Proposal Involusi Uteri.docx

  • Uploaded by: siti komariyah
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Involusi Uteri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,965
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alatalat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu, akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan ( Hanifa, 2002 ). Angka kematian ibu melahirkan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena pendarahan. Pendarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Penyebab kedua ialah eklamsia lalu infeksi (Depkes RI, 2011). Jika dilihat dari penyebab kematian ibu di Jawa Barat sendiri pendarahan menjadi faktor utama dengan 254 kasus (31%), Hipertensi dalam kehamilan 181 kasus (22%), Infeksi 55 kasus (9,6%), abortus 9 kasus (1,1%), partus lama 4 kasus (0,5%) dan penyebab lain-lain 311 kasus (38%) (Dinkes Jawa Barat, 2011). Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan semenjak persalinan kala 3 dan 4 dengan pemberian oksitosin. Hormon oksitosin ini sangat berperan dalam proses involusi uterus. Proses involusi akan berjalan dengan bagus jika kontraksi uterus kuat sehingga harus dilakukan tindakan untuk memperbaiki kontraksi uterus (Cuningham, 2006). Upaya untuk mengendalikan terjadinya perdarahan dari tempat plasenta dengan memperbaiki kontraksi dan retraksi serat myometrium yang kuat dengan pijatan oksitosin. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kontraksi uterus melalui pijatan untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin merupakan bagian penting dari perawatan post partum (Bobak, Lowdermik, Jensen, 2005). Oksitosin dapat diperoleh dengan berbagai cara baik melalui oral, intra- nasal, intra-muscular, maupun dengan pemijatan yang merangsang keluarnya hormon oksitosin. Sebagaimana ditulis Lun, et al (2002) dalam European Journal of Neuroscience, bahwa perawatan pemijatan berulang bisa meningkatkan produksi hormon oksitosin. Efek dari pijat oksitosin itu sendiri bisa dilihat reaksinya setelah 6-12 jam pemijatan (Lun, et al 2002). Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai dari nervus ke 5 - 6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk

1

menyampaikan perintah ke otak bagian belakang sehingga oksitosin keluar (Suherni, 2008: Suradi, 2006; Hamranani 2010). Hasil studi pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan pada bidan ruangan post partum di RSD Gunung Jati mereka mengatakan tidak pernah melakukan pijat oksitosin pada saat memberikan perawatan kepada ibu post partum. Baik untuk merangsang kontraksi uterus, mengatasi perdarahan, maupun merangsang keluarnya ASI. Mereka lebih cenderung menggunakan terapi breast care dan terapi farmakologi seperti oksitosin intra-muskular. Jadi metode untuk mengatasi perdarahan dan mempercepat involusi uterus melalui terapi non- farmakologi seperti terapi pijat oksitosin belum pernah diterapkan. Sehubungan dengan itu maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum di Ruang Nifas Kelas III RSD Gunung Jati. Tujuan dari penelitian ini teridentifikasinya pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum di Ruang Nifas Kelas III RSD Gunung Jati.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan

pemberian

pijat oksitosin terhadap involusi

uterus pada ibu post partum di RSD Gunung Jati. 2. Tujuan Khusus Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada pasien dengan post partum di RSD Gunung Jati.

2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Masa Nifas Masa Nifas merupakan masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira – kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum melahirkan dalam waktu 3 bulan (Indriyani, 2013). Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira- kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah 40 hari, dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (disertai tanda-tanda kelahiran) (Anggraini, 2010). Jika sudah selesai masa 40 hari akan tetapi darah tidak berhenti atau tetap keluar darah, maka perhatikan bila keluarnya di saat adah (kebiasaan) haidh, maka itu darah haid. Akan tetapi jika darah keluar terus dan tidak pada masa-masa („adah) haidnya dan darah itu terus dan tidak berhenti mengalir, perlu diperiksakan ke bidan atau dokter. Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang senggama dan otot dasar panggul ( Anggraini, 2010). Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula. (Widyastuti, Suherni & Marianingsih, 2013) Periode masa nifas dibagi menjadi tiga periode yaitu puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, puerperim intermediel yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lama 6-8 minggu , remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu- minggu, bulanan atau tahunan (Mochtar,2008).

