Propenelitian Edit 3 Januari.docx

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Propenelitian Edit 3 Januari.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,411
  • Pages: 27
HALAMAN PENGESAHAN

1. Identitas Penelitian a. Judul Penelitian

: Pengaruh Ukuran Mesh dan Temperatur pada Arang Kayu Nangka sebagai Adsorben Limbah Tekstil

b. Bidang Ilmu

: Teknik Kimia

c. Skema Penelitian

: Hibah Penelitian Dosen Bersama Mahasiswa

2. Ketua Peneliti/Pengabdi a. Nama Lengkap

: Dra. Kamariah Anwar, M. S.

b. Jenis Kelamin

: Perempuan

c. NIK

: 825210201

d. Fakultas/Jurusan

: Teknologi Industri/Teknik Kimia

e. Telp/HP

: 0817264421

3. Jumlah Anggota Peneliti a.

Anggota Peneliti I

: Mar’ie Mahmudi

b.

Anggota Peneliti II

: Putri Ayu Cahyaning Pambud

4. Lokasi Penelitian

: Laboratorium Operasi Teknik Kimia FTI-UII

5. Lama Penelitian

: 2 (dua) bulan

Yogyakarta, 21 Desember2018 Dosen Pembimbing

Dra. Kamariah, M.Sc NIK: 825210201

i

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….... 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………... 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………….. 2 1.3 Batasan Masalah ……………………………………………………………………..3 1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………………………... 3 1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………………………. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………….. 4 2.1 Mahoni (Swietenia mahagoni L.Jacq)………………………………………………………. 4 2.2 Adsorpsi………………………………………………………………………………..5 2.2.1 Pengertian Adsorpsi……………………………………………………………. 5 2.2.2 Jenis-jenis Adsorpsi……………………………………………………………..6 2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorpsi…………………………………... 6 2.3 Adsorben…………………………………………………………………………….. 12 2.4 Jenis Logam…………………………………………………………………………..13 2.4.1 Timbal (Pb)…………………………………………………………………… 13 2.5 Gravimetri…………………………………………………………………………… 15 BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………………. 20 3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan…………………………………………………….... 20 3.2 Bahan dan Alat……………………………………………………………………..... 20 3.3 Cara Kerja………………………………………………………………………….... 21 3.3.1 Pengayakan Sesuai dengan Ukuran Mesh……………………………………. 21 3.3.2 Menggunakan Metode Titrasi Iodiometri dengan Suhu tertentu……………... 21 3.3.3Penentuan Kandungan Pb pada Filtrat hasil Adsorpsi....................................... 21 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri tidak bisa terlepas dari limbah sebagai produk samping. hampir seluruh industri menghasilkan limbah cair, yang apabila tidak diolah dengan benar maka dapat mencemari lingkungan. Biasanya limbah industri dibuang ke sungai, yang sangat berpotensi mencemari air sungai. Beberapa industri tekstil lebih banyak memakai zat warna sintetik dibandingkan zat warna alam karena zat warna sintetik dapat memenuhi kebutuhan skala besar, warna bervariasi dan pemakainnya lebih praktis. Pada umumnya zat warna tekstil menghasilkan limbah yang mengandung logam berat, seperti merkuri (Hg), seng (Zn), timbal (Pb), cadmium (Cd), besi (Fe) dan arsenik (As). Logam berat ini, pada takaran jumlah yang sedikit, bersifat karsinogen (penyebab cancer) dan berefek negatif pada organ-organ tertentu, misalkan pada sistem saraf pusat (Hg, Pb, As) dan organ ginjal atau liver (Hg, Pb, Cd). Beberapa metode untuk pengolahan ion logam dari larutan telah banyak dilakukan misalkan presipitasi, koagulasi, ekstraksi pelarut, adsorpsi dan ion exchange. Daei beberapa metode yang telah disebutkan, metode adsorpsi memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan pengolahan kimia karena prosesnya sederhana, cepat, biaya rendah, dan tidak ada efek racun pada manusia. Karena adsorpsi menggunakan penyerap (adsorbent) dalam prosesnya, maka memberikan efek tidak beracun. Adsorbent dapat digolongkan menjadi adsorbent organik, inorganik dan hibrid (Mohadi, dkk, 2014). Banyak penelitian dikembangkan untuk menemukan bahan pembuatan adsorben yang murah dan efisien, salah satunya adalah bahan yang berasal dari kayu. Di Indonesia rendeman industri penggergajian kayu masih berkisar dari 5060%, sebanyak 15-20% terdiri dari serbuk kayu gergajian. Diperkirakan jumlah limbah serbuk kayu gergajian di Indonesia sebanyak 0,78 juta m3/tahun dan belum dimanfaatkan secara optimal (Roliadi, 2004).Salah satu adsorben yang memiliki prospek yang baik adalah material biologi ataupun limbah pertanian sepeti alga (Shengjun dan Holcombe, 1990), limbah apel (Maranon dan Saetre, 1991), sabut

