Program Pencegahan Zoonosis - Puput

  • Uploaded by: Puput Fatimah
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Program Pencegahan Zoonosis - Puput as PDF for free.

More details

  • Words: 5,810
  • Pages: 30
REFERAT PROGRAM PENCEGAHAN ZOONOSIS

Disusun oleh: Puput Fatimah 1315161

Pembimbing: dr. Cindra Paskaria, M.K.M.

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2019 i

DAFTAR ISI Daftar Isi ....................................................................................................................... ii BAB I Pendahuluan ..................................................................................................... 2 BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 3 2.1 Definisi Zoonosis ............................ ............................................................... .. 3 2.2 Klasifikasi dan Sifat Zoonosis ......... .................................................................. 4 2.3 Beberapa Penyakit Penting Zoonosis Penting pada Hewan .......................... .... 5 2.4 Zoonosis Bersifat Eksotik …..............................................................................8 2.4.1 Ebola ............................................................................................................. 8 2.4.2 Nipah Virus .................................................................................................. 9 2.4.3 Rift Valley Fever (RVF) ............................................................................... 9 2.4.4 SARS Virus .............................................................................................. 10 2.5 Zoonosis Bersifat Endemik ..............................................................................11 2.5.1 Flu Babi ..................................................................................................... 11 2.5.2 Flu Burung .................................................................................................. 12 2.6 Zoonosis Bersifat Sporadis ................................................................................... 12 2.6.1 Bakteri Enterobacter sakazakii ................................................................. 12 2.6.2 Toxoplasmosis ........................................................................................... 13 2.6.3 Salmonellosis .............................................................................................. 13 2.7 Dasar Hukum ........................................................................................................ 13 2.8 Pencegahan Zoonosis ...................................................................................... 14 2.8.1 Higiene dan Sanitasi .................................................................................. 15 2.8.2 Vaksinasi .................................................................................................... 16 2.8.3 Biosekuriti .................................................................................................. 17 2.9 Peran Pemerintah dalam Pengendalian Zoonosis ............................................ 21 2.9.1 Konsep One Health .................................................................................... 23

ii

BAB III Kesimpulan .................................................................................................. 25 Daftar Pustaka ............................................................................................................ 26

iii

BAB I PENDAHULUAN Zoonosis berasal dari bahasa Perancis "zoonotic" yang artinya penyakit yang bersumber dari hewan dan dapat ditularkan kepada manusia yang nantinya akan berkembang menjadi wabah. Badan / lembaga internasional yang mengurusi penyakit ini adalah OIE (Organitation International of Epizootic) yang berada di bawah naungan lembaga kesehatan PBB yaitu WHO. Untuk Negara berkembang seperti Indonesia, penyakit zoonosis menjadi ancaman yang paling serius sehingga penyakit zoonosis ini mendapat perhatian khusus dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Untuk menangani penyakit zoonosis ini departemen kesehatan bekerja sama dengan Dirjen peternakan dan Dirjen kesehatan hewan. Indonesia sampai sejauh ini selalu dirundung masalah penyakit zoonosis ini dan seolah-olah kasus penyakit zoonosis silih berganti menyerang Indonesia. Kejadian wabah penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di Indonesia disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit. Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus misalnya penyakit mulut dan kuku pada sapi, influenza pada unggas dan babi, dan rabies pada anjing, kucing, dan kera. Untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi disebabkan oleh virus dari familia Picornaviridae. Penyakit mulut dan kuku ini sangat berbahaya bagi manusia. Jika manusia mengkonsumsi daging sapi yang terkena penyakit ini dapat mengakibatkan luka-luka koreng di tubuhnya yang nantinya akan mengakibatkan kelumpuhan dan bahkan kematian. Untuk penyakit influenza pada unggas dan babi disebabkan oleh influenza virus type A. Pada unggas influenza virus type A sub-type H5N1,pada babi influenza virus type A sub-type H1N1. Flu burung dan flu babi ini sangat menular dan manusia yang tertular akan terkena gangguan pernafasan yang akut sampaisampai dapat menyebabkan kematian. Penyakit rabies pada anjing, kucing, dan kera disebabkan oleh Rhabdovirus. Penularan ke manusia biasanya karena disebabkan oleh gigitan hewan yang terjangkiti. Virus rabies masuk ke manusia melalui gigitannya dan virus ini akan menyebar ke susunan system saraf manusia hingga ke 1

otak dan akan menyebabkan kematian. Untuk penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri dan pernah mewabah di Indonesia yaitu anthrax. Bakteri penyebab anthrax yaitu Baccillus anthraxis yang sering menyerang sapi. Penularan ke manusia disebabkan manusia mengkonsumsi daging yang mengandung virus anthrax. Penyakit ini juga dapat menyebabkan kematian pada manusia. Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit misalnya Toxoplasma gondii. Parasit ini sering ditemukan pada kucing dan kambing. Pada kucing biasanya ditularkan karena manusia sering kontak langsung dengan kucing, air liur kucing, dan perabotan makan manusia yang dijilati oleh kucing. Pada kambing ditularkan jika manusia mengkonsumsi daging kambing yang belum matang, biasanya berupa sate ataupun steak. Efek yang ditimbulkan bagi wanita hamil adalah keguguran, dan pada pria dapat menyebabkan kemandulan. Dampak akibat zoonosis diantaranya adalah timbulnya kesakitan (morbidity) dan kematian (mortality), baik pada manusia maupun hewan. Selain itu menimbulkan dampak ekonomi akibat kehilangan tenaga kerja karena sakit, menurunnya jumlah wisatawan ke daerah terjadinya wabah, turunnya produksi ternak dan produk ternak, pemusnahan ternak sakit dan tersangka sakit, serta pembatasan dan penurunan perdagangan internasional. Dengan demikian, penyakit zoonotik harus dapat dicegah dan dikendalikan dengan berbagai upaya yang dapat dilakukan. Upaya tersebut harus melibatkan semua pihak agar tercapai tujuan kesehatan global baik kesehatan pada manusia maupun hewan. Zoonosis dapat dicegah jika dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian yang konsisten dan diperlukan komitmen dari berbagai pihak.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Zoonosis Zoonosis adalah penyakit-penyakit dan infeksi yang secara alami dapat ditularkan dari hewan-hewan vertebrata ke manusia dan atau sebaliknya. Pengertian tersebut juga mencakup keadaan dimana suatu organisme dapat hidup baik di dalam tubuh manusia maupun tubuh hewan, meskipun organisme tersebut tidak secara umum ditularkan dari yang satu terhadap lainnya. Zoonosis juga berlaku bagi suatu organisme penyebab penyakit yang hidup pada suatu lingkungan misalnya tanah, dan baik manusia maupun hewan mengalami infeksi akibat kontak dengan tanah yang menjadi sumber infeksi tersebut.

