Laporan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah
PROFIL TANAH
NAMA
: MUHAMMAD FAHMI AZHARI A.
NIM
: G011181504
KELAS
:F
KELOMPOK
: 54
ASISTEN
: OKKY IRAWAN ASRIDA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah terdiri dari beberapa partikel pecahan batuan yang telah diubah oleh proses kimia dan lingkungan yang meliputi pelapukan dan erosi. Tanah berbeda dari batuan induknya karna interaksi antara, hidrosfer,atmosfer,litosfer dan biosfer ini adalah campuran dari konstituen mineral dan organik yang dalam keadaan padat, gas, dan cair Fungsi utama tanah adalah sebagai media tumbuh makhluk hidup. Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang dilapuk oleh mikroorganisme dengan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas ke bagian bawah dan berbagai proses lain, sehingga apabila kita menggali lubang pada tanah maka akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang berbeda sifat fisik, kimia, dan biologinya, lapisan-lapisan inilah yang disebut dengan horizon tanah yang terbentuk dari mineral anorganik akar. Susunan horizon tanah tersebut biasa disebut profil tanah. Dengan kata lain, profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah yang menunjukkan susunan horizon tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk dibawahnya. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk selain dipengaruhi oleh perbedaan bahan induk sebagai bahan pembentuknya, juga terbentuk karena pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air. Tiap tanah dicirikan oleh susunan horizon tertentu. Secara umum dapat disebut bahwa setiap profil tanah terdiri dua atau lebih horison utama. Toap horizon dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur dan strukturnya. Berdasarkan uraian diatas, maka pengamatan profil tanah perlu di lakukanmengingat besarnya manfaat tanah bagi kehidupan kita sehari-hari serta terdapatnya berbagai jenis tanah yang memiliki jenis penggunaan yang berbeda sekaligus dalam langkah awal penelitian dan pengamatan terhadap tanah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum ini bertujuan: 1. Mendemonstrasikan bagaimana profil tanah dibuat dan diamati 2. Mendemonstrasikan kepada mahasiswa kenampakan dari profil tanah secara utuh 3. Menjelaskan bagaimana pencirian horizon-horizon tanah 4. Mendemonstrasikan dan menjelaskan pembentukan tanah dari bahan induknya, dan 5. Bagaimana mencatat hasil pengamatan suatu profil tanah Kegunaan praktikum ini untuk membantu kita dalam memperoleh gambaran tentang sifat-sifat tanah, terutama yang erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman dan dengan pencandraan itu akan memungkinkan kita lebih mengetahui tentang sifat dari tiap horizon.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Tanah Profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah yang dibuat dengan cara menggali lubang dengan ukuran tertentu dan kedalaman tertentu pula sesuai dengan keadaan tanah dan keperluan penelitian. Tekanan pori diukur relative terhadap tekanan atmosfer dinamakan muka air tanah (Pasaribu, 2007). Profil tanah adalah penampang tegak (vertikal) tanah yang menunjukkan horizon-horizon tanah (berupa solum, lapisan bahan induk, dan batuan induk tanah yang jarang ditemukan) (Hanafiah, 2013). Solum tanah adalah bagian dari profil tanah yang terbentuk sebagai akibat dari proses-proses pedogenesis. Pedogenesis terdiri atas Horizon O – horizon A – horizon E – horizon B – horizon C, –horizon R (horizon genetik utama atau sering disebut horizon (Hanafiah, 2013). Menurut Suwarno (2013), pembentukan lapisan atau perkembangan horizon dapat membangun tubuh alam yang disebut tanah. Tiap tanah dicirikan oleh susunan horizon tertentu. Secara umum dapat disebut bahwa setiap profil tanah terdiri dua atau lebih horison utama. Toap horizon dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur dan strukturnya. 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Tanah 2.2.1 Sifat Fisik Tanah Menurut Hanafiah (2014), sifat fisik tanah yaitu : 1.
Tekstur
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00 – 0,20 mm) atau 2000 – 200 μm, debu (silt) (berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 μm) dan liat (clay) (<2 μm). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah. 2.
Struktur
Struktur tanah digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel – partikel tanah seperti pasir, debu dan liat yang membentuk agregat satu dengan yang lainnya yang
dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Struktur yang dapat memodifikasi pengaruh tekstur tanah dalam hubungannya dengan kelembaban porositas, tersedia unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pengaruh permukaan air. 3.
Konsistensi
Konsistensi tanah merupakan ketahanan tanah terhadap tekanan gaya-gaya dari luar, yang merupakan indikator derajat manifestasi kekuatan dan corak gaya-gaya fisik yang bekerja pada tanah selaras dengan tingkat kejenuhan airnya. 4.
Porositas
Porositas adalah ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk – keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak poreus. 5.
