Proposal Bab1 Revisi Format Terbaru.docx

  • Uploaded by: Savira Dewi Hastutik
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Bab1 Revisi Format Terbaru.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,201
  • Pages: 45
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari disetiap jenjang pendidikan, dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Salah satu fungsi diberikannya mata pelajaran matematika yaitu sebagai alat untuk memecahkan masalah baik dalam mata pelajaran lain, dalam dunia kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari. NCTM (2000: 64) menyatakan bahwa matematika bukan kumpulan dari topik dan kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataannya pelajaran matematika sering dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang. Belajar matematika merupakan satu diantara sarana berpikir ilmiah dan logis serta mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, oleh sebab itu pembelajaran matematika yang diajarkan di jenjang sekolah menengah adalah pembelajaran matematika yang dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan nilai-nilai, memecahkan masalah dan melakukan tugas tertentu (Batari, 2017:2). Pembelajaran matematika di sekolah erat kaitannya dengan pencapaian kemampuan-kemampuan matematika itu sendiri. Menurut NCTM (2000: 29) terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan standar yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), representasi (representation) dan koneksi

(connections). Salah satu

kemampuan yang penting yang harus dimiliki oleh siswa yaitu kemampuan koneksi matematis. Karena koneksi matematika bertujuan agar siswa mampu menghubungkan antara materi yang satu dengan materi lainnya. Menurut Kartono (2017: 149) siswa dapat memahami konsep matematika yang mereka pelajari karena mereka telah menguasai materi prasyarat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, jika siswa mampu mengaitkan 1

materi yang mereka pelajari dengan pokok bahasan sebelumnya atau dengan mata pelajaran lain, maka pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur, memahami antar topik matematika, dan kemampuan siswa mengaplikasikan koneksi matematis dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari (Fajriani, 2017: 4). Kemampuan koneksi matematis siswa merupakan salah satu aspek kemampuan matematika penting yang harus dicapai melalui kegiatan belajar mengajar matematika. Sebab dengan mengetahui hubungan-hubungan matematika, siswa akan lebih memahami matematika dan juga memberikan mereka daya matematika lebih besar. NCTM (2000: 275) mengatakan bahwa tanpa koneksi matematika maka siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis patut dijadikan perhatian dalam pembelajaran matematika dan merupakan salah satu kemampuan terpenting yang harus dimiliki oleh siswa. Jika siswa memiliki kemampuan koneksi matematis maka siswa akan lebih mudah dalam memahami

pelajaran

matematika

karena

siswa

dapat

mengaitkan

pembelajaran yang sedang dipelajari dengan pembelajaran sebelumnya. Di balik pentingnya matematika dan kemampuan koneksi matematis bagi siswa, keadaan yang ada justru menunjukkan hasil sebaliknya. Pendidikan matematika belum termasuk baik. Karena matematika masih dianggap kurang menyenangkan bagi banyak siswa di sekolah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa siswa di MTs Negeri 1 Singkawang, banyak siswa yang mengatakan bahwa belajar matematika membosankan, pelajaran matematika sulit untuk dipahami bahkan sebagian siswa membenci pelajaran matematika dan menyatakan bahwa seharusnya mata pelajaran matematika ditiadakan dalam pelajaran. Hal ini sejalan dengan pernyatataan Fajriani (2017: 4-5) yang mengungkapkan bahwa matematika dianggap mata pelajaran yang sulit, tidak disenangi atau bahkan mata pelajaran yang paling dibenci oleh kebanyakan siswa. Pada saat pembelajaran matematika didalam 2

kelas, siswa cenderung pasif dan kurang kreatif. Hal ini mengakibatkan siswa kurang menggunakan kemampuan koneksinya dan mengakibatkan siswa tidak dapat

mengaitkan konsep baru dengan konsep lama yang telah

dipelajari. Kemampuan koneksi merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam belajar matematika. Dengan memiliki kemampuan koneksi matematis maka siswa akan mampu melihat matematika sebagai suatu ilmu yang antar topiknya saling kait mengkait serta bermanfaat dalam mempelajari pelajaran lain dan dalam kehidupan. Namun masih banyak siswa yang belum menguasai kemampuan koneksi dalam pembelajaran. Sugiman (2008: 66) mengatakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah, hal tersebut dilihat dari tes terbatas yang dicobakan kepada siswa di salah satu SMP yang menunjukkan bahwa tingkat kemampuan koneksi matematik siswa baru mencapai rata-rata 53,8%. Hal ini sejalan dengan fakta yang ditemukan peneliti dilapangan, dengan memberikan sebuah tes yang mengandung indikator kemampuan koneksi matematis kepada siswa kelas VIII di MTs Negeri 1 Singkawang yang dilakukan pada tanggal 22 November 2018 kepada 34 orang siswa, didapatkan hasil 12 orang siswa memiliki nilai diatas 70 dan 22 orang siswa memiliki nilai dibawah 70, artinya hanya 35% siswa yang memiliki kemampuan koneksi matematis yang tinggi dan 65% siswa memiliki kemampuan koneksi matematis yang rendah. Salah satu hasil pengerjaan siswa terhadap soal kemampuan koneksi matematis dapat di lihat pada gambar berikut.

3

Gambar 1. Hasil prariset Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa siswa tidak dapat mengerjakan soal kemampuan koneksi matematis. Siswa tidak dapat mengerjakan soal yang berisikan indikator-indikator kemampuan koneksi matematis dengan salah satu indikator koneksi matematis yaitu memahami representasi ekuivalen konsep yang sama yang terdapat pada bagian 1. D. Siswa diminta untuk menggambar dua buah segitiga dari sebuah persegi panjang telah digambar, namun siswa terlihat kesulitan dalam mengetahui hubungan yang terdapat

antara

persegi

panjang

dan

segitiga.

Siswa

tidak

dapat

menggambarkan dengan benar bedasarkan perintah yang dimaksud didalam soal. Maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa di MTs Negeri 1 Singkawang masih sangat rendah. Terjadinya kesulitan siswa dalam mengkoneksikan matematika antara lain dipengaruhi oleh gaya belajar karena gaya belajar sesesorang menentukan bagaimana siswa bisa menyerap sesuatu melalui inderanya diantara panca 4

inderanya, indera mana yang lebih berkembang pada saat proses belajar tersebut berlangsung. Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi (Amir, 2015: 163). Untuk mengenali gaya belajar yang ada pada diri siswa, bukan merupakan hal yang sulit karena gaya belajar seseorang merupakan salah satu dari karakteristik individu. Dengan kata lain, gaya belajar tercermin dari pribadi dan kemampuan seseorang. salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua agar anaknya memiliki prestasi yang baik adalah dengan menemukan gaya belajar anak dan menerima anak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang dapat menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi atau bahan pelajaran. Kemampuan menyerap dan mengatur informasi bagi setiap orang berbedabeda dan sangat mempengaruhi gaya belajarnya. Deporter (Hartati, 2013: 228) mengatakan bahwa berdasarkan modalitas, ada siswa yang senang belajar dengan menggunakan penglihatan, pendengaran atau gerakan. Modalitas individu adalah kemampuan mengindera untuk menyerap bahan informasi maupun bahan pelajaran. Gaya belajar berdasarkan modalitas ini terdiri dari tipe visual, auditori, dan kinestetik. Hartati (2013: 228) mengungkapkan ketiga tipe gaya belajar memiliki arti yang berbeda-beda. (1) gaya belajar visual yaitu belajar dengan cara

