BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari negara berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012) Menurut World Health Organization sejak tahun 2010 hingga Maret 2011, di Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal sejumlah 61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009 yang mencapai 528.063 penderita TB paru dengan 91.369 orang meninggal (WHO Tuberculosis Profile, 2012).
Di Indonesia, tuberculosis merupakan
masalah utama kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang setiap tahunnya.Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2013). Di Jawa Tengah angka penemuan penderita TB paru dengan BTA positif tahun 2005 sebanyak 14.227 penderita, dengan rata-rata kasus atau case detection rate (CDR) sebesar 40,09% meningkat menjadi 17.318 penderita dengan CDR 49,82% tahun 2006. Berdasarkan data terbaru di provinsi Jawa Tengah sebesar 107/100.000 penduduk yang terdeteksi atau case detection rate (CDR) per kabupaten capainnya dibawah rata-rata sebanyak 18 Kabupaten dengan angka terendah berada di Kabupaten Boyolali (Riskesdas, 2013). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus menyebutkan terjadi peningkatan kasus TB paru di provinsi sultra pada tahun 2013. Angka kejadian TB paru pada
tahun 2016 sebesar 130/100.000 penduduk, dengan tambahan kasus baru sebesar 53,72% dan persentase kasus tuberculosis
yang dapat disembuhkan sebesar
89,3%. RSU Bahteramas adalah salah satu rumah sakit di Sulawesi tenggara mengalami peningkatan penderita TB paru pada tahun 2015 angka CDR sebesar 55,1%, menjadi 60,9% pada tahun 2016 dan tahun 2017 meningkat menjadi 72,94% (Dinkes Sultra, 2016). Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis (Hiswani, 2004). Penularan melalui perantara ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberculosis paru (Depkes RI, 2012). Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Parudan tenaga kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan secara maksimal (Aditama, 2006) Penanganan TB paru oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat dan pencatatan laporan (Resmiyati, 2011). Pasien tuberculosis yang menjalani tahap pengobatan di Puskesmas Jekulo pada bulan Agustus 2017 sebanyak 79 orang. Selama pengobatan terdapat pasien yang gagal sebanyak 16,6% yang artinya dari 79 orang penderita TB paru, sepuluh diantara penderita tersebut, kembali berobat setelah lost to follow up atau berhenti berobat paling sedikit 2 bulan dengan pengobatan kategori 2 (kasus kambuh atau gagal dengan BTA positif) serta hasil pemeriksaan dahak menunjukkan BTA positif. Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan
mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Apabila ini dibiarkan, dampak yang akan muncul jika penderita berhenti minum obat adalah munculnya kuman tuberculosis yang resisten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar pengendalian obat tuberculosis akansemakin sulit dilaksanakan dan meningkatnya angka kematian terus bertambah akibat penyakit tuberculosis (Amin dan Bahar, 2007). Dari survei dengan cara observasi dan wawancara dengan lima orang penderita TB paru yang gagal di wilayah kerja RSU Bahteramas, sembilan dari sepuluh orang penderita mengatakan bahwa mereka tidak tahu tentang penyakit TB paru yang dideritanya, penderita hanya mengatakan bahwa penyakitnya hanya batuk biasa dan biasanya langsung sembuh sendiri. Selain itu penderita juga mengatakan tidak mengetahui tentang apa itu TB paru, apa gejalanya, bagaimana penularanya dan bagaimana cara pengobatannya. Penderita TB paru mengatakan tidak tahu upaya apa yang harus dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya. Mereka juga tidak tahu jangka waktu pengobatanya oleh karena itu mereka tidak disiplin dalam minum obat.Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kepatuhan pengobatan penyakit TB paru masih sangat kurang. Hasil observasi menunjukan bahwa masalah utama para penderita adalah kurangnya perilaku hidup bersih antara lain rumah yang lembab, kurangnya pencahayaan pada siang hari dan lingkungan rumah yang kotor. Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga penderita TB paru di wilayah kerja RSU bahteramas, tujuh dari sepuluh
keluarga penderita
mengatakan bahwa mereka tidak tahu tentang penyakit TB paru, dan bahaya penularan untuk orang disekitarnya. Mereka kurang memperdulikan penyakit TB paru sehingga sering bergantian peralatan makan dan minum dengan penderita TB paru tanpa dicuci terlebih dahulu. Keluarga juga mengatakan bahwa dukungan keluargasangatlah kurang karena alasan kesibukan masing-masing.Karena kurangnya perhatian dan dukungan keluarga, penderita terkadang lupa minum
