahan tambahan makanan untuk mempertinggi kualitas warna, aroma, dan tekstur produk, serta untuk mengontrol pertumbuhan mikroba. Penggunaan edible film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-buahan dan sayuran dapat memperlambat penurunan mutu, karena edible film berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas (Sinaga dkk., 2013). Bahan penyusun edible film dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit (campuran antara hidrokoloid dan lipid). Hidrokoloid yang digunakan sebagai bahan penyusun edible film adalah protein atau polisakarida. Berdasarkan berbagai jenis polisakarida, pati merupakan salah satu bahan baku yang sangat berpotensi untuk membuat edible film, karena kakteristik fisiknya mirip dengan plastik. Pati sebagai bahan pembuatan 2

biodegradable film digunakan untuk menggantikan penggunaan polimer plastik secara keseluruhan atau sebagian karena lebih ekonomis, memiliki sifat mekanik yang baik dan dapat diperbaharui. Jenis pati yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film yaitu pati jagung (maizena), pati gandum, pati sagu, dan dapat juga menggunakan pati tapioka (Muin dkk., 2017). Maizena (hidrokoloid) berasal dari biji jagung yang mengandung amilopektin yang tinggi. Maizena mengandung zein, yang mmemiliki kemampuan untuk membentuk film yang kaku, mengkilap, tahan lecet, dan tahan lemak (Estiningtyas dkk., 2010). Edible film yang dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein, dan lipid memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan, penampilan yang estetis, dan kemampuannya sebagai penghalang (barrier) terhadap oksigen dan tekanan fisik selama transportasi dan penyimpanan. Edible film berbahan dasar polisakarida berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah dan sayuran. Selain keunggulan, edible film memiliki kelemahan. Film dari pati, misalnya, mudah rusak/sobek karena resistensinya yang rendah terhadap air dan mempunyai sifat penghalang yang rendah terhadap uap air karena sifat hidrofilik dari pati. Sifat mekanik lapisan film dari pati juga kurang baik karena mempunyai elastisitas yang rendah, sehingga diperlukan penambahan plasticizer (pemlastis) yang berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film, menghindari film dari keretakan, meningkatkan permeabilias terhadap gas, uap air, dan zat terlarut, dan meningkatkan elastisitas film (Winarti dkk., 2012). Plasticizer yang sering digunakan dalam pembuatan edible film adalah gliserol. Gliserol merupakan zat aditif untuk meningkatkan fleksibilitas film dan merupakan senyawa hasil hidrolisis dari minyak yang memiliki kadar air yang tinggi (Mulyadi dkk., 2016). Penambahan plasticizer mampu mengurangi kerapuhan pada film, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film, terutama jika disimpan pada suhu rendah. Penambahan gliserol dalam pembuatan edible film akan meningkatkan fleksibilitas dan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan gas terlarut. Penambahan gliserol berpengaruh terhadap kehalusan

3

permukaan film. Hal ini karena gliserol membantu kelarutan pati sehingga terbentuk ikatan hidrogen antara gugus OH pati dan gugus OH dari gliserol yang meningkatkan sifat mekanik (Winarti dkk., 2012). Edible film yang bersifat antimikroba berpotensi dapat mencegah kontaminasi patogen pada berbagai bahan pangan yang memiliki jaringan (daging, buah-buahan, sayuran). Kombinasi antimikroba dengan pengemas film untuk

mengendalikan

pertumbuhan

mikroba

pada

makanan

dapat

memperpanjang masa simpan dan memperbaiki mutu pangan. Bahan antimikroba yang digunakan pada makanan seperti asam-asam organik, bakteriosin, enzim, dan ekstrak rempah atau minyak atsiri (Winarti dkk., 2012). Ekstrak yang dapat ditambahkan dalam pembuatan film adalah ekstrak daun kelor (Oka dkk., 2016). Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang sudah tumbuh dan berkembang di daerah tropis seperti Indonesia (Isnan dan Nurhaedah, 2017). Kelor (Moringan oleifera) merupakan tanaman yang bernilai gizi tinggi, tanaman tersebar di daerah tropis dan subtropis. Memiliki fungsi medis yang sangat baik dengan nilai gizi yang sangat tinggi. Setiap bagian tanaman memiliki kandungan yang sangat penting, seperti mineral, protein, β-carotene, asam amino, vitamin C dan vitamin E sebagai antioksidan alami (Zakaria dkk., 2015). Bagian tanaman kelor yang dapat dimanfaatkan antara lain daun kelor. Daun kelor kaya akan nutrisi, diantaranya kalsium, besi, protein, vitamin A, vitamin B dan vitamin C serta berbagai macam asam amino (Aminah dkk, 2015). Selain itu, kelor kaya akan sumber antioksidan karena mengandung berbagai jenis senyawa antioksidan seperti asam askorbat, flavonoid, fenolik dan karotenoid. Daun kelor mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, fenol yang juga dapat menghambat aktivitas bakteri (Nuryanti dkk, 2016). Ektraksi daun kelor dilakukan menurut metode oka dkk., (2016), yaitu daun kelor yang telah kering dibubukkan dan di ekstraksi menggunakan air. Tepung daun kelor merupakan daun kelor dalam bentuk serbuk yang telah dikeringkan. Demikian juga kandungan nutrisi daun kelor segar dan daun kelor yang dibuat tepung berbeda, dimana tepung daun kelor memiliki nilai gizi yang