B. Involusi Uterus 1. Pengertian Involusi uterus adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil baik dalam bentuk semula maupun posisi semula. Selain uterus, vagina, ligamen uterus,

3

dan otot dasar panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil. Bila ligamen uterus dan otot dasar panggul tidak kembali ke keadaan sebelum hamil, kemungkinan terjadinya prolaps uteri makin besar. Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lochia yang diganti dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti dan ini disebut dengan iskemia. Otot redundant, fibrous dan jaringan elastis bekerja. Fagosit dalam pembuluh darah dipecah menjadi dua fagositosis. Enzim proteolitik diserap oleh serat otot yang disebut autolisis. Lisozim dalam sel ikut berperan dalam proses ini. Produk ini dibawah oleh pembuluh darah yang kemudian disaring diginjal. Lapisan desidua yang dilepaskan dari dinding uterus disebut lochia. Endometrium baru tumbuh dan terbentuk selama 10 hari postpartum dan menjadi sempurna sekitar 6 minggu. Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu. Selama proses involusi uterus berlangsung, berat uterus mengalami penurunan dari 1000 gram menjadi 60 gram, dan ukuran uterus berubah dari 15 x 11 x 7,5 cm menjadi 7,5 x 5 x 2,5 cm. Setiap minggu, berat uterus turun sekitar 500 gram dan servik menutup hingga selebar. Involusi adalah perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan berkurangnya ukuran uterus, involusi puerperium dibatasi pada uterus dan apa yang terjadi pada organ dan struktur lain hanya di anggap sebagai perubahan puerperium. Involusi atau pengurutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati dan Wulandari, 2008). 2.

Proses Involusi Uterus Pada akhir kala III persalinan, uterus berada digaris tengah kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Peningkatan kadar estrogen dan progesteron mempengaruhi pertumbuhan uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada hyperlasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa post partum penurunan kadar hormon- hormon ini menyebabkan autolisis. Proses involusi uterus

4

adalah sebagai berikut: a. Autolysis Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastik dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan. b. Atropi Jaringan Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otototot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. c. Efek Oksitoksin (kontraksi) Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, hal ini terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitoksin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostasis. Kontraksi dan retaksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. Selama 1 sampai 2 jam pertama post partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena itu penting menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara (Widyastuti, Suherni & Marianingsih, 2013) Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga

5

satu atau dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari. Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan- perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah bening. Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekspulsinplasenta dan membran yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian lapisan zona spongiosa pada decidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan decidua parietalis (lapisan sisa uterus). Decidua yang tersisa ini menyusun kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu : a. Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang akan terpakai lagi sebagai bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam dekat miometrium. b. Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis. Endometrium

akan

diperbaharui

oleh

proliferasi

epithelium

endometrium. Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari postpartum minggu ketiga kecuali di tempat implantasi plasenta. Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran Lochia biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lochia.

6

3. Involusi Alat-Alat Kandungan a. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Waktu

TFU

Pada akhir 2 cm di atas Persalinan Akhir minggu ke1

pusat ½ pusat syimpisis

Bobot uterus 900-1000

Diameter uterus

Palpasi servik

12,5 cm

Lembut/lunak

450-500 gram

7,5 cm

2 cm

200 gram

5,0 cm

1 cm

60 gram

2,5 cm

Menyempit

Gram

Akhir minggu ke- Tidak teraba 2 Akhir minggu ke-

Normal

6 Tabel 2.2 Perubahan Normal Uterus (Anggraini, 2010) Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara: 1) Segera setelah persalinan, TFU 2 cm diatas pusat, 12 jam kemudian 1 cm di atas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari. 2) Pada hari ke dua setelah persalinan TFU 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke-3- 4 TFU 2 cm dibawah pusat. Pada hari 5-7 TFU setengah pusat sympisis. Pada hari ke-10 TFU tidak teraba. Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran, dan konsistensi antara lain: 1) Penentuan lokasi uterus Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah umbilikus dan apakah fundus berada digaris tengah abdomen /bergeser ke salah satu sisi. 2) Penentuan ukuran uterus Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah

7

3) Penentuan konsistensi uterus Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus keras teraba sekeras batu dan uterus lunak dapat dilakukan, terasa mengeras dibawah jari-jari ketika tangan melakukan masasse pada uterus. Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam involusi tersebut disebut subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan dengan normal atau terlambat, bila subinvolusi uterus tidak tertangani dengan baik, akan mengakibatkan perdarahan yang berlanjut atau post partum haemorrhage. Ciri- ciri subinvolusi atau proses involusi yang abnormal diantaranya: tidak secara progesif dalam pengambilan ukuran uterus. Uterus teraba lunak dan kontraksi buruk, sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang konsisten, perdarahan pervaginam abnormal seperti perdarahan segar, lochia rubra banyak, peristen dan berbau busuk (Adriansyah, 2011) b. Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemotasis post partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan

oleh agregasi trombosit dan dan pembentukan bekuan.

Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostatis. Selama 1 sampai 2 jam pertama post partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang

dan

menjadi

tidak

teratur.

Karena

penting

sekali

untuk

mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (Pitosin) secara intravena atau intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir. Dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin (6). c. After pains Afterpains merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan dengan berbagai intensitas. Peristiwa ini merupakan hal yang sering dialami oleh multipara, yang otot-otot uterusnya tidak lagi dapat mempertahankan retraksi yang tetap karena penurunan tonus dari proses persalinan sebelumnya (17). Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap

8

kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (pada bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus (6). d. Lochea Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut dinamakan Lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik lochea terdiri dari eritrosit, peluruhan decidua, sel epitel dan bakteri. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran Lochea dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, antara lain. 1) Lochia Rubra/ merah (kruenta) muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Warnanya merah dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari decidua dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah. 2) Lochia Sanguinolenta muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum. Cairan berwarna merah kecoklatan dan berlendir. 3) Lochia Serosa muncul pada hari ke 7 sampai ke 14 postpartum. Warnanya kekuningan atau kecoklatan. Terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta. 4) Lochia Alba berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea rubra yang menetap pada awal periode postpartum menunjukkan adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya sisa/selaput plasenta.

Lochia

serosa/alba

yang berlanjut

bisa

menandakan

adanya

endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen. Bila pengeluaran Lochia tidak lancar maka disebut lochiastasis. Kalau

9

Lochia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan retroflexio uteri. Lochia mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama dengan secret menstrual. Bau yang paling kuat pada Lochia serosa harus dibedakan dengan bau yang menandakan infeksi. Lochia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lochia rubra, sejumlah kecil sebagai lochia serosa dan sejumlah lebih sedikit lagi lochia alba. Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lochia kira-kira 8 hingga 9 atau sekitar 240 hingga 270 ml (Sarwono, 2008). e. Serviks Serviks menjadi datar, sedikit tonus, lunak, dan edema serta mengalami banyak laserasi kecil segera setelah ibu melahirkan. Ukurannya mencapai 2 jari dan ketebalannya sekitar 1 cm. Dalam 24 jam, serviks dengan cepat memendek dan menjadi lebih keras dan lebih tebal. Mulut serviks secara bertahap menutup, ukurannya 2 sampai 3 cm setelah beberapa hari dan 1 cm dalam waktu 1 minggu. Pemeriksaan kolposkopik serviks menunjukkan adanya ulserasi, laserasi, memar, dan area kuning dalam beberapa hari setelah persalinan. Lesi-lesi tersebut biasanya lebih kecil dari 4 mm, lebih sering terlihat pada primipara. Pemeriksaan ulang dalam 6 sampai 12 minggu kemudian biasanya menunjukkan penyembuhan yang sempurna, kondisi ini mengindikasikan reepitalisasi yang cepat dari jaringan yang mengalami trauma (18). Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks, yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 post partum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2. Muara serviks eksternal tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah (6).

