BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga melibatkan orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya bahkan keluarga mereka masing-masing. Pendapat tentang perkawinan, mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perkawinan serta mempengaruhi masyarakat tentang bagaimana meletakkan peristiwa perkawinan dalam kehidupannya. Perkawinan merupakan syariat Tuhan untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan dalam suatu perkumpulan kekeluargaan yang penuh dengan kasih sayang dan berkah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 2 mengenai pengertian perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sehingga dapat diartikan perkawinan merupakan suatu hal yang sangat sakral dalam kehidupan manusia dan berlandaskan pada agama dan kepercayaan. Bagi orang Bugis Makassar pernikahan dianggap sebagai hal yang sakral, sehingga dalam pelaksanaannya dengan penuh hikmah dan pesta meriah tanpa memikirkan biaya yang banyak untuk suatu acara. Budaya perkawinan Bugis Makassar terkenal dengan pernikahan yang mahal, namun hal demikian pernikahan tersebut tetap terlaksana.
1
Setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya yang merupakan warisan nenek moyang secara turun temurun. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Pada Pasal 32 dalam UUD 45 sebelum diamandemen dijelaskan Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pengertian kebudayaan Nasional Indonesia ini, dijelaskan dalam penjelasan tentang UndangUndang Dasar Negara Indonesia yaitu kebudayaan bangsa. Kebudayaan bangsa dijelaskan adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncakpuncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Berbicara tentang kebudayaan, akan lahir sebuah tradisi yang bersumber dari kebudyaan sebuah bangsa, termasuk salah satunya tradisi dalam pernikahan atau perkawinan. Bagi masyarakat Bugis Makassar pernikahan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput. Semua agama resmi di Indonesia memandang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati dan harus dijaga kelanggengannya. Hal ini sudah menjadi warisan masa silam yang jejak-jejaknya masih sering ditemukan pada masa sekarang, khususnya pada pernikahan. Dalam pelaksanaan pernikahan masih dikenal dengan hukum adat, dikarenakan masyarakat masih memiliki beraneka ragam budaya serta adat
2
istiadat dalam melakukan upacara pernikahan. Upacara adat dalam perkawinan suku Bugis Makassar dikenal mempunyai banyak proses dan syarat akan makna dan nilai-nilai sakral yang terkandung didalamnya. Pernikahan dilakukan beberapa tahap dan sangat panjang serta tentunya menghabiskan biaya lebih. Pada pernikahan tersebut dikenal adanya istilah Uang Panaik sebagai salah satu prasyarat utama dimana calon mempelai pria memberikan sejumlah uang kepada calon mempelai perempuan yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan. Tradisi uang panaik dalam tradisi Bugis Makassar merupakan sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita sebagai sebuah penghargaan dan penghormatan terhadap normadan strata sosial. Bagi pria lokal memenuhi uang panaik dipandang sebagai budaya siri’, jadi prempuan yang benar-benar dicintainya merupakan motivasi untuk memenuhi jumlah uang panaik sebagai simbol akan ketulusan untuk meminang sang gadis. Tapi sebenarnya jika dilihat berdasarkan realitas yang ada, arti uang panaik ini sudah bergeser dari arti yang sebenarnya. Uang panaik sudah menjadi ajang gengsi atau pamer kekayaan yang menyebabkan adanya pasangan yang batal menikah ataupun melakukan pelanggaran siri’ seperti Silariang (kawin lari) yang merujuk pada keadaan sosial ekonomi masyarakat.Keadaan sosial ekonomi masyarakat Makassar dapat dilihat dari tingkat pelapisan sosialnya. Pelapisan sosial orang Makassar pada umumnya dapat dilihat dari kriteria, yaitu derajat dan dasar keturunan masa lalu, kekuasaan, dan peranannya dalam masyarakat, tingkat
3
pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan kedudukan dan kemampuan ekonomi serta menjadi tolak ukur kedudukan status sosial seseorang. B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam usulan Penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana latar belakang tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar? 2. Bagaimana keadaan sosial ekonomi masyarakat dalam tradisi uang panaikpada pernikahan suku Bugis Makassar? 3. Apa yang menyebabkan masyarakat menjadikan uang panaik sebagai tolak ukur kedudukan status sosial seseorang? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui latar belakang tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar 2. Untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi masyarakat dalam tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar. 3. Untuk mengetahui penyebab masyarakat yang menjadikan uang panaik sebagai tolak ukur kedudukan status sosial masyarakat. D. Manfaat Penelitian Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis:
4
1. Secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan tentang budaya khususnya budaya atau tradisi Uang Panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar. b. Manfaat hasil penelitian ini sebagai acuan bagi mahasiswa yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut guna pelestarian tradisi dan dapat menambah pengetahuan tentang tradisi daerah khususnya tentang tradisi suku Bugis Makassar. 2. Secara Praktis Sebagai sumbangan bagi masyarakat agar lebih mengetaui dan memperluas tentang budaya dan tradisi yang ada dalam perkawinan sukuBugis Makassar.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Perkawinan Manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya memerlukan hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam mencapai satu titik tujuan menunjang perjuangan selama perjalanan hidupnya. Diketahui bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang normal menuntut kebutuhan-kebutuhan untuk hidup secara wajar yang dapat diterima masyarakat. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi melalui satu ikatan dari seseorang laki-laki dewasa dengan seorang wanita dewasa yang disebut perkawinan. Kehidupan yang lengkap adalah yang disertai sehingga seseorang yang belum kawin dianggap belum sempurna, pandangan ini tersimpul dalam ungkapan orang Makassar yang menyatakan: “Tenapa na ganna se’re tau, punna tenpa nasitulu’ulluna salangganna” artinya seseorang belum dikatakan belum lengkap bila bahu dan kepalanya belum bersambung, dalam hal ini suami istri disamakan sebagai kepala dan badan yang harus dihubungkan menjadi manusia yang utuh, sempurna”(A. Nurnaga Nohong 1997: 11)
Perkawinan merupakan satu peristiwa penting bagi manusia normal untuk menjalin cinta kasih. Perkawinan ini diatur oleh undang-undang hukum, agama maupun adat istiadat masyarakat setempat.(A. Nurnaga Nohong) Adapun tahapan-tahapan upacara perkawinan dalam suku Makassar yaitu meliputi upacara sebelum perkawinan, upacara perkawinan, dan upacara sesudah perkawinan. Tahapan upacara sebelum perkawinan meliputi:
6
a. A’duta A’duta berarti meminang secara resmi. Adapun proses yang harus dilalui sebelum muncul kata sepakat pada saat peminangan yaitu: (a) A’jangang-jangang, (b) A’ pesa-pesa. b. Appa’nassa Appa’nassa berasal dari bahasa Makassar yang artinya mengambil keputusan atau kata sepatakat. Tahap ini sudah merupakan lamaran resmi dan biasanya disaksikan oleh keluarga dan kenalan. Adapun yang akan disepakati bersama dalam proses Appa’nassa ini adalah: (a) sompa atau sunrang, doe balanja, dan menentukan hari pernikahan. b. Leko’ Caddi c. Leko’ Lompo Menurut anggapan orang Makassar, perkawinan yang ideal itu ialah perkawinan yang masih dalam lingkungan kerabat, utamanya yang berada dalam garis horizontal sejajar seperti: 1. Perkawinan antara samposikali (sepupu sekali). Perkawinan ini disebut sialleang kananna (perkawinan yang paling ideal). 2. Perkawinan antar sampo pinrua (sepupu dua kali). Hubungan perkawinan ini disebut sialle bajikna (perkawinan baik). 3. Perkawinan antara sampo nipambani bellayya (mendekatkan kerabat yang jauh).
7
a. Perkawinan sebagai tradisi Perkawinan tradisi merupakan suatu upacara perkawinan yang dibentuk. Ditata dan dilaksanakan aturan yang berlaku dalam setiap lingkungan masyarakat hukum adat setempat. Hukum adat itu sendiri oleh Soerojo Wignjodipoero (1984) disebut sebagai suatu kompleks norma-norma yang berumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sebahagiaan besar aturan itu tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum (sanksi). b. Perkawinan menurut Islam Perkawinan atau Nikah menurut islam yaitu berkumpul dan bercampur menurut istilah syarat pula ialah Ijab dan qabul (akad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan didalam Al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkawinan Allah SWT menjadikan manusia berpasangpasangan menghalalkan perkawinan dan mengharamkan zina. Menurut Ibnu Hajar, Nikah ditilik dari segi bahasa adalah menghimpun dan saling berjalin. Adapun menurut terminologi syariat, yang dimaksud dengan nikah adalah akad, artinya ikatan perkawinan ada juga yang mengartikan nikah dengan hubungan badan.Jadi terdapat kaitan erat antara makna etimologi dan terminology.Akad disini menyebabkan halalnya hubungan intim. Secara indrawi dan maknawi suami istri saling berdekatan.
8
Syariat Islam motivasi untuk menikah, sebagaimana dijelaskan dalam firmannya: “maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, atau empat.” (surah An-Nisa :3). Rasulullah pernah menolak yang ingin memperbanyak ibadah ketika ia berkata “aku menjauhi wanita maka aku tidak akan menikah selamanya.” Rassulullah bersabda: “ Dan aku menikahi. Barang siapa yang tidak menyukai sunnahku maka ia bukan termasuk dari golonganku.” Hadits ini secara tegas menjelaskan bahwa pernikahan/perkawinan adalah jalan hidup Rasulullah. Barang siapa meninggalkan jalan Rasulullah maka ia adalah orang yang tercela dan tidak termasuk dalam golonganku. Rasulullah memberi petunjuk kepada para pemuda yang telah balig dan mampu memberi nafkah keluarga untuk segera menikah, tidak menunda-nundanya tanpa alas an yang tidak jelas. Nabi bersabda “Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian memiliki kemampuan maka menikahlah. Sesungguhnya ia lebih bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluaan. Barang siapa tidak mampu, sebaiknya ia berpuasa karena berpuasa adalah banteng baginya. 2. Suku Bugis Indonesia memiliki banyak suku yang tersebar ditiap provinsi dan daerah.Salah satu suku yang sering kita dengan adalah suku Bugis. “ Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan ratusan suku dengan budayanya masing-masing, dalam dunia yang semakin terbuka, maka perjumpaan dan pergaulan antara suku semakin mudah”.