1

kelapa (Low dkk., I997), lumut (Low dkk., 1997), eceng gondok (Collen dkk., 1999), ampas tebu (Refilda dkk, 2001), dan genjer (Nurhasni, 2002). Pengolahan kayu Mahoni (Swietenia mahagoni L. Jacq) di pulau Jawa menjadi produk kayu gergajian, kayu konstruksi, mebel dan olahan lainnya oleh sebagian industri cukup banyak menyisakan limbah. Penggunaan limbah kayu Mahoni sampai saat ini masih terbatas untuk bahan bakar sehingga perlu dicari kemungkinan penggunaan lainnya. Pada kayu mahoni mengandung senyawa fenolik berupa asam galat sebesar 673,8 μg dalam 1 mg ekstrak , flavonoid yang berupa quercitin sebesar 12,8 μg dalam 1 mg ekstrak kering, dan tannin sebesar 261,5 μg dalam 1 mg ekstrak kering (Batubara, 2012), kadar air 6,28-12,78%, kadar abu 0,43-0,79%, kadar terikat 6-21%, dan nilai kalor kayu 4076-4376 kkal/kg serta memiliki kandungan karbon. Berdasarkan uraian di atas, salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah logam berat dengan memanfaatkan arang kayu mahoni sebagai adsorben guna mengurangi ketergantungan terhadap impor arang aktif. Selanjutnya arang kayu mahoni akan diaplikasikan sebagai adsorben dalam pengolahan limbah logam berat yaitu timbal Pb (II).

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan pengembangan penelitian media adsorben dari bahan alam yaitu arang kayu Mahoni (Swietenia macrophylla L. Jacq). Maka diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah arang kayu mahoni (Swietenia macrophylla L. Jacq) berpotensi sebagai media adsorben limbah industri tekstil ?. 2. Bagaimana pengaruh perlakuan ukuran mesh dari arang kayu mahoni sebagai adsorben limbah industri tekstil ?. 3. Bagaimana pengaruh perlakuan suhu pada proses adsorpsi limbah industri tekstil dengan menggunakan arang kayu mahoni sebagai adsorben ?

2

1.3 Batasan Masalah 1. Mengetahui penyerapan dari arang kayu mahoni dengan variasi ukuran mesh 100, 120, 140 dan 170, terhadap penyerapan limbah industri tekstil, dan untuk mengetahui ukuran mesh yang mana paling baik dalam penyerapan logam limbah industri tekstil, dalam hal ini limbah yang digunakan yaitu Pb. 2. Menggunakan variasi suhu 30oC,40oC,50oC dan 60oC, untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu pada proses adsorpsi limbah industri tekstil dengan menggunakan arang kayu mahoni sebagai adsorben/penyerap Pb.

1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui arang kayu mahoni (Swietenia macrophylla L. Jacq) dapat sebagai media adsorben limbah industri tekstil. 2. Mengetahui pengaruh perlakuan ukuran meshdari arang kayu mahoni sebagai adsorben limbah industri tekstil. 3. Mengetahui pengaruh perlakuan suhu pada proses adsorpsi limbah industri tekstil dengan menggunakan arang kayu mahoni sebagai adsorben.

1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan arang aktif yang dibuat dari bahan alam sebagai adsorben pada pengolahan limbah industri tekstil. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh ukuran mesh dan suhu dari arang kayu mahoni dan potensi arang kayu mahoni (Swietenia macrophylla L. Jacq) sebagai media adsorben limbah industri tekstil guna meningkatkan perceived value.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Mahoni (Swietenia mahagoni L. Jacq) Tanaman mahoni merupakan pohon penghasil kayu keras yang biasanya

dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk dibuat perabot rumah tangga serta barang ukiran. Pohon mahoni dapat tuumbuh liar di hutan jati atau tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai dan biasanya ditanam di pinggir jalan sebagai pohon pelindung (Prasetyono, 2012). Tanaman ini berasal dari Hindia Barat ini dapat tumbuh subur bila ditanam di pasir payau dekat dengan pantai. Pohon tahunan ini memiliki ciri-ciri yaitu tinggi dapat mencapai 35-40 m dengan diameter sampai 125 cm (Samingan, 1981; Martawijayaet al, 1981), memiliki akar tunggang, berbatang bulat, banyak cabang, kayunya bergetah dengan buah yang berwarna kecoklatan dan di dalam buahnya terdapat biji gepeng yang mempunyai rasa sangat pahit. Daun pohon mahoni termasuk daun majemuk menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkalnya runcing, tepi daun rata, bentuk tulang daun menyirip yang dapat mencapai panjang 3-15cm.

