REFRACTORY MATERIAL: FORSTERITE
INDIVIDUAL PROJECT FOR MIDTERM TEST Mata Kuliah Refraktori Material IRMA TRI ARYANI
1506744993
REFRAKTORI MATERIAL
FORSTERITE 1. Raw Material a. Pengertian Hampir 90% mineral pembentuk batuan adalah kelompok silikat (SiO2) , yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90% dari berat kerak-Bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100% dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi ). Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan (metamorf). Kebanyakan mineral-mineral silikat terbentuk ketika cairan magma mulai mendingin. Proses pendinginan ini dapat terjadi dekat permukaan bumi atau jauh di bawah permukaan bukit dimana tekanan dan temperatur lingkungannya sangat tinggi. Lingkungan pengkristalan dan komposisi kimia dari magma sangat mempengaruhi macam mineral yang terbentuk. Contoh, mineral olivin mengkristal pada temperatur tinggi. Secara mineralogi, istilah grup "olivine" termasuk orthosilicates dari basa divalent yang mengkristal dalam sistem ortorombik. Kelompok yang lebih besar ini dapat diwakili oleh rumus (Mg, Fe, Mn, Ca) (Mg, Fe, Mn, Zn, Pb)2SiO4, dengan senyawa akhir yang dikenal sebagai berikut: Forsterite, MG2SiO4; fayalite, Fe2SiO4; tephroite, Mn2SiO4; monticellite, CaMgSiO4; glaucochroite, CaMnSiO4; dan larsenite, PbZnSiO4. Sebagai salah satu jenis mineral olivine, forsterite merupakan mineral yang memiliki formula kimia Mg2SiO4 yang ditemukan oleh ahli mineral berkebangsaan Jerman bernama Adolarius Jacob Foster. Forsterite (Mg2SiO4) tidak terjadi secara alami dalam bentuk murni di alam tetapi dalam bentuk kombinasi isomorfus dengan fayalite (Fe2SiO4). Mineralnya biasa disebut olivin di mana terdiri dari kombinasi isomorfous dari forsterite ((Mg)2SiO4) dan fayalite (Fe2SiO4), yang dalam kisaran 5-25% dari fayalit sering disebut chrysolite. Selain mineral sekunder yang dibentuk oleh perubahan, seperti serpentine dan klorit, olivin umumnya terkait dengan beberapa mineral utama, termasuk kromit, bronzit dan enstatit.
Gambar 1. Mineral forsterite dengan warna yang berbeda
Gambar 2. Mikrostruktur Forsterite hasil analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
b. Features Table 1. Karakteristik Forsterite
FORSTERITE Property Formula
Value Mg2SiO4
Comments Termasuk jenis olivine (Mg,Fe)2SiO4
Komposisi kimia
SiO2 = 41.72 FeO = 1.11
MgO = 57.83 Total = 100.66 Sistem kristal
Orthorombic
Bentuk kristal
Granular masses,
2/m2/m2/m
rounded, embedded grains Cleavage
Indistinct/ terlihat tidak
Fraktur conchoidal,
jelas/ kabur pada {010},
sifatnya brittle/getas
{100} Warna
Hijau, kuning, abu-abu,
Semakin gelap dengan
putih, kuning lemon,
peningkatan kadar Fe,
tidak berwarna pada
berbeda dengan
bagian tipis
Forsterite murni -
Indeks refraksi Alpha = 1.62-1.64 Beta= 1.64-1.66 Gamma= 1.66-1.68 Densitas
3.21 - 3.33
-
Average = 3.27 Titik lebur
1890° C. ±20° C
Kekerasan
6-7 - Orthoclase-Quartz
-
Orientasi optik
X = b; Y = c; Z = a.
-
Kelas optik
Biaxial (+)
-
Kilauan
Vitreous/ seperti kaca
-
Sifat magnetik
Non-magnetik
Asosiasi
Enstatite, plagioclase, phlogopite, magnetite, chromite, antigorite, dolomite, brucite, diopside, corundum, amphiboles, calcite, spinel, augite.
