Profosal Andako.docx

  • Uploaded by: Sandra Ahmad
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Profosal Andako.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,071
  • Pages: 40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam pembaruan dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang sudah ada seperti pembaharuan terhadap ilmu pengetahuan yang dapat dilaksanakan melalui pendidikan. Pendidikan yang bermutu hanya akan dicapai apabila proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang bermutu. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan memperbaiki kualitas pembelajaran. Salah satu komponen penting dalam mengelola pembelajaran adalah guru. Oleh karena itu, guru harus berperan aktif dalam membimbing peserta didik untuk belajar. Melalui guru peserta didik dapat memperoleh transfer pengetahuan dan pemahaman yang dibutuhkan untuk pengembangan dirinya. Untuk itu guru harus mampu merancang bagaimana peserta didik dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bidang yang memberikan pengalaman belajar cara berfikir dari struktur pengetahuan yang utuh, IPA menggunakan pendekatan empiris yang sistematis dalam mencari penjelasan fenomena alam. Menurut Asy’ari (2006) IPA merupakan suatu faktor yang mengharuskan peserta didik selain menguasai teori juga dapat mengaplikasikan konsep dalam kehidupan seharihari. Namun, Kenyataannya peserta didik belum mampu mengaplikasikan teori dengan kehidupan nyata atau alam sekitar. Bidang IPA merupakan ilmupengetahuan yang dianggap sulit terutama kimia. Hal ini dipertegas oleh Sudjana (2014) yang menyatakan bahwa “sampai saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa IPA

merupakan ilmu pengetahuan yang sulit untuk dipelajari, namun sangat penting diberikan pada siswa”. Hal ini berdampak pada hasil belajar peserta didik. Kimia adalah salah satu mata pelajaran ilmu alam mempelajari gejala-gejala alam, tapi mengkhususkan diri di dalam mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi (Ratri, 2013). Pembelajaran kimia diarahkan pada pendekatan saintifik dimana keterampilan proses sains dilakukan melalui percobaan untuk membuktikan sebuah kebenaran sehingga berdasarkan pengalaman secara langsung membentuk konsep, prinsip, serta teori yang melandasinya (Magdalena, Octaviany. 2014). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa. Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran menunjukkan bahwa siswa kurang aktif, kurang kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran, daya saing siswa kurang, siswa kurang percaya diri dalam memecahkan masalah, dan guru jarang melaksanakan inovasi pembelajaran sehingga proses pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal ini sejalan dengan hasil observasi terhadap hasil pembelajaran Kimia SMA Negeri 1 Dungaliyo tahun ajaran 2018/2019, wawancara dengan guru pengajar kimia dan beberapa siswa di kelas tersebut, dapat diidentifikasi beberapa faktor penyebab rendahnya hasil belajar kimia siswa adalah sebagai berikut : Pertama, model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran kimia sering tidak sesuai dengan perencanaan. Kedua, kurangnya motivasi belajar dan konsep diri siswa dapat diamati dari partisipasi siswa di kelas yang sangat kurang. Motivasi dan konsep diri yang lemah dalam belajar terjadi akibat dari permasalahan

yang disajikan oleh guru kurang bersifat kontekstual, serta pada awal pembelajaran guru belum menggali pengetahuan awal siswa. Ketiga, sumber belajar kimia yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran. Guru kimia masih terfokus hanya pada penggunaan buku teks sebagai sumber belajar. Demikian pula LKPD yang digunakan dalam proses pembelajaran belum menyentuh keterkaitan antara materi dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari. Akibanya siswa sulit menghubungkan antara teori dengan kondisi riil di lapangan. Keempat, soal-soal yang diberikan pada siswa dalam ulangan harian lebih banyak menuntut siswa untuk menghafalkan atau mengulang informasiinformasi yang ada dalam buku teks, sehingga lebih menekankan aspek pengetahuan dan pemahaman, jarang sekali memberikan soal tipe aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi maupun menciptakan. Akibatnya hasil belajar siswa masih rendah. Hasil belajar siswa merupakan faktor yang sangat penting karena hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan alat untuk mengukur sejauh mana peserta didik menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi

rendahnya

hasil

belajar

yaitu kurang bervariasinya model

pembelajaran. Pada proses pembelajaran berlangsung guru haruslah kreatif dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik agar tidak terjadi kejenuhan. Hal ini selain untuk menghilangkan kejenuhan dengan menggunakan pembelajaran yang konvensional dapat membuat pelajaran itu mengesankan dan bermakna serta dapat memotivasi guru untuk melakukan inovasi pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi.