Gambar 2.1 PohonMahoni

4

Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi

: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Sapindales

Family

: Meliaceae

Genus

: Swietenia

Spesies

: Swieteniamahagoni L. Jacq Pohon mahoni selama ini dikenal sebagai penyejuk jalan atau sebagai

bahan untuk membuat segala bentuk furniture. Di Indonesia, tepatnya di Jawa Barat, terdapat lahan seluas 1937,78 hektar yang digunakan sebagai hutan industri mahoni dengan produksi 8252,06 m3 kayu mahoni per tahun. Pada kayu mahoni mengandung senyawa fenolik berupa asam galat sebesar 673,8 μg dalam 1 mg ekstrak , flavonoid yang berupa quercitin sebesar 12,8 μg dalam 1 mg ekstrak kering, dan tannin sebesar 261,5 μg dalam 1 mg ekstrak kering (Batubara, 2012), kadar air 6,28-12,78%, kadar abu 0,43-0,79%, kadar terikat 6-21%, dan nilai kalor kayu 4076-4376 kkal/kg serta memiliki kandungan karbon. 2.2 Adsorpsi 2.2.1 Pengertian Adsorpsi Adsorpsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, kerena tidak ada gaya-gaya yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini memnyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam adsorben pada adsorpsi, zat yang diserap hanya pada permukaan (Sukardjo, 2002:190). Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu (Mc. Cabe, dkk, 2005). Kesetimbangan adsorpsi (qe) dapat dihitung dengan rumus : 5

𝑞𝑒 =

(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 𝑊

Dimana qe (mg/g), Co dan Ce adalah konsentrasi fase cairan mula-mula dan pada saat setimbang (mg/L). Sedangkan V (L) adalah volume larutan dan W (g) adalah massa adsorben yang digunakan. Data kesetimbangan dimodelkan dengan model adsorpsi isotermal Langmuir (1916) dan Freundlich (1906) seperti pada persamaan (2.2) dan (2.3) berikut :

𝑞𝑒 =

𝑄𝑜𝐾𝐿 𝐶𝑒 1+𝐾𝐿 𝐶𝑒

𝑞𝑒 = 𝐾𝑓 𝐶𝑒 1/𝑛 Dimana Qo (mg/g) dan KL (L/g) adalah konstanta Langmuir yang berhubungan dengan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi. Kf (mg/g) (L/mg)1/n dan 1/n adalah konstanta adsorpsi Freundlich dan ukuran intensitas adsorpsi. 2.2.2 Jenis-jenis adsorpsi Adsorpsi ada dua jenis, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia ●

Physisorption (adsorpsi fisika) Terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Physisorpstion ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol.



Chemisorption (adsorption kimia) Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi

terlarut

dalam

larutan dengan

molekul

dalam media.

Chemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Walls atau melalui ikatan hidrogen. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan

6

cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. 2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah sebagai berikut : ● Waktu Kontak Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Waktu kontak memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. ● Jenis karbon aktif Terdapat dua jenis bentuk karbon aktif, yakni bentuk powder (serbuk) untuk adsorbat dalam fase cair, dan bentuk granular (butiran) untuk adsorbat dalam fase gas. Umumnya pembuatan karbon aktif terbagi dalam dua tahap yakni proses karbonisasi dan aktivasi. Karbonisasi merupakan pemberian panas dengan suatu suhu tertentu dari bahan organik dengan jumlah oksigen terbatas. Alat yang digunakan untuk karbonisasi secara umum adalah furnace. Menurut Cheresminoff (1993) pada proses ini terurainya senyawa organik yang merupakan penyusun struktur bahan yang membentuk methanol, uap-uap asam asetat, hidrokarbon, dan tar-tar. Setelah karbonisasi yang tertinggal hanyalah karbon dengan bentuk arang yang mempunyai area permukaan spesifik yang kecil (sempit). Proses aktivasi terdiri dari dua macam yaitu aktivasi secara termal dan kimia. Aktivasi termal yaitu melibatkan gas sebagai pengoksidasi. Aktivasi kimia terjadi dengan menggunakan bahan kimia yang ditambahkan agar material selulosa terurai secara kimiawi. Contoh mekanisme reaksi pada aktivasi kimia adalah : 𝐻𝐶𝑙 → 𝐻 + + 𝐶𝑙 − 𝐶𝐻2 𝐷𝐸 → 𝐶𝐻2 + 𝐷∗ + 𝐸 ^ 𝐻 + → 𝐻 ∗ + 𝐻𝐷

7

𝐸 ^ + 𝐶𝑙 − → 𝐸𝐶𝑙 Ket : D* dan E^ merupakan komponen pengotor Aktivator merupakan suatu zat atau senyawa kimia yang berguna untuk reagen pengaktif. Aktivator akan membuat atom-atom karbon menjadi aktif yang membuat daya serap meningkat. Sifat dari zat aktivator adalah mengikat air. Zat aktivator akan masuk dalam pori dan membuat permukaan arang yang awalnya tertutup menjadi terbuka. Dengan cara tersebut saat diberi pemanasan, pengotor yang ada dalam pori akan mudah diserap dan membuat luas permukaan karbon aktif menjadi besar dan naiknya kemampuan daya serap. Berdasarkan Kirk dan Othmer (1940) senyawa kimia yang bisa dipakai sebagai aktivator antara lain MgCl2, HNO3, NaCl2, H3PO4, ZnCl2, HCl, Ca3(PO4)2, dan lainl-lain. Pada umumnya senyawa tersebut mempunyai sifat mengikat air. ●

Karakteristik Adsorben Ukuran partikel merupakan syarat yang penting dari suatu arang aktif untuk digunakan sebagai adsorben. Ukuran partikel arang mempengaruhi kecepatan dimana adsorpsi terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan menurunnya ukuran partikel. Dimana memperkecil ukuran partikel dapat digunakan alat seperti Vibrating Sieve Shaker. Sieve shaker adalah alat yang digunakan untuk memisahkan padatan dengan cairan dengan menggunakan peralatan penyaringan berlapis serta adanya nilai mesh saringan yang berbeda-beda. Peralatan ini memanfaatkan getaran dan tambahan air yang memudahkan bahan yang hendak dipisahkan bisa lewat saringan. Getaran yang dihasilkan, selain untuk meratakan permukaan bahan yang akan disaring juga berfungsi untuk mengarahkan bahan yang tidak tersaring.