9
Suku Bugis berasal dari Sulawesi Selatan.Ciri utama dari kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat istiadat.Pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, dikategorikan pula sebagai orang Bugis. Dalam perjalanan sejarahnya, orang-orang Bugis dahulu membentuk beberapa kerajaan, kemudian mereka mengembangan kebudayaan, bahasa, aksara dan pemerintah mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis dengan adanya proses pernikahan menyebabkan mereka bertalian darah dengan suku Makassar dan suku mandar. Kini orang-orang Bugis telah menyebar ke berbagai provinsi di Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan serta ada yang merantau kemancanegara. Sedangkan dalam Sulawesi Selatan sendiri, orang-orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu, Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang dan Barru.Sementara itu peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, dan Pangkajene Kepulauan (Pangkep).Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Sisi spiritualitas masyarakat suku Bugis dapat dibagi menjadi dua , yakni masa sebelum kedatangan Islam (kepercayaan asli), dan setelah kedatangan Islam. Masing-masing memiliki sisi positif dan negative, tergantung pada sudut pandang yang bagaimana melihatnya.
10
3. Suku Makassar Makassar sebagai grup etnis (suku bangsa yang mendiami sepanjang pesisir selatan jazirah Sulawesi Selatan, yang mempunyai bahasa dan peradapan sendiri yang hidup sampai sekarang). Orang Makassar, mendiami jazirah selatan bersama-sama dengan orang Bugis. Baik orang Bugis maupun Makassar termasuk rumpun bangsa melayu. Bentuk tubuh orang Makassar sedikit langsing, berotot, dan berwarna kulit sedikit lebih cerah dari kulit orang melayu dan jawa. Mereka mempunyai pembawaan agak keras jika dibandingkan dengan rumpun melayu lainnya, memili bahasa sendiri dengan berbagai dialek yang digunakan dalam kehidupan kebudayaan dan adat istiadatnya. Suku Makassar memiliki Aksara Lontara. Masyarakat suku Makassar mempunyai falsafah hidup dipegang teguh secara utuh, bahkan sering ditonjolkan secara emosional, dirangkai dalam katakata bahasa Makassar sirik na pace. Kata sirik yang secara harfiah berarti maju, juga berarti kehormatan. Rasa dan nilai kehormatan ini ditanam dan dikembangkan dalam diri pribadi dalam setiap anggotanya dalam kaitan dengan kehidupan keluarga (hubungan darah). Seseorang harus menjaga kehormatan dan nama baik keluarganya. Perempuanlah yang menjadi lambing kehormatan keluarga. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau sebuah perbuatan yang menjurus kepada tindakan yang merusak nama keluarga, dengan mencemarkan kehormatan permpuan anggotanya, berakhir dengan peristiwa berdarah yang bermaksud pembunuhan, dilakukan oleh anggotanya keluarga itu. Kata pace yang secara harfiah berarti pedih mempunyai nilai sendiri dan selalu mengiringi sikap
11
sirik. Dengan sikap hidup yang berdasarkan pacce ini, masyarakat Makassar mengembangkan sikap perkemanusiaan yang tinggi.Sikap kemanusiaan dalam pandangan hidup yang terkandung dalam kata pacce terbatas kepada sesama manusia saja, tetapi juga kepada seluruh makhluk. Keserasian antara sikap sirik dengan sikap pace harus tercapai, saling mengisi antara keduanya, dan sewaktuwaktu berfungsi untuk menetralisir sikap yang terlalu ekstrim dari salah satunya. Masyarakat Makassar pada hakikatnya adalah masyarakat yang terbuka. Pada umumnya, dapat menerima ide-ide baru yang datang dari luar mana hal ini dirasakan lebih cocok untuk dikemabangkan dalam kehidupan mereka. Dipihak lain, masyarakat Makassar selalu cenderung untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah diwariskan secara turun temurun. Nilai luhur ini dinyatakan dalam falsafah hidup mereka yakni sirik na pace. Sepanjang hal yang bersifat ide-ide baru yang datang dari luar tidak berpengaruh buruk serta tidak bertentangan dengan falsafah hidup mereka ini. Ide-ide baru tersebut bukanlah suatu yang tidak mungkin diterima oleh masyarakat ini. 4. Sosial Budaya Ekonomi a. Pengertian Sosial
Menurut kamus besar bahasa indonesia, pengertian sosial adalah : suatu ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Jadi, sosial adalah ilmu yang dapat mencakup semua kegiatan masyarakat, seperti sifat, perilaku dan lain lain.