4

lebih tinggi dari pada daun kelor segar (Zakaria dkk., 2015). Proses pengolahan daun kelor menjadi tepung akan dapat meningkatkan nilai kalori, kandungan protein, kalsium, zat besi dan vitamin A. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengolahan daun kelor menjadi tepung akan terjadi pengurangan kadar air yang terdapat dalam daun kelor (Isnan dan Nurhaedah, 2017). Ekstraksi menggunakan air mampu mempertahankan komponen tannin, saponin, fenol, phytosterols dan flavonoid (Aondo et.al, 2018). Menurut Widowati (2014), daun kelor mengandung senyawa antibakteri seperti saponin, triterpenoid, dan tanin yang memiliki mekanisme kerja dengan merusak membran sel bakteri. Kelor juga kaya akan sumber antioksidan alami yang baik karena mengandung berbagai jenis senyawa antioksidan seperti asam askorbat, flavonoid, phenolic dan karotenoid (Fahey, 2005). Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa daun kelor mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, fenol yang juga dapat menghambat aktivitas bakteri (Pandey, dkk., 2012). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa ini memiliki sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Mekanisme kerja flavonoid dalam menghambat jamur bekerja dengan cara denaturasi protein sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Denaturasi protein menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein, sehingga dengan terganggunya membran sel dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas sel sehingga menyebabkan kerusakan sel jamur. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kematian sel jamur. Alkaloid mempunyai aktivitas antijamur dengan mekanisme mengganggu komponen penyusun peptidoglikon pada sel jamur yang menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Nuryanti, 2016). Kandungan fenolik selain memiliki kemampuan antimikroba juga memiliki kemampuan lain seperti anti-inflamasi, antioksidan, antikanker, dan lain-lain (Aondo et.al, 2018). Berdasarkan penelitian Kekuda et.al. (2010), dilakukan pengujian terhadap antibakteri dan antijamur pada hasil destilasi kukus Moringa oleifera.

5

Hasilnya disimpulkan bahwa pada pengujian antibakteri pada hasil destilasi kukus Moringa oleifera memiliki kemampuan daya hambat terhadap E. coli (73.43%). Selain itu, hasil pengujian kemampuan daya hambat antifungi hasil destilasi kukus Moringa oleifera terhadap A. niger (46.51%). Sehingga pada penelitian ini menggunakan mikroba E. coli dan A. niger. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui karakteristik edible film berbasis maizena dengan penambahan gliserol dan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera). Pada penelitian ini menggunakan penambahan gliserol dengan konsentrasi 0,25%, 5% dan 10%. Variasi konsentrasi pada penambahan gliserol dipilih berdasarkan pendekatan pada penelitian yang telah ada. Selain gliserol, edible film juga akan ditambah dengan ekstrak daun kelor dengan konsentrasi 0%, 5%, 10% dan 15%. Variasi konsentrasi pada penambahan ekstrak daun kelor dilakukan dengan pendekatan pada telusur pustaka penelitian yang telah ada. B. Rumusan Masalah Rumusan masasalah dari penelitian ini adalah bagaimana karakteristik fisik, mekanik dan mikrobiologi edible film berbasis maizena dengan penambahan gliserol dan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisik, mekanik dan mikrobiologi edible film berbasis maizena dengan penambahan gliserol dan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai informasi tentang karakteristik fisik dan mekanik pada film (ketebalan film, kecerahan film, elongitas, tensile strenght dan permeabilitas uap air) serta mikrobiologi (daya hambat terhadap Escherichia coli dan Aspergillus niger) edible film berbasis maizena dengan penambahan gliserol dan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera).

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Kelor (Moringa oleifera) Daun kelor berbentuk bulat telur dengan tepi daun rata dan ukurannya kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Daun kelor muda berwarna hijau muda dan berubah menjadi hijau tua pada daun yang sudah tua. Daun muda teksturnya lembut dan lemas sedangkan daun tua agak kaku dan keras. Daun berwarna hijau tua biasanya digunakan untuk membuat tepung atau powder daun kelor (Aminah dkk., 2015). Menurut Integrated Taxonomic Information System (2017) dalam Isnan dan Nurhaedah (2017), klasifikasi tanaman kelor sebagai berikut: Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Klas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Brassicales

Familia

: Moringaceae

Genus

: Moringa

Spesies

: Moringa oleifera Lamk.

Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang sudah tumbuh dan berkembang di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman kelor merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 7-11 meter dan tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Kelor dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah, tahan terhadap musim kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai 6 bulan serta mudah dibiakkan. Terdapat beberapa julukan untuk pohon kelor, antara lain; The Miracle Tree, Tree For Life dan Amazing Tree. Julukan tersebut muncul karena bagian pohon kelor mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit, batang, hingga akar memiliki manfaat yang luar biasa. 7

Di samping itu, tanaman kelor memiliki kandungan yang bermanfaat dan sangat berpotensi untuk digunakan dalam pangan. Pemanfaatan tanaman kelor di Indonesia saat ini masih terbatas. Selama ini, masyarakat menggunakan daun kelor sebagai masakan, tanaman hias bahkan daun kelor lebih banyak untuk pakan ternak (Isnan dan Nurhaedah, 2017). Kelor sebagai pangan fungsional, bagian daun, kulit batang, biji hingga akar dari tanaman kelor tidak hanya sebagai sumber nutrisi tetapi juga berfungsi sebagai herbal buat kesehatan yang sangat berkhasiat. Daun kelor berfungsi sebagai farmakologis, yaitu antimikroba, antijamur, antihipertensi, antitumor, antikanker, antidiare dan anti-inflamasi. Hal ini karena adanya kandungan diantaranya asam askorbat, flavonoid, phenolic dan karetonoid. Daun kelor sangat kaya akan nutrisi, diantaranya kalsium, besi, protein, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Daun kelor mengandung zat besi lebih tinggi daripada sayuran lainnya yaitu sebesar 17,2 mg/100 g. Selain itu, daun kelor mengandung berbagai macam asam amino, antara lain yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Aminah dkk, 2015). Daun kelor mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid dan flavonoid yang dapat menghambat aktivitas bakteri. Alkaloid mempunyai aktivitas antijamur dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikon pada sel jamur sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Flavonoid sendiri merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang memiliki sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Mekanisme kerja flavonoid dalam menghambat jamur bekerja dengan cara denaturasi protein sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Denaturasi protein menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein, sehingga dengan terganggunya membran sel dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas sel sehingga menyebabkan kerusakan sel jamur. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kematian sel jamur (Nuryanti dkk, 2016). Ekstrak dari Moringa oleifera efektif sebagai

8

sumber antimikroba yang potensial, misalnya untuk mengontrol bakteri Gram-positif dan Gram-negatif (Maruffo et.al, 2013). Proses

pengolahan

daun

kelor

menjadi

tepung

akan

dapat

meningkatkan nilai kalori, kandungan protein, kalsium, zat besi dan vitamin A. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengolahan daun kelor menjadi tepung akan terjadi pengurangan kadar air yang terdapat dalam daun kelor (Isnan dan Nurhaedah, 2017). Tepung daun kelor merupakan daun kelor dalam bentuk serbuk yang telah dikeringkan. Proses pengeringan kelor akan mempengaruhi kualitas akhir tepung daun kelor dan kandungan gizi tepung daun kelor. Tepung daun kelor merupakan daun kelor dalam bentuk serbuk yang telah dikeringkan. Kandungan nutrisi tepung daun kelor memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dari pada daun kelor segar (Zakaria dkk., 2015). Adapun perbandingan kandungan nutrisi daun kelor segar, daun kelor kering dan teoung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Daun Kelor Segar dan Kering (per 100 g) Kandungan nutrisi Daun segar Kalori (kal) 92 Protein (g) 6,7 Lemak (g) 1,7 Karbohidrat (g) 12,5 Serat (g) 0,9 Kalsium (mg) 440 Magnesium (mg) 42 Phospor (mg) 70 Potassium (mg) 259 Tembaga (mg) 0,07 Besi (mg) 0,85 Sulphur (mg) Vitamin B1 (mg) 0,06 Vitamin B2 (mg) 0,05 Vitamin B3 (mg) 0,8 Vitamin C (mg) 220 Vitamin E (mg) 448 Sumber: Isnan dan Nurhaedah (2017)

Daun kering 329 29,4 5,2 41,2 12,5 2.185 448 25 1.236 0,49 25,6 2,02 21,3 7,6 15,8 10,8

Tepung daun 205 27,1 2,3 38,2 19,2 2003 368 204 1324 0,57 28,2 870 2,64 20,5 8,2 17,3 113

2. Gliserol Sifat mekanik lapisan film dari pati juga kurang baik karena mempunyai elastisitas yang rendah, sehingga diperlukan penambahan