Model pembelajaran adalah suatu rancangan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk mengajarkan suatu materi kepada peserta didik. Untuk menjelaskan materi IPA khususnya pelajaran kimia diperlukan model yang sesuai dengan materi pelajarannya, sehingga peserta didik dapat memahami materi tersebut. Selain itu materi yang diberikan harus terintegrasi dengan kehidupan, sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Salah satu model pembelajaran yang mengintegrasikan materi dengan kehidupan sehari-hari adalah model pembelajaran berbasis masalah. Model Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut peserta didik mandiri dan mampu mencari serta memecahkan masalah yang ada. Peserta didik dituntut untuk mampu memecahkan masalah dari masalah yang ada, sehingga peserta didik lebih mandiri dan mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya. Dari hasil pengembangan berpikir peserta didik dapat memadukannya dengan kehidupan nyata. Perpaduan ini dapat membuat pelajaran lebih bermakna, sehingga dengan penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menggunakan model Problem Based Learning dalam pembelajaran kimia dengan melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Konfigurasi Elektron Di SMA Negeri 1 Dungaliyo”. 1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi permasalahanpermasalahan sebagai berikut: 1) Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran kimia sering tidak sesuai dengan perencanaan. 2) Peserta didik umumnya kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas. 3) Peserta didik masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. 4) Pembelajaran Kimia lebih sering dianggap sebagai suatu produk yang diperoleh dengan cara menghafalkan suatu konsep dan bukan memahami konsep Kimia tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu apakah terdapat pengaruhmodel Problem Based Learning terhadap hasil belajar peserta didik pada materi konfigurasi elektron di SMA Negeri 1 Dungaliyo? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar siswa pada materi konfigurasi elektron di SMA Negeri 1 Dungaliyo.

1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1) Bagi Calon Guru kimia a. Untuk melatih diri mencari solusi dalam mengelola pembelajaran di kelas. b. Memberikan gambaran dalam menggunakan model pembelajaran yang bervariasi apabila nanti mengajar kimia di sekolah. 2) Bagi Peserta Didik a. Memberikan suasana belajar lebih kondusif dan menyenangkan sehingga peserta didik tidak jenuh belajar. b. Melatih kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. 3) Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat digunakan guru untuk menggunakan model Problem Based Learning sebagai alternatif dan bahan pertimbangan bagi guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar pada diri siswa dalam pembelajaran kimia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar Menurut Abdurrahman, 2003 dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar merupakan bukti kemampuan atau keberhasilan siswa yang didapatkan dari serangkaian proses belajar. Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terdiri didalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar (Dalem, 2017). Hasil belajar adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menerima suatu jenis pembelajaran yang diberikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar (Roestiyah, 1989). Hamalik dalam Wulandari (2013) menyatakan bahwa hasil belajar menunjukkan pada prestasi belajar sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya perubahan tingkah laku siswa. Hasil belajar sebagai tanda terjadinya perubahan tingkah laku dalam bentuk perubahan pengetahuan. Perubahan tersebut terjadi dengan peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar memuat tiga ranah. Menurut Dimyati dalam Septiani (2013) yaitu: a. Ranah kognitif

Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah afektif Ranah afekif terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. c. Ranah psikomotor Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh setelah melakukan proses pembelajaran atau dapat juga dikatakan sebagai tingkat kemampuan peserta didik dalam menerima suatu jenis pembelajaran yang diberikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Faktor internal siswa Faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua aspek, yaitu: a. Aspek fisiologis Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi

jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. b. Aspek psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, menurut Muhibbin diantara faktorfaktor rohaniah siswa pada umumnya dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut: Pertama, tingkat kecerdasan/inteligensi siswa, pada umumnya inteligensi dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat sehingga tidak dapat diragukan lagi bahwa inteligensi (IQ) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Kedua, sikap siswa, sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap negatif siswa dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa. Ketiga, bakat siswa, secara umum bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Keempat, minat siswa (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar

terhadap sesuatu. Kelima, motivasi siswa, motivasi berarti pemasuk daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah (Syah, 2001). Dari

faktor-faktor

internal

siswa

diatas

dapat

disimpulkan

bahwa

kecerdasan/intelligensi siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa, sedangkan bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. 2. Faktor eksternal siswa Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas tiga macam, yaitu: a. Lingkungan sosial Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan temanteman sekolah dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Guru adalah pengajar yang mendidik. Guru tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik, guru memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima, maka siswa dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika siswa tertolak, maka Dia akan merasa tertekan.

b. Lingkungan non-sosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah prasarana dan sarana pembelajaran. Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, serta berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran (Dimyati, 2006). Dari faktor-faktor eksternal diatas dapat disimpulkan bahwa faktor eksternal siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Lingkungan yang penuh dengan kompetisi, sehat, dan kondusif membuat pembelajaran yang nyaman sehingga siswa akanmudah untuk menerima pelajaran yang diberikan. 2.2 Model Problem Based Learning Menurut Soimin, A. (2014) mengemukakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari. Sedangkan menurut Riyanto dalam Megaria (2014) adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik memecahkan masalah.

Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat memahami pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan bagi siswa untuk memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah kehidupan sehari-hari sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah yang disertai dengan diperolehnya pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Dalem, 2017). Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan,mengajukan pertanyaanpertanyaan,memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan perserta didik dalam kehidupan sehari-hari (Sani, 2014). Menurut Fatimah (2014) bahwa model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk aktif dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir memecahkan masalah melalui pencarian data. Model Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang ditandai dengan kegiatan menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

Menurut Suyanto & Jihad (2013) adalah untuk memberikan kemampuan dasar dan teknik kepada siswa agar mampu memecahkan masalah, ketimbang hanya dicekoki dengan sejumlah data dan informasi yang harus dihafalkan. Dengan metode mengajar ini, pendidik memberikan bekal kepada siswa tentang kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kaidah ilmiah tentang teknik dan langkah-langkah berpikir kritis dan rasional. Bekal kemampuan tentang kaidah dasar dan teknik-teknik pemecahan masalah tersebut akan sangat bermanfaat dalam kehidupan nyata. Berdasarkan beberapa pendapat, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang dapat memecahkan masalah dengan menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari melalui tahap-tahap tertentu. Dengan model Problem Based Learning ini siswa lebih aktif dan mandiri dalam memecahkan masalah yang telah diberikan oleh guru sehingga dapat mengembangkan cara berpikir siswa untuk menemukan solusi pemecahan masalah berdasarkan data yang dicari ditempat sekitar siswa. Karakteristik Problem Based Learning Problem Based Learning memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1) Belajar dimulai dengan suatu masalah, 2) Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa, 3) Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah bukan diseputar disiplin ilmu, 4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri,

5) Menggunakan kelompok kecil, dan 6) Menuntut pelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja (Ngalimun, 2012). Berdasarkan pendapat tentang model Problem Based Learning disimpulkan bahwa pada model pembelajaran ini siswa terlibat langsung dalam pemecahan masalah yang telah diberikan oleh guru dimana masalah yang digunakan adalah kehidupan sehari-hari siswa dengan langkah-langkah pembelajaran seperti orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan terhadap masalah, menyajikan hasil dari penyelidikan dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Menurut Shahram (2002), pembelajaran berdasarkan masalah memiliki ciri seperti berikut ini. a. Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator atau pembimbing. Pada pembelajaran disajikan

situasi

bermasalah.

Peserta

didik

dibimbing

untuk

belajar

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan masalah. Peserta didik belajar bersama kelompok yang nantinya informasi yang mereka peroleh dapat bermakna bagi dirinya sendiri. b. Belajar melampaui target. Kemampuan memecahkan masalah dalam model ini membantu menganalisis situasi. Masalah yang diberikan merupakan wahana belajar untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. Menurut Arends (2008), model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Pengajuan

pertanyaan

atau masalah. Pembelajaran

berdasarkan

masalah

mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting bagi peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait masalah dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan. b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada pelajaran tertentu (IPA, matematika, sejarah), namun permasalahan yang diteliti benar-benar nyata untuk dipecahkan. Peserta didik meninjau permasalahan itu dari berbagai mata pelajaran. c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk masalah nyata. Peserta didik harus menganalisis dan menetapkan masalah, kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan percobaan (bila diperlukan), dan menarik kesimpulan. d. Menghasilkan produk dan mempublikasikan. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan. e. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah ditandai oleh peserta didik yang saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam kelompokkelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam

penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan keterampilan sosial. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik model pembelajaran berdasarkan masalah adalah menekankan pada upaya penyelesaian permasalahan. Peserta didik dituntut aktif untuk mencari informasi dari segala sumber berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Hasil analisis peserta didik nantinya digunakan sebagai solusi permasalahan dan dikomunikasikan. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning Kelebihan Model Problem Based Learning menurut Shoimin, A. (2014) sebagai berikut: 1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata 2) Siswa memilki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar 3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi. 4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok. 5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi. 6) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

7) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok Adapun kelemahan model Problem Based Learning yaitu : 1) Model Problem Based Learning tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. Model Problem Based Learning lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah. 2) Dalam satu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dan pembagian tugas. Sintaks model Problem Based Learning Sintaks PBLmenurut Muslimin (2012) dapat dilihatpada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Sintaks model PBL Tahap

Aktifitas Guru

Aktifitas Siswa

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, 3memotivasi siswa untuk terlibat dalam penyelesaian masalah yang dipilihnya

Siswa mendengarkan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru dan menentukan masalah yang akan dipecahkan

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut dan membentuk kelompok belajar

Meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang dan membentuk kelompok

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Siswamenyajikan hasil karyanya yang sesuai dengan permasalahan yang telah dibahas

Siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang digunakan

2.1. Konfigurasi Elektron Suatu cara penulisan yang menunjukkan distribusi elektron dalam orbitalorbital pada kulit utama dan subkulit disebut konfigurasi elektron. Pada penulisan konfigurasi elektron perlu dipertimbangkan tiga aturan (asas), yaitu prinsip Aufbau, asas larangan Pauli, dan kaidah Hund. 1. Prinsip Aufbau “Pengisian Orbital selalu dimulai dari subkulit dengan tingkat energi energi terendah”. Elektron-elektron dalam suatu atom berusaha untuk menempati subkulit-subkulit yang berenergi rendah, kemudian baru ke tingkat energi yang lebih tinggi. Dengan demikian, atom berada pada tingkat energi minimum. Pengisisan orbital dapat dilihat pada Gambar 2.1. Jumlah elektron maksimal pada sub