12
Sedangkan menurut Lewis sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan
ditetapkan
dalam
interaksi
sehari-hari
antara
warga
negara
dan
pemerintahannya. Lebih lanjut Engin Fahri Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan para individu tersebut.
b. Pengertian Budaya Budaya berasal dari kata Sansekerta yaitu bhud yang artinya “budi”.Budaya diartikan “hasil budi daya cipta manusia”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata “buddhayah” bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi, kebudayaan diartikan sebagai “keseluruhan gagasan, karya dan akal budi manusia yang diciptakannya dengan sengaja dan terus dikembangkan demi kepentingan, kebutuhan, kesejahteraan, kedamaian, kemakmuran, dan kepuasan hidupnya. Pengertian kebudayaan Maddatuang mengemukakan bahwa: Kebudayaan adalah keseluruhan ide-ide, tindakan atau hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikn milik diri manusia dengan belajar atau keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan itu didapat dengan cara belajar. Bagi ilmu sosial, kebudayaan adalah “seluruh dari kelakuan dan hasil manusia, kelakuan yang diatur oleh tata kelakuan harus didapatkan dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan adalah “segala ciptaan manusia yang sesungguhnya merupakan usaha dan memberi bentuk serta susunan baru alam pemberian Tuhan sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohani.
Menurut Nata (2001:49) Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menggerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.
13
Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Menurut Supardan (2011:201) secara umum pengertian kebudayaan mengacu kumpulan pengetahuan secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna itu kontras dengan pengertian kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk kepada bagian-bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian. Pengertian lain dari Boasnian dalam Supardan “Kebudayaan adalah agen perubahan yang sifatnya khusus, sekaligus menyebabkan perbedaan diantara populasi-populasi tersebut”. Lebih jauh menurut Suparlan dalam Arifin mengemukakan bahwa: Kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk soaial yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan. Lebih lanjut menjelaskan bahwa “kebudayaan itu hanya mencakup pengetahuan atau satuan ide (gagasan) saja, sedangkan kelakuan dan hasil kelakuan saling mempengaruhi dalam kegiatan manusia.Satuan ide adanya di dalam kepala manusia dan tidak bisa dilihat, sedangkan kelakuan dan hasil kelakuan sebagai satuan gejala berada pada tingkat kenyataan dan dapat dilihat pada ruang dan waktu tertentu”.
Kemudian Koentjaningrat dalam Mattulada, Kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
14
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Menurut Ranjabbar (2014:30) unsur-unsur kebudayan yang dianggap sebagai cultural aniversals, yaitu sebagai berikut. a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport dan sebagainya). b. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya). c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan, dan sebagainya). d. Bahasa (lisan maupun tulisan). e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya). f. Sistem pengetahuan. g. Religi (system kepercayaan). c. Pengertian Ekonomi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan)(KBBI,1996:251). Istilah ekonomi berasal dari bahasa oikos yang berarti keluarga, rumah tangga dan nomos adalah peraturan, aturan, hukum.Secara etimologi (bahasa), pengertian ekonomi adalah aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga.Sedangkan Secara umum, Pengertian Ekonomiadalah salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
15
Paul A. Samuelson menyatakan bahwa Pengertian Ekonomi adalah suatu cara yang dipakai oleh seseorang atau kumpulan orang dalam memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk memperoleh berbagai macam komoditi dan produk serta menyalurkannya supaya dapat dikonsumi oleh masyarakat banyak. d. Sosial Budaya Ekonomi Sosial budaya adalah sebagai salah satu identitas yang di miliki oleh suatu daerah atau negara yang mana ini di tujukan melalui berbagai gelaran upacara, dan juga berbagai tingkah prilaku yang di tunjukan di masyarakat. Dimana itu adalah hasil dari sebuah cipta rasa dan karsa dari masyarakat itu sendiri, yang dapat membuat sebuah ciri khas dan identitas. Untuk melihat kedudukan sosial ekonomi Melly G. Tan dalam Saribulan mengatakan adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan.Berdasarkan ini masyarakat tersebut dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981:35). Keadaan sosial ekonomi masyarakat dapat dilihat dari pelapisan sosialnya. Menurut Ahmad, pelapisan sosial orang Makassar pada umumnya dapat dilihat dari kriteria, yaitu a). Derajat dan dasar keturunan masa lalu b). Kekuasaan dan peranannya dalam masyarakat c). Tingkat pendidikan dan ilmu pengetahuan d). Kedudukan dan kemampuan ekonomi
16
5. Tradisi a. Pengertian Tradisi Tradisi merupakan segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini atau sekarang. Tradisi dijadikan suatu kebiasaan yang menjadi turun-temurun yang dilakukan oleh orang yang hidup dalam masyarakat “Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan”. Menurut Maddatuang, Tradisi adalah suatu kebiasaan, suatu kepercayaan yang sudah mendarah daging pada suatu masyarakat, yang apabila tidak dilaksanakan atau menyimpang akan mengakibatkan suatu kejelekan. Lebih lanjut Sztompka (2008:71) menjelaskan bahwa Tradisi adalah kumpulan benda material dari gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu.Tradisi pun mengalami perubahan. Tradisi lahir di saat tertentu ketika orang menetapkan fragmen tertentu dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi berubah ketika orang yang memberikan perhatian khusus pada fragmen tradisi tertentu dan mengabaikan fragmen lain. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu dan mungkin lenyap bila benda material dibuang dan gagasan ditolak atau dilupakan. Tradisi mungkin pula hidup dan muncul kembali setelah sekian lama.
