BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organisation (WHO), Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa dan memiliki sifat positif untuk menggambarkan tentang kedewasaan seta kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa tersu bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia jangka panjang (Kemenkes RI, 2016). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI) tahun 2013, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa psikotik/skizofrenia saja tapi kecemasan, depresi dan penggunaan Narkota Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA) juga menjadi masalah gangguan jiwa. Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/skizofrenia di Indonesia pada tahun 2016 adalah 1.728 orang. Proporsi rumah tangga yang pernah mengalami gangguan jiwa berat sebesar 1.655 rumah tangga dari 14,3% terbanyak tinggal di pedesaan, sedangkan yang tinggal diperkotaan sebanyak 10,7%. Menurut Riskesdas (2013), menunjukkan prevalensi gangguan mental emotional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan prevalansi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Hasil Riskesdas pada 2013 lalu menunjukan prevalensi gangguan jiwa berat di Kalimantan paling tinggi berada di Kalimantan Selatan yakni 1,4 per
1
seribu dari jumlah penduduk, selanjutnya diikuti Kalimantan Tengah yakni 0,9 per seribu dari jumlah penduduk, Kalimantan Barat yakni 0,7 per seribu dan Kalimantan Timur 1,4 per seribu. Salah satu gangguan jiwa adalah harga diri rendah. Harga diri rendah adalah
perasaan
tidak
berharga,tidak
berarti
dan
rendah
diri
yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. penulis juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri,berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah (Farida,2011). Tenaga kesehatan harus meningkatkan pelayanan kesehatan kepada klien yang mengalami gangguan jiwa, salah satunya meningkatkan dukungan keluarga. Dukungan keluarga merupakan unit paling dekat dengan klien serta keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan bagi klien serta keluarga dengan gangguan jiwa kepada keluarga mengenai masalah yang sedang dihadapi klien dan mencegah terjadinya kekambuhan. Asuhan Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang terkontribusi pada fungsi yang itegritas baik individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. Perawat memberikan asuhan sepanjang rentang asuhan. Upaya meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa, peran utama keluarga bagi pasien yang dirawat adalah sangat penting, karena keluarga merupakan orang terdekat dengan pasien. Dukungan dari pihak keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan pasien dengan gangguan jiwa pada keluarga mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh pasien dan mencegah terjadinya kekambuhan. Keberhasilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dirumah sakit akan sia-sia bila tidak dilanjtkan dengan perawatan dirumah sesuai dengan program perencanaan pasien pulang. Kurangnya pengetahuan dan ketidakmampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah dapat menyebabkan Pasien kambuh dan perlu rawat ulang dirumah sakit. Kunjungan rumah merupakan salah satu bagian dari upaya dalam mewujudkan keperawatan yang komprehensif dan holistik untuk proses penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa.
2
Home visite adalah suatu kegiatan kunjungan rumah dimana petugas yang ditugaskan akan mengunjungi rumah dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dari keluarga kemudian memvalidasi data yang telah dicapai. Selain itu membantu keluarga dengan memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan perawatan keluarga pada klien khususnya perawatan dirumah. Kunjungan rumah atau home visite pada keluarga klien yang sedang dirawat atau pernah dirawat dirumah sakit sambang lihum Banjarmasin merupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan memberdayakan keluarga sehingga keluarga dapat melakukan perawatan klien dirumah. B. TUJUAN PELAKSANAAN 1. Tujuan Umum Untuk melengkapi dan memvalidasi data yang didapat pada klien serta melakukan asuhan keperawatan yaitu memberikan penyuluhan kesehatan jiwa kepada keluarga khususnya keperawatan yang dihadapi klien 2. Tujuan Khusus a. Memberikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan klien selama di ruang program khusus RSJ Sambang Lihum Banjarmasin b. Memvalidasi dan melengkapi data yang diperoleh dari klien dan dokumentasi medik tentang : 1) Alasan klien dirawat di Rumah Sakit 2) Riwayat keluarga 3) Faktor predisposisi dan Presipitasi 4) Genogram keluarga 5) Persepsi keluarga terhadap penyakit yang diderita klien 6) Harapan keluarga terhadap Klien c. Melakukan implementasi keperawatan yang berkaitan dengan diagnose keperawatan dan 5 tugas fungsi perkembangan keluarga 1) Keluarga dapat mengenal masalah kesehatan yang menyebabkan klien gangguan jiwa 2) Keluarga dapat mengambil keputusan dalam melakukan perawatan terhadap klien
3
3) Keluarga dapat merawat klien dirumah 4) Keluarga dapat memodifikasi lingkungan fasilitas yang terapeutik untuk merawat klien 5) Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat untuk merawat kesehatan klien d. Memberikan Pendidikan kesehatan kepada keluarga yaitu penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) Keluarga dengan halusinasi
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kasus (masalah utama) Harga Diri Rendah 2.2 Proses terjadinya masalah 1. Pengertian Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, serta pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri belum muncul saat bayi, tetapi mulai berkembang secara bertahap. Bayi mampu mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain serta mempunyai pengalaman dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri dipelajari melalui pengalaman pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain, dan interaksi dengan dunia di luar dirinya (Yusuf dkk., 2015). Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan. Sebaliknya, individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian (Yusuf dkk., 2015). Harga diri rendah adalah suatu kondisi dimana individu menilai dirinya atau kemampuan dirinya negatif atau suatu perasaan menganggap dirinya sebagai seseorang yang tidak berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. harga diri rendah dikarenakan penilaian internal maupun penilaian eksternal yang negatif. Penilaian internal merupakan penilaian dari individu itu sendiri, sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian dari luar diri individu (seperti orang tua, teman saudara dan lingkungan)
yang
sangat
mempengaruhi
(Nurhalimah, 2016).