1s

kulit : S=2, P=6, d=10, f=14

2s

2p

3s

3p

3d

4s

4p

4d

4f

5s

5p

5d

5f

6s

6p

6d

7s

7p

1s2 2s2 2p6 3s2 3p64s2 3d104p6 5s2 4d10 5p6 6s2 4f14 5d10 6p6 7s2 5f14 6d10 7p6

Gambar 2.1 Pengisian Orbital Menurut Aufbau Jadi, pengisian orbital dimulai dari orbital 1s, 2s, 2p, dan seterusnya. Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa subkulit 3dmempunyai energi lebih tinggi daripada subkulit 4s. Oleh karena itu, setelah 3pterisi penuh maka elektron berikutnya akan mengisi subkulit 4s, kemudian akan mengisi subkulit 3d. 2. Kaidah Hund Untuk menyatakan distribusi elektron-elektron pada orbital-orbital dalam suatu subkulit, konfigurasi elektron dapat dituliskan dalam bentuk diagram orbital. Suatu orbital dilambangkan dengan strip, sedangkan dua elektron yang menghuni satu orbital dilambangkan dengan dua anak panah yang berlawanan arah. Jika orbital hanya mengandung satu elektron, anak panah dituliskan mengarah ke atas. Dalam kaidah Hund, dikemukakan oleh Friedrich Hund (1894 – 1968) pada tahun 1930, disebutkan bahwa elektron-elektron dalam orbital-orbital suatu subkulit cenderung untuk tidak berpasangan. Elektron-elektron baru berpasangan apabila pada subkulit itu sudah tidak ada lagi orbital kosong. “Pada Orbital yang memiliki energi sama, elektron tidak akan membentuk pasangan sebelum masing-masing berisi 1 elektron”. Contoh : 4 elektron pada 2p4

↑↓





3. Larangan Pauli Pada tahun 1928, Wolfgang Pauli (1900 – 1958) mengemukakan bahwa tidak ada dua elektron dalam satu atom yang boleh mempunyai keempat bilangan kuantum

yang sama. Dua elektron yang mempunyai bilangan kuantum utama, azimuth, dan magnetik yang sama dalam satu orbital, harus mempunyai spin yang berbeda. Kedua elektron tersebut berpasangan. Setiap orbital mampu menampung maksimum dua elektron. Untuk mengimbangi gaya tolak-menolak di antara elektron-elektron tersebut, dua elektron dalam satu orbital selalu berotasi dalam arah yang berlawanan. 

Subkulit s (1 orbital) maksimum 2 elektron



Subkulit p (3 orbital) maksimum 6 elektron



Subkulit d (5 orbital) maksimum 10 elektron



Subkulit f (7 orbital) maksimum 14 elektron

“Tidak ada dua elektron dalam satu orbital yang memiliki keempat bilangan kuantum yang sama”. Contoh asas larangan Pauli pada 3Li = 1s2 2s1



↑↓ 1s2

2s1

e- Pertama

: n=1, l=0, m=0, s=+1/2

e- Kedua

: n=1, l=0, m=0, s=-1/2

e- Ketiga

: n=2, l=0, m=0, s=+1/2

“Pasti ada bilangan kuantum yang beda” 4. Penyimpangan Konfigurasi Elektron

Berdasarkan eksperimen, terdapat penyimpangan konfigurasi elektron dalam pengisian elektron. Penyimpangan pengisian elektron ditemui pada elektron yang terdapat pada orbital subkulit d dan f. Penyimpangan pada orbital subkulit d dikarenakan orbital yang setengah penuh (d5) atau penuh (d10) bersifat lebih stabil dibandingkan dengan orbital yang hampir setengah penuh (d4) atau hampir penuh (d8 atau d9). Dengan demikian, jika elektron terluar berakhir pada d4, d8 atau d9 tersebut, maka satu atau semua elektron pada orbital s (yang berada pada tingkat energi yang lebih rendah dari d) pindah ke orbital subkulit d. Sebagai contoh untuk setengah penuh 24Cr dan untuk yang penuh 29Cu dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Unsur

Tabel 2.2 Penyimpangan orbital subkulit d Teoritis Kenyataan Eksperimen

24Cr

[Ar] 4s23d4

[Ar] 4s13d5

29Cu

[Ar] 4s2 3d9

[Ar] 4s13d10

5. Penulisan Konfigurasi Elektron Pada Ion Konfigurasi ion positif dan negatif bergantung pada jumlah elektron yang dimiliki ion tersebut. Atom-atom atau ion-ion yang memiliki jumlah elektron yang sama disebut dengan isoelektronis dan konfigurasi elektronnya sama. Penulisan konfigurasi elektron berlaku pada atom netral. Penulisan konfigurasi elektron pada ion yang bermuatan pada dasarnya sama dengan penulisan konfigurasi elektron pada atom netral.