Suhu
Temperatur/suhu adalah suatu sifat tanah yang sangat penting, secara langsung memengaruhi pertumbuhan tanaman, dan juga terhadap kelembaban, aerasi, struktur, aktivitas mikrobial, dan enzematik, dekomposisi serasah/sisa tanaman dan ketersediaan hara – hara tanaman. Temperatur tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman yang penting sebagaimana halanya air, udara, dan unsur hara. Proses kehidupan bebijian akar tanaman dan mikrobia tanah secara langsung dipengaruhi oleh temperatur tanah. Laju reaksi kimiawi meningkat dua kali lipat untuk 10° kenaikan temperatur. 6.
Warna tanah
Warna merupakan salah satu sifat fisik tanah yang lebih banyak digunakan untuk pendeskripsian karakter tanah, karena tidak mempunyai efek langsung terhadap tetanaman tetapi secara tidak langsung berpengaruh lewat dampaknya terhadap temperatur dan kelembaban tanah. Warna tanah dapat meliputi putih, merah, coklat, kelabu, kuning, dan hitam. Kadangkala dapat pula kebiruan atau kehijauan. Kebanyakan tanah mempunyai warna yang tidak murni tetapi campuran kelabu, coklat, dan bercak (rust), kerapkali 2 – 3 warna terjadi dalam bentuk spot – spot, disebut karatan (mottling).
2.2.2 Sifat Kimia Tanah Sistem tanah tersusun oleh tiga fase yaitu padat, cairan, dan gas. Fase padat merupakan campuran mineral dan bahan organik dan membentuk jaringan kerangka tanah. Fase cairan yang juga disebut larutan tanah terdiri atas air dan zatzat terlarut. Zat terlarut ini kadang berupa garam bebas dan seringkali ion dari garam-garam tersebut terikat pada lempeng, bahan kolodial lainnya atau zat organik terlarut. Fase gas atau udara tanah merupakan campuran dari beberapa gas. Kandungan dan komposisi udara tanah ditentukan oleh hubungan air tanah dan tanaman yang ada (Hanafiah, 2013). Kapasitas dan muatan elektrokimiawi yaitu bagian fraksi tanah yang mempunyai muatan listrik negatif (anion) atau positif (kation) disebut misel atau koloid, yang terdiri dari partikel liat berukuran kolodi dan partikel-partikel organik atau humus. Pertukaran dan kejenuhan kation yaitu banyaknya kation yang dapat diserap oleh tanah persatuan berat tanah. Kation terbagi atas kation basa yang merupakan kation jika bereaksi dengan air akan menghasilkan ion-ion OH- dan kation asam yakni kontras dari kation basa yaitu kation yang apabila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion-ion H+ (Hanafiah, 2013). Pertukaran ion dan fiksasi tanah dalam proses ini penting diperhatikan dalam kaitannya dengan ketersediaan 3 anion hara makro yang diserap tanaman yaitu nitrat, fosfat, dan sulfat, yang secara alami diasilkan dari dekomposisi bahan organik dan pelapukan mineral tanah. Reaksi asam-basa larutan tanah yaitu sifat reaksi dalam tanah asam-netral-basa secara mudah ditetapkan dengan indikator nilai pH tanah, berdasarkan perhitungan reaksi air. Makna pH sebagai indikator kesuburan tanah nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara bagi tanaman meningkat dan potensi toksik dari unsur mikro atau unsur toksis menjadi tertekan. Pemasaman tanah sodik disebabkan oleh terbentuknya asm sulfat yang bersifat sebagai asam kuat, yang menghasilkan ion-ion H apabila bereaksi dengan air (tanah sodik = tanah mengandung kejenuhan) (Hanafiah, 2013).
2.3 Faktor-Faktor Pembentuk Tanah Menurut Hanafiah (2014), ada beberapa faktor penting yang memengaruhi proses pembentukan tanah, antara lain iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Faktor faktor tersebut dapat diformulasikan melalui rumus sebagai berikut. a.
Iklim
Iklim adalah rata-rata cuaca semua energi untuk membentuk tanah datang dari matahari berupa penghancuran secara radio aktif yang menghasilkan gaya dan panas. Enegi matahari menyebabkan terjadinya fotosintesis (asimilasi) pada tumbuhan dan gerakan angin menyebabkan transvirasi dan evaforasi (keduanya disebut evafotranspirasi). Akibat langsung dari gerakan angin terhadap pembentukan tanah yaitu berupa erosi angin dan secara tidak langsung berupa pemindahan panas. Komponen iklim yang utama adalah curah hujan dan suhu b.
Organisme
Fungsi utama organisme hidup adalah untuk menyediakan bahan organik bagi tanah. Humus akan menyediakan nutrien dan membantu menahan air. Diantara berbagai organisme vegetasi atau mikroflora merupakan yang paling berperan penting dalam mempengaruhi proses perkembangan tanah, karena merupakan sumber utama biomas atau bahan organik tanah. c.
Bahan Induk
Bahan induk terdiri atas batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan induk akan hancur menjadi bahan induk, mengalami pelapukan, dan menjadi tanah. Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induk yang masih terlihat, seperti tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan memengaruhi intensitas tingkat pelapukan dan vegetasi di atasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan mem bentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga dapat menghindari penyucian asam silikat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kandungan kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih merah.
d.