2.2 Klasifikasi dan Sifat Zoonosis Menurut Joint FAO/WHO Expert Committee on Zoonosis, maka klasifikasi zoonosis dapat dilakukan atas dasar jenis inang reservoir yang merupakan sumber infeksi orgnisme penyebab penyakit menjadi 3 yaitu :
 1. Anthropozoonosis: penyakit yang dapat secara bebas berkembang di alam di antara hewan liar maupun domestik. Manusia hanya kadang terinfeksi dan akan menjadi titik akhir dari infeksi. Pada jenis ini, manusia tidak dapat menularkan kepada hewan atau manusia lain. Berbagai penyakit

yang

masuk

dalam

golongan

ini

yaitu Rabies,

Leptospirosis, tularemia, dan hidatidosis. 2. Zooanthroponosis: zoonosis yang berlangsusng secara bebas pada manusia atau merupakan penyakit manusia dan hanya kadang-kadang saja menyerang hewan sebagai titik terakhir. Termasuk dalam golongan ini

3

yaitu

tuberkulosis

tipe

humanus

disebabkan

oleh Mycobacterium

tubercullosis, amebiasis dan difteri. 3. Amphixenosis: zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang cocok untuk agen penyebab penyakit dan infeksi teteap berjalan secara bebas walaupun tanpa keterlibatan grup lain (manusia atau hewan). Contoh: Staphylococcosis, Streptococcosis. Klasifikasi zoonosis berdasarkan siklus hidup organisme penyebab infeksi, maka zoonosis dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
 1. Zoonosis langsung (direct zoonoses) : untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit hanya memerlukan satu vertebra sebagai inang antara (intermediate host). Penularan agen penyakit terjadi secara langsung, yaitu agen penyakit menginfeksi hewan, kemudian pindah ke manusia. Contoh: penyakit rabies, brucellosis, trichinosis. 2. Cyclozoonosis : untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan dua atau lebih inang vertebrata. Contoh: penyakit taeniasis dan penyakit hidatid. 3. Metazoonosis : untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit, memerlukan satu inang vertebrata dan invertebrata. Contoh: penyakit fasioliosis. 4. Saprozoonosis : untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan satu inang antara dari bahan organik atau bahan hidup yang tidak berjiwa sebagai reservoir. Contoh: penyakit cutaneus larva migran. Sifat penyakit zoonosis bervariasi bergantung kepada sifat agen patogen sebagai berikut : 1. Agen patogen berada pada hewan sebagai reservoir, akan tetapi kasus pada manusia jarang terjadi atau infeksinya bersifat “dead-end”, misalnya 4

Anthrax, Rabies, West Nile dan Nipah/Hendra. 2. Agen patogen tumbuh dengan baik pada hewan dan manusia misalnya Tuberculosis sapi, Salmonelosis. 3. Agen patogen berada pada situasi antara (intermediate) dimana hewan hanya bertindak sebagai inang utama, tetapi wabah pada manusia lebih sering terjadi dan mata rantai penularan mengarah pada misalnya Monkeypox, Hanta, Lassa dan Ebola. 4. Agen patogen yang secara bertahap beradaptasi terhadap penularan dari manusia ke manusia dan saat ini dapat menular antar manusia misalnya Tuberculosis pada manusia. 5. Agen patogen yang sumbernya dari hewan akan tetapi secara tiba-tiba muncul pada populasi manusia misalnya HIV, Infuenza tipe A dan kemungkiinan SARS. 2.3 Beberapa Penyakit Zoonosis Penting pada Hewan Penyakit

Penyebab

Agen Penyakit

Hewan Rentan / Sumber Penular

Cara Penularan ke Manusia

Anthrax

Bakteria

Bacillus anthracis

sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, babi

kontak dengan hewan atau hasil hewan

Bartonellosis

Bakteria

Bartonella henselae

kucing

lewat cakaran, gigitan, jilatan

Brucellosis

Bakteria

Brucella abortus sapi Brucella suis babi Brucella canis Brucella ovis anjing Brucella melitensis domba kambing, domba

5

kontak langsung dengan plasenta, fetus, cairan/ organ reproduksi

Erysipelas

Bakteria

Erysipelothrix rhusiopathiae

babi, ikan, unggas

kontak langsung

Leptospirosis

Bakteria

Leptospira interrogans

urin (sapi, babi, anjing, tikus)

kontak langsung atau tidak langsung dengan sumber penular

Listeriosis

Bakteria

Listeria monocytogenes

bahan asal hewan seperti susu dan hasil olahan seperti keju (sapi, domba)

per-os lewat makanan, minuman atau kontak

Melioidosis

Bakteria

Burkholderia pseudomallei

tanah berair dan tercemar tinja rodensia pembawa agen penyakit

per-oral lewat makanan, lewat kulit, saluran pernafasan

Psittacosis

Bakteria

Chlamydia psittaci

bangsa burung terutama dalam FamPsittacidae

kontak langsung dengan burung tertular

Demam Q

Rickettsia

Coxiela burnetti

sapi, domba, kambing, susu segar, caplak

lewat inhalasi percikan (droplet)

Salmonellosis

Bakteria

Salmonella sp.