5
penilaian
terhadap
dirinya
2. Etiologi Menurut (Keliat, 2009) : a. Faktor predisposisi Ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan harga diri rendah yaitu (Budi Ana Keliat, 2009): 1) Perkembangan individu yang meliputi: a) Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak dicintai kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal pula untuk mencintai orang lain. b) Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang-orang tuanya atau orang tua yang penting dekat dengan individu yang bersangkutan. c) Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang tua atau orang terdekat sering mengkritik serta merevidasikan individu. d) Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa rendah diri. 2) Ideal diri a) Individu selalu dituntut untuk berhasil. b) Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah. c) Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya diri.
b. Faktor presipitasi Faktor presipitasi atau stresor pencetus dari munculnya harga diri rendah mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti: (Budi Ana Keliat, 2009). 1) Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga keluarga merasa malu dan rendah diri. 2) Pengalaman traumatik berulang seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan, aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam dan perampokan. Respon
6
terhadap trauma pada umumnya akan mengubah arti trauma tersebut dan kopingnya adalah represi dan denial. c. Perilaku Dalam
melakukan
pengkajian,
perawat
dapat
memulai
dengan
mengobservasi penampilan klien, misalnya kebersihan, dandanan, pakaian. Kemudian perawat mendiskusikannya dengan klien untuk mendapatkan pandangan klien tentang gambaran dirinya. Gangguan perilaku pada gangguan konsep diri dapat dibagi sebagai berikut : Perilaku berhubungan dengan harga diri rendah. Harga diri yang rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Budi Ana Keliat, 2009).
3. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala harga diri rendah adalah (Townsend, 2008): a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi) b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri) c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri) d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan) e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. (Budi Anna Keliat, 2009)
4. Rentang Respon Neurobiologis
Adaptif
Maladaptif
Konsep diri positif
Harga diri rendah Keracunan identitas Deporsonalisasi
7
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat
dari
kemampuan
interpersonal,
kemampuan
intelektual
dan
penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif (Townsend, 2008). Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses (Townsend, 2008). Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan/ atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas (Townsend, 2008). Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak – kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian
yang
bertentangan,
hubungan
interpersonal
eksploitatif,
perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang lain (Townsend, 2008). Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya (Stuart & Sundeen, 2008). Individu mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
8
5. Klasifikasi Klasifikasi HDR berdasarkan teori penyebab, yaitu: a. HDR Situasional Yaitu HDR yang terjadi karena trauma secara tiba-tiba, misalnya pasca operasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah, PHK, perasaan malu (korban perkosaan, dipenjara, dituduh KKN) dan sebagainya. HDR terjadi disebabkan oleh: 1) Privacy yang kurang diperhatikan 2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit 3) Perlakuan yang tidak menghargai b. HDR Kronik Yaitu perasaan negative terhadap diri yang sudah berlangsung lama, klien mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit yang dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya.
6. Tingkatan Tingkatan konsep diri : Harga diri rendah, yaitu : a. Aktualisasi diri Pengungkapan pertanyaan atau kepuasan dari konsep diri positif, b.
Konsep diri positif Dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharpkannya dan sesuai dengan kenyataan,
c. Harga diri rendah Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai tujuan, d. Keracunan identitas Ketidakmampuan individu mengidentifikasi aspek psikologis pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan, perasaan hampa, dan lainlain. e. Depersonalisasi Merasa asing terhadap diri sendiri, kehilangan identitas, misalnya malu dan sedih karena orang lain.