9

plasticizer (pemlastis) (Winarti dkk., 2012). Edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida bersifat rapuh, sehingga membutuhkan plasticizer untuk meningkatkan elastisitas film. Plasticizer didefenisikan sebagai zat non volatil, bertitik didih tinggi, yang pada saat ditambahkan pada material lain mengubah sifat fisik dari material tersebut. Plasticizer merupakan bahan yang tidak mudah menguap, dapat merubah struktur dimensi objek, menurunkan ikatan rantai antar protein dan mengisi ruang-ruang yang kosong pada produk. Molekul plasticizer mengurangi daya ikat rantai protein serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas bahan film (Murni dkk., 2013). Plasticizer (pemlastis) yang berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film, menghindari film dari keretakan, meningkatkan permeabilias terhadap gas, uap air, dan zat terlarut, dan meningkatkan elastisitas film. Salah satu plasticizer yang umum digunakan adalah gliserol (Winarti dkk., 2012). Gliserol (1,2,3-propanatriol) adalah senyawa golongan alkohol trivalen. Gliserol berbentuk cairan kental, biasanya dimanfaatkan sebagai food additive. Gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan Aw bahan. Gliserol merupakan plasticizer yang hidrofilik, sehingga cocok untuk ditambahkan pada bahan pembentuk film yang bersifat hidrofobik seperti pati, pektin, gel, dan protein. Peran gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya meningkatkan fleksibilitas film. Gliserol yang diijinkan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah dengan konsentrasi maksimal 10 mg/m3 berdasarkan data Material Safety Data Sheet (MSDS) (Murni dkk., 2013). Gliserol merupakan zat aditif untuk meningkatkan fleksibilitas film dan merupakan senyawa hasil hidrolisis dari minyak yang memiliki kadar air yang tinggi (Mulyadi dkk., 2016). Penambahan plasticizer mampu mengurangi kerapuhan pada film, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film, terutama jika disimpan pada suhu rendah. Gliserol mampu mengurangi kerapuhan pada edible film dan membuat film lebih mudah dicetak. Penambahan gliserol dalam pembuatan edible film akan meningkatkan

10

fleksibilitas dan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan gas terlarut. Penambahan gliserol berpengaruh terhadap kehalusan permukaan film (Winarti dkk., 2012). 3. Pati Maizena Pati (amilum) mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n, banyak terdapat dalam biji, umbi, akar dan jaringan batang tanaman (Aripin dkk., 2017). Pati terdiri dari dua jenis polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Pati telah banyak digunakan sebagai bahan biopolimer yang mampu membentuk matriks dalam pembuatan edible film. Semakin banyak pati yang digunakan, maka semakin rapat matriks film yang terbentuk. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai tensile strength film (Murni dkk., 2013).

Gambar 2.1 Struktur Amilosa Tepung Jagung (Murni, 2013)

Gambar 2.2 Struktur Amilopektin Tepung Jagung (Murni, 2013) Maizena (hidrokoloid) berasal dari biji jagung yang mengandung amilopektin yang tinggi. Maizena mengandung zein, yang memiliki kemampuan untuk membentuk film yang kaku, mengkilap, tahan lecet, dan tahan lemak. Zein merupakan protein jagung yang larut alkohol yang 11

berfungsi sebagai emulsifier. Zein mempunyai sifat thermoplastik dan hidropobicitas yang unik. Bila zein dipanaskan dengan pati pada suhu lebih besar 60°C campuran tersebut akan menjadi suatu adonan dan mempunyai sifat viscolatine (Estiningtyas dkk., 2010). Tepung jagung (maizena) dapat dimanfaatkan untuk industri tekstil, permen karet, kosmetik, farmasi, produksi biodegradable, banyak industri makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan untuk semakin meningkatkan penggunaan serat yang dikonsumsi dan menekan tingkat pengeluaran energi tanpa mengubah rasa dan tekstur dari makanan itu sendiri (Murni dkk., 2013). 4. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan (coating), atau diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa seperti kadar air, oksigen, lemak, dan cahaya atau berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan pangan. Dalam berbagai kasus edible film dengan sifat mekanik yang baik dapat menggantikan pengemas sintetik. Meskipun edible film tidak ditujukan untuk mengganti secara total pengemas sintetis, tetapi edible film memiliki potensi untuk mengurangi pengemasan dan membatasi perpindahan uap air, aroma, dan lemak antara komponen makanan. Potensi tersebut tidak dimiliki oleh pengemas sintetis (Estiningtyas dkk., 2010). Edible film yang dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein, dan lipid memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan, penampilan yang estetis, dan kemampuannya sebagai penghalang (barrier) terhadap oksigen dan tekanan fisik selama transportasi dan penyimpanan. Edible film berbahan dasar polisakarida berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah dan sayuran. Keuntungan lain adalah memperbaiki flavor, tekstur, dan warna, meningkatkan stabilitas selama penjualan dan penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan (Winarti dkk., 2012).

12

Edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida bersifat rapuh, sehingga membutuhkan plasticizer untuk meningkatkan elastisitas film. (Murni dkk., 2013). Selain itu, edible film dengan menggunakan polisakarida resistensinya terhadap air rendah dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati dapat memengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya. Rendahnya stabilitas film akan memperpendek daya simpan sehingga kurang optimal karena uap air dan mikroba yang masuk melalui film akan merusak bahan pangan. Untuk meningkatkan karakteristik fisik maupun fungsional dari film pati, perlu dilakukan penambahan biopolimer atau bahan lain, antara lain bahan yang bersifat hidrofobik dan atau yang memiliki sifat antimikroba (Winarti dkk., 2012). B. Kerangka Berpikir Banyaknya jumlah sampah plastik yang ada di Indonesia dan banyak masalah yang ditimbulkan