Babi, ayam, sapi, kerbau, kambing, domba, burung, hewan liar, hewan kesayanagn

per-os melalui bahan-bahan tertular oleh tinja penderita

Streptococcus equi subspecies zooepidemicus, Streptococcus suis tipe 2 Microspora sp., Trichophyton sp.

daging dan ekskreta babi tertular

secara kontak langsung dan tidak sengaja peros

Anjing, kucing, tanah yang

kontak langsung dengan hewan,

Streptococcosis Bakteria

Ringworm

Jamur

6

tercemar

tanah dan barang tercemar

Ebola

Virus

Virus Ebola, Fam: Filoviridae

diduga kuat virus tersebar di alam bebas pada satwa liar

kontak langsung dengan ekskrekta satwa primata

Flu Burung/ Avian Influenza

Virus

Virus Influenza Tipe A, ubtype H5N1

unggas (ayam, burung, itik)

kontak langsung dengan penderita

Japanese Encephalitis

Virus

Virus RNA, Fam: Flaviviridae, Genus: Flavivirus

babi dan beberapa bangsa burung

Penyakit Nipah

Virus

Virus Golongan Paramyxovirus

Orf

Virus

Virus Fam. Poxviridae, Genus Parapoxvirus

domba, kambing kontak langsung dengan jaringan hewan tertular

Rabies

Virus

Virus Fam. Rhabdoviridae

anjing, kucing, kera

lewat gigitan hewan penderita

Ascariasis

Parasit Cacing

Ascaris suum

babi

per-os, manusia menelan larva

Balantidiosis

ParasitProtoz oa

Balantidium coli

feses dan potongan usus babi

per-os lewat makanan atau minuman tercemar

Cutaneus larva migrans

Parasit Cacing

Larva nematoda (Ancylostoma caninum, A. brazilienze)

tanah yang tercemar lava nematode dari anjing, kucing

kontak kulit dengan larva III yang ada di tanah

Scabies

Parasit

Sarcoptes sp.

hewan

kontak langsung

7

lewat artropoda / nyamuk Culex tritaeniorhyncus,d an jenis arthropoda lain babi, kelelawar kontak langsung diduga bertindak dengan daging sebagai babi atau ekskreta reservoir babi tertular

Tungau

kesayangan (anjing, kucing)

karena kedekatan

sapi

per-os dengan mengkonsumsi daging yang mengandung kista

Parasit Cacing

Taenia saginata Taenia solium

Toxoplasmosis

Parasit Protozoa

Toxoplasma gondii oocyt yang telah mengalami sporulasi dalam tinja kucing

per-os lewat tinja kucing atau daging yang menagandung kista

Sapi Gila

Prion

Suatu molekul protein tanpa asam inti

per-os

Taeniasis

babi

Jaringan sapi yang mengandung prion, terutama otak dan sumsum tulang belakang

2.4 Zoonosis Bersifat Eksotik Eksotik artinya penyakit yang hanya ada pada Negara tertentu dan tidak menyebar secara meluas ke Negara lain.

2.4.1 Ebola Penyebab penyakit ini adalah virus dari genus ebola virus dan familinya filoviridae. Karakteristik dari virus ini, morfologi filamennya panjang dan dikelilingi lemak serta mempunyai envelop. Ebola virus mempunyai morfologi yang sama dengan marburg virus karena familinya yang sama yaitu filoviridae serta gejala klinis yang sama. Ebola adalah ancaman luas untuk gorila dan simpanse di Afrika Tengah, dan mungkin sudah menyebar ke manusia dari orang-orang yang makan binatang yang terinfeksi. Sekarang menular dari manusia ke manusia, melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, dan telah membunuh beberapa 8

ratus orang di setiap beberapa wabah pada pertengahan 1970-an. Gejala klinis penyakit ebola muntah, diare, luka pada tubuh, pengeluaran darah internal dan eksternal dan demam. Rata-rata kematiannya sangat tinggi yaitu 50-90%, penyebab utama kematian adalah hipopolemik syok dan kegagalan jatung. Sejak ditemukan ebola tidak ada vaksinnya untuk treatmen. Ebola dibagi menjadi tiga yaitu zaire ebola virus, reston ebola virus dan ivori coast ebola virus.

2.4.2 Nipah Virus Nipah virus merupakan virus zooonotik yang baru, ditemukan pada tahun 1999, penyakit ini menular pada manusia melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi. Nipah virus familinya paramyxovidae. Pola transmisinya mempunyai dua model transmisi yaitu transmisi dari hewan ke hewan dan transmisi dari hewan ke manusia. Kontak terbuka dengan jaringan atau body fluids yang terkontaminasi dari hewan yang terinfeksi. Antibody dari nipah ditemukan pada babi, hewan domestik lain dan hewan liar. Peran dari babi adalah penyebaran infeksi pada hewan lain yang belum tertular. Masa inkubasi dari nipah virus antara 4 dan 18 hari, terdapat kasus infeksi yang tidak mempunyai gejala (subklinikal). Gejala klinis kasus ini mirip dengan gejala influenza dengan demam tingi dan nyeri sendi (mialgia), penyakit ini inflamasi ke otak (encephalitis), mengantuk, konvulsi dan koma. 50% dari gejala ini menimbulkan kematian.