17
Adapun fungsi tradisi menurut Sztompka, adalah: a) Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan, norma, dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat. b) Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. c) Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. d) Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketakpuasan, dan kekecewaan kehidupan modern. b. Sejarah Tradisi Sejarah tradisi lahir melalui dua cara. Menurut Sztompka (2008:71) cara pertama, tradisi muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tidak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Karena sesuatu alas an, individu tertentu menemukan warisan historis yang menarik perhatian, ketakziman, kecintaan dan kagum itu berubah menjadi perilaku dalam bentuk upacara, penelitian, dan pemugaran peninggalan purbakala serta menafsir ulang keyakinan lama.Semua perbuatan itu memperkokoh sikap, kekaguman dan tindakan individu menjadi milik bersama dan berubah menjadi fakta sosial sesungguhnya.Begitulah tradisi dilahirkan, proses kelahiran tradisi sangat mirip
18
dengan penyebaran temuan baru, hanya saja dalam kasus terjadi ini lebih berarti penemuan atau penemuan kembali yang telah ada di masa lalu ketimbang penciptaan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Cara kedua, tradisi muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap sebagai tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang berpengruh. Dua jalan kelahiran atau sejarah tradisi itu tidak membedakan kadarnya. Perbedaannya terdapat antara tradisi asli yaitu tradisi yang sudah ada di masa lalu dan tradisi buatan yaitu murni khayalan atau pemikiran masa lalu. 6. Pengertian Uang Panaik Di Sulawesi Selatan, dalam budaya pernikahan Bugis-Makassar sendiri ada satu hal yang sepertinya telah menjadi khas dalam pernikahan yang akan diadakan yaitu uang naik atau oleh masyarakat setempat disebut uang panaik. Uang panaik ini adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya. 7. Pernikahan Suku Makassar Perkawinan dengan segala proses dinamika kulturnya dalam masyarakat adalah menjadi masalah seluruh keluarga. Oleh sebab itu seseorang yang akan memilih jodoh atau orang tua yang memilihkan calon pasangan anaknya memerlukan pertimbangan yang matang tentang keadaan calon menantu. Menurut Ahmad di dalam mencari jodoh masyarakat memiliki persyaratan yang menjadi pertimbangan di dalam menentukan jodoh seseorang, yaitu
19
1).Patturunanna (keturunan) yaitu antara calon isteri dan calon suami harus sekufu (sama strata sosial) dan yang mementingkan kriteria ini adalah golongan karaeng dan kaum bangsawan, sedangkan strata lain dewasa hal ini bukan menjadi suatu pensyaratan 2). Agamana (agama), seseorang muslim harus kawin dengan seorang muslimah 3). Kakalumanyangana (kekayaan), status sosial perempuan dalam masyarakat, antara lain hartawan, penguasa, ulama. 4). Kagamaranna (kecantikan), memiliki wajah dan postur tubuh yang memadai. Menurut Ahmad ada 2 jenis perkawinan: 1. Perkawinan dengan peminangan Bentuk perkawinan dengan peminangan ini berlaku umum dalam berbagai strata sosial. Peminangan bagi kaum bangsawan melalui proses upacara adat. Apabila peminangan telah diterima maka hubungan kedua calon pengantin ini disebut abbayuang (bertunangan). Cara perkawinan dengan peminangan ini adalah suatu cara adat sebagai legitimasi terhadap pertunangan seseorang. 2. Perkawinan dengan “Annyala” Annyyala artinya berbuat salah, dalam arti melakukan pelanggaran terhadap adat perkawinan yang berbentuk minggat. Annyyala menimbulkan ketegangan dalam keluarga perempuan yang minggat yang dikenal dengan siri’, siri’ dalam masalah annyala ujung-ujungnya adalah pembunuhan terhadap kedua sejoli tersebut oleh tumasiri’ (keluarga wanita yang minggat), hal ini merupakan wujud dari appaenteng siri’ (menjaga kehormatan) Menurut Ahmad Annyyala terdiri atas:
20
1). Silariang, berarti sama-sama lari, terjadi karena kehendak bersama (dua-dua aktif). 2). Nilariang, berarti dilarikan. Si laki-laki secara paksa membawa si gadis (minggat), (laki-laki yang aktif). 3). Erangkale, artinya membawa diri. Perkawinan terjadi karena perempuan itu sendiri datang pada laki-laki atau mendatangi rumah seseorang dalam masyarakat, antara lain misalnya tokoh agama atau tokoh masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban dari laki-laki (perempuan yang aktif). Ahmad menjelaskan prosesi perkawinan adat Makassar dilaksanakan dengan melalui beberapa tahap yaitu: 1) Peminangan Peminangan dilakukan melalui fase yang pertama, yaitu Acini’ rurung, artinya melakukan observasi atau penjejakan terhadap perempuan, juga dimaksudkan untuk mengetahui akhlak dan prilaku keseharian perempuan tersebut sebelum dilakukan pelamaran.Fase yang kedua, yaitu Mange jangangjangang, artinya mengutus seseorag perempuan kepercayaan untuk melakukan pembicaraab secara rahasia dengan orang tua perempuan tentang hasrat orang tua silaki-laki untuk melamar anak perempuannya.Dan fase yang ketiga, yaitu Appabari’ba jangang-jangang, biasa juga disebut a’rakkang-rakkang, acara ini masih bersifat rahasia dan pada waktu yang dianggap baik maka diutuslah dua atau tiga orang sebagai utusan. Didahului dengan pemberitahuan bahkan aka nada