melihat,

metode

yang

digunakan

lebih

dititikberatkan

pada

peragaan/media. (2) gaya belajar auditorial yaitu belajar dengan cara mendengar, pada tipe ini siswa mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya). (3) gaya belajar kinestetik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentu. Setiap siswa memiliki cara atau gaya belajar yang berbeda-beda dalam menyerap suatu pelajaran, maka hasil yang didapatkan

oleh

siswa

juga

berbeda-beda

tergantung

pada

suatu

kecenderungan gaya belajar yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan Kartono (2018: 154-155) yang mengatakan bahwa siswa dengan gaya belajar visual dapat menuliskan langkah penyelesaian masalah dengan sistematis dan jelas, 5

siswa dengan gaya belajar auditori menuliskan langkah penyelesaian masalah dengan sistematis tetapi tidak menuliskan penyelesaian secara lengkap dan siswa dengan gaya belajar kinestetik dalam menyelesaikan soal koneksi matematis tidak teliti, siswa dapat menuliskan langkah penyelesaian masalah dengan sistematis tetapi tidak menuliskan penyelesaian secara lengkap. Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru matematika di MTs Negeri 1 Singkawang

mengenai

kemampuan

siswa

dalam

mengerjakan

soal

matematika berdasarkan gaya belajar yang dimiliki oleh masing-masing siswa didapatkan data-data bahwa hanya siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik saja yang dapat mengerjakan soal-soal atau contoh yang diberikan pada saat pelajaran matematika, sedangkan siswa yang memiliki gaya belajar auditorial tidak dapat mengerjakan soal-soal atau contoh yang diberikan oleh guru pada saat pelajaran matematika. Hal tersebut juga diperkuat dengan data ulangan salah satu kelas VIII yang dianalisis oleh peneliti berdasarkan gaya belajar masing-masing siswa yang menunjukan bahwa siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik lebih banyak yang memiliki nilai yang tinggi dibanding dengan siswa dengan gaya belajar auditori. Data yang didapat pada saat ulangan harian, masih banyak siswa yang nilainya belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu: 70. Kemampuan

koneksi

matematis

yaitu

kemampuan

siswa

untuk

mengaitkan mata pelajaran matematika baik dalam kehidupan sehari-hari, kaitan matematika dengan mata pelajaran lain selain matematika serta kaitan antar topik matematika itu sendiri. Sementara itu setiap siswa memiliki sebuah kecenderungan belajar dan cara atau gaya belajar yang berbeda–beda dalam memahami suatu materi yang disampaikan. Maka dari itu peneliti akan melihat kemampuan siswa dalam mengkoneksikan atau mengaitkan matematika berdasarkan gaya belajar yang dimiliki oleh masing-masing siswa, antara lain kemampuan koneksi matematis siswa yang dilihat dari gaya belajar visual, kemampuan koneksi matematis siswa yang dilihat dari gaya belajar auditori dan kemampuan koneksi matematis siswa yang dilihat dari gaya belajar kinekstetik. 6

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar pada Materi SPLDV Kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang”. B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan

latar belakang di atas maka timbul beberapa

permasalah yaitu: a.

Matematika di anggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami, mata pelajaran yang paling membosankan, tidak disenangi atau bahkan mata pelajaran yang paling dibenci. Hal ini berdasarkan wawancara dengan sebagian siswa MTs Negeri 1 Singkawang

b.

Kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah, hal ini berdasarkan hasil prariset yang didapat

c.

Setiap siswa memiliki cara belajar yang berbeda-beda untuk memahami pelajaran matematika berdasarkan gaya belajar yang dimiliki oleh masing-masing siswa, siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik memiliki pemahaman yang lebih tinggi terhadap pelajaran matematika dibandingkan dengan siswa dengan gaya belajar auditori

d.

Ketuntasan belajar siswa masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu: 70

2. Rumusan Masalah a. Bagaimana kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang? b. Apa saja faktor yang mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang? C. Tujuan Penelitian

7

Adapun yang menjadi sub-sub tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

Untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang

2.

Untuk mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan proposal ini adalah: 1.

Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan khususnya matematika yang dapat digunakan sebagai bahan referensi dan dapat memberikan informasi teoristis maupun empiris, khususnya bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan ini.

2.

Manfaat praktis a. Dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan pengetahuan serta bahan perbandingan bagi pembaca yang akan melakukan penelitian, khususnya mengenai gaya belajar siswa dan kemampuan koneksi matematis siswa. b. Bagi peneliti Mendapat pengalaman cara meneliti tentang analisis kemampuan koneksi matematis siswa yang ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1.

Kemampuan Koneksi Matematis Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mengatakan kemampuan memiliki arti kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Koneksi memliki arti hubungan yang dapat memudahkan (melancarkan) segala urusan

(kegiatan).

Sedangkan

matematis

merupakan

hal

yang

bersangkutan dengan matematika atau bersifat matematika. Koneksi matematis dapat didefinisakan sebagai hubungan antar konsep yang berkaitan dengan matematika. Astridayani

(2017: 11–12) mengatakan

bahwa koneksi matematis berasal dari bahasa inggris “Mathematical Connection” yang kemudian dipopulerkan oleh NCTM yang mengulas masalah ini untuk pembelajaran matematika dari tingkat dasar sampai menengah. Astridayani (2017: 13) mengatakan bahwa koneksi matematis adalah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik untuk memahami dan menerapkan hubungan antar konsep di dalam maupun luar matematika yang saling berkaitan. Koneksi internal adalah menghubungkan antar konsep dalam matematika, sedangkan koneksi eksternal adalah menghubungkan antar konsep matematika dengan bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Sinambela (2017: 03) mengatakan bahwa koneksi matematika memegang peranan yang amat penting dalam upaya meningkatkan pemahaman matematika. Kemampuan koneksi matematis menjadi sangat penting karena membantu penguasaan pemahaman konsep yang bermakna dan membantu menyelesaikan tugas matematika melalui keterkaitan antar konsep matematika dan antara konsep matematika dengan konsep dalam disiplin ilmu lain atau kehidupan sehari-hari. 9

Koneksi matematis membantu peserta didik mengembangkan pemahaman dan mempertajam pemikiran mereka terhadap matematika. Koneksi mengacu pada kemampuan untuk melihat dan membuat hubungan antara ide-ide matematika, antara matematika dan mata pelajaran lain, dan antara matematika dan kehidupan sehari-hari. Sinambela (2017: 14-15) mengatakan bahwa koneksi matematis adalah kemampuan yang sangat penting, karena matematika adalah seperangkat keterampilan, strategi, konsep, dan pengetahuan di mana peserta didik harus mampu memanipulasi dan menerapkan berbagai konteks. Sinambela (2017: 15) mengatakan bahwa kemampuan koneksi matematis diperlukan oleh peserta didik dalam mempelajari topik matematika yang saling terkait. Matematika tidak diajarkan secara terpisah antar topik. Masing-masing topik dapat dilibatkan atau terlibat dengan topik lainnya. Oleh karena itu, pemahaman peserta didik pada suatu topik akan membantu untuk memahami topik yang lain, tetapi hal ini dapat terjadi jika peserta didik mampu mengoneksikan topik-topik tersebut. Sumarmo

(Lestari,

2015:

83)

mengemukakan indikator dari

kemampuan koneksi matematis antara lain: a. Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur b. Memahami hubungan antar topik matematika c. Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari d. Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama e. Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen f. Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk memahami dan menerapkan hubungan keterkaitan antar konsep matematika dan antara konsep matematika dengan konsep dalam disiplin ilmu lain atau dalam kehidupan sehari-hari. 10