2.4.3 Rift Valley Fever RVF bersifat zoonosis, kasus penyakit ini pada hewan dan manusia dengan morbiliti dan mortalitas yang tinggi. Virus RVF ini vektornya adalah nyamuk yang merupakan epizootik potensial (epidemik pada hewan) dan pada manusia epidemik terlihat dari virus baru pada satu area yang terdapat vektornya. RVF merupakan genus dari phlebovirus dengan famili bunyaviridae. Vektor dari RVF melalui gigitan nyamuk, berasal dari species nyamuk yang merupakan vektor transmisi RVF pada 9

daerah berbeda dengan species nyamuk yang berbeda disebut pre dominan vektor, nyamuk Aides adalah contohnya, virus ini terdapat pada pakan hewan yang terinfeksi dan mampu bertransmisi secara transovarial (trasmisi virus dari nyamuk betina yang terinfeksi pada telurnya), jadi generasi baru infeksi nyamuk terdapat pada telur. Banyak type dari hewan yang terinfeksi dari RVF dan kejadian penyakit pada umumnya hewan domestik seperti ternak, domba, unta, kambing dan burung liar dari endemik area yang beradaptasi kekondisi lokal. Hewan dengan umur yang berbeda mempunyai tingkat kejadian penyakit yang berbeda. Lebih dari 90% anak domba terinfeksi RVF mengalami kematian, sedangkan domba dewasa hanya 10%, aborsi hewan yang bunting 100%. RVF pada manusia bersifat epizootik, manusia terinfeksi RVF melalui gigitan nyamuk atau melalui kontak dengan darah, cairan tubuh lain atau organ dari hewan yang terinfeksi, kontak lain melalui pemotongan hewan yang terinfeksi dan juga melalui susu hewan yang terinfeksi. Virus ini infeksi pada manusia melalui inokulasi (pada kulit yang terluka atau pisau pemotongan daging yang terinfeksi). Melalui infeksi dengan darah yaitu transmisi dari laboratorium yang terinfeksi.

2.4.4 SARS Virus SARS virus mempunyai tipikal yang mirip dengan pneumonia dan influenza, familinya paramyxoviridae. Virus ini diinokulasi dari Macaca fascicularis coronaviridae, selain itu virus ini juga familinya coronaviridae. Corona virus memiliki famili yang luas dengan envelop ikatan tunggal positif – standar RNA virus yang bereplikasi dalam sitoplasma sel dari inang definitif. Virus ini ditemukan pada feces dan urin dari stable dengan temperatur ruangan. 1-2 hari pasien menderita diare dengan pH lebih tinggi dari normal. Dalam supernatan dari kultur sel yang terinfeksi terdapat konsentrasi virus setelah 21 hari pada suhu 40C dan 800C. Setelah 48 jam dengan temperatur ulang konsentrasi virus direduksi dengan satu tempat. Corona virus ditemukan pada hewan liar yang dijual untuk konsumsi manusia, corona virus 10

ditemukan pada musang (Paguma larvata) dan species hewan lainya. Vaksinnya untuk respiratori corona virus infeksi seperti infeksi bronchitis virus pada ayam, dan transmisi gastroenteritis corona virus dari babi serta Feline Infectious Peritonitis virus (FIP).

2.5 Zoonosis Bersifat Endemik Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu. Epidemik ialah mewabahnya penyakit dalam komunitas / daerah tertentu dalam jumlah yang melebihi batas jumlah normal atau yang biasa.Sedangkan pandemik ialah epidemik yang terjadi dalam daerah yang sangat luas dan mencakup populasi yang banyak di berbagai daerah / negara di dunia.

2.5.1 Flu Babi Flu babi (Inggris:Swine influenza) adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virusOrthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenza virus A. Flu babi menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang bersentuhan dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia. Gejala virus termasuk demam, disorientasi, kekakuan pada sendi, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran yang berakhir pada kematian Flu babi diketahui disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1H1N2, H3N1,] H3N2, and H2N3. Di Amerika Serikat, hanya subtipe H1N1 lazim ditemukan di populasi babi sebelum tahun 1998. Namun sejak akhir Agusuts 1998, subtipe H3N2 telah diisolasi juga dari babi.

11

2.5.2 Flu Burung Penyebab flu burung adalah virus influensa tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia. Virus influensa tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari. Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga. Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.

2.6 Zoonosis Bersifat Sporadis 2.6.1 Bakteri Enterobacter sakazakii Bakteri

ini

merupakan

bakteri

batang,

Gram

negatif

dari

family

Enterobacteriaceae, dan digolongkan sebagai bakteri koliform. Bakteri ini bersifat motil (memiliki peritrichous flagella), tidak membentuk spora, memproduksi koloni berpigmen kuning. Sebelum tahun 1980, bakteri ini disebut sebagai yellowpigmented Enterobacter cloacae (INFOSAN 2005). Bakteri ini dapat dimusnahkan pada suhu di atas 70 °C. Habitat alami bakteri ini tidak diketahui pasti. E. sakazakii dapat dideteksi pada usus manusia sehat, serta dapat pula ditemukan di usus hewan dan lingkungan. E. sakazakii merupakan bakteri patogen yang bersifat 12

oportunistik. Bakteri ini menyebabkan meningitis, sepsis, bakterimia, dan necrotizing enteritis pada bayi (Kim et al. 2007). Tingkat mortalitas dari infeksi E. sakazakii ini mencapai 20 – 50%.