21
yang datang bersilaturrahmi, akan tetapi tugas ini masih bersifat rahasia karena belum dihadiri oleh keluarga. 2) Mange Assuro (meminang) Mange assuro biasa juga disebut a’dongko’mi jangang-jangang, secara tekstual berarti hinggap tetapi secara kontekstual berarti melamar secara formal, juga disebut angngallemi rakkang-rakkangna (terperangkap), artinya sampai saatnya, untuk dilakukan peminangan secara formal. Pada hari yang telah disepakati maka dilakukan peminangan secara formal yang dihadiri oleh delegasi kedua belah pihak, pihak wanita diwakili oleh keluarganya dan jumlah delegasi dalam pertemuan lebih banyak karena masingmasing sudah melibatkan kerabat. Pada saat itu ditentukan sundrang, doe balanja dan waktu akad nikah (ijab qabul) yang disebut apa’nassa. Sundrang (mas kawin), berupa barang berharga seperti emas dan bisa juga barang berharga yang tidak bisa bergerak (dipindah), seperti sawah atau kebun. Doe balanja atau uang panaik, besar kecilnya uang belanja ini tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak, selain dari pada uang belanja ini, ada pula yang disebut Cingkarra, yaitu berupa hadiah emas dan lain-lain yang harus mendapat balasan dari pihak perempuan dan akan menjadi sisila (harta bawaan) bagi pengantin tersebut. 3) Appanai’ leko ca’di Appanai’ leko ca’di yaitu mengantar sirih pinang ke rumah pihak perempuan, kedua belah pihak dihadiri oleh keluarganya dan di pihak perempuan menghadirkan pula orang tua dan dituakan dalam lingkungan mereka, biasanya
22
tokoh agama, tokoh masyarakat untuk menyaksikan apa yang diantar oleh pihak laki-laki. Pengantaran sirih pinangan ini dilakukan dengan suatu iringan yang terdiri atas wanita dan laki-laki serta kerabat. Dalam upacara ini akan dibawa serta kue-kue tradisional sebanyak 12 bosarak, untuk keturunan karaeng biasanya 14 bosarak. 4) Appanai’ leko lompo (mengantar mas kawin) Selang bebrapa hari (sesuai kesepakatan) sebelum pernikahan dilakukan pengantaran leko lompo ke rumah calon pengantin perempuan dan kalau uang belanja belum diantar pada waktu appanai’leko ca’di, maka disertakan pada upacara ini. Yang diantar pada appanai’leko lompo, berupa mas kawin yang terdiri atas; a) sundrang b) ulu leko (benda berharga), antara lain seperti emas, sawah (kebun) atau empang bagi masyarakat yang tinggal di pinggir pantai, kerbau. c) Cingkarra’ berupa pakaian wanita dari ujung rambut sampai ujung kaki, termasuk stelan mas. 5) Akkorongtigi (malam pacar) Akkorongtigi merupakan upacara membubuhi ramuan leko korongtigi (daun pacar) pada kuku calon pengantin wanita. Pada malam korongtigi diadakan pembacaan Barazanji, akkorongtigi dimulai oleh keluarga terdekat, orang yang paling utama, orang yang kedudukannya tinggi, baik diantara anggota adat kemudian diikuti oleh anggota keluarga. 6) Ijab Qabul Ijab qabul biasa juga disebut aqad nikah dan ini merupakan inti dari suatu perkawinan.Setelah itu pengantin laki-laki dan perempuan dipertemukan/
23
didamaikan (nipabbajikang), naik kalena/ simorong.Naik kalena adalah saat pengantin laki-laki dan perlengkapan diarak ke rumah perempuan.Sunrang yang sudah tertentu dimasukkan ke kampu yang dibungkus dengan kain putih digendong oleh orang tua yang berpakaian adat. B. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang relevan: 1. Ari Putra Abdullah (2015) tentang Doi Menre (studi pada masyarakat Bugis di ujung bulu kabupaten bulukumba). Tentang proses negoisasi uang belanja (Doi Menre) dalam proses pelamaran suatu perkawinan, makna serta nilai uang belanja dalam perkawinan masyarakat Bugis bulukumba. 2. Rika Elvira (2014) tentang Ingkar Janji Kesepakatan Uang Belanja (uang panai’) Dalam Perkawinan Suku Bugis Makassar. Dalam penelitian ini penelti memfokuskan pada fenomena-fenomena yang terjadi akibat penafsiran dan penyimpangan budaya Uang Panai’ yang merupakan bagian dari prosesi perkawinan dengan adat Suku Bugis Makassar. 3. St. Muttia A. Husain (2012) tentang Proses dalam Tradisi Perkawinan Masyarakat Bugis di Desa Pakkasalo Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone. 4. Fauzi Triana Nurdin (2016) tentang Doi Pappenre (Pergeseran Makna Uang Mahar Menjadi Ajang Kedudukan Status Sosial dan Gengsi Masyarakat Bugis di Desa Mattombong Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang).