Topografi/Relief
Keadaan relief suatu daerah akan memengaruhi pembentukan tanah, antara lain sebagai berikut: a) Tebal atau tipisnya lapisan tanah. Daerah dengan topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya menjadi lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena terjadi proses sedimentasi. b) Sistem drainase atau pengaliran. Daerah yang drainasenya jelek sering tergenang air. Keadaan ini akan menyebabkan tanahnya menjadi asam. e.
Waktu
Periode pembentukan akan menentukan jenis dan sifat tanah yang terbentuk disuatu kawasan, karena waktu memberikan kesempatan kepada empat faktor pebentukan tanah untuk mempengaruhi proses-proses pembentukan tanah. Tahap awal terjadi pencampuran bahan organik dan perubahan kimia dan mineralogi pada bahan induk, selanjutnya perubahan kimia, mineralogi dan fisika tanah, sehingga membentuk horison yang jelas, hingga dapat mencapai keadaan steady state, yaitu keadaan tanah yang tidak berubah dalam waktu yang lama. Tanah merupakan benda yang terdapat di alam yang terus menerus berubah, akibat pelapukan dan penyucian yang terjadi terus menerus. Oleh karena itu, tanah akan menjadi semakin tua dan kurus. Akibat proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka induk tanah berubah ber turut-turut menjadi muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah muda ditandai oleh adanya proses pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah aluvial, regosol, dan litosol. 2.4 Batas-Batas Horizon Horizon tanah adalah lapisan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi dan mempunyai ciri-ciri tertentu (khas). Profil dari tanah yang berkembang lanjut biasanya memiliki horizon-horizon tanah. Pembentukan lapisan atau perkembangan horizon dapat membangun tubuh alam yang disebut tanah. Profil dari tanah mineral yang telah berkembang lanjut biasanya memiliki horizonhorizon yaitu Lapisan tanah atas (topsoil) terdiri dari horizon O dan horizon A.
Lapisan tanah bawah (subsoil) terdiri dari horizon E dan horizon B. Solum tanah meliputi lapisan tanah atas dan lapisan tanah bawah. Menurut Rahayu (2014) batas batas horizon organik terdiri atas: -
Terbentuk pada bagian atas tanah mineral
-
Terdiri atas bahan-bahan organik segar/terurai sebgaian 50%-30% jika berfrasi lempung
-
Berkadar BO 20% jika berfraksi bukan lempung
-
O1: horizon organik yang sebagian besar bagian-bagiannya masih jelas menampakkan bentuk asli
-
O2 yaitu horizon organik yang sudah tidak tersidik bentuk asli asalnya.
a. Horizon O Horizon O merupakan horizon bagian atas, lapisan tanah organik, yang terdiri dari humus daun dan alas. Utamanya dijumpai pada tanah-tanah hutan yang belum terganggu. Merupakan horizon organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral. Horizon organik merupakan tanah yang mengandung bahan organik > 20% pada seluruh penampang tanah, tanah mineral biasanya kandungan bahan organik kurang dari 20% karena sifat-sifatnya didominasi oleh bahan mineral.. b. Horizon A Horizon A merupakan horizon di permukaan yang tersusun oleh campuran bahan organik dan bahan mineral. Horizon A juga disebut sebagai horison eluviasi (pencucian). Ada 3 jenis horison A, antara lain : a)
A1 : Horizon ini merupakan horizon percampuran antara horizon organik
dan mineral sehingga pada lapisan ini berwarna kelam/ gelap (dark). Keterdapatan bahan organik pada lapisan ini burujud partikel tersendiri atau bahan organik yang menyelaputi bahan mineral. b)
A2 : Horizon ini dikenal juga sebagai horizon ”eluviasi” atau lapisan
yang mengalami pencucian secara maksimal. Kation bahan organik, besi, alumunium dan atau basa lain yang berwarna telah mengalami pencucian dan yang tertinggal adalah bahan-bahan resisten kuarsa yang kasar dan tidak berwarna,
sehingga
pada
lapisan
iniditandai
dengan
warna
yang
pucat/terang/cerah, namun mempunyai tekstur yang paling kasar dan struktur longgar dibanding dengan lapisan-lapisan lain. c)
A3 Horizon ini merupakan peralihan A ke horizon B atau C dengan ciri