Indikator kemampuan koneksi matematis yang diukur dalam penelitian ini antara lain: a. Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur b. Memahami hubungan antar topik matematika c. Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari d. Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama e. Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen f. Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain 2. Gaya Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gaya adalah tingkah laku, gerak-gerik dan sikap. Sedangkan belajar adalah menuntut ilmu. Belajar pada umumnya merupakan aktivitas individu untuk mencari dan memperoleh pengetahuan, pengalaman maupun informasi melalui bahan belajar ataupun dari lingkungan. Untuk mendapatkan pengetahuan, seseorang menggunakan cara belajar yang berbeda-beda. Cara belajar yang digunakan oleh seseorang dalam belajar disebut juga dengan gaya belajar. Amir (2015: 163) mengatakan bahwa gaya belajar siswa adalah cara yang disukai siswa dalam belajar dan berpikir untuk menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Perbedaan ini dapat dilihat dari perilaku keseharian siswa yang konsisten. Sundayan (2016: 76) mengatakan bahwa gaya belajar merupakan

kebiasaan siswa dalam

memproses bagaimana menyerap informasi, pengalaman, serta kebiasaan siswa dalam memperlakukan pengalaman yang dimilikinya. Jika siswa akrab dengan gaya belajarnya sendiri, maka siswa dapat mengambil langkah-langkah penting untuk membantu diri siswa belajar lebih cepat dan lebih mudah, sehingga hal ini akan mendukung pula terhadap apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran. Gaya belajar ditandai dengan cara konsisten siswa dalam merespon dan menggunakan stimulus yang diterimanya dalam aktivitas belajar.

11

Hartati ( 2013: 232) mengatakan bahwa setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Untuk itu dalam menyampaikan materi pelajaran dalam hal ini matematika diperlukan kreatifitas seorang guru agar dapat menciptakan sebuah pengajaran yang menyenangkan bagi seluruh siswanya. Depoter dan Hernacki (2010: 112) mengatakan bahwa gaya belajar siswa meliputi gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik (V-AK). a. Gaya Belajar Visual Gaya belajar visual adalah belajar dengan cara melihat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata atau penglihatan (visual), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih dititikberatkan pada peragaan atau media yaitu dengan cara melihatkan langsung alat peragaan atau menggambarkannya di papan tulis. Ciri-ciri gaya belajar visual antara lain: 1) Bicara agak cepat 2) Tidak mudah terganggu oleh keributan 3) Mengingat yang dilihat daripada yang didengar 4) Lebih suka membaca daripada dibacakan b. Gaya Belajar Auditori Gaya belajar audiotori adalah belajar dengan cara mendengar. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu guru sebaiknya memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Ciri-ciri gaya belajar auditori antara lain: 1) Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri 2) Mudah terganggu oleh keributan 3) Belajar

dengan

mendengarkan

dan

mengingat

didiskusikan dari pada yang dilihat 4) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan c. Gaya Belajar Kinestetik 12

apa

yang

Gaya belajar kinestetik adalah belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Gaya belajar ini mengandalkan aktivitas belajarnya kepada gerakan. Para pelajar kinestetik suka belajar melalui gerakan, dan paling baik menghapal informasi dengan mengasosiasi gerakan dengan setiap fakta. Mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka. Ciri-ciri gaya belajar kinestetik antara lain: 1) Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan 2) Belajar melalui manipulasi dan praktek 3) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat 4) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca Walaupun setiap siswa memiliki gaya belajar (V-A-K). Akan tetapi sebagian besar siswa kecenderungan memiliki salah satu dari gaya belajar (V-A-K). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara yang disukai siswa dalam belajar dan berpikir untuk menyerap, mengatur, dan mengolah informasi melalui sebuah kebiasaan siswa dalam memproses bagaimana menyerap informasi, pengalaman, serta kebiasaan siswa dalam memperlakukan pengalaman yang dimilikinya berdasarkan tiga tipe gaya belajar, yaitu: a) Gaya belajar visual b) Gaya belajar auditorial c) Gaya belajar kinestetik 3. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Koneksi Matematis Dalam kamus besar bahasa Indonesia, faktor berarti hal (keadaan atau peristiwa) yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya sesuatu. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan (Hanik, 2015: 16-17). Adapun faktor-faktor kesulitan belajar antara lain: a. Faktor Intern 13

1) Sebab yang bersifat fisik : karena sakit, karena kurang sehat atau sebab cacat tubuh. 2) Sebab yang bersifat karena rohani : intelegensi, bakat, minat, motivasi, faktor kesehatan mental, tipe-tipe khusus seorang pelajar. b. Faktor Ekstern 1) Faktor Keluarga, yaitu tentang bagaimana cara mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak. Faktor suasana : suasana sangat gaduh atau ramai. Faktor ekonomi keluarga : keadaan yang kurang mampu. 2) Faktor Sekolah, misalnya faktor guru, guru tidak berkualitas, hubungan guru dengan murid kurang harmonis, metode mengajar yang kurang disenangi oleh siswa. Faktor alat : alat pelajaran yang kurang lengkap. Faktor tempat atau gedung. Faktor kurilulum : kurikulum yang kurang baik, misalnya bahan-bahan terlalu tinggi, pembagian yang kurang seimbang. Waktu sekolah dan disiplin kurang. 3) Faktor Mass Media dan Lingkungan Sosial, meliputi bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik. Lingkungan social meliputi teman bergaul, lingkungan tetangga, aktivitas dalam masyarakat. Menurut

Rahmawati

(2017:

11)

adapun

faktor-faktor

yang

menyebabkan kesulitan koneksi matematis yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal adalah sebagai berikut : a. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa mengakibatkan siswa tidak dapat menyelesaikan soal koneksi yang diberikan. b. Ketidaklancaran prosedur juga menjadi penyebab tidak lengkapnya jawaban siswa sehingga terjadi pengurangan skor pada soal. Hal ini juga menyebabkan kemampuan koneksi yang ada pada siswa kurang terlihat. 14

c. Rendahnya kemampuan penalaran yang ada pada siswa juga menjadi faktor penyebab kesulitan siswa untuk memecahkan masalah yang ada pada soal sehingga tidak jarang beberapa siswa mengalami kesalahan strategi untuk memecahkan permasalahannya. d. Ketidaktelitian dalam membaca soal juga menjadi hambatan dalam menyelesaikan soal cerita materi SPLDV yang menggunakan aspek koneksi antar topik matematika sehingga siswa juga sulit untuk menggunakan konsep yang seperti apa yang ada hubungannya di soal. e. Daya ingat yang dimiliki siswa lemah, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam pengerjaan soal karena materi yang diteskan sudah lewat. 4. Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) Mauhibah (2012: 89) mengatakan bahwa sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) adalah persamaan yang memiliki dua variabel berpangkat satu (linier). Kurniawan (2015: 5) mengatakan bahwa SPLDV adalah suatu sistem persamaan yang terdiri atas dua persamaan linier yang masing-masing memiliki dua variabel. Nungkir ( 2015: 3) mengatakan bahwa sistem persamaan linier dua variabel adalah dua atau lebih persamaan linier dengan dua variabel yang disajikan secara bersamaan. Ontetmoli (2014: 6) mengatakan bahwa Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) adalah persamaan yang hanya memiliki dua variabel dan masing-masing variabel berpangkat satu. Dengan bentuk umum yaitu: 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 , dengan a,b,c ∈ R dan a ≠ 0, b ≠ 0 Bentuk-bentuk dari SPLDV antara lain: 2𝑥 + 3𝑦 = 8