Kualitas Edible film yang masih rendah

Tumbuhan Kelor yang banyak di Indonesia belum dapat dimanfaatkan secara maksimal

Belum adanya solusi yang efektif untuk mengurangi sampah plastik

Pembuatan edible film sudah marak dilakukan untuk mengurangi sampah plastik

Ekstrak daun kelor mempunyai banyak manfaat

Variasi konsentrasi gliserol dan ekstrak daun kelor yang dapat meningkatkan karakteristik fisik, mekanik dan mikrobiologi pada edible film berbasis maizena

C. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah variasi konsentrasi gliserol dan esktrak daun kelor akan mempengaruhi karakteristik fisik, kimia, dan mikrobiologi pada edible film pati jagung yang dihasilkan.

13

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pangan dan Biokimia, Jurusan Ilmu Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret; Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Jurusan Ilmu Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret; Laboratorium Pangan dan Gizi, Jurusan Ilmu Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret; Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada, serta Laboratorium Kimia Organik, Jurusan MIPA, Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini dimulai bulan Maret 2019 hingga Juni 2019. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Alat Pembuatan Bubuk Daun Kelor Alat pembuatan bubuk daun kelor antara lain tray, cabinet dryer, ayakan mesh 40, timbangan analitik, wadah klip, dan desikator. b. Alat Pembuatan Ekstrak Daun Kelor Alat pembuatan ekstrak daun kelor antara lain corong, kertas saring Whattman, erlemeyer, cabinet dryer, blender, tray, timbangan analitik, gelas beaker, stopwatch, gelas ukur dan inkubator. c. Alat Pembuatan Edible Film Alat pembuatan edible film antara lain gelas ukur, timbangan analitik, spatula besi, hot plate, magnetic stirrer, beaker glass, stopwatch, alumunium foil, silica gel (untuk menyimpan edible film sebelum dianalisis), pengaduk kaca, plat plastik, gelas ukur, pipet volume, pro pipet, cabinet dryer. d. Alat yang digunakan untuk analisis Alat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

14

Tabel 3.1 Alat yang digunakan dalam Analisa Karakterisasi Edible Film Berbasis Maizena dangan Penambahan Gliserol dan Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) No. Analisis Alat 1. Analisa Ekstrak Daun Kelor a. Kandungan senyawa aktif Gas Chromatography Mass Spectrometer (GCMS) b. Rendemen Neraca analitik 2. Analisa Fisik dan Mekanik a. Analisa kuat tarik Llyod’s Universal Testing Instrument b. Analisa elongasi Llyod’s Universal Testing Instrument c. Ketebalan film Mikrometer d. Kecerahan film Colour Reader e. Permeabilitas uap air Cawan WVTR, neraca analitik, toples plastik 3. Analisa Daya Hambat a. Escherichia coli Pemotong edible, cawan petri, pipet tetes, hotplate, erlemeyer, bunsen, alat penghitung, mikrometer, gelas ukur, pipet volume, pro pipet b. Aspergillus niger Pemotong edible, cawan petri, pipet tetes, hotplate, erlemeyer, bunsen, alat penghitung, mikrometer, gelas ukur, pipet volume, pro pipet 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Bahan Pembuatan Ekstrak Daun Kelor Daun kelor (Moringa Oliefera) segar yang didapatkan dari daerah Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta dan aquades murni. b. Bahan Pembuatan Edible film Gliserol cair yang didapatkan dari PT. Chitora Chemical, Tangerang, Jawa Barat dan tepung Pati Jagung merk Maizenaku dari PT. Markaido Selaras. c. Bahan Analisis Bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2.

15

Tabel 3.2 Bahan yang digunakan dalam Analisa Karakterisasi Edible Film Berbasis Maizena dangan Penambahan Gliserol dan Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) No. Analisis Bahan 1. Analisa Minyak Atsiri a. Kandungan senyawa aktif Asetonitril dan diklorometane dengan kualitas krmatografi, natrium sulfat anhidrous, triethyl amin (TEA), metanol, asam klorida, natrium hidroksida dan pereaksi derivatisasi bis(trimethylsilil)trifluoroasetaminda (BSTFA), aldrich, gas helium, nitrogen, SCX cartridge supelco 100 mg, dan vial volum 1,3 dan 5 ml, oleoresin b. Rendemen Aquades 2. Analisa Fisik dan Mekanik a. Analisa kuat tarik Sampel edible film pati jagung b. Analisa elongasi Sampel edible film pati jagung c. Ketebalan film Sampel edible film pati jagung d. Kecerahan film Sampel edible film pati jagung e. Permeabilitas uap air Sampel edible film pati jagung, Plastisin, Silica gel 3. Analisa Daya Hambat a. Escherichia coli Media PDA, alkohol, aquades, methanol, Sampel edible film pati jagung, Escherichia coli, kertas payung, karet gelang, kapas dan label b. Aspergillus niger Media PDA, alkohol, aquades, methanol, Sampel edible film pati jagung, Aspergillus niger, kertas payung, karet gelang, kapas dan label C. Tahapan Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap utama, yaitu: pembuatan ekstrak daun kelor, pembuatan edible film dan karakterisasi edible film. Diagram alir rencana penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