warna yang mendekati horizon A.2. Namun, apabila peralihan kurang jelas dan hanya menampakkan ciri dan warna campuran maka horizon ini diberi simbol AB jika beralih ke B, atau AC jika langsung beralih ke C. c. Horizon E Merupakan lapisan warna terang dalam hal ini adalah lapisan bawah dan di atas A Horizon B Horizon. Hal ini terdiri dari pasir dan lumpur, setelah kehilangan sebagian besar dari tanah liat dan mineral sebagai bertitisan melalui air tanah (dalam proses eluviation). Lapisan Eluviasi atau Horison Eluviasi adalah horizon yang telah mengalami proses eluviasi (pencucian) sangat intensif sehingga kadar bahan organik tanah, liat silikat, Fe dan Al rendah tetapi kada pasir dan debu kuarsa (seskuoksida) serta mineral resisten lainnya tinggi, sehingga berwarna agak terang. d. Horizon B Horizon B adalah horizon illuvial atau horison pengendapan sehingga terjadi akumulasi dari bahan-bahan yang tercuci dari horizon diatasnya. Horizon iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya (liat, Fe, Al, bahan organik). Ciri lain dari lapisan ini ialah : a)
Terdapat konsentrasi residu sesquioksida dan atau lempung yang terbentuk
karena larutnya karbonat atau garam-garam lainnya. b)
Adanya ”alterasi” atau perubahan bahan-bahan dari keadaan asalnya dan
terbentuk struktur berbutir (granuler), gumpal (blocky) atau tiang (prismatic). Ada 3 Jenis Horizon B, yaitu : a) B1 : Horizon peralihan dengan horizon A yang mempunyai warna dan ciri yang lebih mendekati warna dan ciri horizon B. b) B2: Horizon yang paling maksimal menampakkan horizon B, sehingga warnanya paling kelam/tua,tekstur paling berat dan struktur paling padat. c) B3: Horizon peralihan dari horizon B ke C atau R dengan warna dan ciri mendekati warna dan ciri horizon B. Jika horizon percampuran ini sulit
dengan horizon di bawahnya maka diberi simbol BC jika dibawahnya adalah horizon C, dan BR jika dibawahnya langsung horizon R. e.
Horizon C
Horizon C adalah lapisan tanah yang bahan penyusunnya masih serupa dengan batuan induk (R) atau belum terjadi perubahan. Horizon C disebut juga dengan regolith, di lapisan bawah dan di atas dinamakan Horizon B dan Horizon R. Terdiri dari sedikit rusak bedrock-up. Tanaman akar tidak menembus ke dalam lapisan ini, sangat sedikit bahan organik yang ditemukan di lapisan ini. Horizon ini sudah tidak terbagi lagi dimana sama sekali tidak mempunyai sifatsifat horizon O, A, dan B tetapi tersusun atas bahan-bahan yang telah dirubah: a)
Pelapukan di luar daerah kegiatan biologi utama,
b) Pemadatan (cementasi) reversibel berupa proses perabuhan, penambahan berat volume dan sifat-sifat lain dari fragipan (padas), c)
Gleysasi,
d)
Penimbunan dan pemadatan karbonat kapur atau Mg atau garam-garam lain yang terlarut,
e) f.
Pemadatan bahan-bahan silikat dan alkali besi dan silika.
Horizon R
Batuan induk tanah (R) merupakan bagian terdalam dari tanah dan masih berupa batuan.Dalam profil tanah terdapat 4 batas peralihan horizon yang terlihat secara visual dalam beberapa kategori, yaitu : a)
Batas horizon nyata, apabila peralihan kurang dari 2,5 cm,
b) Batas horizon jelas, apabila peralihan terjadi dengan jarak berkisar antara 2,5 cm sampai 6,5 cm, c) Batas horizon berangsur, apabila peralihan terjadi dengan jarak berkisar antara 6,5 cm sampai 12,5 cm, dan d) Batas horizon baur, apabila peralihan terjadi dengan jarak lebih dari 12,5 cm. Bentuk topografi dari batas horizon dalam profil tanah yang terlihat secara visual dibagi dalam 4 kategori, yaitu bentuk topografi datar, berombak, tidak teratur, dan terputus.
III.
METODOLOGI
3.1 Kondisi Umum Wilayah Letak astronomis lokasi pengamatan profil tanah berada antara 9o 07’ 39” LS dan 119o 28’ 47” BT. Letak geografis dengan batas administratifnya yaitu -
Sebelah Utara
:Buah naga
-
Sebelah Timur
: Kebun nanas
-
Sebelah Selatan
: Pemukiman penduduk
-
Sebelah Barat
: Semak belukar
3.2 Tempat dan Waktu Praktikum pengamatan profil tanah bertempat di Exfarm Universitas Hasanuddin Kelurahan Tamalanrea, Makassar. Dilaksanakan pada hari Minggu, 9 September 2018, pukul 15.00 WITA sampai selesai. 3.3 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah peralatan mekanik yang terdiri dari cangkul, linggis dan skop, peralatan deteksi yaitu pisau lapangan dan meteran gulung. Bahan-bahan yang digunakan meliputi profil tanah, dan gambar-gambar profil tanah dari fotofoto dan literatur. 3.4 Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut. 3.4.1 Penggalian Profil 1. Dalam membuat lubang penampang harus besar, supaya orang dapat dengan mudah
duduk
atau
berdiri
didalamnya,
agar
memudahkan
dalam
pengamatannya. 2. Menggali tanah dengan ukuran penampang 2m x 1m dan pengamatan dipilih pada sisi lubang yang mendapat penerangan dari sinar matahari yang cukup. 3. Tanah bekas galian tidak ditumpuk diatas sisi penampang pengamatan. 4. Penampang pewakil adalah tanah yang belum mendapat gangguan, misalnya timbunan serta jauh dari pemukiman. 5. Jika berair, maka air yang berada dalam penampang dikeluarkan sebelum pengamatan.