SPLDV dengan variabel 𝑥 dan 𝑦

𝑥+𝑦 =2 4𝑎 + 𝑏 = 8

SPLDV dengan variabel 𝑎 dan 𝑏

𝑎−𝑏 =1 Metode-metode untuk mencari penyelesaian SPLDV antara lain: a. Metode Substitusi 15

Kurniawan ( 2015: 10) mengatakan bahwa metode substitusi yaitu mengubah salah satu persamaan dengan salah satu variabel dinyatakan dalam variabel lain. Selanjutnya, persamaan baru yang didapat disubstitusikan ke dalam persamaan yang lain. Mauhibah (2012: 89) mengatakan bahwa metode substitusi adalah metode penyelesaian SPLDV dengan cara menggantikan satu variabel dengan variabel dari persamaan yang lain. Contoh: 4𝑥 + 𝑦 = 12 4𝑥 + 2𝑦 = 16 Penyelesaian: 4𝑥 + 𝑦 = 12 ↔ 𝑦 = 12 − 4𝑥 Langkah pertama, substitusikan 𝑦 = 12 − 4𝑥 ke persamaan 4𝑥 + 2𝑦 = 16, sehingga diperoleh: 4𝑥 + 2 (12 − 4𝑥) = 16 …… substitusi dari 𝑦 = 12 − 4𝑥 4𝑥 + 24 − 8𝑥 = 16

…… sifat distributif

4𝑥 − 8𝑥 + 24 = 16

…… sifat asosiatif

− 4𝑥 + 24 = 16

…… pengurangan pada bilangan bulat

− 4𝑥 + 24(−24) = 16 − 24

……. kedua ruas di kali (-24)

− 4𝑥 + 0 = 16 − 24

…… invers

− 4𝑥 = −8

…… identitas

−4

…… kedua ruas di bagi (-4)

−8

𝑥 = −4 −4 𝑥=2

Langkah kedua, nilai 𝑥 = 2 disubstitusikan ke salah satu persamaan, misalnya ke persamaan 4𝑥 + 𝑦 = 12 sehingga diperoleh: 4(2) + 𝑦 = 12

….. substitusi dari 𝑥 = 2

8 + 𝑦 = 12

…. sifat distributif

8 + (−8)𝑦 = 12 − 8

….. kedua ruas dikali (-8)

𝑦=4

16

Jadi persamaan SPLDV tersebut adalah 𝑥 = 2 dan 𝑦 = 4. Himpunan penyelesaiannya ditulis HP = {(2, 4)} b. Metode Eliminasi Kurniawan (2015: 12) mengatakan bahwa metode eliminasi adalah metode dengan cara menghilangkan salah satu variabel untuk memperoleh nilai variabel yang lain. Mauhibah (2012: 90) mengatakan bahwa metode eliminasi adalah metode SPLDV dengan cara menghilangkan salah satu variabel. Contoh: 4𝑥 + 𝑦 = 12 4𝑥 + 2𝑦 = 16 Penyelesaian: Langkah pertama eliminasi variabel x 4𝑥 + 𝑦 = 12

× 1 4𝑥 + 𝑦 = 12

4𝑥 + 2𝑦 = 16

× 1 4𝑥 + 2𝑦 = 16 – 𝑦 − 2𝑦 = 12 − 16 − 𝑦 = −4 𝑦=4

Langkah kedua, eliminasi variabel y: 4𝑥 + 𝑦 = 12

× 2 8𝑥 + 2𝑦 = 24

4𝑥 + 2𝑦 = 16

× 1 4𝑥 + 2𝑦 = 16 – 8𝑥 − 4𝑥 = 24 − 16 4𝑥 = 8 𝑥=

8 4

=2

Jadi penyelesaiannya adalah 𝑥 = 2 dan 𝑦 = 4. HP {(2, 4)} c. Metode Campuran Eliminasi dan Substitusi Kurniawan (2015: 14) mengatakan bahwa metode eliminasi yaitu dengan

menggabungkan

dua

metode,

langkah

awal

dengan

mengeliminasikan salah satu variabel pada salah satu persamaan. Kemudian, disubstitusikan ke dalam salah satu persamaan yang 17

diketahui. Mauhibah (2012: 91) mengatakan bahwa metode campuran adalah metode SPLDV dengan cara menggabungkan metode eliminasi dan metode substitusi. Contoh: 4𝑥 + 𝑦 = 12 4𝑥 + 2𝑦 = 16 Penyelesaian: Langkah pertama, eliminasi variabel x: 4𝑥 + 𝑦 = 12 4𝑥 + 2𝑦 = 16 − 𝑦 − 2𝑦 = 12 − 16 −𝑦 = −4 𝑦=4 Langkah kedua, substitusi 𝑦 = 4 ke salah satu persamaan misalnya 4𝑥 + 𝑦 = 12, sehingga diperoleh: 4𝑥 + 4 = 12 4𝑥 + 4(−4) = 12 − 4

….. kedua ruas dikali (-4)

4𝑥 = 8 4 4

𝑥=

8

…. Kedua ruas dibagi 4

4

𝑥=2 Jadi penyelesaiannya adalah 𝑥 = 2 dan 𝑦 = 4. HP {(2, 4)} d. Metode Grafik Nungkir (2015: 5) mengatakan bahwa metode grafik yaitu sebuah persamaan linier dua variabel secara grfik ditunjukkan oleh sebuah garis lurus. Selanjutnya grafik dari sistem persamaan linier dua variabel terdiri dari dua buah garis lurus dan penyelesaiannya adalah titik potong atau titik persekutuan antara kedua garis yang memenuhi kedua persamaan tersebut. Kurniawan

(2015:

7)

untuk

menyelesaikan

SPLDV

menggunakan grafik, harus memperhatikan langkah berikut: 18

dengan

1) Gambarlah masing-masing grafik dari persamaan yang diketahui 2) Tentukan titik potong kedua grafik 3) Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan, yaitu himpunan yang beranggotakan titik potong kedua grafik Mauhibah (2012: 92) metode grafik adalah metode SPLDV dengan cara menggambar grafik kedua persamaan kemudian menentukan titik potongnya. Titik potong itulah yang merupakan penyelesaiannya. Contoh: 4𝑥 + 𝑦 = 12 4𝑥 + 2𝑦 = 16 Penyelesaian: Pertama, kita gambar dulu grafik persamaan 4𝑥 + 𝑦 = 12, caranya: 1) Tentukan titik potong dengan sumbu x, maka y = 0 4𝑥 + 𝑦 = 12

4𝑥 + 𝑦 = 12 4𝑥 + 0 = 12 𝑥=

12 4

=3

Titik potong pada sumbu x adalah (3, 0) 2) Tentukan titik potong dengan sumbu y, maka x = 0 4𝑥 + 𝑦 = 12

4(0) + 𝑦 = 12 𝑦 = 12

Titik potong pada sumbu y adalah (0, 12) Kedua, kita gambar persamaan 4𝑥 + 2𝑦 = 16 3) Tentukan titik potong dengan sumbu x, maka y = 0 4𝑥 + 2𝑦 = 16

4𝑥 + 2(0) = 16 4𝑥 = 16 𝑥=

16 4

=4

Titik potong pada sumbu x adalah (4, 0) 4) Tentukan titik potong pada sumbu y, maka x = 0 4𝑥 + 2𝑦 = 16

4(0) + 2𝑦 = 16 2𝑦 = 16 19

𝑦=

16 2

=8

Titik potong pada sumbu Titik potong pada sumbu y adalah (0, 8) Grafiknya:

𝑦

4𝑥 + 𝑦 = 12 4𝑥 + 2𝑦 = 16 (2, 4)