24
C. Kerangka Pikir
Perkawinan Masyarakat Bugis Makassar
Tradisi Uang Panaik
Kondisi Sosial Ekonomi
Kedudukan Dalam Masyarakat
25
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif.Dalam penelitian ini yang menghasilkan data kualitatif yang berupa ungkapan catatan orang itu sendiri, dengan memfokuskan penelitian dalam pergeseran makna uang panaik menjadi ajang kedudukan status sosial dan gengsi pada masyarakat Bugis Makassar. Metode penelitian kualitatif sering disebut dengan penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah disebut juga sebagai metode etnografi, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara dengan anggota kelompok tersebut. B. Lokasi Penelitian Untuk menentukan lokasi penelitian, dilandasi oleh beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama yaitu memungkinkan informan bisa ditelusuri secara mendalam. Pertimbangan yang kedua, informan memberikan peluang untuk dapat diamati interaksinya. Pertimbangan yang ketiga yaitu informan layak dalam mempertahankan kesinambungan peneliti sepanjang waktu yang diperlukan. Dengan pertimbangan dan alasan diatas, maka ditetapkan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian di Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
26
C. Tahap-Tahap Penelitian Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Tahap pra penelitian 1. Peneliti terlebih dahulu menyusun rancangan penelitian (Proposal) yang akan dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. 2. Peneliti memilih lokasi penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti untuk melakukan penelitian. 3. Mengikuti seminar proposal dan mengurus perizinan penelitian. 4. Menyiapkan perangkat penelitian yang menunjang berupa lembar observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi untuk memperoleh data mengenai latar belakang tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar, keadaan sosial ekonomi masyarakat dalam tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar dan penyebab masyarakat menjadikan uang panaik sebagai tolak ukur kedudukan status sosial masyarakat. b. Tahap pelaksanaan penelitian 1. Melaksanakan observasi dengan mengamati dan melakukan interaksi langsung dengan subjek penelitian untuk mendapat informasi. 2. Melaksanakan wawancara terhadap informan untuk memperoleh data-data yang akurat. 3. Melakukan sesi dokumentasi sebagai bukti untuk meperkuat data-data yang diperoleh mengenai latar belakang tradisi uang panaik pada pernikahan
27
suku Makassar, keadaan sosial ekonomi masyarakat dalam tradisi uang panaik, dan penyebab masyarakat menjadikan uang panaik sebagai tolak ukur kedudukan status sosial masyarakat. c. Tahap akhir penelitian Pada tahap ini peneliti melakukan analisis data yang diperoleh dari informan dan menarik kesimpulan dari hasil penelitian tentang latar belakang tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar, keadaan sosial ekonomi masyarakat dalam tradisi uang panaik, dan penyebab masyarakat menjadikan uang panaik sebagai tolak ukur kedudukan status sosial masyarakat. D. Sumber Data Sumber data merupakan subjek dari mana data diperoleh.Lofland dan Lofland dalam Moleong mengatakan, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. a. Data primer Data primer atau data utama ialah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya. Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari wawancara berupa pertanyaan terhadap informan tentang latar belakang tradisi uang panaik pada penikahan suku Bugis Makassar, keadaan sosial ekonomi masyarakat dalam
28
tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar, dan penyebab masyarakat menjadikan uang panaik sebagai tolak ukur kedudukan status sosial masyarakat Bugis Makassar. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung oleh peneliti pada setiap penelitian berlangsung melalui metode wawancara mendalam dan pengamatan langsung dari peneliti di kancah penelitian, untuk mewawancarai sejumlah informan yang terdiri dari informan kunci, informan ahli, dan informan biasa. Menurut Hendarso dalam Bungin (2012: 171-172) ketiga informan ini adalah: a). Informan kunci (key informan) adalah orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Miknael (1992) kriterial dan karakteristik tentang informan kunci antara lain: dapat dipercaya, dapat memainkan peran serta mempunyai perspektif yang berbeda dengan yang lainnya. Informan ini dibutuhkan untuk membuka jalan dengan responden. Berdasarkan hal tersebut maka instrumen kunci dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pada keluarga yang menyelenggarakan pernikahan. b). Informan biasa adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, masyarakat Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar dan Tokoh Agama. b. Data sekunder Data sekunder adalah data penunjang dari data primer.Data sekunder merupakan data hasil observasi dan dokumentasi yang menjadi pendukung
29
keberhasilah penelitian. Data sekunder diperoleh dari lokasi penelitian yaitu di Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar berupa dokumen yaitu data masyarakat. Dalam penelitian ini data-ata diperoleh dari sumber wawancara pada informan di Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar. E. Instrument Penelitian Dalam bukunya Sugiyono mengemukakan bahwa dalam penelitian yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrument juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrument meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk memperoleh data yang relevan dan akurat dengan masalah yang dibahas. Teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pengamatan (Observasi) Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung pada objek yang akan diteliti. Teknik pengamatan secara observasi yang dilakukan di Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar dengan mengamati, mendengarkan dan mencatat segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
30
2. Wawancara Cara utama yang dilakukan oleh para ahli metodologi kualitatif untuk memahami persepsi, perasaan, dan pengetahuan seseorang dalah wawancara mendalam dan intensif. Wawancara mendalam dilakukan dengan tatap muka secara langsung (Face to face) pada informan dengan menggunakan pedoman wawancara.Wawancara ini dilakukan kepada anggota yang berada pada lokasi penelitian. Dengan topik wawancara mengenai latar belakang tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar, keadaan sosial ekonomi masyarakat dalam tradisi uang panaik pada pernikahan suku Bugis Makassar, dan penyebab masyarakat menjadikan uang panaik sebagai tolak ukur kedudukan status sosial masyarakat suku Bugis Makassar. Adapun yang menjadi teknik penentuan informan dalam penelitian ini adalah dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Masyarakat Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate 2. Tokok Agama (Imam Masjid) 3. Dokumentasi Teknik dokumentasi dijadikan pelengkap dalam teknik pengumpulan data pada proses penelitian. Dokumentasi yang dilakukan seputar pengambilan gambar berupa foto dan video yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari keluarga narasumber serta gambar-gambar lain. Dokumentasi dilakukan untuk mendukung pengambilan data pada saat penelitian, dalam penelitian ini didominasi oleh gambar-gambar ketika melakukan wawancara terhadap informan.