6. Melakukan pengamatan profil tanah pada sinar matahari yang cukup (tidak terlalu pagi atau sore). 3.4.2 Pengambilan Sampel Tanah Utuh 1. Meratakan dan bersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian letakkan ring sampel tegak lurus. 2. Menekan ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah. 3. Meletakkan ring sampel lain tepat diatas ring sampel pertama, kemudian tekan lagi sampai bagian bawah dari ring sampel kedua masuk ke dalam tanah (± 10 cm). 4. Ring sampel beserta tanah di dalamnya digali dengan skop atau linggis. 5. Memisahkan ring kedua dari ring sampel pertama dengan hati-hati, kemudian potonglah kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring smpel sampai permukaan tanah rata dengan permukaan ring sampel. 6. Tutuplah ring sampel denga plastik, lalu simpan dalam tempat yang telah disediakan. 3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah Terganggu 1. Mengambil tanah dengan pisau sesuai dengan lapisan yang akan diambil, mulailah dengan lapisan yang paling bawah. 2. Masukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Hasil Pengamatan Profil Tanah Fragmen Kasar Pori Lapisan
Kedalaman
Horison
Konsistensi
Konkresi
Batas Horison
Bentuk Struktur
Kerikil/Batu Fe
Mn
Makro
Mikro
1
0-20
A
Keras
-
-
Ada
Jelas
Lempeng
+
++
2
20-23
E
Keras
-
Ada
Ada
Jelas
Lempeng
+
++
3
23-30
B
Keras
-
Ada
Ada
Nyata
Tiang
+
++
4
30-48
B
Keras
-
-
Ada
Jelas
Tiang
+
++
5
48-100
C
Agak keras
-
-
\-
Berangsur
Gumpal Bersudut
+
++
6
100- dst
C
Gembur
-
-
-
Baur
Gumpal bersudut
+
+++
4.2
Pembahasan
Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa, lapisan 1 sampai lapisan 6 dengan kedalaman 0 cm hingga 100 cm dst mempunyai horison yang berbeda yaitu dari horison A, E, B, dan C. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulfiyah (2009), bahwa kedalaman solum tanah sangat tergantung dari keadaan lingkungan di mana tanah itu terbentuk dan sebagai akibat saling tindak antara faktor dan proses pembentukan tanah yang bersangkutan. Pada kedalaman 0-20 cm termasuk horison A dengan konsistensi keras, fragmen kasar tidak mengandung unsur Fn dan Mn, namun terdapat kerikil/batu, batas horison jelas, bentuk stuktur Lempeng mempunyai sedikit pori makro dan mikro sedang. Pada lapisan ini termasuk horison A yang berarti termasuk horison mineral ber BOT tinggi sehingga berwarna agak gelap. (Hanafiah, 2014). Pada kedalaman 20-23 cm termasuk horison E dengan konsistensi keras, fragmen kasar tidak mengandung Fe tetapi mengandung Mn, kerikil/batu, batas horison jelas, bentuk struktur berbentuk tiang mempunyai sedikit pori makro dan pori mikro sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim dkk (1986), bahwa pada horizon E tidak mengandung Fe karena horison mineralnya telah tercuci.
Pada kedalaman 23-30 cm termasuk horison B dengan konsistensi keras, fragmen kasar tidak mengandung Fe (besi) tetapi mengandung Mn (magnesium), kerikil/batu. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim dkk (1986) bahwa horizon B memiliki batas horison nyata, bentuk struktur tiang mempunyai sedikit pori makro dan pori mikro sedang. Horizon B merupakan horison pengendapan sehingga terjadi akumulasi dari bahan-bahan yang tercuci dari horizon diatasnya Pada kedalaman 30-48 cm termasuk horison B dengan konsistensi keras, fragmen kasar tidak mengandung Fe dan Mn, kerikil/batu, batas horison jelas, bentuk struktur masih tiang, mempunyai sedikit pori makro dan pori mikro sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1987,) bahwa pada kedalaman 2330 cm dan kedalaman 30-48 cm termasuk horison B, ini berarti pada lapisan tersebut termasuk horison tempat terakumulasinya bahan-bahan yang tercuci dari horison diatasnya. Pada kedalaman 48-100 cm dan kedalaman 100 cm dst termasuk horison C. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo (2016), bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan yang bahan penyusunnya masih sama dengan bahan induk. Struktur gumpal pada kedalaman tersebut kemungkinan karena kandungan liatnya. Struktur gumpal pada setiap kedalaman terkait dengan dominasi liat, tanah sulit diolah karena keras bila kering dan lengket bila basah. Pada kedalaman 100 cm-dst termasuk horison C dengan sedikit pori makro dan banyak pori mikro. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu (2014), bahwa horizon C adalah lapisan tanah yang bahan penyusunnya masih serupa dengan batuan induk (R) atau belum terjadi perubahan. Tanaman akar tidak menembus ke dalam lapisan ini, sangat sedikit bahan organik yang ditemukan di lapisan ini. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap fragmen kasar di lokasi, pada umumnya ditemukan berupa kerikil/maupun batuan kecil pada kedalaman 0-48 cm atau lapisan hingga 48 cm permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Tufaila dkk (2014), bahwa batuan kerikil yang terdapat pada lapisan tanah biasanya berasal dari bahan induknya yang merupakan batuan kuarsa.