0

𝑥

Gambar 2. Grafik Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) adalah persamaan yang hanya memiliki dua variabel dan masing-masing variabel berpangkat satu yang disajikan secara bersamaan. Dengan bentuk umum yaitu: 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 , dengan a,b,c ∈ R dan a ≠ 0, b ≠ 0 Ada empat metode untuk mencari penyelesaian SPLDV antara lain: a. Metode substitusi b. Metode eliminasi c. Metode campuran eliminasi dan substitusi d. Metode grafik B. Kajian Penelitian yang Relevan Terdapat

beberapa

peneliti

yang

mengangkat

penelitian

tentang

kemampuan koneksi matematis siswa dan gaya belajar diberbagai perguruan tinggi. Dari beberapa penelitian tersebut berbagai macam fokus yang ingin dianalisis, baik mengenai hubugannya, pengaruhnya, dan lain-lain. Dari 20

beberapa penelitian tentang kemampuan koneksi matematis siswa dan gaya belajar dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian Fajriani (2017: 64) menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah dengan nilai rata-rata sebesar 60,5. Kemampuan koneksi matematis pada indikator koneksi antar topik matematika memiliki nilai rata-rata sebesar 76,8. Kemampuan koneksi matematis siswa pada indikator koneksi antar topik matematika lebih tinggi dari indikator kemampuan koneksi dengan mata pelajaran IPA dan dengan kehidupan sehari-hari serta lebih tinggi dari rata-rata. Kemampuan koneksi matematis pada indikator koneksi dengan mata pelajaran IPA memiliki rata-rata sebesar 63,5 dan Kemampuan koneksi matematis yang terukur dari indikator koneksi dengan kehidupan seharihari memiliki rata-rata 52,7. 2.

Hasil penelitian Batari (2018: 90) menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata kemampuan koneksi matematis peserta didik yaitu 52,49 dengan kategori baik. Adapun jumlah peserta didik dengan kemampuan koneksi sangat baik yaitu 3 peserta didik (8,82%), 17 peserta didik(50%) yang termasuk dalam kategori memiki tingkat kemampuan koneksi matematis baik, 11 peserta didik (32,35%) yang termasuk dalam kategori memiki tingkat kemampuan koneksi matematis cukup, dan 3 peserta didik (8,82%) yang termasuk dalam kategori memiki tingkat kemampuan koneksi matematis kurang.

3. Hasil penelitian

Sundayana (2016: 80) mengatakan bahwa adanya

perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah berdasarkan kecenderungan gaya belajar siswa, namun terlihat perbedaan kemampuan pemecahan masalah tersebut tidak terlalu jauh untuk gaya belajar auditorial yaitu 19,71, kinestetik yaitu 18,53 dan visual 18,08. 4. Hasil penelitian Hartati (2013 : 232) mengatakan bahwa hasil penelitian pada hasil belajar matematika pada siswa yang memiliki gaya belajar yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar matematika 21

antara kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual (B1) dengan kelompok siswa yang memiliki gaya belajar auditorial (B2) dan kelompok siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik (B3). Nilai ratarata hasil belajar matematika kelompok siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik (µB3 = 66,80) lebih tinggi daripada nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual (µB1 = 65,45) dan auditorial (µB2 = 65,25). Berdasarkan pemaparan hasil penelitian di atas, dapat terlihat bahwa hasil penelitian terdahulu memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu memiliki kesamaan dalam membahas kemampuan koneksi matematis dan gaya belajar siswa. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu dari segi materi yang akan diteliti dan karakteristik siswa. Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa memiliki perbedaan pada setiap gaya belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan koneksi matetatis yang ditinjau dari gaya belajar siswa pada materi SPLDV.

22

C. Kerangka Pikir Berdasarkan pemaparan kajian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematis sangat penting untuk dimiliki oleh siswa karena matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang tersusun dari berbagai konsep yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan nyata manfaatnya dalam aspek kehidupan. Dengan memiliki kemampuan koneksi matematis, diharapkan siswa dapat memahami kosep matematika, menghubungkan antar konsep matematika bahkan menghubungkan konsep matematika dengan mata pelajaran lain ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya koneksi matematis dimiliki setiap siswa ini, mendorong peneliti untuk melakukan analisis tentang kemampuan koneksi matematis ditinjau dari gaya belajar siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang. Penelitian dilakukan dengan memberikan siswa angket gaya belajar untuk melihat masing-masing gaya belajar yang dimiliki oleh siswa kelas VIIIE MTs Negeri 1 Singkawang dan kemudian siswa diberikan tes kemampuan koneksi matematis. setelah pemberian angket dan tes kemampuan koneksi matematis, langkah selanjutnya adalah mengkoreksi hasil angket dan tes siswa serta memberikan skor (penskoran). Setelah dilakukan penskoran terhadap angket yang diberikan kepada siswa kelas VIIIE, peneliti membedakan gaya belajar siswa kelas VIIIE yaitu siswa yang memiliki gaya belajar visual, siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Selanjutnya dilakukan penskoran pada tes kemampuan koneksi matematis kemudian peneliti menganalisis hasil tes yaitu dengan cara meghitung persentase masing-masing indikator kemampuan koneksi matematis. Kemudian peneliti akan menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi kemapuan koneksi matematis siswa pada setiap indikator koneksi matematis melalui wawancara yang akan dilakukan kepada setiap siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.

23

Setelah didapatkan data hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa dan faktor yang mempengaruhi kemampuan koneksi matematis pada setiap indikator koneksi matamatis yang ditinjau dari gaya belajar, maka peneliti akan mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa ditunjau dari gaya belajar siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang. Adapun skema kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3. sebagai berikut:

24

Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa di MTs Negeri 1 Singkawang Angket Gaya belajar siswa Visual

Auditorial

Kenestetik

kemampuan koneksi matematis

Tes Analisis tes

Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau dalam kehidupan sehari-hari

Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika denagn topik lain

Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama

Memahami hubungan antar topik matematika

Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur

Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen

Wawancara Faktor yang mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa Deskripsi kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang Gambar 3. Kerangka Pikir Keterangan: = proses 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif (Description Research) dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut Arikunto (2013: 3) istilah deskriptif berasal dari istilah bahasa inggris to describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan dan lain-lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Menurut Meleong (2018: 11) deskriptif yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Zuldafrial (2012: 2) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berdasarkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang diamati. Meleong (2018: 6) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1.

Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri 1 Singkawang yang beralamat di Jl. Naram Singkawang Utara. Peneliti mengadakan penelitian di MTs Negeri 1 Singkawang karena tempat peneliti 26

melakukan

program

pengalaman

lapangan

(PPL)

dan

dengan

pertimbangan bahwa sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama dengan peneliti. 2.

Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2018/2019 yaitu pada semester 2.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1.

Subjek Penelitian Menurut Arikunto (2013: 188) subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah kelas yang memiliki ketiga gaya belajar yaitu gaya belajar visual, auditori dan kenestetik. Cara pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling (sampel tujuan) yang dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk mengetahui tingkat kemampuan koneksi matematis yang ditinjau dari gaya belajar siswa di MTs Negeri 1 Singkawang.

2.

Objek Penelitian Objek penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut (Arikunto, 2009: 20). Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan koneksi matematis yang ditinjau dari gaya belajar siswa pada materi SPLDV.

D. Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk memberikan batasan-batasan pengertian pada penelitian yang bertujuan untuk menentukan beberapa makna yang akan diukur dalam pengertian tersebut. Beberapa aspek variabel yang perlu diberikan definisi atau penjelasan istilah, dan aspek-aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.