2.6.2 Toxoplasmosis Penyakit ini ditakuti oleh kaum wanita karena menyebabkan kemandulan atau selalu keguguran bila mengandung. Bayi yang lahir dengan kondisi cacatpun juga dapat di sebabkan oleh penyakit ini. Penyakit Toxoplasmosis disebarkan oleh satwa bangsa kucing, misalnya kucing hutan, harimau atau juga kucing rumahan. Penularan kepada manusia melalui empat cara yaitu: 1. Secara tidak sengaja menelan makanan atau minuman yang telah tercemar Toxoplasama. 2. Memakan makanan yang berasal dari daging yang mengandung parasit Toxopalsma dan tidak dimasak secara sempurna/setengah matang. 3. Penularan lain adalah infeksi penyakit yang ditularkan melalui placenta bayi dalam kandungan bagi ibu yang mengandung. 4. Cara penularan terakhir adalah melalui transfusi darah. 2.6.3 Salmonellosis Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah

peradangan

pada

saluran

pencernaan

sampai

rusaknya

dinding

usus. Akibatnya penderita akan mengalami :  Diare  Sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik  Penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan penyakit salmonella ini antara lain: primata, iguana, ular, dan burung. 13

2.7 Dasar Hukum Dasar Hukum yang mengatur tentang segala hal tentang Pengendalian dan Pencegahan Zoonosis diatur dalam: 1. UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah 2. UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular 3. UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan 4. PP No. 38/2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kab/Kota 5. PP No. 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah 6. PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah 7. Perpres No. 30 tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis

2.8 Pencegahan Zoonosis Tindakan pencegahan zoonosis merupakan upaya secara dini untuk menghalau masuknya penyakit sehingga terhindar dari kerugian dari zoonosis tersebut baik pada hewan maupun manusia. Tindakan pengendalian zoonosis merupakan upaya mengatur melalui manajemen kesehatan terhadap penyakit yang sudah ada sehingga penyakit tersebut dapat dikurangi intensitasnya dan dicegah penyebarannya. Prinsip pencegahan dan pengendalian zoonosis sama halnya dengan prinsip pencegahan dan pengendalian penyakit. Prinsip tersebut berkaitan erat dengan konsep ecosystem health yaitu adanya keseimbangan antara manusia/hewan, agen penyakit, dan lingkungan. Secara umum, manusia dan hewan akan sehat jika ketiga unsur tersebut memiliki keseimbangan satu sama lain, tidak ada yang lebih antara satu dengan lainnnya dan tidak juga kurang. Resiko terjadinya penyakit pada manusia/hewan

dipengaruhi

oleh

interaksi 14

antara

tiga

komponen

yaitu

manusia/hewan, lingkungan dan mikroorganisme. Upaya untuk menjaga keseimbangan ekosistem di alam tersebut harus dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit. Upaya pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan baik pada manusia/hewan, reservoir, vektor, agen penyakit, dan juga lingkungan. Langkah pencegahan pada manusia adalah dengan melakukan hidup bersih, melakukan higiene personal yang baik, pengebalan dengan vaksinasi, dan peningkatan pengetahuan tentang zoonosis. Pada hewan dapat dilakukan dengan isolasi hewan sakit, vaksinasi, pengobatan dan eliminasi hewan pembawa penyakit. Pada lingkungan dengan menjaga sanitasi lingkungan, penerapan biosekuriti, dan pengendalian vektor penyakit.

2.8.1 Higiene dan Sanitasi Higiene merupakan upaya untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan kesehatan manusia. Higiene adalah segala sesuatu tindakan kebersihan yang mempengaruhi kondisi kesehatan manusia dan menjamin pemeliharaan kesehatan. Contoh tindakan higiene personal adalah membersihkan diri dengan mandi atau mencuci tangan sehingga terhindar dari mikroorganisme. Sanitasi lebih ditujukan pada pengawasan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia. Tindakan sanitasi bertujuan untuk mencegah atau menurunkan jumlah mikroorganisme. Tindakan higiene dan sanitasi merupakan upaya dekontaminasi terhadap mikroorganisme. Dekontaminasi menghancurkan virus dan organisme penyakit, mengurangi risiko penularan antara hewan dengan hewan atau hewan ke manusia. Dekontaminasi adalah unsur utama dari biosekuriti yang efektif. Sanitasi didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Penerapan dari prinsip-prinsip sanitasi adalah untuk memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada 15

manusia. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi berbagai kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk makanan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Dalam industri perunggasan, prinsip-prinsip sanitasi dilakukan pada berbagai tahapan. Tahap tersebut dimulai dari usaha pembibitan ayam, usaha pembesaran ayam, rumah pemotongan unggas dan atau tempat pemrosesan daging sampai pada penanganan pasca panen, pengolahan dan penyimpanan daging. Kegiatan sanitasi dengan desinfeksi dilakukan dengan membersihkan seluruh benda atau bahan yang berpotensi dalam menyebarkan agen penyakit. Kelompok desinfektan seperti komponen ammonium kuartener diketahui efektif untuk membunuh virus. Desinfektan menjadi tidak efektif jika terdapat materi organik yang menutui permukaan, sehingga sebelum dilakukan desinfeksi, materi organik seperti feses harus terlebih dahulu dibersihkan. Kegiatan sanitasi yang berhubungan dengan produk makanan meliputi pengawasan mutu bahan mentah, perlengkapan dan suplai air, usaha pencegahan dan kontaminasi penyakit, pengolahan, penyimpanan dan pengemasan. Kegiatan tersebut memerlukan proses sanitasi yang baik agar kualitas produk yang dihasilkan benarbenar aman dan sehat dari pengaruh bahaya (hazard) yang mungkin timbul yang dapat menyebabkan penyakit pada konsumen. Kontaminasi mikroorganisme dapat terjadi pada semua titik dalam proses produksi. Oleh karenanya sanitasi harus diterapkan pada semua proses dari hulu ke hilir (safe from farm to table).

2.8.2 Vaksinasi Pengendalian penyakit hewan adalah suatu upaya mengurangi interaksi antara agen penyebab penyakit dengan inang (manusia/hewan) sampai pada tingkat dimana hanya sedikit inang yang terinfeksi. Salah satu cara untuk melakukan pengendalian terhadap penyakit adalah dengan melakukan upaya pencegahan penyakit diantaranya dengan melakukan vaksinasi. 16

Tujuan vaksinasi adalah memberikan kekebalan (antibodi) pada inang sehingga dapat melawan antigen atau mikroorganisme penyebab penyakit. Vaksinasi adalah pemberian antigen untuk merangsang sistem kebal menghasilkan antibodi khusus terhadap penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa.