Batas horison pada setiap kedalaman pada umumnya jelas, nyata hingga baur. Hal ini sesuai dengan pendapat Arabia (2012), bahwa batas horison dinyatakan dalam hubungannya dengan kejelasan dan tofografi.
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Based on this practicum, it can be concluded that: a. Based on the above practicum, the observation of soil profile needs to be done considering the magnitude of the benefits of the land for our daily lives and the existence of various types of soil that have different types of use at the sam time in the initial steps of research and obesrvation of the soil. b. Each layer of soil also has structure, color, and texture. Layers one, two, and three also different and layers four, five, and six, some are rough, medium and smooth. This is beacause the water content is different in the soil. The first and last layer texture of the soil. c. The ground horizon is given a symbol with a capital letter O, A, E, B, C, and R symbol is the naming system horizon and coating, the more or complete the soil horizon, the older the age of the land, where’s when looking at the color of the soil from each horizon it showsdifferences in aerobic and anaerobic conditions. 5.2 Saran Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut mengenai tekstur tanahnya, waktu dalam praktikum lebih diperhatikan lagi sehingga berjalannya praktikum dapat dilakukan dengan baik tanpa terdengar keluhan dari mahasiswa lagi.
DAFTAR PUSTAKA Arabia T, Zainabun, Ida R. 2012. Karakteristik Tanah Salin Krueng Raya Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Manajemen Sumberdaya lahan, Vol.1, No.1. Juni 2012. Hal.:32-42. Fakultas Pertanian Unsyiah. Darussalam Banda aceh. Hakim, dkk, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung, Lampung. Hanafiah, K A. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Press. ____________. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Press. Pasaribu, 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press. Yogjakarta Rahayu, A., S.R. Utami, dan R. L. Mochtar. 2014. Karakteristik dan Klasifikasi Tanah pada Lahan Kering dan Lahan yang Disawahkan di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. 1(2): 79-87. Suwarno, 2013, Hubungan sifat fisik tanah dengan kejadian longsor lahan, Universitas Purwokerto, Purwokerto. Tufaila M, Hasbulla S,Jufri K, dan Lies I. 2014. Karakteristik Morfologi dan Klasifikasi Tanah Luapan Banjir Berulang Di Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Agriplus Vol.24, No.3, September 2014. ISSN 0854-0128. Universitas Halu Oleo. Kendari. Ulfiyah A.Rajamuddin, 2009. Kajian Tingkat Perkembangan Tanah Pada Lahan Persawahan Di Desa kaluku Tinggu Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Jurnal Agroland 16 (1): 45 edisi Maret 2009. ISSN:0854-641X. Universitas Tadulako. Urtomo,D.H, 2016. Morfologi Profil Tanah Vertisol di Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan. Jurnal Pendidikan Geografi, Vol.21,No.2 Juni 2016, Hal: 47-57
LAMPIRAN
Gambar penggalian profil
Gambar penampang profil tanah
Gambar pengambilan sampel tanah terganggu
Gambar pengambilan sampel tanah tak terganggu
Anu perbaikan untuk laporan lengkap ini BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kadar Air Tanah Air tanah adalah air yang terkandung di dalam tanah. Bagi tanaman, air tanah merupakan pemasok kebutuhan air terbesar. Pada setiap tanaman, kebutuhan air tanah beraneka ragam tergantung pada kondisi tanaman, jenis tanaman dan lingkungannya. Air tanah penting bagi tanaman, terutama untuk memenuhi transpirasi dalam proses asimilasi pembentukan karbohidrat serta membawa hasilhasil fotosintesisnya keseluruh jaringan tumbuhan. Fungsi lain air tanah adalah sebagai pelarut unsur hara di dalam tanah, membawa hara ke permukaan akar tumbuhan dan mengangkut unsur hara ke seluruh jaringan tumbuhan yang diserap oleh akar. Banyaknya air tanah dapat diartikan sebagai dengan kadar air tanah, yaitu jumlah air yang terdapat di dalam tanah. Biasanya dinyatakan dalam persen massa atau persen volume (Surtono, 2015). Menurut Marjenah (2010), kadar air tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar Air =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑥 100%