Atom bermuatan positif (misalnya x+) terbentuk karena atom netral melepaskan elektron pada kulit terluarnya sebanyak x, sedangkan ion negatif (misalnya y–) terbentuk karena menarik elektron sebanyak y. Sebagai contoh, konfigurasi ion Na+ dengan F-. Ion Na+ dapat terbentuk jika atom Na melepaskan satu elektronnya (pada 3s1), sedangkan ion F- dapat terbentuk jika atom F menerima satu elektron. Konfigurasi kedua ion itulah yang disebut dengan isoelektronis. Contoh penulisan konfigurasi elektron Titanium (Z=22) yaitu: = 1s2 2s2 2p6 3s23p64s2 3d2

22Z

+ 22Z

= 1s2 2s2 2p6 3s23p64s2 3d1

22Z

= 1s2 2s2 2p6 3s23p64s2 3d3

6. Hubungan Konfigurasi Elektron dengan Periode dan Golongan Periode dapat ditentukan dengan nomor subkulit terluar dari konfigurasi elektron, sedangkan golongan dapat ditentukan dengan: 

Jika elektron terakhir mengisi subkulit s pada sp terletak pada golongan A dan IIA



Jika elektron terakhir mengisi subkulit p pada sp terletak pada golongan III A s/d VIIIA



Jika elektron terakhir mengisi subkulit d pada s terletak pada golongan

s+d = 3 s/d 7 → Gol. IIIB s/d VIIB Contoh:

s+d = 11 → Gol. IB

s+dTentukan = 8,9, 10 konfigurasi, → Gol. VIIIB s+d = 12Fe →(Z=26)! Gol. IIB periode, dan golongan dari Jawab:

Konfigurasi Elektron :1s2 2s2 2p6 3s23p64s2 3d6 Periode

:4

Golongan

:VIIIB

2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Raudhatul Hanifa di MAN 1 PIDIE tahun 2017 menyimpulkan bahwa berdasarkan data yang dianalisis menggunakan uji t diperoleh nilai signifikan 0,000 < 0,005 maka dapat diputuskan bahwa H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar siswa pada materi stoikiometri di MAN 1 Pidie. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh I Dewa Putu Agastya Dalem di SMA Negeri 1 Seputih Mataram 2017. Berdasarkan hasil pretest kelas eksperimen diperoleh 33,72 dan posttest sebesar 59,97 dengan peningkatan rata-rata hasil belajar sebesar 26,25 dan hasil pretest kelas kontrol diperoleh 36,19 dan posttest sebesar 50,28 dengan peningkatan rata-rata hasil belajar sebesar 14,09. Berdasarkan hasil uji perbedaan hasil belajar menggunakan Independent Sampel T Test diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar fisika siswa. Dapat dikatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian lainnya dilakukan oleh I NyomanTriyana tahun 2014 di kelas V SD GUGUS IV TAMPAKSIRING menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran

berbasis masalah dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvesional. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t sebesar 2,47. Pada taraf signifikansi 5% (α=0,05) atau tingkat kepercayaan 95% dengan dk 31 + 32 – 2 = 61 diperoleh ttabel2,000. Jadi thitung lebih besar dari ttabel yakni 2,47>2,000. Karena thitung>ttabel maka H0 ditolak. Yang berarti ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata yang diperoleh antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu sebesar 77,48 dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional yaitu sebesar 69,78. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus IV Tampaksiring. Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh Novi Bandi pada tahun 2015 di Kelas VIII SMP NEGERI 12 KENDARI menyimpulkan bahwa:(1) Hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada materi operasi bilangan bulat tergolong cukup dan baik dimana 25 orang atau 78,13%, siswa memperoleh nilai antara 46 dan 53 serta 7 orang atau 21,87%, siswa memperoleh antara 57 dan 64. (2) Hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari sesudah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada materioperasi aljabar tergolong baik dan tinggi dimana 21 orang atau 65,62% siswa memperoleh skor 67 dan 82 serta 9 orang atau 28,13% siswa memperoleh skor 82 dan 92. Dengan demikian model pembelajaran berbasis masalah

memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi operasi aljabar, kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 12 Kendari. Nurun Yuni 2014 dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa dalam pembelajaran materi perbaikan dan setting ulang PC dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran yaitu sebesar 24,2%, Keterampilan berpikir kritis siswa setelah penerapan PBM yaitu siswa dengan kategori keterampilan berpikir kritis sangat tinggi sebanyak 20 siswa (69%), kategori tinggi sebanyak 7 siswa (24,2%), kategori rendah sebanyak 2 siswa (6,9%) dan kategori sangat rendah yaitu sebanyak 0 siswa (0%), penerapan PBM dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 31,03%, dan (d) Hasil belajar siswa setelah penerapan PBM yakni jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 29 siswa (100%). Selanjutnya penelitian Amin, Saiful 2017 di kelas XI IPS SMAN 6 Malang yang menggunakan model eksperimen semu dengan desain non equivalent control group. Analisis data menggunakan uji t (independent sample t-test). Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar geografi siswa SMAN 6 Malang. Nilai rata-rata dain skor kelas eksperimen lebih besar yaitu 33,10 dibandingkan kelas kontrol yaitu 16,24. Hasil perhitungan analisis data dengan uji t yaitu 0,000 lebih kecil dari signifikan 0,050. 2.3. Kerangka Berfikir Model pembelajaran memiliki peranan yang penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran karena model pembelajaran memiliki fungsi sebagai pedoman

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Dimana dengan menggunakan model pembelajaran siswa akan dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien sehingga hasil belajarnya pun akan lebih optimal, agar diperoleh hasil belajar yang optimal maka dalam proses pembelajaran diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat. Dengan menggunakan model Problem Based Learning, siswa akan dituntut untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dengan langkah-langkah belajar dimulai dengan suatu masalah, memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, menggunakan kelompok kecil dalam pembelajaran dan mengevaluasi pemecahan masalah. Sehingga siswa akan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang sedang mereka hadapi dan siswa akan lebih berperan aktif dalam pembelajaran maka pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan dua kelas, kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan model Problem Based Learning dan kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan model konvensional. Pada awal pembelajaran guru memberikan soal pretest untuk mengukur pengetahuan siswa. Kemudian penerapan model pembelajaran berbasis masalah ini diukur dengan cara melihat rata-rata hasil belajar siswa. Model pembelajaran ini diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran kimia khususnya pada ranah afektif dan kognitif. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.2