8

Gambar 2.2.3 Vibrating Sieve Shaker Sieve Shaker merupakan sebuah ayakan terbuat dari kawat, silk atau plastik, benang, logam, pelat logam berlubang. Logam yang biasa digunakan adalah baja dan baja tahan karat. Ukuran ayakan dinyatakan dengan mesh yaitu banyaknya lubang bukan ayakan dalam setiap in persegi, misalnya disebut ayakan 40 mesh, berarti terdapat 40 lubang 1 in persegi. Kisaran ukuran mesh standart adalah mulai dari 4 mesh-400 mesh. Pemisahan ukuran dalam kisaran 4 mesh dan 48 mesh disebut ayakan halus (fine screening) sedangkan yang lebih kecil lagi disebut ultrafine. Lubang bukan ayakan adalah persegi panjang dan lebih kecil dari bilangan meshnya karena ketebalan kawat. Ayakan umum digunakan adalah standart tyler. Set ayakan ini didasarkan pada bukan 200 mesh yang ditetapkan 0,074 mm. Daerah bukan suatu ayakan dalam susunannya tepatnya adalah dua kali daerah bukan ayakan yang lebih kecil berikutnya. Pengayak terbuat dari kawat dengan ukuran lubang tertentu. Istilah ini (mesh) digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inchi linear. Sieve shaker adalah alat pemisahan mekanis dengan pola pengayakan dan penyaringan yang ukuran bahan disesuaikan dengan kain (screen) yang digunakan. kain (screen) berlaku sebagai saringan, saringan yang digunakan pada alat ini dapat dibuat tersusun bertingkat atau hanya terdiri atas satu

9

saringan. Saringan yang digunakan memiliki nilai mesh yang menyatakan jumlah lubang per 1 mm2. Saringan yang digunakan pada alat Sieve shaker umumnya memiliki nilai mesh 100 sampai 200. Saringan bertingkat dengan nilai mess sama akan memperbaiki kualitas dan keseragaman hasil, sedangkan

saringan

bertingkat

dengan

nilai

mesh

berbeda

akan

menghasilkan beberapa produk dengan keseragaman berbeda. Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian dapat dipisahkan anatara partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang tertinggal di ayakan ( butiran kasar). Ukuran butiran tertentu yang masihdapat melintasi ayakan dinyatakan sebagai butiran batas. Pengayakan merupakan pemisahan berbagai campuran partikel padatan yang mempunyaI berbagai ukuran bahan dengan menggunakan ayakan. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran yang seragam. Dengan demikian pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metode pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan. Pada pengayakan manual, bahan dipaksa melewati lubang ayakan, umumnya dengan bantuan bilah kayu atau bilah bahan sintetis atau dengan sikat. Beberapa farmakope memuat spesifikasi ayakan dengan lebar lubang tertentu. Sekelompok partikel dinyatakan memiliki tingkat kehalusan tertentu jika seluruh partikel dapat melintasi lebar lubang yang sesuai (artinya tanpa sisa diayakan). Dengan demikian ada batasan maksimal dari ukuran partikel (Voigt, 1994). Sedangkan, pada pengayakan secara mekanik (pengayak getaran, guncangan atau kocokan) dilakukan dengan bantuan mesin, yang umumnya mempunyai satu set ayakan dengan ukuran lebar lubang standar yang berlainan. Bahan yang dipak, bergerak-gerak diatas ayakan, berdesakan melalui lubang kemudian terbagi menjadi fraksi-fraksi yang berbeda. Beberapa mesin

10

pengayak bekerja dengan gerakan melingkar atau ellipsoid terhadap permukaan ayakan. Pada jenis ayakan yang statis, bahan yang diayak dipaksa melalui lubang dengan menggunakan bantuan udara kencang atau juga air deras (Voigt, 1994). ●

Permukaan Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka semakin luas permukaanya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada luas permukaan total adsorbennya.



Kelarutan Adsorbat Agar adsorpsi dapat terjadi, suatu molekul harus terpisah dari larutan. Senyawa yang mudah larut mempunyai afinitas yang kuat untuk larutannya dan karenanya lebih sukar untuk teradsorpsi dibandingkan senyawa yang sukar larut. Akan tetapi ada perkecualian karena banyak senyawa yang dengan kelarutan rendah sukar diadsorpsi, sedangkan beberapa senyawa yang sangat mudah larut diadsorpsi dengan mudah. Usaha-usaha untuk menemuka hubungan kuantitatif antara kemampuan adsorpsi dengan kelarutannya hanya sedikit yang berhasil.