9
7. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Keperawatan Keliat (2009) menguraikan empat cara untuk meningkatkan harga diri yaitu : 1)
Memberi kesempatan untuk berhasil
2)
Menanamkan gagaasan
3)
Mendorong aspirasi
4)
Membantu membentuk koping
b. Penatalaksanaan Medis Menurut (Stuart & Sundeen, 2008) : 1) Clorpromazine ( CPZ ) Indikasi: untuk sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran
diri
terganggu,
waham,
halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku aneh, tidak bekerja, hubungan sosial dan melakukan aktivitas rutin. Efek saamping : sedasi, gangguan otonomik serta endokrin. 2) Haloperidol ( HPL ) Indikasi : berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas dalaam fungsi netral serta fungsi kehidupan sehari-hari. Efek samping : sedasi, gangguan otonomik dan endokrin. 3) Trihexyphenidyl ( THP ) Indikasi : segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pascaa enchepalitis dan idiopatik. Efeksamping : hypersensitive terhadap trihexyphenidyl, psikosis berat, psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna. 4) Terapi okupasi / rehabilitasi Terapi yang terarah bagi pasien, fisik maupun mental dengan menggunakan aktivitas terpilih sebagai media. Aktivitas tersebut berupa kegiatan yang direncanakan sesuai tujuan ( Seraquel, 2004) 5) Psikoterapi Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif dan individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis
10
dengan maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat (Seraquel, 2004) 6) Terapi psikososial Kaplan and Sadock (2007), rewncana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan padaa kemampuan daan kekurangan pasien. Selain itu juga perlu dikembangkan terapi berorientasi keluarga, yang diarahkan untuk strategi penurunan stress dan mengatasi masalah dan perlibatan kembali pasien kedalam aktivitas.
11
2.2 Pohon Masalah
Effect
Effect
Core problem Effect
causa
Sumber: (Townsend, 2008).
2.3 Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul No 1
2
Masalah Keperawatan Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data Subyektif 1. Mengungkapkan
Data Obyektif 1.
tidak berdaya dan tidak ingin hidup 2. lagi 2. Mengungkapkan enggan berbicara 3. dengan orang lain 3. Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
1. Mengungkapkan
1. 2. 3.
ingin diakui jati dirinya 2. Mengungkapkan tidak ada lagi yang 4. peduli 3. Mengungkapkan 5. tidak bisa apa-apa 4. Mengungkapkan 6. dirinya tidak berguna
12
Ekspresi wajah kosong Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara Suara pelan dan tidak jelas
Merusak diri sendiri Merusak orang lain Menarik diri dari hubungan sosial Tampak mudah tersinggung Tidak mau makan dan tidak tidur Perasaan malu
5. Mengkritik
diri 7.
sendiri
3
Berduka disfungsional
1.
2.
3.
4.
Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi Mengungkapkan sedih karena tidak naik kelas Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain karena diceraikan suaminya Dan lain – lain…
Tidak nyaman jika jadi pusat perhatian
1. Ekspresi
wajah sedih 2. Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara 3. Suara pelan dan tidak jelas 4. Tampak menangis
2.4 Data yang Perlu Dikaji Pengkajian harga diri rendah dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasiendan keluarga(pelaku rawat).Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan melalui wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana penilaian Anda tentang diri sendiri? 2. Coba ceritakan apakah penilaian Anda terhadap diri sendiri mempengaruhi hubungan Anda dengan orang lain? 3. Apa yang menjadi harapan Anda? 4. Apa saja harapan yang telah Anda capai? 5. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai? 6. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi? Ungkapan negatif tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala harga diri rendah. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah didapatkan dari data subyektif dan obyektif, seperti tertera dibawah ini Data Subjektif : 1. Hal negatif diri sendiri atau orang lain 2. Perasaan tidak mampu
13
3. Pandangan hidup yang pesimis 4. Penolakan terhadap kemampuan diri 5. Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi Data Objektif : 1. Penurunan produktivitas 2. Tidak berani menatap lawan bicara 3. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi 4. Bicara lambat dengan nada suara lemah 5. Bimbang, perilaku yang non asertif 6. Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna
2.5 Diagnose Keperawatan Jiwa a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional. 2.6 Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Umum Khusus Isolasi sosial: Klien tidak Klien dapat menarik diri terjadi membina berhubungan gangguan hubungan dengan harga konsep diri : saling percaya diri rendah harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya. Diagnosa
14
Tindakan 1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan) 2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya 3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien 4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri Klien dapat 1. Klien dapat menilai mengidentifikasi kemampuan yang kemampuan dapat Diskusikan dan aspek kemampuan dan positif yang aspek positif yang dimiliki dimiliki 2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis 3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Klien dapat 1. Diskusikan menilai kemampuan dan kemampuan aspek positif yang yang dapat dimiliki digunakan. 2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah Klien dapat 1. Rencanakan bersama menetapkan / klien aktivitas yang merencanakan dapat dilakukan kegiatan sesuai setiap hari sesuai dengan kemampuan kemampuan 2. Tingkatkan kegiatan yang dimiliki sesuai dengan toleransi kondisi klien 3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