16

Pembuatan ekstrak daun kelor

Penyiapan bahan

Ekstrak daun kelor

Pembuatan edible film

Pengujian ekstrak daun kelor: 1. Kandungan senyawa aktif 2. Randemen

Edible film

Karakterisasi edible film: 1. Analisa Fisik dan Mekanik - Ketebalan film - Elongitas - Tensile strength - Permeabilitas uap air - Kecerahan film 2. Analisa mikrobiologis - Daya hambat (E.coli) - Daya hambat (A.niger)

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 1. Pembuatan Ekstrak Daun Kelor Dalam pembuatan edible film berbasis maizena dengan penambahan gliserol dan esktrak daun kelor, dilakukan dua tahapan penelitian yakni pembuatan ekstrak daun kelor dan yang kedua yaitu pembuatan edible film. Ekstraksi daun kelor dilakukan menurut metode Oka dkk., (2016). Daun kelor segar terlebih dahulu dilayukan selama 24 jam untuk melepaskan dan sekaligus mengurangi kadar air. Daun dikeringkan di dalam cabinet dryer dengan suhu 60oC sampai kadar air 8%. Daun kelor yang kering ini disebut dengan simplisia daun. Simplisia dihaluskan dengan blender dan diayak untuk mendapatkan ukuran bubuk simplisia 40 mesh. Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan air, 5 g bubuk dan dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan aquades dengan suhu 28oC sampai volume 200 mL. Proses ini dilakukan di dalam inkubator selama 24 jam. Setelah itu, campuran tersebut disaring dengan kertas whatmann no. 4 sehingga didapat

17

ekstrak daun kelor. Adapun proses pembuatan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) (Oka dkk., 2016) yang dimodifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.2. Daun Kelor (Moringa oleifera) Segar

Pelayuan selama 24 jam

Pengeringan dengan cabinet dryer (Suhu 60˚C selama ±4 jam )

Daun kelor kering (KA ± 8%)

Penghalusan dengan blender

Pengayakan dengan mesh 40

Bubuk daun kelor

Aquades

Penambahan

Penyaringan dengan kertas Whattman

Ekstrak daun kelor

Pengujian ekstrak daun kelor: 1. Kandungan senyawa aktif 2. Randemen

Gambar 3.2 Proses Pembuatan Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) (Oka dkk., 2016) yang Dimodifikasi

2. Pembuatan Edible Film 18

Pembuatan edible film dilakukan menurut metode Mulyadi dkk., (2016). Setelah didapatkan ekstrak daun kelor dilakukan pembuatan edible film dengan maizena dan gliserol. Pertama yang harus dilakukan yaitu menimbang tepung maizena sebesar 8,33 gram selanjutnya dilakukan penambahan 100 ml akuades dilakukan pengadukan dengan stirrer dan pengelatinisasian pada suhu 80-90°C selama 22 menit. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 45°C dan yang kemudian ditambahkan gliserol dan ekstrak daun kelor dengan masing-masing konsentrasi. Dilakukan pengadukan hingga homogen dan dilakukan pencetakan, tunggu hingga kering dan sudah didapatkan edible film daun kelor. Adapun pembuatan edible film (Mulyadi, 2016) yang dimodifikasi dapat dlihat pada Gambar 3.3.

19

Tepung maizena Penimbangan seberat 8,33 gram

Aquades 100 ml

Penambahan dan pengadukan dengan magnetic stirrer Pemanasan hingga gelatinisasi (Suhu 80-90˚C selama ±22 menit)

Pendinginan (Suhu 45˚C) Gliserol (0,25%, 5% dan 10%) dan Ekstrak Daun Kelor (0%, 5%, 10% dan 15%)

Penambahan Pengadukan

Pencetakan Pengeringan

Edible film Karakterisasi edible film: 1. Analisa Fisik dan Mekanik - Kuat tarik - Elongitas - Ketebalan film - Kecerahan film - Permeabilitas uap air 2. Analisa mikrobiologis - Daya hambat (E.coli) - Daya hambat (A.niger) Gambar 3.3 Pembuatan Edible Film (Mulyadi, 2016) yang Dimodifikasi 3. Metode Analisa Metode analisa yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3. 20

Tabel 3.3 Metode Analisa No. Analisis 1. Pengujian Ekstrak Daun Kelor a. Kandungan Senyawa Aktif b. Randemen 2. Analisa Fisik a. Ketebalan film b. Analisa kuat tarik c. Analisa elongasi d. Permeabilitas uap air

3.

e. Kecerahan film Analisa daya hambat a. Escherichia coli b. Aspergillus niger

Metode GC-MS (Boes, 2014) (Verawati dkk., 2016) (Mc Hugh, dkk, 1994 dalam Anandito dkk., 2012) (Cuq et al., 1996) (Cuq et al., 1996) (Gontard, dkk, 1993 dalam Anandito dkk., 2012) (Mulyadi dkk., 2016) Metode Difusi Agar (Miksusanti et.al, 2013) Metode Difusi Agar (Artana, 2016)