Kapasitas kandungan air tanah maksimum adalah jumlah air maksimal yang dapat ditampung oleh tanah setelah hujan turun dengan sangat lebat Semua poripori tanah baik makro maupun mikro, dalam keadaan terisi oleh angin sehingga tanah menjadi jenuh dengan air. Jika terjadi penambahan air lebih lanjut, akan terjadi penurunan air gravitasi yang bergerak lurus kebawah. Pada keadaan ini air tanah akan ditahan oleh tanah dengan kandungan Pf=0 atau 0 atm (Hanafiah, 2012). 2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Air Tanah Menurut Mustafa (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air di dalam tanah ialah sebagai berikut : 1. Kadar Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah mempunyai pori-pori yang jauh lebih banyak daripada partikel mineral tanah yang berarti luas permukaan penyerapan juga lebih
banyak sehingga makin tinggi kadar bahan organik tanah makin tinggi kadar dan ketersediaan air tanah. BAB III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan pengamatan tekstur tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin pada tanggal 25 September 2018 pukul 10:00 WITA – selesai. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam melakukan kegiatan pengamatan warna tanah ini ialah cawan, timbangan analitik, oven serta alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan ialah sampel tanah dari berbagai lapisan (jika memungkinkan dari horizon O, A, dan B) dan label. 3.3 Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja dari praktikum pengamatan tekstur tanah ini ialah : 1. Menyediakan sampel tanah dari berbagai lapisan. Jika memungkinkan, cukup gunakan sampel tanah horizon O, A, dan B. 2. Menimbang masing-masing lapisan sampel tanah sebanyak 5 gram lalu meletakkannya pada cawan. Memberi label nama lapisan pada tiap cawan. 3. Mengeringkan tiap lapisan pada oven selama 2 hari. 4. Menimbang kembali masing-masing lapisan sampel tanah. 5. Mencatat perubahan berat yang terjadi. 6. Melakukan pengolahan data dengan menggunakan rumus: % Kadar Air =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑥 100%
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Persentase kadar air tanah tiap lapisan
Lapisan ke-
1
Kedalaman (cm) 0 – 20
% Kadar Air
13,6%
2
20 – 23
8,69%
3
23 – 30
13,6%
4
30 – 48
8,69%
5
48-100
13,6%
6 100-122 Sumber : Data primer setelah diolah, 2018
19,0%
4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan kadar air yang telah dilakukan, diperoleh pada lapisan pertama, ketiga, dan kelima memiliki persentase kadar air sebesar 13,6% sedangkan pada lapisan kedua dan keempat memiliki persentase kadar air sebesar 8,69%. Sedangkan pada lapisan keenam memiliki persentase kadar air sebesar 19,0%. Hal ini dipengaruhi oleh besar kecilnya pemberian air pada permukaan tanah, karena pada saat pengambilan sampel tanah saat itu adalah musim kemarau jadi otomatis pemberian air pada tanah terhenti sehingga menyebabkan air akan turun pada lapisan bawah itulah sebabnya pada lapisan satu lebih sedikit kadar airnya dibanding lapisan dibawahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman and Brady (1982) yang menyatakan bahwa jika pemberian air pada permukaan tanah dihentikan, air akan turun ke bawah lebih cepat. Hanafiah (2014) yang mengemukakan bahwa kadar air tanah dipengaruhi oleh kadar bahan organik, makin tinggi kadar bahan organik tanah akan makin tinggi
kadar airnya. Jika diperhatikan pada tabel diatas dari lapisan paling atas atau lapisan I sampai pada lapisan paling bawah atau lapisan VI, dapat dilihat bahwa semakin kebawah kandungan kadar airnya semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2014) yang mengemukakan bahwa makin dalam kedalaman solum tanah maka kadar air juga semakin tinggi. Jika kita perhatikan pada lapisan I dan II yang sedikit memiliki kandungan air maka dapat disimpulkan bahwa tanah pada lapisan satu selain memiliki sedikit bahan organik lapisan satu juga memiliki tekstur kasar dan berpori sedikit. Hal ini sesuai dengan Hardjowigeno (1987), yang menyatakan bahwa tanah–tanah bertekstur kasar dan berpori sedikit mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui bahwa tanah yang diamati memiliki kadar air yang sangat rendah yang artinya tanah tersebut juga memiliki sedikit bahan organik. Jadi dapat disimpulkan bahwa tanah yang diamati tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman karena dapat menghambat pertumbuhan tanaman tersebut akibat dari kurangnya kadar air dan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) yang mengemukakan bahwa kekurangan air bagi tanaman menyebabkan proses aktivitas dan fisiologis tanaman terhambat bahkan tidak akan berjalan, tanaman yang kekurangan air menyebabkan tanaman layu dan akhirnya menyebabkan kematian. Jaringan-jaringan tanaman tidak lagi berfungsi baik.