Pre-test

Pre-test

Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Konvensional

(Post-test )

(Post-test )

Hasil belajar

Hasil belajar

Bandingkan Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka pemikiran yang telah diungkapkan, maka rumusan hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu terdapat pengaruh problem based learningterhadap hasil belajar peserta didik pada materi konfigurasi elektron.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA SMA Negeri 1 Dungaliyo yang terletak di Jln. Raja Eyato Desa Dungaliyo Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020. 3.2 Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan Quasi Experimental Design yaitu dalam bentuk desain Pretest-Posttest Control Group Design (Sugiyono, 2016). Dalam rancangan desain ini menggunakan dua kelas, kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan model Problem Based Learning dan kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan model konvensional. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan memberikan pretest terlebih dahulu, kemudian diberikan perlakuan berupa pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) untuk kelas eksperimen dan model konvensional untuk kelas kontrol. Setelah itu diberikan Posttest untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi konfigurasi elektron. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Rancangan desain penelitian Grup

Pre-test

Perlakuan

Post-test

Eksperimen

O1

X

O2

Kontrol

O1

_

O2

Dengan: O1 = Pemberian Pre-test X = Perlakuan dengan model Problem Based Learning

O2 = Pemberian Post-test 3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Terikat Menurut Sugiyono (2016),variabel terikat atau variabel dependent sering disebut juga sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas atau karena ada tindakan. Variabel terikat ada penelitian ini yaitu sesuatu yang dipengaruhi dalam hal ini berkenaan dengan hasil belajar siswa. a. Definisi Konseptual Variabel Terikat Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognif dengan indikator yang meliputi pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan Analisis (C4), aspek belajar afektif yang terdiri dari lima indikator yaitu penerimaan, tanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan karakterisasi, serta aspek psikomotor yang terdiri dari imitasi, manipulasi, dan artikulasi. b. Definisi Operasional Variabel Terikat Kemampuan kognitif adalah skor hasil posttestsiswa yang mencakup empat ranah kognitif yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan Analisis (C4), berdasarkan skor yang diperoleh dari tes yang diberikan pada siswa maka dapat

dilihat hasil belajar kognitif siswa dari yang mendapatkan nilai tertinggi sampai terendah. Hasil belajar afektif adalah aspek yang berkenaan dengan sikap siswa. Pencapaian aspek afektif ini dapat diperoleh dari lembar observasi dengan indikator yang meliputi penerimaan, tanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan karakterisasi. Skor rata-rata sikap siswa yang diperoleh dari lembar pengamatan dapat diungkap dalam persentasi pencapaian hasil belajar afektif. Hasil belajar psikomotor adalah aspek yang berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak siswa. Pencapaian aspek psikomotor dapat diperoleh dari lembar observasi dengan indikator yang terdiri dari imitasi, manipulasi, dan artikulasi. Skor rata-rata keterampilan siswa yang diperoleh dari lembar pengamatan dapat diungkap dalam persentasi pencapaian hasil belajar psikomotor. c. Kisi-kisi Instrumen Kisi-kisi tes hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Kognitif Siswa Indikator Menjelaskan prinsip dan aturan penulisan konfigurasi elektron Menuliskan konfigurasi elektron dalam bentuk diagram orbital Menentukan bilangan kuantum dari setiap elektron. Menjelaskan perkembangan sistem periodik unsur dikaitkan dengan letak unsur dalam Tabel Periodik Unsur berdasarkan konfigurasi elektron.

Tingkatan Kognitif C1, C1, C4

Item soal 1, 2, 4

C4, C3, C1, C3, C3,C1

3, 5, 6, 9, 11, 13, 14

C4

15

C3, C3, C3, C4

7, 8, 10, 12

Kisi-kisi instrumen lembar observasi hasil belajar afektif dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3Kisi-kisi Lembar Observasi Aspek Afektif No

Aspek yang di nilai

1

Penerimaan (Receiving)

2

Tanggapan (Responding)

3

Penghargaan (Valuing)

4

Pengorganisasian (Organization)

5

Karakterisasi (Characterization)

Kriteria 1. Menerima materi pelajaran 2. Mengikuti jalannya pembagian kelompok dengan tertib 3. Mematuhi aturan dalam kelas 1. Menjaga kebersihan dan kerapian selama proses pembelajaran 2. Menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru 3. Menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang diberikan 1. Menghargai pendapat teman 2. Menyumbang ide atau pendapat pada saat diskusi 3. Melengkapi jawaban teman dalam diskusi 1. Bekerja sama dengan teman satu kelompok 2. Tetap berada dalam kelompoknya selama proses pembelajaran 3. Bertukar pendapat antarteman dalam kelompok 1. Santun dalam menyampaikan pendapat 2. Jujur dalam menjawab LKPD 3. Dapat memecahkan masalah yang ada pada LKPD dalam kelompok

Rubrik penilaian aspek afektif siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Rubrik penilaian aspek afektif Rubrik Penilaian

Nilai observasi

Skor 85-100 = sangat baik Skor 75-84

= baik

Skor 65-74

= cukup

Skor 30-64

= kurang

Skor 0-29

= kurang

Nilai =

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 15

𝑥 100

Kisi-kisi instrumen lembar observasi hasil belajar psikomotor dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Kisi-kisi Lembar Observasi Aspek Psikomotor No

Aspek yang diamati

1

Imitasi

2

Manipulasi

3

Artikulasi

Indikator 1. 2. 1. 2. 1. 2.