obat secara rutin. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dan perhatian keluarga terhadap kepatuhan minum obat penderita TB paru masih sangat kurang. Dari survey pendahuluan di RSU bahteramas .di dapatkan hasil banyaknya masalah ketidakpatuhan minum obat. Hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya penderita yang tidak cepat sembuh dan sakitnya semakin lama karena merekatidak minum obat secara teratur, malas berobat dan kurangnya dukungan keluarga. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan pengetahuan tuberculosis dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat tuberculosis di wilayah kerja RSU bahteramas. B. TUJUAN a. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan penderita tuberculosis dandukungan
keluarga dengan kepatuhan minum obat tuberculosis di
wilayah kerja RSU BAHTERAMAS b. Tujuan Khusus a. Pengetahuan penderita tuberculosis tentang dengan kepatuhan minum obat tuberculosis di wilayah kerja RSU BAHTERAMAS. b. Dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat tuberculosis di wilayah kerja RSU BAHTERAMAS. c. Kepatuhan minum obat tuberculosis di wilayah kerja RSU BAHTERAMAS d. Hubungan pengetahuan penderita tuberculosis dengan kepatuhan minum obat tuberculosis di wilayah kerja RSU BAHTERAMAS. e. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat tuberculosis di wilayah kerja RSU BAHTERAMAS.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian TB Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Micobacterium tuberculosis.Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain : M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).Kelompok bakteri Mycobacterium selain Micobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa menganggu penegakan diagnosis dan penegakan TB. Secara umum sifat kuman Micobacterium tuberculosisantara lain adalah sebagai berikut : 1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron. 2. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehlen Neelsen, berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah microskop. 3. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa. 4. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4C sampai minus 70C. 5. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet, Paparan langsung terhadap sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37C akan mati dalam waktu kurang lebih1 minggu.
B. Pemeriksaan Penunjang TB 1. Pemeriksaan Bakteriologis Pemeriksaan Bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feaces, dan jaringan biopsy
2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA.Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT scan.Tuberculosis memberikan gambaran bermacammacam pada foto toraks. Gambaran radiologis ditemukan dapat berupa : a. Bayangan lesi dilapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah b. Bayangan berawan atau berbercak c. Adanya kapitas tunggal atau ganda d. Bayangan bercak milier e. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral f. Destroyed lobe samapi destroyed lung g. Kalsifikasi h. Schwarte C. Pemeriksaan Khusus Dalam perkembangan ini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman TB seperti : 1. BACTEC : dengan metode radiometrik, dimana CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indeksnya. 2. Polymerase chain reaction(PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi. 3. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot.
D. Pemeriksaan penunjang lain
Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberculin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali.
1. Klasifikasi TB Paru Dalam klasifikasi TB paru ada beberapa pegangan yang prinsipnya hampir bersamaan.PDPI membuat klasifikasi berdasarkan gejala klinis, radiologis dan hasil pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini dipakai untuk menetapkan strategi pengobatan dan penangnan pemberantasan TB :
TB paru BTA positif yaitu :
a. Dengan atau tanpa gejala klinis. b. BTA positif
mikroskopis +
mikroskopis + biakan + mikrokopis+ radiologis + c. Gambaran radiologis sesuai dengan TB paru.
TB paru (kasus baru) BTA negative yaitu :
a. Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan gambaran TB paru aktif. b. Bakteriologis (sputum BTA) : jika belum ada hasil tulis belum diperiksa. c. Mikroskopis, biakan, klinis dan radiologis +
TB paru kasus kambuh :
a. Riwayat yang pengobatan OAT yang adekuat, gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB paru aktif tetapi belum ada hasil uji resistensi.