DAFTAR PUSTAKA Arif Surtono. Sriwahyu Suciati. 2015. Karakteristik Elektroda Pelat Tembaga Papan Pcb sebagai Sensor Kadar Air Tanah. Universitas Lampung : Lampung. Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 788 hal. Hanafiah, K A. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Press. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 237 hal. Puja, I Nyoman. 2017. Panduan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Udayana : Denpasar. Kartasapoetra dan Mulyani Sutedjo. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta: Rineka Cipta. Marjenah. 2010. Pengaruh Kandungan Air Tanah terhadap Pertumbuhan dan Transpirasi Semai Shorea leprosula Miq. Universitas Mulawarman : Samarinda. Vol 4, No 1. Muslimin Mustafa. Asmita Ahmad. Muh. Ansar. Masyhur Syafiuddin. 2012. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas Hasanuddin : Makassar. Sutanto, M.M. dan Kartasapoetra, A.G. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta: Rineka Cipta Sutanto, M.M. dan Kartasapoetra, A.G. 2014. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta: Rineka Cipta
BAB III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan Kapasitas Lapang dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, pada hari Rabu, 10 Oktober 2018 pukul 13.00-14.30 WITA. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah oven, wadah air dan timbangan elektrik. Bahan yang digunakan adalah sampel tanah utuh, kain kasa, karet gelang, dan air. 3.3 Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakuikan pada praktikum kapasitas lapang adalah sebagai berikut: 1. Menimbang terlebih dahulu ring sampel tanah utuh yang akan dijenuhkan menggunakan timbangan elektrik. 2. Mencatat data penimbangan berat awal sampel tanah. 3. Membungkus bagian bawah ring sampel tanah utuh dengan kain kasa sebanyak empat lapis dan mengikatnya dengan karet gelang. 4. Meletakkan ring sampel tanah utuh ke dalam wadah yang telah diisi air. 5. Menjenuhkan sampel tanah utuh dengan didiamkan selama 1 hari. 6. Setelah dijenuhkan selama 1 hari, timbang kembali berat sampel tanah. 7. Mencatat data penimbangan berat sampel tanah yang telah dijenuhkan 8. Memasukkan ke dalam oven dengan suhu 105˚C selama 1x24 jam. 9. Mengeluarkan sampel tanah dari oven, kemudian didinginkan. 10. Menimbang berat sampel tanah setelah dioven dengan timbangan analitik. 11. Mencatat berat sampel tanah setelah oven. 12. Menghitung kadar air kapasitas lapang dari sampel tanah menggunakan rumus (Berat Tanah Basah)−(Berat Tanah Kering) Berat Tanah Kering
x 100%
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tabel 1. pH Tanah pada Tiap Lapisan Tanah Lapisan Ke-
Kedalaman
pH Tanah
1
0-20
8
2
20-23
6
3
23-30
7
4
30-48
4
5
48-100
5
100-122
6
6 Sumber : Data primer, 2018.
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tabel 1. Nilai BD, PD dan porositas pada profil tanah per unit lahan. BD (gr/cm3) 1,83 2,34 1,718
Profil ke2 7 9
PD (gr/cm3) 2,65 2,65 2,65
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018 B. Perhitungan 1. Profil 2 rring
= ½ x d = ½ x 5,5 = 2,95 cm
tring
= 6 cm
Vring
= πr2t = 3,14 x (2,95)2 x 6 = 3,14x 8,07 x 6 = 152 cm3
Mov
= 279,5 gr
BD
=𝑉
𝑀𝑜𝑣 𝑟𝑖𝑛𝑔
=
279,5 152
= 1,83 gr/cm3
Porositas (%) 31 12 36
PD
= 2,65 g/cm3 (Ketetapan) = (1 −
%Porositas
= (1 −
𝐵𝐷 𝑃𝐷
) x 100%
1,83
) x 100%
2,65
= 1 – 0,69 x 100% = 0,31 x 100% = 31 % 2. Profil 7 rring
= ½ x d = ½ x 5,5cm =2,75 cm
tring
= 5 cm
Vring
= πr2t = 3,14 x (2,75)2 x 5 = 3,14x 7,56 x 5 = 118,7 cm3
Mov
= 277,8 gr
BD
=𝑉
PD
= 2,65 g/cm3 (Ketetapan)
𝑀𝑜𝑣
277,8
𝑟𝑖𝑛𝑔
= 118,7 = 2,34 gr/cm3
= (1 −
%Porositas
= (1 −
𝐵𝐷 𝑃𝐷
) x 100%=
2,34
) x 100%
2,65
= 1 – 0,88 x 100% = 0,12 x 100% = 12 % 3. Profil 9 rring
= ½ d = ½ x 5,5 cm = 2,75 cm
tring
= 5 cm
Vring
= 𝜋𝑟 2 𝑡 = 3,14 x (2,75)2 x 5 = 118,7 cm3
Mov
= 204 gr
BD
=𝑉
𝑀𝑜𝑣 𝑟𝑖𝑛𝑔
=
144,4 85
= 1,718 gr/cm3
PD
= 2,65 gr/cm3 (Ketetapan)
%Porositas
= (1 − = (1 −
𝐵𝐷 𝑃𝐷
) x 100%
1,718 2,65
)x 100%
= (1 – 0,64) x 100% = 0,36 x 100%