D. Rancangan Percobaan Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu konsentrasi penambahan gliserol dan konsentrasi penambahan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera). Pada sampel dilakukan ulangan sebanyak tiga kali dan untuk analisis data dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh akan diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perbedaan variasi. Kemudian, apabila ada beda nyata dilanjutkan dengan pengujian Duncan Multiple Range Test (DMRT). Adapun rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Rancangan Penelitian Konsentrasi Gliserol G1 G2 G3

Konsentrasi Ekstrak Daun Kelor E1 E2 E3 E4 G1E1 G1E2 G1E3 G1E4 G2E1 G2E2 G2E3 G2E4 G3E1 G3E2 G3E3 G3E4

Keterangan:  G1 = Konsentrasi Gliserol 0,25%  G2 = Konsentrasi Gliserol 5%  G3 = Konsentrasi Gliserol 10%  E1 = Konsentrasi Esktrak Daun Kelor 0%  E2 = Konsentrasi Esktrak Daun Kelor 5%  E3 = Konsentrasi Esktrak Daun Kelor 10%  E4 = Konsentrasi Esktrak Daun Kelor 15%

21

E. Jadwal Kegiatan Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama enam bulan dengan uraian yang dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8

Jenis Kegiatan

1

2

Bulan ke3 4

5

6

Penyusunan proposal Seminar proposal Persiapan penelitian Pelaksanaan penelitian Analisis dan pengolahan data Penyusunan laporan Seminar hasil Ujian

22

DAFTAR PUSTAKA

Alegantina, Sukmayati., Ani Isnawati dan Lucie Widowati. 2013. Kualitas Ekstrak Etanol 70% Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) dalam Ramuan Penambah ASI. Jurnal Kefarmasian Indonesia Vol. 3, No. 1:1-8. Aminah, S., Tezar R., dan Muflihani Y. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor (Moringa oleifera). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Vol. 5, No. 2. Aminah, Syarifah., Tezar Ramdhan., dan Muflihani Yanis. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor (Moringa oleifera). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Vol. 5, No. 2. Anindito, R. Baskara Katri., Edhi Nurhartadi, dan Akhmad Bukhori 2012. Pengaruh Gliserol Terhadap Karakteristik Edible Film Berbahan Dasar Tepung Jali (Coix lacryma-jobi L.). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. V, No. 2. Artana, I Gede S., IB.G. Darmayasa, dan Meitini W. Proborini. 2016. Daya Hambat Ekstrak Kasar Daun Kaliandra (Calliandra clothyrsus Meissn.) Terhadap Jamur Kontaminan Pada Pakan Konsentrat Ayam Ras Pedaging. Jurnal Simbiosis Vol. 4, No. 2:31-38. Cepeda, Gino Nemesio., Hostalige Hutasoli, dan Sanadi Abraw. 2009. Daya Hambat Minyak Atsiri Kayu Masoi (Cryptocarya massoia (Oken) Kosterm) terhadap pertumbuhan bakteri patogen. Jurnal Agrotek, Vol. 1, No. 7. Chelliah, R., Ramakrishnan, S., dan Antony, U. 2017. Nutritional Quality of Moringa oleifera for its Bioactivity and Antibacterial Properties. International Food Research Journal Vol. 24, No. 2: 825-833. Chuang, Ping-Hsien., Chi-Wei Lee, Jia-Ying Chou, M. Murugan, Bor-Jinn Shieh dan Hueih-Min Chen. 2007. Anti-Fungal Activity of Crude Extract and Essential Oil of Moringa oleifera Lam. Bioresource Technology 98: 232236. Cuq, B., Gontard, N., Cuq, J.L., dan Guilbert, S. 1996. Functional Properties of Myofibrillar Proteinbased Biopackaging as Affected By Film Thickness. Journal of Food Science, Vol. 61, No. 3: 580-584. Damayanti., R., Cut Nurul F., an Rustam Efendi. 2015. Sifat Fisik Minyak Atsiri Daun Pala (Myristica fragrans Houtt) Aceh Selatan. Jurnal BioLink, Vol. 1, No.2. Estiningtyas, Heny R. 2010. Aplikasi Edible Film Maizena Dengan Penambahan Ekstrak Jahe Sebagai Antioksidan Alami Pada Coating Sosis Sapi. SKRIPSI Universitas Sebelas Maret. Fitriana, Wiwit D. 2017. Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Pada Ekstrak Metanol Daun Kelor. Jurnal Pharmascience, Vol. 04, No. 01: 122-129. Isnan, W. dan Nurhaedah M. 2017. Ragam Manfaat Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lamk.) Bagi Masyarakat. Info Teknis EBONI, Vol. 14, No. 1: 6375.