Ukuran Molekul Adsorbat Ukuran molekul adsorbat benar-benar penting dalam proses adsorpsi ketika molekul masuk ke dalam mikropori suatu partikel arang untuk diserap. Adsorpsi paling kuat ketika ukuran pori-pori adsorben cukup besar sehingga memungkinkan molekul adsorbat untuk masuk.



pH pH dimana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar terhadap adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri diadsorpsi dengan kuat, sebagian karena pH mempengaruhi ionisasi dan karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari beberapa senyawa. Asam organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan adsorpsi basa

11

organik terjadi dengan mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk kebanyakan proses adsorpsi harus ditentukan dengan uji laboratorium. ●

Temperatur Temperatur dimana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi kecepatan dan jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan meningkatnya temperatur, dan menurunnya dengan menurunnya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi merupakan proses eksoterm, derajat adsorpsi meningkat pada suhu rendah dan akan menurun pada suhu yang lebih tinggi (Srining Peni, 2001 : 23).

2.3 Adsorben Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fluida (Saragih, 2008). Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori-pori atau pada letak-letak tertentu di dalam pertikel itu. Oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat daripada molekul lainnya. Adsorben yang digunakan secara komersial dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar, berikut adalah definisinya : a) Adsorben Polar disebut juga hydrophilic yaitu jenis adsorben yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah silika gel, alumina aktif dan zeolite. b) Adsorben non polar disebut juga hydrophobik yaitu jenis adsorben yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah polimer adsorben dan karbon aktif (Saragih, 2008).

12

2.4 Jenis Logam 2.4.1 Timbal (Pb) Timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pb dengan nomor atom 82. Lambangnya diambil dari bahasa latin Plumbum. Timbal (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia, yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam deposit biji. Penggunaan Pb terbesar adalah dalam industri baterai kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan komponen-komponennya. Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan, cat, zat pewarna sintetik dan pestisida. Pencemaran Pb dapat terjadi di udara, air, maupun tanah. Pencemaran Pb merupakan masalah utama, tanah dan debu sekitar jalan raya pada umumnya telah tercemar bensin bertimbal selama bertahun-tahun (Sunu, 2001). 1. Penyebaran Timbal (Pb) Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang terdapat diseluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit dibandingkan dengan kandungan jumlah logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 2008). Selain dalam bentuk logam semua bentuk timbal (Pb) tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia (Darmono, 2001). 2. Sifat dan Kegunaan Timbal Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu lama dan toksisitasnya tidak berubah (Brass & Strauss, 1981). Sifat-sifat khusus logam Pb, yaitu : 1. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat di bentuk dengan mudah.

13

2. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga logam Pb dapat digunakan sebagai bahan coating. 3. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa kecuali emas dan merkuri. 4. Mempunyai titik lebur yang rendah 327,5 oC 5. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik Kegunaan timbal, yaitu : 4. Digunakan dalam pembuatan kabel telepon 5. Digunakan dalam baterai 6. Sebagai pewarna sintetik 7. Sebagai pengkilapan keramik dan bahan anti api 8. Sebagai additive untuk bahan bakar kendaraan Timbal biasa masuk dalam lingkungan dan tubuh manusia dari berbagai macam sumber seperti bensin (petrol), daur ulang atau pembuangan baterai mobil, mainan, cat, pipa, limbah tekstil yang dibuang di sungai, tanah, beberapa jenis kosmetik dan obat tradisional dan berbagai macam sumber lainnya. Di kebanyakan negara berkembang, sumber utama kontak dengan timbal berasal dari bensin bertimbal. Selain itu juga berbagai consmer product seperti yang disebutkan diatas dan makanan juga bisa mengandung timbal. Keracunan timbal dapat berasal dari mainan, debu ditempat latihan menembak, pipa ledeng, pigmen pada cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang di cat, limbah tukang emas, industri rumah, industri tekstil, baterai dan percetakan. Makanan dan minuman yang bersifat asam seperti air tomat, air buah apel dan asinan dapat melarutkan timbal yang terdapat dalam lapisan mangkuk dan panci. Sehingga makanan dan minuman yang terkontaminasi dapat menimbulkan keracunan. Bagi kebanyakan orang sumber utama asupan Pb adalah makanan yang biasanya menyumbang 100-300 μg per hari (Palar, 2008). Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akibat secara tidak sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya

14

senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfia, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup peralisis beberapa kelompok otot sehingga meyebabkan pergelangan tangan terkulai dan pergelangan kaki terkulai. 2.5 Gravimetri Analisis Gravimetri adalah suatu bentuk analisis kuantitatif yang berupa penimbangan, yaitu suatu proses pemisahan dan penimbangan suatu komponen dalam suatu zat dengan jumlah tertentu. Penimbangan disini merupakan penimbangan hasil reaksi setelah zat yang dianalisis direaksikan. Hasil reaksi dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis. Gravimetri merupakan cara analisis tertua dan paling murah. Hanya saja gravimetri memerlukan waktu yang relatif lama dan hanya dapat digunakan untuk kadar komponen yang cukup besar. Suatu kesalahan kecil, secara relatif akan berakibat besar. Kendati demikian gravimetri masih dipergunakan untuk keperluan analisis karena waktu pengerjaannya yang tidak perlu terus-menerus dilakukan analisis karena setiap tahapan pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama. Sebagian analisis gravimetri menyangkut unsur yang akan ditentukan menjadi senyawa murni yang stabil dan mudah diubah ke dalam bentuk yang dapat ditimbang. Berat hasil reaksi dapat dihitung dari rumus dan berat atom senyawa yang ditimbang. Pengendapan merupakan teknik yang paling luas penggunaannya. Hal terpenting dalam pengendapan suatu hasil reaksi adalah kemurniannya dan kemudahan penyaringan yang pasti dilakukan dalam teknik pengendapan. Prinsip dilakukan dalam teknik pengendapan :

15

1. Metode gravimetri untuk analisa kuantitatif berdasarkan pada stoikiometri reaksi pengendapan. 1. Secara umum dinyatakan dengan persamaan : 𝑎𝐴 + 𝑝𝑃 → 𝐴𝑎𝑃𝑝 2. ”a” adalah koefisien reaksi setara dari reaktan analit (A), ”p” adalah koefisien reaksi setara dari reaktan pengendap (P) dan AaPp adalah rumus molekul dari zat kimia hasil reaksi yang tergolong sulit larut (mengendap) yang dapat ditentukan beratnya dengan tepat setelah proses pencucian dan pengeringan. 3. Penambahan reaktan pengendap P umumnya dilakukan setara berlebih agar dicapai proses pengendapan yang sempurna 4. Agar penetapan kuantitas analit dalam metode gravimetri mencapai hasil yang mendekati nilai sebenarnya, harus dipenuhi 2 kriteria : a. Proses pemisahan atau pengendapan analit dari komponen lainnya berlangsung sempurna b. Endapan analit yang dihasilkan diketahui dengan tepat komposisinya dan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, tidak bercampur dengan zat pengotor Analisis Gravimetri dapat beralngsung baik, jika persyaratan berikut dapat terpenuhi : 1. Komponen yang ditentukan harus dapat mengendap secara sempurna (sisa analit yang tertinggal dalam larutan harus cukup kecil, sehingga dapat diabaikan), endapan yang dihasilkan stabil dan sukar larut 2. Endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dari larutan (dengan penyaringan) 3. Endapan yang ditimbang harus mempunyai susuan stoikiometri tertentu (dapat diubah menjadi sistem senyawa tertentu) dan harus bersifat murni atau dapat dimurnikan lebih lanjut (Vogel, 1990) Perhitungan dalam analisis gravimetri :

16

%𝐴 =

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 =

𝐴𝑟 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑀𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑟𝑖 𝑀𝑟 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎 ∶ %𝐴 = A

= analit

P

= endapan

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Beberapa hal tentang gravimetri : 1. Waktu yang diperlukan untuk analisa gravimetri, menggunakan karena tidak memerlukan kalibrasi atau standarisasi. Waktu yang diperlukan dibedakan menjadi 2 macam yaitu waktu total dan waktu kerja. 2. Kepekaan analisa gravimetri, lebih ditentukan oleh kesulitan untuk memisahkan endapan yang hanya sedikit dari larutan yang cukup besar volumenya. 3. Ketepatan analisa gravimetri, untuk bahan tunggal dengan kadar lebih dari 100% jarang dapat ditandingi perolehannya. 4. Kekhususan cara gravimetri, pereaksi gravimetri yang khas (spesifik) bahkan hampir semua selektif dalam arti mengendapkan sekelompok ion. Metode pengendapan dalam Analisis Gravimetri Suatu sampel yang akan ditentukan secara gravimetri mula-mula ditimbang secara kuantitatif, dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian diendapkan kembali dengan reagen tertentu. Senyawa yang dihasilkan harus memenuhi syarat yaitu memiliki kelarutan sangat kecil sehingga bisa mengendap kembali dan dapat dianalisis dengan cara menimbang. Endapan yang terbentuk harus berukuran lebih besar daripada pori-pori alat penyaring (kertas saring), kemudian endapan tersebut dicuci dengan larutan elektrolit yang mengandung ion