Kemampuan koneksi matematis siswa 27

Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk memahami dan menerapkan hubungan keterkaitan antar konsep matematika dan antara konsep matematika dengan konsep dalam disiplin ilmu lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Indikator dari kemampuan koneksi matematis antara lain:

2.

a. Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur b. Memahami hubungan antar topik matematika c. Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari d. Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama e. Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen f. Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain Gaya belajar Gaya belajar adalah cara yang disukai siswa dalam belajar dan berpikir untuk menyerap, mengatur, dan mengolah informasi melalui sebuah kebiasaan siswa dalam memproses bagaimana menyerap informasi, pengalaman, serta kebiasaan siswa dalam memperlakukan pengalaman yang dimilikinya berdasarkan tiga tipe gaya belajar, yaitu:

3.

a.

Gaya belajar visual

b.

Gaya belajar auditorial

c.

Gaya belajar kinestetik

Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) Sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) adalah persamaan yang hanya memiliki dua variabel dan masing-masing variabel berpangkat satu yang disajikan secara bersamaan. Dengan bentuk umum yaitu: 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 , dengan a,b,c ∈ R dan a ≠ 0, b ≠ 0 Ada empat metode untuk mencari penyelesaian SPLDV antara lain: A. Metode substitusi B. Metode eliminasi C. Metode campuran eliminasi dan substitusi D. Metode grafik 28

E. Teknik dan instrumen Pengumpulan Data 1.

Teknik Pengumpulan Data Sugiyono (2017: 104) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.

Teknik Pengukuran Menurut Arikunto (2013: 266) mengukur bearti suatu proses untuk mendapatkan tingkat yang dicapai peserta didik dalam standar kuantitatif menggunakan alat tes atau nontes. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Teknik pengukuran yang dipakai untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa pada materi SPLDV adalah tes tertulis berbentuk uraian (essay). untuk menghitung hasil tes tersebut menggunakan teknik penskoran yaitu dengan memberikan siswa skor pada tiap butir soal yang dijawab benar sesuai dengan tabel penskoran dan kunci jawab.

b. Teknik Wawancara Menurut Sugiyono (2017: 114) wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Menurut Arikunto (2013: 198) interviu atau wawancara digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang, misalnya untuk mencari

29

data tentang variabel latar belakan murid, orang tua, pendidikan, perhatian dan sikap terhadap sesuatu. c. Dokumentasi Sugiyono (2017: 124) mengemukakan bahawa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen biasa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan nama-nama siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang sebagai kelas penelitian, wawancara hasil jawaban tes siswa, dan foto-foto siswa pada saat melakukan penelitian. 2.

Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 20113: 203). Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a.

Peneliti Menurut Sugiyono (2017: 101) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus di “validasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif,

penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti,

kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti itu sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemaham terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. 30

Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian , memilih informan sebagai sumber data, melakukan pegumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. b.

Angket Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2013: 194). Angket atau kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pengukuran Rating-scale (skala bertingkat) yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju. Dalam angket berisi item-item instrumen yang berupa pernyataan baik serta penskoran. Sebelum diberikan kepada guru dan siswa, angket ini terlebih dahulu divalidasi oleh dua orang dosen pendidikan matematika STKIP Singkawang dan seorang guru MTs Negeri 1 Singkawang.dalam proses validasi isi, validator diminta memberikan komentar atau saran mengenai bagian dari angket yang perlu direvisi tersebut. Berdasarkan komentar atau saran tersebut, isi angket diperbaiki dan diajukan kembali kepada validator hingga isi angket tersebut layak digunakan sebagai instrumen penelitian.

c.

Tes Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2013: 193). Instrumen tes ini dikembangkan dalam bentuk soal uraian yakni enam soal yang disesuaikan dengan indikator kemampuan koneksi matematis. Tes uraian dalam penelitian ini adalah tes yang dibuat sendiri oleh peneliti sehingga dapat dipergunakan sebagai pengukuran 31

maka tes tersebut harus validitas, reabilitas, uji taraf kesukaran, dan daya pembeda. 1) Validitas Menurut Fajriani (2017: 39) validitas instrumen adalah derajat yang menujukkan suatu tes dapat mengukur apa yang hendak diukur. Tes dikatakan valid jika hasil dari tes sesuai kriyeria, maksudnya memiliki kesejajaran antara hasil tes dengan kriteria. Perhitungan

validitas suatu soal dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑟𝑥𝑦=

(1)

𝑁∑𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌) √[𝑁∑𝑋2 −(∑𝑋)²][𝑁∑𝑌2 −(∑𝑌)²]

Keterangan : 𝑟𝑥𝑦 = koefesien antar variabel X dan variabel Y N = jumlah siswa X = skor tiap butir soal Y = skor total Adapun nilai koefisien validitas tes ditampilkan pada Tabel 1 Tabel 1. Kriteria Tingkat Validitas Koefisien Validitas 𝒓𝒙𝒚 ≤ 0,20

Interpretasi Sangat tidak valid

0,20 <𝒓𝒙𝒚 ≤ 0,40

Rendah

0,40 <𝒓𝒙𝒚 ≤ 0,60

Cukup

0,60 <𝒓𝒙𝒚 ≤ 0,80

Tinggi

0,80 <𝒓𝒙𝒚 ≤ 1,00

Sangat tinggi Sukasno (2006)

Dalam penelitian ini soal dapat dipakai jika masuk kriteria cukup, tinggi dan sangat tinggi. 2) Reliabilitas Menurut Batari (2018: 56-57) reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen. Reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes 32

yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Dengan demikian reliabilitas dapat diartikan sebagai sebagai keterpercayaan. Keterpercayaan berhubungan dengan ketetapan dan konsistensi. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas yaitu :

𝑟11

𝑛

= [𝑛−1][1−

(2)

∑𝜎𝑖2 ] 𝜎𝑡2

Rumus varians total

𝜎𝑖2 =

∑𝑦 2 −

(∑𝑦)2 𝑛

(3)

𝑛

Keterangan : 𝑟11 = Reliabilitas instrumen 𝑛 = Banyak butir pertanyaan atau soal 2 𝜎𝑡 = Varians total 2 ∑𝜎𝑖 = Jumlah varians skor tiap-tiap item ∑𝑦 2 = jumlah skor total kuadrat 2 (∑𝑦) = jumlah kuadrat dari skor total Adapun nilai koefisien reliabilitas tes ditampilkan pada Tabel 2 Tabel 2. Kriteria Tingkatan Reliabilitas Koefisien indeks reliabilitas

Interpretasi

0,00 ≤ 𝒓𝟏𝟏 ≤ 0,20

Reliabilitas sangat rendah

≤ 0,40 ≤ 0,60 ≤ 0,80 ≤ 1,00

Reliabilitas Rendah Reliabilitas sedang Reliabilitas tinggi Reliabilitas sangat tinggi

0,20 <𝒓𝟏𝟏 0,40 <𝒓𝟏𝟏 0,60 <𝒓𝟏𝟏 0,80 <𝒓𝟏𝟏

(Batari, 2018: 58) Dalam penelitian ini soal dapat dipakai jika masuk kriteria reliabilitas sedang, tinggi dan sangat tinggi. 3) Taraf Kesukaran Menurut Batari (2017: 58) tingkat kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan kualitas butir soal tersebut apakah sukar, sedang, atau mudah. Butir-butir soal tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai butir 33

item yang baik apabila butir-butir tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Dengan kata lain derajat kesukaran tes tersebut adalah sedang atau cukup. bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Semakin tinggi indeks kesukaran soal maka semakin mudah soal tersebut. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Untuk menghitung kesukaran soal di hitung dengan rumus sebagai berikut :

𝑝𝑖 =

∑𝑥

(4)