Mengerjakan tugas sesuai instruksi Menuliskan hasil jawaban LKPD dengan benar Membuat pertanyaan dari materi yang belum dipahami Membuat kesimpulan dari hasil pekerjaan Mengkomunikasikan hasil jawaban pada kelompok lain Menanggapi pendapat teman

Rubrik penilaian aspek psikomotor siswa dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6Rubrik penilaian aspek psikomotor Rubrik Penilaian

Nilai observasi pada saat praktikum

Skor 85-100 = sangat terampil Skor 75-84

= terampil

Skor 65-74

= cukup terampil

Skor 30-64

= kurang terampil

Skor 0-29

= sangat kurang terampil

Nilai =

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 6

𝑥 100

(Arikunto,2009) 3.3.2 Variabel Bebas Menurut Sugiyono (2016), Variabel bebas atau variabel independent sering disebut juga sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini variabel eksperimen adalah model pembelajaran berbasis masalah (PBL). a. Definisi Konseptual Variabel Bebas

Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat memahami pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan bagi siswa untuk memecahkan masalah. Adapun tahap pembelajaran Problem Based Learning yaitu orientasi pada masalah, dimana siswa memunculkan masalah dan terlibat langsung dalam pemecahan masalah tersebut. Tahap berikut guru mengorganisasikan siswa utuk belajar dalam hal ini dibentuk kelompok, kemudian mencari informasi dari berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah. Tahap terakhir yaitu siswa menyajikan hasil karya dan mengevaluasi pemecahan masalah. b. Definisi Operasional Variabel Bebas Secara operasional variabel bebas pada penelitian ini adalah sebagai proses pelaksanaan pembelajaran dengan model Problem Based Learning. Dapat dilihat dari segi keaktifan proses yang ditunjukan oleh adanya kemampuan masing-masing siswa sebagai pelaku utama dalam kegiatan tersebut. Adapun tahapan yang akan dilakukan siswa adalah orientasi pada masalah, berorganisasi dalam kelompok, mengumpulkan informasi, menyajikan hasil karya, dan mengevaluasi pemecahan masalah. 3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1

Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA SMA Negeri 1

Dungaliyo tahun ajaran 2018/2019 yang terdiri dari 4 kelas yaitu X IPA 1, X IPA 2, X IPA 3, X IPA 4 yang berjumlah 122 orang, dimana kelas X IPA 1 berjumlah 30 orang,

kelas X IPA 2 berjumlah 30 orang, kelas X IPA 3 berjumlah 31 orang, dan kelas X IPA 4 berjumlah 31 orang. 3.4.2

Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul mewakili (Sugiyono, 2016). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Random Sampling (sampel acak). Sampel pada penelitian ini adalah X IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan X IPA 2 sebagai kelas kontrol. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akanmendapatkan data yang memenuhi standar. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. 3.5.1

Tes Tes ini dilakukan untuk menguji taraf pemahaman siswa terhadap materi yang

yang telah diajarkan dengan model Problem Based Learning. Tes yang diberikan terbagi dua, yaitu pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum proses pembelajaran berlangsung, sedangkan posttest diberikan sesudah pembelajaran berlangsung. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrument tes dalam bentuk tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda ini mengacu pada

indikator hasil belajar siswa yang akan diukur yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). 3.5.2

Observasi Observasi merupakan suatu proses yang kompleks,suatu proses yang tersusun

dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiyono, 2015). Teknik observasi adalah caramengumpulkan data dengan cara mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam penelitian ini observasi dilakukan secara nonpartisipatif. Dalam observasi nonpartisipatif pengamat tidak ikut dalam kegiatan, hanya berperan mengamati kegiatan. Lembar observasi digunakan untuk mengunpul data aspek afektif dan psikomotor siswa. 3.5.3

Uji Validitas Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus valid. Instrumen yang valid

menunjukan bahwa alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data itu valid. Sebuah tes dapat dikatakan valid jika hasilnya sesuai dengan kriterium, Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas setiap butir soal tes berbentuk pilihan ganda (multiple choice) yang dihitung dengan rumus point biserial, adalah:

𝛾𝜌𝑏𝑖 = Keterangan:

𝑀𝑝−𝑀𝑡 𝑝 √ 𝑆𝑡 𝑞

𝛾𝜌𝑏𝑖

= koefisien korelasi biserial

Mp

= rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari

validitasnya.