17

sejenis dengan ion endapan. Hal ini dilakukan untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan endapan dan memaksimalkan endapan. Endapan yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100-130 derajat celcius atau dipijarkan sampai suhu 800 derajat celcius tergantung suhu dekomposisi dari analit. Pengendapan kation misalnya, pengendapan sebagai garam sulfida, pengendapan nikel dengan DMG. Pengendapan perak dengan klorida atau logam hidroksida dengan mengatur pH larutan. Penambahan reagen dilakukan secara berlebihan untuk memperkecil kelarutan produk yang diinginkan. Pembentukan endapan dibedakan menjadi 2 macam yaitu : 1. Endapan dibentuk dengan reaksi antar analit dengan suatu pereaksi, biasanya berupa senyawa baik kation maupun anion. Pengendapan dapat berupa anorganik maupun organik. 2. Endapan dibentuk cara elektrokimia (analit dielektrolisa), sehingga terjadi logam sebagai endapan, dengan sendiri kation diendapkan. Untuk mendapatkan endapan sesuai dengan yang diinginkan dan hasilnya bagus, maka perlu ditentukan terlebih dahulu keadaan optimumnya. Untuk memperoleh keadaan optimum tersebut, maka harus mengikuti aturan sebagai berikut : a. Pengendapan harus dilakukan pada larutan encer, yang bertujuan untuk memperkecil kesalahan akibat koresipitasi. b. Pereaksi dicampur perlahan-lahan dan teratur dengan pengadukan tetap. c. Pengendapan dilakukan pada larutan panas bila endapan yang terbentuk stabil pada temperatur tinggi. d. Endapan kristal biasanya dibentuk dalam waktu yang lama dengan menggunakan pemanas uap untuk menghindari adanya kopresipitasi. e. Endapan harus dicuci dengan larutan encer. f. Untuk menghindari postpresipitasi atau kopresipitasi sebaiknya dilakukan pengendapan ulang. Syarat-syarat endapan gravimetri :

18

1. Kesempurnaan pengendapan, pada pembuatan endapan harus diusahakan kesempurnaan pengendapan tersebut dimana kelarutan endapan dibuat sekecil mungkin 2. Kemurnian endapan (kopresipitasi), endapan murni adalah endapan yang bersih, tidak mengandung molekul-molekul lain (zat-zat lain biasanya pengotor atau kontaminan) 3. Endapan yang kasar, yaitu endapan yang butir-butirnya tidak kecil, halus melainkan endapan yang bulky (endapan dengan volume atau berat besar, tetapi berasal dari analit yang hanya sedikit) 4. Endapan yang spesifik, pereaksi yang digunakan hanya dapat mengendapkan komponen yang dianalisa

19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Teknik Kimia FTI UII, Universitas Islam Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan selama 2(dua) bulan, yakni dari bulan Januari 2018 – Februari 2018. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bahan : 1. Arang dari Kayu Mahoni didapatkan dari Bintang Charchoal Shop Bondowoso, Jawa Timur. 2. Aquadest. 3. PbSO4 4. H2SO4

Alat

:

1. Vibrating sieve shaker (ayakan), dengan ukurun Mesh 100,120, 140 dan 170. 2. Timbangan Digital 3. Gelas Beeker 4. Pengaduk 5. Corong gelas 6. Pipet tetes 7. Pipet volume 25 mL 8. Eksikator 9. Termometer 10. Alat Pemanas 11. Kertas Saring 12. Erlenmeyer 25 mL 13. Gelas Ukur 100 mL 14. Kaca Arloji

20

3.3 Cara Kerja Prosedur penelitian ini terdiri dari: 3.3.1

Persiapan bahan baku

1. Menyiapkan Arang Kayu Mahoni yang telah ditumbuk, atau dihaluskan serta melakukan screening/Ayakan dengan ukuran mesh 100, 120, 140, dan 170. 2. Menyiapkan larutan limbah yang mengandung logam Pb, yaitu PbSO4 dengan konsentrasi 0,1 Molar. 3.3.2

Proses Adsorpsi

1. Menyiapkan 4 erlenmeyer, memasukkan larutan yang mengandung Timbal (Pb) yaitu PbSO4 sebanyak 25 ml pada masing-masing erlenmeyer. Pada erlenmeyer untuk suhu 30oC ditambahkan 5 gr arang kayu mahoni dengan variasi mesh 100, 120, 140, 170 dan dilakukan pengadukan sekitar 10 menit sampai terbentuk endapan. Dengan cara yang sama, untuk suhu 30oC ke atas dilakukan pemanasan terlebih dahulu, sampai mencapai variasi suhu yang diinginkan yaitu 40 oC, 50oC, dan 60oC. 2. Menyaring larutan PbSO4 dari erlenmeyer menggunakan kertas saring, endapan yang dihasilkan dilakukan pencuciandengan air, kemudian dikeringkan terlebih dahulu menggunakan eksikator danendapan ditimbang untuk mengetahui seberapa banyak arang mahoni menyerap Pb yang terkandung dalam larutan PbSO4, tiap ukuran mesh dan suhu tertentu. 3.3.3 Penentuan kandungan Pb pada filtrat hasil adsorpsi 1. Setelah didapatkan filtrat dari dari metode kerja 2, Untuk mengetahui sisa endapanyang masih mengandung Pb, masing-masing hasil filtrat yang telah disaring dari proses adsorpsi, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu diteteskan dengan larutan H2SO4sambil menggoyanggoyangkan labu erlenmeyer sampai terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan penyaringan, lalu dimurnikan dengan pencucian, dilanjutkan dengan pengeringan, lalu ditimbang hasilnya.