10

f. Vagina dan Perineum Vagina menjadi lunak dan membengkak dan memiliki tonus yang buruk setelah persalinan. Setelah tiga minggu, vaskularisasi, edema, dan hipertropi akibat kehamilan dan persalinan berkurang secara nyata. Vagina bagian bawah pada umumnya mengalami banyak laserasi superfisial setelah melahirkan, primipara mungkin mengalami robekan kecil pada fasia dibawahnya dan otototot vagina. Estrogen post partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada akhir minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Lebih dari separuh wanita pasca partum kembali melakukan aktivitas seksual pada 2 bulan pasca partum dengan waktu median senggama yang nyaman sekitar 3 bulan pasca partum (17). Pada awalnya, introitus mengalami ertematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan higiene yang baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dari introitus pada wanita nulipara. Episiotomi hanya dilakukan bila wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat dengan jelas. Proses penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid (varises anus) sering mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defekator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir (6). g. Topangan Otot Panggul Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan

11

memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rektum (6). Tanda dan gejala relaksasi panggul biasanya muncul sekitar menopause, ketika terjadi perubahan atropik pada fasia dan penurunan efek tonik esterogen pada jaringan panggul. Tipe relaksasi panggul yang sering terjadi adalah rektokel, enterokel, prolaps uterus, uretrokel, dan sistokel. Latihan untuk membantu pemulihan panggul dan tonus otot panggul yang dianjurkan oleh Kegel dapat memperbaiki otot panggul (17). h. Payudara Berbeda dengan perubahan atrofik yang terjadi pada organ- organ pelvis, payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas, kecuali jika laktasi disupresi. Payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi (6). Pada bulan terakhir kehamilan, sel-sel parenkim yang terdapat pada alveoli payudara mengalami hipertropi dan menghasilkan kolostrum, suatu cairan encer berwarna kuning. Penurunan kadar estrogen dan progesteron yang tiba-tiba pada saat melahirkan dan pengeluaran plasenta tampaknya memulai laktasi (17). i. Tuba Falopii dan Ligamen Perubahan histologik pada tuba falopii menunjukkan pengurangan ukuran selsel sekretonik, penurunan ukuran dan jumlah sel-sel selia, dan atropi epitelium tuba. Setelah 6 sampai 8 minggu epitilium mencapai suatu kondisi fase folikular awal siklus menstruasi. Membutuhkan sekitar 2 sampai 3 bulan agar ligamen tersebut kembali ke ukuran dan posisi normal (17). j. Dinding Abdomen Dinding abdomen pulih sebagian dari peregangan yang berlebihan, tetapi tetap lunak dan kendur selama beberapa waktu. Kuliat akhirnya kembali elastis, tetapi striae menetap karena terjadi rupture serat elastis kutis. Proses involusi pada struktur abdomen membutuhkan waktu minimal 6 minggu. Jika otot mengalami regangan yang berlebihan atau kehilangan tonusnya, maka terjadi suatu pemisahan

yang

jelas

atau

diastasis.

Istirahat,

diet,

latihan

yang

direkomendasikan, mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar dapat sangat memulihkan tonus otot dinding abdomen (17).

12

4. Involusi tempat plasenta Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. E Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam deciduas basalis. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. 5. Perubahan normal pada uterus selama post partum Mengalami involusi rata-rata satu jari perhari, menjadi organ pelvik dalam 9-10 hari (tidak teraba), tempat penempelan plasenta sembuh dalam 6 minggu. Segera setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan rongga dibagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, tetapi kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi. Keadaan ini disebabkan sebagian oleh kontraksi uterus dan mengecilnya ukuran masingmasing sel miometrium dan sebagian lagi oleh proses otolisis, yaitu sebagian material protein dinding uterus dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana yang kemudian diabsorbsi (17). Tinggi fundus uterus pada hari pertama ibu post partum tinggi fundus uterus kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima post partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat dan hari ke 10 fundus sukar diraba di atas symphisis. Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil (12).