𝑠𝑚 × 𝑁

Keterangan : 𝑝𝑖 = Tingkat kesukaran butir soal ke-i ∑𝑥 = Jumlah skor siswa di suatu butir soal N = Jumlah siswa 𝑠𝑚 = skor maksimal butir soal Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran disajikan dalam Tabel 3 Tabel 3. Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran Koefesien indeks kesukaran Interpretasi 0,00 ≤ 𝑝𝑖 <0,30 0,30 ≤ 𝑝𝑖 ≤ 0,70 0,70 < 𝑝𝑖 ≤ 1,00

Sukar Sedang Mudah Astridayani (2017: 47)

Dalam penelitian ini soal dapat dipakai jika masuk kriteria mudah, sedang dan sukar. 4) Daya Pembeda Menurut Astridayani (2017: 47) pengukuran daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan antara peserta didik yang sudah dan belum menguasai suatu kompetensi. Adapun rumus daya pembeda yaitu: DP

=

𝑥̅ 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑥̅ 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑠𝑜𝑎𝑙 34

(5)

Adapun kategori untuk daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Kriteria Daya Pembeda Angka

Klasifikasi

DP = 0

Sangat Jelek

0,00 < 𝐷𝑃 0,20 < 𝐷𝑃 0,40 < 𝐷𝑃 0,70 < 𝐷𝑃

≤ 0,20 ≤ 0,40 ≤ 0,70 ≤ 1,00

Jelek Cukup Baik Sangat Baik Fajriani (2017: 43)

Dalam penelitian ini soal dapat dipakai jika masuk kriteria cukup, baik dan sangat baik. F. Keabsahan Data Dalam

pengujian

keabsahan

data,

metode

penelitian

kualitatif

menggunakan istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2017: 185) uji keabsahan data dalam penelitian kualaitatif meliputi uji, credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reabilitas) dan confirmability (obyektivitas). Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji obyektivitas tes, validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kesukaran tes dan daya pembeda tes. Dalam penelitian ini juga menggunakan kredibilitas data. Kredibilitas data artinya derajat kepercayaan terhadap data (Meleong, 2018: 324). Uji kredibilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Peningkatan Ketentuan Menurut Sugiyono (2017: 188) meningkatkan ketentuan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan menigkatkan ketentuan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan

35

meningkatkan ketentuan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. 2. Trianggulasi Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Meleong, 2018: 330). Menurut Sugiyono (2017: 189) trianggulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Trianggulasi dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber seperti

observasi atau

pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh dari bebagai sumber-sumber tersebut kemudian dideskripsikan, dikategorikan dan dispesifikasikan sehingga menghasilakn suatu kesimpulan. 3. Menggunakan Bahan Referensi Yang dimaksud dengan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti (Sugiyono, 2017: 192). Sebagai contoh, data hsil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi manusua, atau gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Alat-alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif seperti kamera, handycam, alat rekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti. G. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan tindak lanjut kegiatan peneliti sesudah pengumpulan data. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu (Sugiyono, 2017: 132). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data model Miles dan Huberman atau teknik analisis interaktif. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2017: 133) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai 36

tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data antara lain: 1. Reduksi Data (Data Reduction) Menurut Sugiyono (2017: 135) mereduksi data berarti merangkum, memilih dan memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Adapun tahap reduksi data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengoreksi hasil jawaban angket gaya belajar siswa. b. Mengoreksi hasil pekerjaan tes siswa. c. Hasil jawaban angket dan hasil pekerjaan siswa merupakan data mentah yang kemudian disederhanakan dan diolah agar menjadi data yang siap digunakan. d. Hasil pekerjaan siswa yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian yang merupakan data mentah, ditransformasikan pada cacatan sebagai bahan untuk wawancara. e. Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan bahasa yang baik dan rapi yang kemudian diolah agar menjadi data yang siap digunakan. 2. Penyajian Data (Data Display) Setelah data direduksi, maka selanjutnya adalah mendisplaykan data. Menurut Sugiyono (2017: 137) dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uaraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan mendisplay data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa ynag telah dipahami tersebut. Penyajian data dalam penelitian ini yaitu dengan menyajikan hasil pekerjaan siswa dari tes yang diberikan yang dipilih sebagai subjek penelitian berdasarkan angket gaya belajar. Dari hasil penyejian 37

data yang berupa hsil angket dan hasil pekerjaan siswa akan dianalisis, yang kemudian akan menghasilkan data temuan sehingga mampu menjawab permasalahn dalam penelitian ini. 3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification) Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2017: 141-142) langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarika kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remangremang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Menarik kesimpulan adalah bagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh sehingga mampu menjawab rumusan masalah penelitian. Simpulan didapat dari membandingkan analisis hasil pekerjaan tes siswa yang diberikan yang dipilih sebagai subjek penelitian berdasarkan hasil angket gaya belajar. Seperti yang telah dipaparkan bahwa penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, sehingga data hasil pengamatan penelitian ini juga diolah dengan analisis deskriptif untuk menggambarkan serta mendeskripsikan keadaan kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV kelas VIII MTs Negeri 1 Singkawang. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan langkahlangkah analisis interaktif yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu untuk menjawab rumusan masalah ke-1 dan ke-2 menggunakan tahaptahapan sebagai berikut: a.

Untuk menjawab permasalahan yang pertama yaitu “Bagaimana kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV di MTs Negeri 1 Singkawang” menggunakan angket dan tes dengan langkah-langkah: 1) Angket

38

Gaya belajar siswa diukur dengan angket kecenderungan gaya belajar, dianalisis dengan menjumlahkan skor jawaban yang didapat kemudian dilakukan pengambilan keputusan gaya belajar. Pengambilan keputusan gaya belajar yaitu dengan cara membandingkan tiga nilai masing-masing tipe gaya gaya belajar yang diperoleh sampel. Pengambilan keputusan didasarkan pada penelitian Peng (Maula, 2017: 21) bahwa dari ketiga ektrim gaya belajar (modalitas visual, auditorial, dan kinestetik) siswa mempunyai kecenderungan pada salah satu

ekstrim

saja.

Langkah

pengambilan

keputusan

kecenderungan gaya belajar adalah jika terdapat jumlah skor tertinggi pada suatu tipe modalitas gaya belajar, maka disimpulkan bahwa sampel cenderung dominan pada gaya belajar tersebut. Untuk menetapkan kecenderungan pada gaya belajar, maka digunakan skor item pada angket gaya belajar siswa yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Skor Item pada Angket Gaya Belajar Skor Item

Skor

Sangat Setuju (SS)

4

Setuju (S)

3

Kurang Setuju (KS)

2

Tidak Setuju (TS)

1 Syafitri (2017: 38)

Setelah dilakukan pensekoran terhadap setiap gaya belajar, maka

peneliti

membuat

Tabel

6,

untuk

melakukan

pengambilan keputusan kecenderungan gaya belajar siswa.