Mt

= rerata skor total

St

= standar deviasi dari skor total proporsi

p

= proporsi siswa yang menjawab benar

q

= proporsi siswa yang menjawab salah (q=1- p) 𝑝=

banyaknya siswa yang benar jumlah seluruh siswa (Arikunto, 2008)

3.5.4

Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah keakuratan dan ketepatan dari suatu alat ukur dalam suatu

prosedur pengukuran. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama, di peroleh hasil pengukuran yang relatif sama selam aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Menurut Sudjana (2005), reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilai artinya kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Pada instrumen soal ini dihitung reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen tes yang digunakan reliabel atau tidak. Pengujian reliabel dalam penelitian ini menggunakan rumus KR 15 yaitu sebagai berikut. 𝑘

ri = (𝑘−1) ( Keterangan :

𝑠𝑡2 − ∑𝑝𝑖 𝑞𝑖 𝑠𝑖2

)

k = Jumlah item dalam instrumen M = Mean skor total st2 = Varians total (Sugiyono, 2016) Setelah tes divalidasi dan di tes realibitas maka tes siap diujikan pada siswa untuk mengukur perbedaan hasil belajar siswa menggunakan dua model yang berbeda. Nilai koefisien tingkat reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.7 Tabel 3.7 nilai koefisien dari tingkat reliabilitas. Interval Tingkat Reliabilitas < 0,20 Sangat rendah 0,2-0,399 Rendah 0,4-0,599 Cukup 0,6-0,799 Tinggi 0,8-1 Sangat tinggi 3.6 Teknik Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan setelah seluruh sumber data terkumpul. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting karena tahap ini merupakan tahap penentuan dari hasil penelitian. Analisis data bertujuan untuk membatasi penemuanpenemuan hingga menjadi suatu data yang teratur, tersusun dan mudah dipahami. 3.6.1 Uji Normalitas Pada Teknik analisi data dilakukan pengujian normalitas data untuk mengetahui bahwa data yang diambil berasal dari populasi akan terdistribusi normal atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujianya yaitu: H0 = data berasal dari populasi terdistribusi normal Ha = data tidak berasal dari populasi terdistribusi normal

Uji normalitas dilakukan dengan rumus Liliefors, yaitu: L0 = |F(Zi)-S(Zi)| Untuk mencari L0, maka harus diketahui Zi,F(Zi) dan S(Zi) dengan persamaan masing-masing : 𝐙𝐢 =

𝐱 𝐢 − 𝐱̅ 𝐬

F(Zi) = data Zi dilihat berdasarkan tabel uji standar normalitas S(Zi) =

𝑢𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑁

Keterangan: L0

= Harga mutlak terbesar

F(Zi) = Peluang angka baku S(Zi) = Proposi angka baku N

= Banyaknya siswa

Xi

= Skor siswa

̅ X

= Nilai rata-rata

S

= Simpangan Baku Menurut Arikunto kriteria pengujian dengan α = 5% jika Lhitung
data terdistribusi normal demikian juga sebaliknya. 3.6.2 Uji Homogenitas Uji Homogenias adalah uji yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesamaan dari suatu populasi. Uji homogenitas dilakukan setelah data terdistribusi normal dengan menghitung statistik varian menggunakan uji Fisher melalui perbandingan varian terbesar dengan varian terkecil antara kedua kelompok kelas sampel. Rumus uji Fisher menurut (Sugiyono, 2016) yaitu:

F=

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Dengan kriteria pengujian jika Fhitung≤ Ftabel maka H0 diterima, yang berarti varians kedua populasi homogen dan jika Fhitung≥ Ftabel maka H0 ditolak, yag berarti varians kedua populasi tidak homogen. 3.7 Hipotesis Statistik Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini, digunakan uji statistik yaitu uji t untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Hipotesis yang akan di uji adalah: H0 : Tidak terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar peserta didik pada materi konfigurasi elektron. Ha : Terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar peserta didik pada materi konfigurasi elektron. Adapun rumus yang digunakan menurut Sugiyono (2016)sebagai berikut: t=

̅̅̅̅ ̅̅̅̅ X1 −X 2 𝑆2 𝑆2 √ 1+ 2 n1

n2

Dimana: t = nilai hitung 𝑋̅1 = nilai rata-rata kelas eksperimen 𝑋̅2 = nilai rata-rata kelas kontrol 𝑆12 = Varian eksperimen 𝑆22 = Varin kontrol n1 = jumlah anggota kelas eksperimen n2= jumlah anggota kelas kontrol

Kriteria pengujian terima H0jika Thitung< Ttabel pada taraf signifikan α = 0,05. Sebaliknya terima Hajika Thitung > Ttabel pada taraf signifikan α = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 – 2. Sehingga secara operasional sebagai berikut: Tolak Ha jika : H0: μ1 = μ2: Tidak terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar peserta didik pada materi konfigurasi elektron. Terima Ha jika : Ha: μ1 ≠ μ2:Terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar peserta didik pada materi konfigurasi elektron.

Related Documents


More Documents from "Rizki Arviandi"

Mila Nusi 1.docx
November 2019 22
Berita Acara Anfis.docx
November 2019 18
Makalah Hakikat Sains.doc
November 2019 18
Kbm Andako.docx
June 2020 11
Rancangan Perdes.docx
June 2020 15
Profosal Andako.docx
November 2019 12