2.8.3 Biosekuriti Biosekuriti termasuk manajemen seluruh resiko kesehatan biologis dan lingkungan yang berhubungan dengan pangan. Biosekuriti terdiri dari suatu rangkaian praktek-praktek

manajemen

dan

jika

diikuti

akan

mengurangi

potensi

penularan/penyebaran zoonosis terhadap dan antar tempat, hewan, dan manusia. Biosekuriti terdiri dari dua elemen utama yaitu bio-containment dan bioexclusion. Bio-containment berarti pencegahan virus dari sumber yang terinfeksi dan bio-exclusion berarti tindakan-tindakkan untuk mengisolasi pembawa infeksi dari tempat yang tidak terinfeksi. Menurut Depkes RI, biosekuriti memiliki 3 komponen utama yang antara lain: 1. Isolasi: berarti pembatasan hewan hidup di dalam lingkungan yang terkontrol. 2. Pengawasan lalu lintas: termasuk lalu lintas manusia juga lalu lintas kendaraan di dalam lingkungan yang diawasi. 3. Sanitasi: kebersihan dan desinfeksi material, orang dan peralatan yang memasuki lingkungan yang dikontrol. Secara umum, biosekuriti merupakan jalur normal untuk menghindari kontak yang tidak perlu antara hewan dan mikroba, hewan yang terinfeksi dan hewan yang sehat. Biosekuriti juga diterapkan untuk langkah-langkah bagi perlindungan kesehatan masyarakat yang akan mengurangi kontak antara hewan dan manusia. Biosekuriti meliputi manajemen terhadap risiko biologis secara menyeluruh untuk mewujudkan keamanan pangan, melindungi kesehatan hewan, manusia dan tanaman, melindungi lingkungan serta berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Aspek biosekuriti dalam peternakan yang perlu diperhatikan 17

adalah lokasi dan disain, pengendalian lalu lintas manusia, hewan, peralatan dan kendaraan, pengendalian kesehatan unggas, pencegahan kontaminasi fasilitas dengan pembersihan dan disinfeksi, serta pengendalian vector. 
Tindakan biosekuriti dalam bidang pertanian bertujuan untuk; 

melindungi sistem pertanian dan semua sistem yang terkait,



melindungi kepercayaan konsumen terhadap produk pertanian



melindungi

lingkungan

dan

meningkatkan

produksi

yang


berkelanjutan.
 Dalam bidang peternakan, biosekuriti adalah praktek yang dirancang untuk mencegah penyebaran penyakit ke dalam suatu peternakan. Biosekuriti dalam peternakan unggas sebagai serangkaian tahapan manajemen yang diambil untuk melindungi masuknya agen infeksius ke dalam suatu kelompok atau flok ternak hewan. 
 Biosekuriti dapat digambarkan sebagai satu perangkat program kerja dan prosedur yang akan mencegah atau membatasi hidup dan menyebarnya hama dan jasad renik berbahaya di berbagai tempat baik di sektor hulu seperti peternakan, atau sektor hilir sampai ke masyarakat. Implementasi biosekuriti akan menghalangi bergeraknya agen yang menyebar dengan cepat yang berbahaya dari hewan ke berbagai fasilitas yang terdapat disekitarnya dan peka terhadap agen tersebut. Pada praktek di perunggasan biosekuriti merupakan semua praktek- praktek manajemen yang diberlakukan untuk mencegah penyakit pada unggas dan organisme penyebab penyakit zoonotik yang akan masuk ke kelompok unggas. Biosekuriti merupakan konsep sebagai bagian integral dari suksesnya sistem produksi suatu peternakan unggas, khususnya dalam mengurangi risiko dan konsekuensi dari masuknya penyakit baik infeksius maupun non-infeksius. Biosekuriti mencakup pemeriksaan dan pengujian hewan yang datang, karantina/isolasi hewan yang masuk, serta pemantauan dan evaluasi. Penerapan 18

biosekuriti sangat dibutuhkan dalam program keamanan pangan di tingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi keinginan konsumen serta memberikan keuntungan pada peternakan tersebut. Selain itu biosekuriti menjamin hewan lebih sehat. Sumber penyakit pada peternakan adalah orang, pegawai, dokter hewan, sopir; unggas yang baru masuk, peralatan yang tercemar atau masih mengandung agen penyakit, vektor seperti rodensia, burung liar, insekta, burung air. Secara umum, biosekuriti meliputi tiga komponen utama yaitu isolasi, pengendalian lalu lintas, dan sanitasi. Selanjutnya FAO menyatakan bahwa tindakan biosekuriti meliputi pemantauan (monitoring), surveilans, isolasi, pembatasan lalu lintas, eliminasi, eradikasi, dan pencegahan.

Isolasi Isolasi merupakan pengurungan atau pengandangan hewan dalam satu lingkungan terkendali atau dapat diartikan dengan penyediaan pagar pemisah, kandang, atau sangkar untuk menjaga hewan tidak lepas atau keluar, serta mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan tersebut. Pada peternakan unggas, isolasi dapat dipraktekkan dengan manajemen all-in/ all-out yaitu penyediaan jeda waktu antara satu pemeliharaan suatu flok dan flok yang berikutnya. Pada waktu jeda tersebut dilakukan pembersihan dan disinfeksi pada fasilitas dalam peternakan untuk memutus siklus penyakit.

Pengendalian lalu lintas Pengendalian dan pengawasan diterapkan terhadap lalu lintas ke dan dari peternakan, serta di dalam peternakan itu sendiri. Pengendalian lalu lintas diterapkan pada manusia, ternak, hewan lain, bahan, dan peralatan. Pengendalian ini dapat mencakup penyemprotan desinfektan terhadap peralatan dan kendaraan yang akan masuk ke dalam peternakan atau kandang, meghindari terjadinya pinjam-meminjam peralatan antar peternakan, melarang masuk orang yang tidak berkepentingan ke 19

dalam kandang, serta melakukan penyemprotan terhadap sopir, penjual, atau petugas lainnya dan mengganti pakaian ganti dengan pakaian khusus.