39

Tabel 6. Pengambilan Keputusan Kecenderungan Gaya Belajar Siswa Modalitas gaya belajar Kode siswa

V

A

No Item 1

K

No

Jml

Item

2

1

Jml

2

No Item 1

Jml

keputusan

2

2) Tes Tes diberikan kepada siswa kelas VIII di MTs Negeri 1 Singkawang. Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan koneksi matematis siswa. Instrumen tes terdiri dari soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan

SPLDV dan mengandung indikator kemampuan

koneksi matematis siswa. Data hasil tes untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa dilihat dari skor yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal tes kemampuan koneksi matematis. Skor yang diperoleh siswa, kemudian dihitung persentasenya untuk mengukur kemampuan koneksi matematis. Skor kemampuan koneksi matematis siswa adalah jumlah skor yang diperoleh siswa pada saat menyelesaikan soal tes kemampuan koneksi matematis. Nilai akhir yang diperoleh siswa adalah: 𝑁=

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

40

𝑥 100

(7)

Data hasil tes kemampuan dianalisis untuk menentukan kategori tingkat kemampuan koneksi matematis siswa. Kategori penilaian masing-masing indikator kemampuan pemahaman konsep dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kategori Tingkat Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Nilai

Ketegori

75 < 𝑻 ≤ 100

Baik

50 < 𝑻 ≤ 75

Cukup

25 < 𝑻 ≤ 50

Kurang

0 ≤ 25

Sangat Kurang (Batari, 2018: 61)

Mendeskripsikan persentase pencapaian siswa pada tiap butir soal yang dikelompokkan berdasarkan variasi jawaban siswa pada tiap butir soal yang kemudian dimasukkan kedalam tabel 8. Dari tabel tersebut dapat diketahui perolehan skor siswa per indikator dalam menyelesaikan soal kemampuan koneksi matematis. Tabel 8. Persentase Pencapaian Siswa Per Indikator NO

Skor Per Indikator

Kode Siswa

1

2

3

4

5

Total 6

Skor

Kategori

Total Untuk menghitung rata-rata pencapaian seluruh siswa pada setiap indikator kemampuan koneksi matematis siswa (𝑥𝑛 ) digunakan rumus sebagai berikut: 𝑥𝑛 =

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

× 100 (8)

Setelah data diolah dan dimasukkan ke semua tabel, peneliti membuat tabel 9, 10, dan 11 untuk melihat sejauh mana 41

kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar (visual, auditorial dan kinestetik). Tabel 9. Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Visual NO

Skor Per Indikator

Kode Siswa

1

2

3

4

5

Total 6

Skor

Kategori

Total Tabel 10. Kemapuan Koneksi Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Auditorial NO

Skor Per Indikator

Kode Siswa

1

2

3

4

5

Total 6

Skor

Kategori

Total

Tabel 11. Kemapuan Koneksi Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Kinestetik NO

Skor Per Indikator

Kode Siswa

1

2

3

4

5

Total 6

Skor

Kategori

Total Selanjutnya dengan tabel tersebut, akan dideskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa pada materi SPLDV ditinjau dari gaya belajar siswa kelas VIII. b.

Untuk menjawab permasalahan yang kedua yaitu “Apa saja faktor yang mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi SPLDV di MTs Negeri 1 Singkawang” dilakukan 42

dengan cara menagalisis hasil wawancara dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Peneliti akan melihat kecenderungan gaya belajar yang dimiliki oleh masing-masing siswa b) Kemudian menganalisis semua data berupa jawaban tes siswa. c) Hasil

pekerjaan

siswa

dikoreksi

per

indikator

kemudian

dikemlompokan berdasarkan gaya belajar siswa yaitu visual, auditori dan kinestetik. d) Selanjutnya menganalisis hasil wawancara yang terdapat pada lembar jawaban dan disusun secara sistematis untuk diteliti dan dideskripsikan. e) Dari hasil analisis wawancara tersebut, dapat diketahui lebih jauh faktor yang mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa yang ditinjau dari gaya belajar siswa, sehingga dapat digunakan untuk melengkapi kesimpulan yang sebelumnya diperoleh dari pemberian tes tertulis. Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara terhadap 6 orang siswa, yaitu 2 orang siswa dengan gaya belajar visual, 2 orang siswa dengan gaya belajar auditorial dan 2 orang siswa dengan gaya belajar kinestetik.

43

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Mohammad Faiz. (2015). Proses Berfikir Kritis Siswa Sekolah Dasar Dalam Memecahkan Masalah Berbentuk Soal Cerita Matematika Berdasarkan Gaya Belajar. Jurnal Math Educator, 1(2), 163-164. Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. As’ari, Abdur Rahman. Dkk. (2017). Buku Pegangan Siswa Matematika Kelas VIII SMP/MTs Semester 1 Edisis Revisi. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Astridayani, Amelinda. (2017). Analisis Kemampuan Koneksi Matematis Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 31 Semarang pada Materi Perbandingan. Skripsi, 11-13. Batari, Tenri. (2017). Pengembangan Intrumen Tes untuk Mengukur Kemampuan Koneksi Matematis Mata Pelajaran Matematika di SMP Negeri 17 Makassar. Skripsi, 56-58. Fajriani. (2017). Analisis Kemampuan Koneksi Matematis Siswa MTs An Najah Jakarta Selatan. Skripsi, 4-43. Hanik, Asti Noor. (2015). Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Pengolahan Makanan Kontinental Siswa Kelas Xi Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Wonosari. Skripsi, 16-17. Hartati, Leny. (2013). Pengaruh Gaya Belajar dan Sikap Siswa pada Pelajaran Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Formatif, 3(3), 225-232. Kartono, dan Salisatul Apipah. (2017). Analisis Kemampuan Koneksi Matematis Berdasarkan Gaya Belajar Siswa pada Model Pembelajaran Vak dengan Self Assessment. Unnes Journal of Matematics Education Research, 6(2), 148-156. Kurniawan, Dafid. (2015). “Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV)”. https://www.slideshare.net/mobile/dave_alberta/spldv-51431199. Diakses 9 Agustus 2015. Lesteri, Karunia Eka & Yudhanegara, Mokhammad Ridwan. (2015). Penelitian pendidikan matematika. Bandung: Refika Aditama Mauhibah, Rohma. (2012). Aku Pintar Matematika SMP. Jakarta: Gagas Media

44

Maula, Faizatin Qisthim. (2017). Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Boja pada Pelajaran IPA Biologi. Skripsi, 21-22. Meleong, Lexy J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Nungkir.

(2015). “Sistem Persamaan Linier Dua Variabel”. https://www.slideshare.net/mobile/ontetmoli/nungkir/ppt-sistempersamaan-linier-dua-variabel. Diakses 2 Juni 2015.

Ontetmoli. (2014). “Pembelajaran SPLDV”. https://www.slideshare.net/mobile/ontetmoli/ppt-pembelajaran-spldv. Diakses 13 Maret 2014. Rahmawati, Uni Nurul. (2017). Kesulitan Koneksi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Peluang Di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pembelajaran dan pendidikan Untan, 10-11. Setianingsih, Rini. (2013). Analisis Kesulitan Belajar Matematika pada Materi Bangun Datar Ditinjau dari Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Skripsi, 120-123. Sinambela, Pardamean. (2017). Kemampuan Koneksi Matematika dalam Kehidupan Seharu-hari. Makalah, 3-15. Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif: untuk penelitian yang bersifat eksploratif, enterpretif, interaktif dan konstruktif. Bandung: Alfabeta. Sundayana, Rostina. (2016). Kaitan Antara Gaya Belajar, Kemandirian Belajar, dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP dalam Pelajaran Matematika. Jurnal pendidikan Matematika STKIP Garut, 5(2), 76. Syafitri, Nurlia. (2017). Analisis Perbedaan Gaya Belajar Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Kelas X Jasa Boga Pada Mata Pelajaran Ilmu Gizi di SMK Negeri 6 Yogyakarta. Skripsi, 38-94. Wulan, Antonia Evastella. (2017). Pengaruh Gaya Belajar, Sikap Terhadap Pelajaran Metematika dan Jenis Kelamin Bagi Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Maria Immaculate Marsudirini Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi, 109-111. Zuldafrial. (2012). Penelitian Kualitatif. Suarakarta: Yuma Pustaka

45

Related Documents


More Documents from "riky sofyan"