15
1. Beri kesempatan mencoba kegiatan
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional
kondisi dan kemampuan
yang telah direncanakan 2. Beri pujian atas keberhasilan klien 3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di ruma
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien. 2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat. 3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. 4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Klien dapat 1. Sapa ramah klien membina (verbal, non verbal) hubungan 2. Perkenalan diri saling percaya dengan sopan 3. Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien 4. Jelaskan tujuan pertemuan 5. Jujur, menepati janji 6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 7. Beri klien perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien Klien Dapat 1. Diskusikan mengidentifikasi kemampaun dan kemampuan aspek positif yang dan aspek dimiliki klien positif yang di 2. Setiap bertemu klien, miliki hindarkan memberi penilaian yang negatif
16
3. Utamakan memberi pujian yang realistik
Klien dapat 1. Diskusikan dengan menilai klien kemampian kemampuan yang masih dapat di yang digunakan gunakan selama sakit 2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
Klien dapat 1. Rencanakan menetapkan/ bersama klien merencanakan aktifitas yang dapat di kegiatan sesuai lakukan setiap hari dengan sesuai kemampuan : kemampuan Kegiatan mandiri, yang di miliki kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total 2. Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien 3. Beri contoh cara pelaksanan kegiatan yang boleh di lakukan
Klien dapat 1. Beri kesempatan melakukan pada klien untuk kegiatan sesuai mencoba kegiatan kondisi sakit yang telah di dan rencanakan kemampuannya 2. Beri pujian atas keberhasilan klien 3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah Klien dapat 1. Beri pendidikan memanfaatkan kesehatan pada sistem keluarga tentang cara pendukung merawat klien dengan Harga Diri Rendah.
17
yang ada 2. Bantu keluarga dikeluarga. memberikan dukungan selama klien dirawat. 3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
2.7 Strategi Pelaksanaan Tindakan Pasien
Keluarga
SP I
SP I
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien - Membantu klien menilai kemampuan klien yang masih dapat digunakan - Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien - Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih - Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasian klien - Menganjurkanklien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
- Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien - Menjelaskan pengertian HDR, tanda dan gejala serta proses terjadinya HDR - Menjelaskan cara merawat klien dengan HDR SP II - Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan HDR SP III
SP II
- Melatih keluarga melakukan cara - Mengevaluasi jadwal kegiatan merawat langsung kepada klien harian klien dengan HDR - Bantu klien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih - Latih kegiatan kedua (alat dan SP IV cara melakukannya) - Memasukan pada jadwal kegiatan - Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah untuk latihan : dua kegiatan termasuk minum obat (discharge masing-masing dua kali per hari planning) - Menjelskan follow up klien SP III setelah pulang.
18
- Evaluasi kegiatan pertama, kedua SP V dan ketiga yang telah dilatih - Evaluasi kegiatan keluarga dan berikan pujian dalam membimbing klien - Bantu klien memilih kegiatan melakukan kegiatan ketiga yang akan dilatih. - Nilai kemampuan keluarga - Latih kegiatan kedua (alat dan dalam membimbing klien cara melakukannya) - Nilai kemampuan keluarga - Masukan pada jadwal kegiatan melakukan kontrol ke RSJ/PKM untuk latihan: dua kegiatan masing-masing dua kali perhari. SP IV - Evaluasi kegiatan pertama kedua dan ketiga yang telah di latih dan berikan pujian - Bantu klien memilah kegiatan ketiga yang akan dilatih - Latih kegiatan (alat dan cara melakukannya) - Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan masing-masing dua kali perhari SP V - Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian - Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga - Nilai kemampuan yang telah mandiri - Masukan nilai apakah harga diri klien meningkat
19
BAB III HASIL KUNJUNGAN RUMAH 4.1 Memberikan Informasi Mengenai Kondisi Klien Di Rumah Sakit
4.2 Pengkajian Keluarga a. Alasan Klien Masuk Rumah Sakit b. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi c. Genogram Keluarga d. Psikososial dan Lingkungan e. Persepsi Keluarga tentang Penyakit Klien f.
Suport Sistem dalam Keluarga
g. Usaha-Usaha yang Dilakukan Keluarga 4.3 Pengetahuan Keluarga Menurut 5 Tugas Keluarga a. Keluarga Dapat Mengenali Masalah yang Dapat Menyebabkan Klien Kambuh b. Keluarga Dapat Mengambil Keputusan dalam Melakukan Perawatan Terhadap Klien c. Kemampuan Keluarga Merawat Anggota yang Sakit d. Keluarga Dapat Memodifikasi Lingkungan yang Terapeutik Dalam Merawat Klien e. Keluarga Dapat Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan yang Ada di Masyarakat 4.4 Rencana Tindakan Keperawatan a. Tahap Orientasi b. Tahap Kerja c. Tahap Terminasi 4.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
20
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
22