TB paru kasus gagal pengobatan :
a. Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan sesuai dengan gambaran TB paru aktif, pemeriksaan mikroskopis + walau sudah mendapat OAT, tetapi belum ada uji hasil resistensi.
TB paru kasus putus berobat :
a. Pada pasien paru yang lalai berobat
TB paru kasus kronik yaitu :
a. Pemeriksaan mikroskopis + dilakukan uji resistensi
E. Macam-macam Penyakit TB Ada 2 tipe Tuberculosis, yaitu TB laten dan TB aktif : 1. TB Laten TB laten atau LTBI (Laten Tuberculosis Infection), merupakan bentuk non aktif penyakit ini. Karena system kekebalan tubuh yang baik dapat melawan bakteri TBC, maka bakteri TB akanmengalami fase dormant (tertidur), sehingga orang dengan TB laten tidak akan mengalami keluhan selama penyakit tersebut tidak menjadi TB aktif. TB laten ini tidak menular. Meskipun begitu tetap beresiko berkembang menjadi TB aktif. Resiko ini akan tetap ada seumur hidup, karenanya diagnosis serta penanganan pada kasus TB laten sangat penting juga untuk menekan angka kejadian TB aktif. 2. TB Aktif TB Aktif, terjadi ketika bakteri TB mengalahkan system kekebalan tubuh dan mulai menimbulkan gejala penyakit. Saat bakteri TB menyerang paru-paru, maka TB aktif ini dapat menular dengan mudah ke orang lain melalui droplet atau bercak, dahak, dan batuk. Penularan hanya dapat terjadi bila tubuh seseorang berada dalam kondisi sangat lemah.
F. Gizi untuk Pasien TB 1. Makanan yang dibolehkan untuk pasien TB
Makanlah berbagai macam buah segar dan sayuran setiap hari, pilih sayuran yang berbeda dari berbagai jenis seperti hijau tua, sayuran berwarna orange, kacang dll.
Susu atau produk susu harus dikonsumsi setidaknya 3 kali sehari. Kalsium dalam susu sangat penting dalam membangun kesehatan tulang pasien TB
Untuk produk daging, pilihlah daging tanpa lemak atau rendah lemak. 10 persen asupan kalori harian harus berasal dari lemak jenuh dan sekitar 200 mg kolestrol. Jagalah asupan total lemak dan minyak antara 25-30 persen kalori harian. Sebagian besar lemak harus berasal dari lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal yang ditemukan dalam makanan seperti ikan, kacangkacangan dan minyak sayur
Makanlah berbagai macam makanan yang kaya protein seperti kacangkacangan dan biji-bijian. Makanlah makanan kecil sepanjang hari dengan rentang waktu yang singkat.Pastikan agar tubuh mendapat cukup asupan cairan dan garam dalam makanan.
Makanan untuk pasien TB harus sederhana, dipersiapkan dengan baik dan mudah dicerna. Makanan yang lebih berat baru dapat diberikan kepada pasien setelah kondisinya sangat membaik.
2. Makanan yang tidak diperbolehkan untuk pasien TB
Gula halus dan gula olahan harus dihindari oleh penderita TBC. Contohnya seperti roti putih, gula putih, sereal dan makanan manis seperti kue dan pudding
Saus yang akan natrium dan gula juga harus dihindari. Saus apel atau saus cranberry dapat dijadikan alternative.
Teh kental dan kopi yang mengandung banyak kafein harus dihindari karena kafein adalah stimulant TBC. Tapi menurut University of Maryland Medical Center, teh hijau yang bebas kafein da[at diminum bersama dengan pengobatan TBC karena mengandung antioksidan.
Acar banyak mengandung natrium. Karena asupan natrium pada penderita TBC harus dibatasi, maka acar juga sebaiknya dihindari. Sebanyak 1 – 2 ons acar mengandung 850 miligram natrium.
Pasien TBC dilarang keras mengkonsumsi alkohol atau minuman beralkohol selama menjalani pengobatan.