21

Perhitungan dalam analisis gravimetri : Untuk mengetahui sisa kadar Pb Berat endapan = berat Pb awal – berat Pb hasil endapan

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑏 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 =

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑡𝑜𝑚 𝑃𝑏 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑃𝑏𝑆𝑂4

22

DAFTAR PUSTAKA Brass, G. M, Strauss, W. 1981. Air Pollution Control. Part IV. John Willey&sons. New York. Collen, K, R.E. Mielle., D. Dimaquibo., A.J. Curtis., and J.G. Dewitt, 1999, Adsorption of Eu (III) onto Roots of Water Hyacinth J. Environ. Sci. Tehnol., (33) : 1439-1443. Cundari, Lia, M. Fersyando Melsi, Caesar Fiat. 2016. Pengaruh Waktu Sampling dan Ukuran Partikel Adsorben terhadap Adsorpsi Kontinyu Limbah Kain Jumputan. Palembang : Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Vol. 22. No. 4. https://www.911metallurgist.com/equipment/vibrating-sieve-machines/ 13/12/18, 14:18 Junaedi, Nurul Fadhilah, dkk. Pemanfaatan Arang Sekam Padi sebagai Adsorben untuk Menurunkan Ion Logam Berat dalam Air Limbah Timbal (Pb). Skripsi. Prodi Teknik Lingkungan, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin. Khodijah, Sanchia Janita. dkk. 2014. Tugas Akhir Perancangan mini sieve shaker.Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kesehatan Surabaya, Surabaya. Low, K.S, C.K. Lee, and S.G. Tan, 1997, Sorption od Trivalent Chromium from Tannery Waste by Moss. J. Environt. Tech, (18) : 449-454. Lukmandaru, Ganis, Dewi Susanti dan Ragil Widyorini. 2016. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea (2018) ”Sifat Kimia Kayu Mahoni yang Dimodifikasi dengan Perlakuan Panas”. Yogyakarta : Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM). 7 (1), 37-46. Maranon, E , and H. Saetre, 1991, Heavy Metal Removal in Packed Bed Using Apple Waste. Anal. Chem, (64) : 39-44. McCabe, Warren L & Smith, J.C. 1999. “Operasi Teknik Kimia”. Alih Bahasa Jasiji, E.Ir. Edisi ke-4. Penerbit Erlangga : Jakarta. Meilani, Miranda Putri Nurita Sari. 2012. Pengambilan Zat Warna Alami dari Kulit Kayu Mahoni. Surakarta : Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Hal 5-8. Mihelcic, J.R. et al. 1999. Fundamental of Environtment Engineering. John Wiley & Sons, Inc.

23

Minarti,

Sanatang., Sasria, Nia, 2012. Pengolahan Limbah Industri Tekstil.http://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahanlimbah-industri-tekstil/13/12/18, 14:44.

Mirwan, M. 2005. Daur Ulang Limbah Hasil Industri Gula (Ampas Tebu/Bagasse) Dengan Proses Karbonisasi Sebagai Arang Aktif. Jurnal Rekayasa Perencanaan. Vol. 1 (3) Mu’jizah, S. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif Dari Biji Kelor (Moringa oleifira) Dengan NaCl Sebagao Bahan Pengaktif. Nursakinah, Naela. 2017. Uji Efektivitas Antidiabetes Fraksi Etil Asetat Daun Mahoni (Swietenia macrophylla King) Terhadap Tikus Jantan yang Diinduksi Glukosa. Purwokerto : Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hal 4-6. Pari, G. 1992. Pembuatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Sengon untuk Penjernih Air. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 10. No.5 pp 141-149. Bogor. Pari, G. 1996. Kualitas Arang Aktif dari 5 Jenis Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 14. No.2 pp 60-68. Bogor. Pujiarti,

Rinidan J.P GenturSutapa. 2005. MutuArangAktifdariLimbahKayuMahoni (Swieteniamacrophylla King) sebagaiBahanPenjernih Air. Jogyakarta :FakultasTeknologiHasilHutan, FakultasKehutanan UGM. Vol. 3. No.2 pp 33-38.

Refilda., Rahmiana Zein, Rahmayeni, 2001, Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Penyerap Sintetik Logam-logam Verat Pada Air Limbah, Skripsi, Padang, Universitas Andalas. Sari, F. Nila. 2012. Kromium Pada Limbah Industri Tekstil. Medan : Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Shafirinia, Rahma, Irawan Wisnu Wardana dan Wiharyanto Oktiawan. 2016. Jurnal Teknik Lingkungan ”Pengaruh Variasi Ukuran Adsorben dan Debit Aliran Terhadap Penurunan Khrom (Cr) dan Tembaga (Cu) dengan Arang Aktif dari Limbah Kulit Pisang pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam (Elektroplating) Krom”. Semarang : Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Vol. 5. No. 1 Shengjun, M and Holcombe J.A. 1990. Preconcentration of Copper on Algae and Determination By Slurry Furnace Atomic Absorption Spectrometry. Anal. Chem, (62) : 1994-1997. Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 24

25

Related Documents

Edit 3 Fix.docx
June 2020 13
Hiv Smt 3 Edit
August 2019 32
Edit 3 Fix - Copy.docx
October 2019 22
Edit File No 3
May 2020 9
Edit)
November 2019 68