13

Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam involusi disebut subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan dengan normal atau terhambat, bila subinvolusi uterus tidak ditangani dengan baik, akan mengakibatkan perdarahan yang berlanjut atau post partum haemorrhage. Ciri-ciri subinvolusi atau proses involusi yang abnormal diantaranya, tidak secara progresif dalam pengembalian ukuran uterus, uterus teraba lunak dan kontraksinya buruk, sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang persisten, perdarahan pervagina abnormal seperti perdarahan segar, lochea rubra banyak, persisten, dan berbau busuk (6). C. Pijat Oksitosin

1. Pengertian Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan 2. Mekanisme kerja oksitosin Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh hipofisis posterior yang akan dilepas ke dalam pembuluh darah jika mendapatkan rangsangan yang tepat. Efek fisiologis dari oksitosin adalah merangsang kontraksi otot polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun setelah persalinan sehingga akan mempercepat proses involusio uterus. Selain itu, oksitosin juga akan mempunyai efek pada payudara yaitu akan meningkatkan pemancaran ASI dan kelenjar mamae (let down reflek) Oksitosin merupakan hormon yang menyebabkan kontraksi otot polos uterus. Sehingga, dapat memperlancar proses persalinan dan mempercepat proses involusio uterus. Selain itu, oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang miometrium kontraksi. Kontraksi uterus merupakan kompleks dan terjadi karena adana pertemuan antara aktin dan myosin. Dengan demikian aktin dan myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan antara aktin dan myosin disebabkan karena adanya myocin light chine kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase, proses ini dapat dipercepat oleh banyaknya ion kalsium yang masuk ke dalam intra

14

sel. Sedangkan oksitoksin merupakan suatu hormon yang dapat memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel. Dengan dikeluarkannya hormon oksitosin akan memperkuat ikatan aktin dan myosin sehingga kontraksi uterus akan semakin kuat. Manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit. 3. Cara melakukan pijat oksitosin Pijat oksitosin merupakan upaya untuk meningkatkan kontraksi uterus setelah melahirkan, sehingga tindakan untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin dilakukan sedini mungkin disesuaikan dengan kemampuan pasien. Adapun kondisi ibu post partum yang dapat menyebabkan pijat oksitosin tidak dapat dilakukan sedini mungkin adalah ibu post sectio casearea hari ke-0, hal ini disebabkan pada hari tersebut ibu masih terpengaruh oleh efek anastesi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan pijat oksitosin tidak dapat dilakukan adalah ibu post partum dengan gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Oksitosin merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus otak dan dilepaskan ke aliran darah dari bagian belakang kelenjar pituitari. Hormon ini diekskresi selama persalinan ketika janin merangsang mulut rahim sehingga memicu otot-otot rahim berkontraksi. Selain berdampak pada rahim, oksitosin juga penting dalam memicu pengeluaran air susu dari payudara. Pemicu terpenting untuk mengeluarkan oksitosin adalah rangsangan fisik pada puting payudara. Bahan dan alat yang digunakan perawat dalam pemijatan oksitosin adalah baby oil atau minyak kelapa atau minyak zaitun agar tangan perawat lebih mudah dalam melakukan massage. Air hangat yang digunakan untuk membersihkan ulang belakang setelah dilakukan massage, dan hantuk untuk mengeringkan. Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin sebagai berikut : 1) Melepaskan baju ibu bagian atas 2) Ibu miring ke kanan maupun kekiri, lalu memeluk bantal 3) Memasang handuk 4) Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil

15

5) Melakukan pemijatan dengan meletakkan kedua ibu jari sisi kanan kan kiri dengan jarak jari satu tulang belakang, gerakan tersebut dapat merangsang keluarnya oksitosin yang dihasilkan oleh hipofisis posterior. 6) Menarik kedua jari yang berada di costa ke 5-6 menyusuri tulang belakang dengan bentuk melingkar kecil dengan kedua ibu jarinya. 7) Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang kearah bawah, dari leher kearah tulang belikat, selama 2-3 menit 8) Mengulangi pemijatan hingga 3 kali 9) Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara bergantian.

Gambar 1. Teknik Pijat Oksitosin 4. Waktu Pelaksanaan Pijat oksitosin ini sebaiknya dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI. Pijat oksitosin juga dapat dilakukan ketika ibu merasa sedang pusing, badan pegalpegal dengan durasi waktu 2-3 menit. Hockenberry (2002) menyebutkan bahwa pijat oksitosin lebih efektif apabila dilakukan dua kali sehari yaitu tiap pagi dan sore hari.