31
G. Teknik analisis data Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam menganalisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Miles dan Huberman dalam buku Ahmadin memberikan penjelasan bahwa dalam melakukan sebuah penelitian sebaiknya melakukan tiga tahapan kerja untuk menganalisis data: 1. Redaksi data, yakni kegiatan merangkum berbagai catatan lapangan yang telah dibuat dan memilahnya sesuai dengan permaslahan penelitian. Selanjutnya, rangkuman catatan disusun secara sistematis dengan maksud memberi gambaran yang lebih jelas serta memudahkan proses penelusuran kembali jika diperlukan. 2. Display data, yakni dibuat dengan maksud untuk memudahkan melihat gambaran hasil penelitian secara keseluruhan dalam bentuk matrik atau pengkodean. 3. Kesimpulan data dan verifikasi, yakni dibuat sesuai dengan reduksi data data dan display data. Verifikasi juga dilakukan selama proses kegiatan penelitian dan sejalan dengan membercheck, trianggulasi, dan audit trail.
32
H. Teknik pengabsahan data Pengabsahan data dimaksud untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan memperjelas data dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring dengan proses penelitian itu berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus dilakukan sejak awal pengambilan data, yaitu sejak melakukan reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Adapun teknik yang digunakan dalam pengabsahan data tersebut adalah dengan mengadakan member check. Tujuan mengadakan member check adalah agar informasi yang telah diperoleh dan yang akan digunkan dalam penulisan laporan dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan dan key informan. Untuk itu dalam penelitian ini member check dilakukan setiap akhir wawancara dengan mengulangi secara garis besar jawaban atau pandangan sebagai data berdasarkan catatan peneliti tentang apa yang telah dikatakan oleh responden. Tujuan ini dilakukan adalah agar responden dapat memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut mereka, mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang. Member check dalam penelitian ini dilakukan selama penelitian berlangsung sewaktu wawancara secara formal maupun informal berjalan.
33
DAFTAR PUSTAKA Ahmadin.2013. Metode Penelitian Sosial. Makassar: Rayhan Intermedia. Anonim. 2006. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sulawesi Selatan. Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan. Ahmad, Kadir. 2006. Sistem Perkawinan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Makassar: Indobis. Ardianto, Iqbal. 2016. Uang Panai’ (sebuah kajian antara tradisi dan gengsi). Bandung; Mujahid Press. Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Darmaputra, Juam. 2014. Suku Bugis. Makassar: Arus Timur. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 2010. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan. Latief, Halilintar. 2014. Orang Makassar. Yogyakarta: Padat Raya. Maddatuang.2013. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Makassar: Universitas Negeri Makassar. Mattulada. 1997. Kebudayaan, Kemanusiaan, dan Lingkungan Hidup. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin. Milles, M.B. & Hubberman A.M. 2009. Analisis Data Kualitatif (Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press. Moleong, L.J. 2014.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offest.
34
Saribulan, Andi. 2015. Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Tenaga Kerja Wanita (Studi Kasus Pada 5 (Lima) Keluarga di Kecamatan Mapili Kabupaten Polewali Mandar). Skripsi. UNM, Makassar. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Supardan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Sztompka, Piotr. 2008. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Penerbit Prenada Media Grop, Jakarta. Ranjabar, Jacobus. 2014. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandung: Penerbit Alfabeta, Bandung. Nata, Abuddin. 2001. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nohong A Nurnaga. 1993. Pakaian adat dan tata cara adat perkawinan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Makassar.Pemerintah Daerah Tingkat Sulawesi Selatan. Undang-undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Internet http://www.duniapelajar.com/2014/08/15/pengertian-sosial-budaya-menurut-paraahli/
35