-
c. Persebaran di Indonesia dan Dunia Di Indonesia, forsterite yang tergabung dalam kombinasi bebatuan olivine banyak ditemukan di daerah Banda Aceh (provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), sungai Asahan dan Kisaran (Provinsi Sumatera Utara), Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Tuban dan sepanjang pantai utara Jawa Timur, Bangkalan (Provinsi Jawa Timur), Martapura (Provinsi Kalimantan Selatan), dan Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan di dunia terdapat negara-negara lainnya yang memiliki kandungan forsterite yang melimpah dengan berbagai karakteritiknya tersendiri. Mineral dengan kristal yang bagus terdapat Monte Somma dan Vesuvius, Campania, Italia, Finlandia, Norwegia. Forsterite dengan kristal yang berukuran besar berasal dari Kovdor massif, Kola Peninsula, dan Rusia. Negara-negara lain penghasil forsterite di dunia adalah Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Myanmar, Pakistan, Tanzania, Mesir, dll.
Gambar 3. Peta persebaran mineral olivine di dunia
2. Mineral Processing Untuk menghasilkan forsterite dari mineral olivin ((Mg, Fe) 2SiO4), pada zaman dahulu olivin dilebur dalam Electric Arc Furnace (EAF), dengan pengurangan komponen besi (fayalite) secara bersamaan, untuk membentuk produk yang pada dasarnya terdiri dari kristal forsterite. Selama proses peleburan olivin untuk menghasilkan forsterite, zat pereduksi yang paling umum digunakan adalah karbon. Pengotor utama dalam olivin yang perlu dihilangkan selama proses peleburan pada
temperatur tinggi adalah berbagai senyawa oksida besi seperti FeO, Fe2O3 dan Fe3O2. Saat proses peleburan berlangsung, bijih yang dilebur diubah menjadi bentuk gelas cair. Dalam keadaan amorf ini, oksida besi bersama dengan oksida silikon mudah direduksi menjadi paduan ferosilikon, yaitu aglomerasi logam metalik dan silikon metalik. Paduan ferosilikon dipisahkan dari lelehan oksida dan dikumpulkan sebagai produk sampingan untuk digunakan dalam aplikasi lainnya. Sisa lelehan oksida yang mengandung sebagian besar magnesium silikat dituang keluar dari tungku ke dalam cetakan. Pencairan dalam cetakan tersebut kemudian dibiarkan dingin, membentuk kristal forsterite. Saat agen reduksi karbon dengan mudah mengurangi kadar besi dari lelehan, terdapat silika berlebih yang tidak diinginkan yang cenderung melemahkan kekuatan bantalan beban dari refraktori tetapi tidak dibuang selama proses reduksi. Karbon tambahan hingga 5% menurunkan kadar oksida silikon SiO2 yang tidak diinginkan menjadi kurang dari 2%. Selain itu, sebelumnya ditemukan bahwa penambahan magnesium oksida dan kalsium oksida bisa lebih membantu dalam menghilangkan silika (SiO2). Namun, hal ini akan menghambat reduksi besi. Dengan demikian, kandungan reduksi karbon terus diyakini tetap penting untuk proses tersebut. Sebelumnya, forsterite kristalin agak lemah dan rapuh dengan ukuran rata-rata kristal lebih kecil dari 200 mikron. Metode untuk memicu pertumbuhan kristal yang lebih besar selama produksi forsterite akan menjadi sebuah kemajuan yang sangat diperlukan.
3. Refractory Manufacture Ada beragam teknik yang digunakan oleh para peneliti untuk memanufaktur forsterite bubuk termasuk metode sol-gel, aktivasi mekanis, rute sitrat-nitrat dan metode matriks polimer. Penggunaan perlakuan panas, biasanya dalam suhu kisaran 1000 hingga 1500 ºC telah diaplikasikan sebagai bagian dari proses sintesis untuk memperoleh fase murni forsterite. Ni dan unsur lain digunakan untuk mensintesiskan forsterite dengan metode sol-gel dan adanya proses perlakuan panas pada 1200 ºC selama 3 jam untuk mendapatkan fase murni forsterite. Setelah sintering konvensional selama 8 jam di suhu 1450 ºC, ketangguhan retak 2,4 MPa/m2 tercapai. Hasil tersebut merupakan sebuah peningkatan yang bagus dibandingkan hydroxyapatite (HA) yang memiliki ketangguhan sekitar 1 MPa/m2.