Sanitasi Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi, bahan-bahan, dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan.

Pemantauan dan surveilans Pemantauan bertujuan untuk mendeteksi perubahan prevalensi penyakit dalam suatu populasi. Perubahan tersebut memberikan peringatan yang harus ditindaklanjuti dengan tindakan spesifik untuk menghentikan peningkatan kasus penyakit. Pemantauan sebaiknya dilaksanakan setiap hari oleh pemilik peternakan. Keterlibatan dokter hewan sangat diperlukan bila terjadi kecurigaan dalam kesehatan hewan. Pemantauan dapat diterapkan pada tingkat negara dan internasional.

Isolasi, eliminasi dan eradikasi Isolasi terhadap hewan atau kelompok hewan sakit, desa, provinsi, dan negara harus dilaksanakan secepat mungkin Jika terjadi suatu kasus penyakit untuk menghentikan penyebaran penyakit tersebut. Hewan yang sakit harus segera diisolasi, selanjutnya hewan tersebut dapat diobati, atau dibunuh, tergantung dari diagnosa. Eliminasi penyakit merupakan pembunuhan hewan- hewan sakit atau semua hewan pada suatu peternakan. Pembunuhan hewan tersebut dilakukan secara manusiawi atau memperhatikan kesejahteraan hewan. Istilah eradikasi mirip dengan eliminasi namun lebih difokuskan pada pengendalian penyakit yang lebih besar seperti provinsi, negara, atau benua. Stamping out merupakan strategi untuk eliminasi secara cepat terhadap masuknya penyakit eksotik maupun penyakit strategis. Strategi ini merupakan depopulasi seluruh ternak baik yang tertular maupun yang sehat dalam radius 20

tertentu. Stamping out biasanya dilakukan pada peternakan dengan jumlah populasi besar seperti pada peternakan unggas. Sementara test and slaughter merupakan strategi yang dilakukan untuk pencegahan masuknya dan tersebarnya suatu penyakit menular dengan cara melakukan uji secara individu pada ternak, dan jika uji positif maka ternak tersebut akan disembelih untuk menghindari penularan agen penyakit pada ternak lainnya. Test and slaughter biasanya dilakukan pada ternak besar seperti sapi dan kerbau

2.9 Peran Pemerintah dalam Pengendalian Zoonosis Peran dan fungsi pemerintah dalam pengendalian zoonosis yaitu 

Meningkatkan pengetahuan ekologi dan epidemiologi untuk mendeteksi penyakit dan memonitor program pengawasan zoonosis.



Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat (public awareness) terhadap penyakit-penyakit zoonotik strategis sebagai upaya pencegahan zoonosis.



Mengoptimalkan risk management dan risk communication hasil risk analysis importasi (lalu lintas) ternak dan produk asal hewan.



Mengintesifkan koordinasi pengawasan antara Dinas dengan seluruh stake holder terkait. 


Peran dan fungsi tersebut harus dikerjakan bersama dengan komponen masyarakat agar terjadi optimalisasi dari tujuan pengendalian zoonosis yang ingin dicapai. 
 Pengendalian zoonosis terkait dengan keamanan pangan juga perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya foodborne zoonosis. Program keamanan pangan dirancang berdasarkan prinsip identifikasi dan penelusuran (Identification – tracebility) pangan asal hewan. Program tersebut mencakup tentang kegiatan teknis di lapangan, fasilitasi pengujian dan pemberdayaan laboratorium daerah, dan 21

menganalisa data hasil pengujian. 
 Kegiatan teknis dilakukan dengan melakukan sampling dari tiga penyakit utama di Indonesia seperti salmonellosis, campylobacteriosis, dan anthraks pada unit usaha pangan asal hewan khususnya Rumah Potong Hewan dan Rumah Potong Unggas. Dari hasil analisa data di lapangan, dapat dilakukan pemetaan penyakit, pengambilan data sebagai bahan kebijakan lebih lanjut, tindakan penyidikan dengan melakukan surveilans zoonosis, dan tindakan konsolidasi yang meliputi pembinaan teknis dan sosialisasi. Tindakan dan pengawasan zoonosis yang dicanangkan oleh pemerintah antara lain pemeriksaan dokumen kesehatan hewan/produk hewan, pemeriksaan antemortem dan

postmortem

di

RPH/RPU,

pemeriksaan

sample

laboratorium,

sistem

kewaspadaan / peringatan dini dan public awareness. Untuk program pengendalian zoonosis daerah terancam pemerintah berupaya untuk meningkatkan komitmen dari pemerintah dan berbagai unsur mitra yang berpotensi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan zoonosis. Selain itu memadukan berbagai kegiatan promosi dan pencegahan zoonosis serta meningkatkan pembinaan dan penanganan zoonosis tersebut. Upaya yang dilakukan adalah dengan pengawasan lalu lintas hewan/media pembawa zoonosis secara ketat serta melakukan penyiagaan sumber daya untuk menanggulangi kemungkinan masuknya penyakit. Contoh stategi yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan penyakit rabies diantaranya adalah: 

Membentuk tim koordinasi penangkalan rabies di daerah terancam.



Melakukan pencegahan dan penangkalan masuknya rabies ke daerah terancam oleh dinas bekerjasama dengan instansi terkait.



Meningkatkan profesionalitas sumber daya manusia.



Penyiagaan vaksinasi hewan.



Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat.