23

Isnan, Wahyudi dan Nurhaedah M. 2017. Ragam Manfaat Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lamk.) Bagi Masyarakat. Info Teknis EBONI, Vol. 14, No. 1: 63-75. Kasolo, J.N., Bimenya G.S., Ojok L., Ochieng J., dan Jasper W. 2010. OgwalOkeng. Phytochemicals and Uses of Moringa oleifera Leaves in Ugandan Rural Communitie. Journal of Medicinal Plants Research, Vol. 4, No. 9:753-757. Kekuda, T.R. Prashith., N. Mallikarjun, D. Swathi, K.V. Nayana, Meera B Aiyar dan T.R. Rohini. 2010. Antibacterial and Antifungal efficacy of steam distillate of Moringa oleifera Lam. J. Pharm. Sci. & Res. Vol. 2, No. 1: 3437. Maruffo, T., Filomena N., Emilia M., Florinda F., Raffaele C., Laura D.M., Adelaide B.A., dan Vincenzo D.F. 2013. Chemical Composition and Biological Activity of the Essential Oil from Leaves of Moringa oleifera Lam. Cultivated in Mozambique. Journal Molecules 18. Maruffo, Tatiana., Filomena Nazzaro, Emilia Mancini, Florinda Fratianni, Raffaele Coppola, Laura De Martino, Adelaide Bela Agostinho dan Vincenzo De Feo. 2013. Chemical Composition and Biological Activity of the Essential Oil from Leaves of Moringa oleifera Lam. Cultivated in Mozambique. Journal Molecules 18. Miksusanti, Herlina, and K. I. Masril. 2013 Antibacterial and Antioxidant of Uwi (Dioscorea Alata L) Starch Edible Film Incorporated with Ginger Essential Oil. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4. Muin, Roosdiana., Diah Anggraini, dan Folita Malau. 2017. Karakteristik Fisik dan Antimikroba Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahan Gliserol dan Kunyit Putih. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 23, No.3. Mulyadi, Arie Febrianto., Maimunah Hindun Pulungan, dan Nur Qayyum. 2016. Pembuatan Edible Film Maizena dan Uji Aktifitas Antibakteri (Kajian Konsentrasi Gliserol dan Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea Indica L.)). Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri, Vol. 5, No. 3. Murni, Sri W., Harso P., Desi W., dan Novita S. 2013. Pembuatan Edible Film dari Tepung Jagung (Zea mays L.) dan Kitosan. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Nuryanti, S., Kasmudin M., dan I Gede S. 2016. Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Kelor (Moringa Oleifera Lamk) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Jurnal Akademika Kimia Vol. 5, No. 4: 178-184. Nuryanti, Siti., Kasmudin Mustapa dan I Gede Sudarmo. 2016. Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Kelor (Moringa Oleifera Lamk) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Jurnal Akademika Kimia Vol. 5, No. 4: 178-184. Oka, A.A., K.A. Wiyana, I.M. Sugitha dan I.N.S. Miwada. 2016. Identifikasi Sifat Fungsional dari Daun Jati, Kelor dan Kayu Manis dan Potensinya sebagai Sumber Antioksidan pada Edible Film. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 11, No. 1. 24

Sahay, S., Upasana Y., dan Sheetal S. 2017. Potential of Moringa oleifera as a functional food ingredient: A review. International Journal of Food Science and Nutrition, Vol. 2, Issue 5: 31-37. Senoaji, Fajar Bayu., Tri Winarni Agustini dan Lukita Purnamayati. 2017. Aplikasi Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas Pada Edible Coating Karagenan Sebagai Antibakteri Pada Bakso Ikan NILA. JPHPI, Vol. 20, No. 2: 380-391. Sinaga, Loisa Lorensia., Melisa Seri Rejekina S., dan Mersi Suriani Sinaga. 2013. Karakteristik Edible Film dari Ekstrak Kacang Kedelai dengan Penambahan Tepung Tapioka dan Gliserol Sebagai Bahan Pengemas Makanan. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 4. Ulyarti. 2013. Pengaruh Amilosa dan Amilopektin Terhadap Sifat Pasta Pati Jagung. Jurnal Sainmatika, Vol. 7, No. 1. Winarti, C., Miskiyah dan Widaningrum. 2012. Teknologi Produksi dan Aplikasi Pengemas Edible Antimikroba Berbasis Pati. Jurnal Litbang, Vol. 31, No. 3: 85-93. Winarti, Christina., Miskiyah dan Widaningrum. 2012. Teknologi Produksi dan Aplikasi Pengemas Edible Antimikroba Berbasis Pati. Jurnal Litbang, Vol. 31, No. 3: 85-93. Zakaria, A.T., Nursalim dan Irmayanti. 2015. Pengaruh Perlakuan Blanching Terhadap Kadar Β-Karoten Pada Pembuatan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera). Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1.

25

Related Documents

Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58
Proposal
November 2019 62

More Documents from ""

Form-s1-s6.docx
November 2019 10
Proposal Nia.docx
November 2019 6
Feb-2019.rtf
May 2020 24
Nasehat Ustadz Yazid.pdf
April 2020 20
Statistik Tugas 2.xlsx
December 2019 30