Proses sintesis forsterite lainnya adalah dengan menggunakan proses ball milling selama 10 jam dan perlakuan panas pada 1200 ºC dan dilanjutkan dengan proses sintering. Para peneliti menemukan bahwa ketangguhan retak mencapai 4,3 MPa/m2. Berdasarkan hasil XRD, forsterite murni dapat diperoleh selama sintering di atas 1300 ºC. Proses sintering pada forsterite akan menghasilkan sifat mekanis yang superior sehingga forsterite menjadi material yang banyak digunakan karena kekuatannya yang baik. 4. Applications Berikut adalah beberapa aplikasi yang menggunakan forsterite: 1. Bahan konstruksi Forsterite digunakan sebagai bahan konstruksi untuk perangkat kontrol aliran logam cair yang digunakan dalam industri baja dan untuk pelapis yang digunakan dalam ladel baja yang berfungsi untuk mengumpulkan logam cair selama fabrikasi paduan dan peleburan. Industri baja secara historis menggunakan bahan dasar seperti magnesit dan dolomit karena faktor pembatas ketahanan korosi dan ketahanan suhu refraktori alumino-silikat, yang kurang dari mineral lain yang berbasis senyawa MgO. Oleh karena itu, forsterite dapat memberikan lapisan refraktori dengan sifat-sifat yang lebih unggul dari bahan-bahan lain yang biasa digunakan, tetapi dengan sifat fisik dan kimia yang unik yang tidak ditemukan pada mineral lainnya.
Gambar 4. Aplikasi forsterite sebagai material pelapis/insulasi
2. Biomaterial Forsterite sedang dipelajari saat ini sebagai biomaterial potensial untuk implan karena sifat mekaniknya yang superior.
Gambar 5. Aplikasi forsterite sebagai material bioceramic coating
Gambar 6. Aplikasi forsterite sebagai material implant
3. Peralatan elektronik Forsterite memiliki konduktivitas listrik rendah sehingga ideal digunakan untuk bahan elektronik.
Gambar 7. Aplikasi forsterite pada peralatan elektronik
4. Bahan refraktrori Dengan titik leleh yang tinggi yaitu sebesar 1890 ºC, menunjukkan bahwa forsterite bisa digunakan sebagai refraktori (bahan tahan api) dan aplikasi pembuatan keramik karena memiliki stabilitas kimia yang baik dan koefisien ekspansi termal yang rendah.
Gambar 8. Aplikasi forsterite sebagai material refraktori
5. Sebagai perhiasan Sifat fisik berupa warna yang sangat menarik serta memberikan kilauan unik sehingga forsterite menjadi pilihan sebagai bahan baku pembuatan batu akik atau gemstone yang sedang menjadi trend saat ini.
Gambar 9. Aplikasi forsterite sebagai perhiasan
5. References 1. http://www.science.smith.edu/geosciences/petrology/Petrography/forsterite/forster ite.html
2. http://www.handbookofmineralogy.org/pdfs/forsterite.pdf 3. https://patents.google.com/patent/US8691172B2/en 4. S. Ramesh, dkk. 2013. “Nanocrystalline forsterite for biomedical applications: Synthesis, microstructure and mechanical properties”. Journal of Mechanical Behaviour of Biomedical Materials. Volume 25. Page 63-69 5. http://digilib.unila.ac.id/13316/2/BAB%20II.pdf 6. K.Y. Sara Lee, dkk. 2013. Characterization of Forsterite Ceramic. Journal of Ceramic Processing Research 7. http://www.academia.edu/12662762/Golongan_mineral_silika_oksida_sulfida