Pemberdayaan

masyarakat

dengan 22

meningkatkan

kemampuan,


kemandirian dan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit. 2.9.1 Konsep One Health Permasalahan yang ada saat ini adalah adanya kesenggangan antara profesi yang memegang peran penting di dalam pengendalian zoonosis. Peran kedokteran dan kedokteran hewan masih dipandang sebagai sektor dan identititas yang terpisah di hampir semua negara. Secara umum, kedua profesi tersebut memiliki peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki. Meskipun pada kenyataannya, ada banyak hal-hal yang tumpang tindih antara kedua sektor ini, terlebih lagi apabila menyangkut kesehatan masyarakat dan pengendalian penyakitpenyakit yang bisa ditularkan ke manusia atau zoonosis. Konsep one health merupakan suatu gerakan untuk menjalin kemitraan antara dokter dan dokter hewan yang harus disepakati oleh berbagai pihak, baik organisasi medik kesehatan, kesehatan hewan maupun kesehatan masyarakat. Upaya untuk pelaksanaan dalam merintis konsep one health harus dimulai dengan merancang kerjasama dan mengurangi hambatan komunikasi yang terjadi antara dokter dan dokter hewan. Rintisan konsep one health adalah respons langsung dari kepedulian yang semakin bertambah mengenai ancaman penyakit-penyakit yang baru muncul di seluruh dunia dan ancaman nyata di depan kita seperti wabah yang membahayakan kesehatan manusia dan hewan domestik. Ancaman ini juga berpotensi mempengaruhi perekonomian regional dan global. Salah satu sasaran konsep one health adalah mengintegrasikan sistem pendidikan di lingkup dan antara perguruan tinggi kedokteran, kedokteran hewan dan kesehatan masyarakat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk menghimbau peningkatan komunikasi lintas disiplin dalam berbagai kesempatan, baik itu seminar, konferensi, jurnal, kuliah, maupun pengembangan jaringan (networking) di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, konsep one health mempromosikan pentingnya penelitian 23

bersama terhadap penularan lintas spesies dan surveilans serta sistem pengendalian terintegrasi antara manusia, hewan domestik dan hewan liar. Rintisan ini akan mendorong dan memicu penelitian perbandingan (comparative reserach) dan akan menjadi payung dari semua penelitian-penelitian mengenai penyakit-penyakit yang berpengaruh terhadap manusia dan hewan. Konsep one health juga akan mendorong kemitraan yang lebih erat di antara para akademisi, industri dan pemerintah untuk mengembangkan dan mengevaluasi metoda diagnostik baru, pengobatan dan vaksin untuk pencegahan dan pengendalian penyakit lintas spesies, bersamaan dengan upaya bersama untuk menginformasikan dan mengedukasi masyarakat. Konsep one health akan mendorong kemitraan antara dokter dan dokter hewan menuju penelitian dan surveilans yang lebih baik di bidang zoonotik dan penyakit-penyakit

baru

muncul

(emerging

dan

re-emerging

zoonosis).

Mengedepankan pencegahan zoonosis dengan konsep one health merupakan kunci tujuan yang harus ditekankan terus menerus untuk mencapai kesehatan global

24

BAB III KESIMPULAN Pencegahan dan pengendalian zoonosis terkait dengan keseimbangan antara manusia, hewan, lingkungan, dan agen penyakit. Pencegahan dilakukan terhadap semua unsur untuk tetap mempertahankan keseimbangan tersebut. Secara teknis, upaya pencegahan dan pengendalian zoonosis meliputi tindakan higiene dan sanitasi, vaksinasi, dan biosekuriti. Dalam mencapai tujuan terkendalinya zoonosis juga perlu peran dan komitmen dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Konsep one health yang baru-baru ini dirintis juga menjadi salah satu upaya pengendalian zoonosis di masa yang akan datang.

25

DAFTAR PUSTAKA

1.

Soedarto, Zoonosis Kedokteran, Airlangga University Press, Surabaya, 2003

2.

Wicaksono, Ardilasunu drh (2010). Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

3.

Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

4.

Acha, PN; Szyfres B (2003). Zoonoses and Communicable Diseases Common to Man and Animals 3rd Edition Volume III Parasitoses. Washington: Pan American Health Organization.

5.

Krauss,, H; A. Weber, M. Appel, B. Enders, A. v. Graevenitz, H. D. Isenberg, H. G. Schiefer, W. Slenczka, H. Zahner (2003). Zoonoses. Infectious Diseases Transmissible from Animals to Humans 3rd Edition, 456 pages. Washington DC: American Society for Microbiology. ISBN 1-55581-236-8.

6.

Brown, C (2004). "Emerging Zoonoses and Pathogens of Public Health Significance-an overview". Re Sci Tech Off Int Epiz 23 (2): 435–442.

7.

Morse, SS (2004). "Factors and Determinants of Disease Emergence". Rev. Sci. Tech. Office Internationale de Epizootica 23: 443–451.

8.

Cliver, D. O., S. M. Matsui, dan M. Casteel. 2006. Infections with Viruses and Prions. Di dalam: H. P. Riemann dan D. O. Cliver, Editor. Foodborne Infections and Intoxications. Amsterdam: Elsevier. Halaman 367-416.

9.

Kusumamihardja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak Piaraan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor

10. Bambang Wirjatmadi, Merryana Adriani. 2012, Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana, cetakan pertama. 26

11. Depkes [Departemen Kesehatan]. 2006. Intervensi Kesehatan Masyarakat untuk Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung. Jakarta: Direktorat Penyehatan Lingkungan – Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 12. Krisnandana. 2009. Visi dan Misi Kesmavet. Jakarta: Direktorat Kesehatan Mayarakat Veteriner - Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 13. Naipospos TS. 2009. Rintis Konsep One Health Untuk Melawan Penyakit Zoonosis. Bangkok: OIE Regional Coordination Unit.

27

Related Documents

Bacterias - Zoonosis
November 2019 13
Puput Cantik.pptx
December 2019 14
Zoonosis Virales
November 2019 12
7 Zoonosis
October 2019 8
Puput Cantik.pptx
December 2019 11

More Documents from "Darussalam"

Pencegahan Zoonosis.pdf
August 2019 36
Outline.docx
October 2019 52
Barterrr.docx
June 2020 34
Barterrr.docx
June 2020 37