16

BAB III TAHAP PELAKSANAAN A. Pengertian Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai dari costa ke 5-6 sampai scapula akan mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian belakang sehingga oksitosin keluar. Pijat oksitosin, dilakukan 2 kali sehari selama kurang lebih 2-3 menit pada siang dan sore hari selama 7 hari berturut-turut. Efek pemijatan oksitosin itu

sendiri

dapat

dilihat

reaksinya

setelah

6-12

jam

pemijatan.

B. Tujuan 1. Untuk meningkatkan kontraksi uterus setelah melahirkan. 2. Untuk merangsang hormone oksitosin. 3. Untuk mempertahankan produksi ASI.

C. Alat Dan Bahan 1. 2 buah handuk besar bersih 2. Air hangat dan air dingin dalam baskom 3. 2 buah Waslap atau sapu tangan dari handuk 4. Minyak kelapa atau baby oil pada tempatnya

D. Tahap Orientasi 1. Persiapan pasien a. Melakukan informed consent, menjelaskan tujuan dan keuntungan dilakukan tindakan. b. Memposisikan pasien dengan posisi nyaman c. Memastikan pasien dalam keadaan rileks dan tidak emosional d. Memastikan area pemijatan tidak terdapat luka atau bengkak 2. Persiapan pijat oksitosin a. Mencuci tangan sebelum kontak dengan klien, kuku tidak boleh panjang dan tajam 17

b. Pemijat dalam posisi nyaman sehingga pemijat dapat bergerak bebas dan memijat dengan tepat c. Memastikan ibu jari pemijat tidak sedang cedera karena pemijatan dilakukan dengan menggunakan ibu jari 3. Persiapan lingkungan Ruangan sebaiknya memiliki sirkulasi udara yang baik dan tidak bising

E. Tahap Kerja 1. Mencuci tangan dengan 7 langkah 2. Membantu melepaskan pakaian bagian atas dan bra ibu 3. Mengatur posisi ibu 4. Memasang handuk 5. Ibu duduk bersandar ke depan melipat lengan d atas meja di depan dan meletakkan kepala diatas lengan nya, payudara tergantung lepas tanpa baju 6. Melumuri kedua telapak tangan dengan baby oil 7. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang dengan menggunakan kepalan tinju kedua tangan dan ibu jari menghadap kearah atas atau depan. 8. Menekan dengan kuat, membentuk gerakan lingkaran kecil dengan kedua ibu jarinya menggosok ke arah bawah di kedua sisi tulang belakang pada saat yang sama dari leher ke arah tulang belikat dilakukan selama 10-15 menit 9. Dilakukan pemijatan selama 2 hari 4 kali pemijtan 10. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secra bergantian 11. Membantu pasien memakai bra dan pakaian kembali 12. Merapikan pasien 13. Membereskan alat 14. Mencuci tangan dengan 7 langkah. Depkes RI, 2007

F. Evaluasi 1. Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti tehnik refleksi oksitosin (perawatan payudara) 2. Pengukuran Tinggi Fundus Uterus 3. Evaluasi perasaan ibu 18

4. Simpulkan hasil kegiatan 5. Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya 6. Akhiri kegiatan 7. Perawat cuci tangan

G. Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang, kegiatan dan hasil pengamatan)

19

DAFTAR PUSTAKA

Sri Rahayu, Aris Sugiharto. Efektifitas pijat oksitosin terhada involusi uteri dan produksi asi pada ibu post partum di kecamatan kaliwungi kabupaten kendal

/

Indonesia Jurnal Kebidanan Vol No. 1 (2018) 57-62. Leli Khairani, Maria Komariah, Wiwi Mardiah. Pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum di ruang post partum kelas iii RSHB Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.

20

Related Documents

Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58

More Documents from "ibti"

Cover.docx
October 2019 3
Cover.docx
October 2019 4
Cover.docx
October 2019 7
Undangan Mi Mliwang.docx
October 2019 4
Laporan Rini.docx
August 2019 6