BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya manusia tidak bisa dilepaskan dari adanya sekolah. Sekolah yang dikelola dengan baik, dari segi pembelajaran, sumber daya manusia dalam hal ini pendidik serta manajemennya maka sekolah akan menghasilkan output (siswa) yang berkualitas yang mampu bersaing ditempat yang lebih besar tantangnya dan lebih komplek. Sedangkan, sekolah yang manajemennya kurang baik tidak akan memberikan kualitas dan lulusan yang baik. Banyak sekolah yang tidak terkelola dari segi sistem pembelajaran dan manajemennya sehingga sekolah tersebut tidak maju dan tidak mampu bersaing dalam industri pendidikan saaat ini. Kepemimpinan di sekolah oleh seorang kepala sekolah akan menentukan baik buruknya pelaksanaan pembangunan sumber daya manusia tersebut. Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Kepala sekolah juga memiliki peran penting dalam upaya membentuk insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif melalui kesungguhan dan kreativitasnya dalam mengelola sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. Apalagi dijaman sekarang dengan harapan dan tantangan yang begitu kompleks, maka dibutuhkan kepala sekolah yang professional, yaitu kepala sekolah yang visioner, berkarakter, menjadi pelopor, berpikiran maju, dan memiliki kemampuan manajerial dalam membangun sekolah (Nurdin, 2103). Sebagai konsekuensinya, kepala sekolah harus merupakan orang-orang yang terpilih dari sisi kualifikasi maupun kompetensinya. Sebagaimana yang diatur dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar kepala Sekolah/madrasah. Selain itu, Kepala sekolah tidak hanya harus didukung untuk meningkatkan kemampuan, termasuk “sentuhan ajaib”nya untuk menyelesaikan masalah-masalah sulit, akan tetapi mereka juga harus bersungguh-sungguh untuk mencapai perubahan di dalam kelas, fisik sekolah, dan system sekolah (Fullan, 1988:5).
1.2 Rumusan masalah Permasalah yang mucul dalam penyusunan makalah ini : 1. Apakah fungsi kepala sekolah pada lembaga pendidikan formal ? 2. Apakah yang menjadi standart kualitas kepala sekolah yang bermutu ?
1
3. Bagaimana kepala sekolah yang memiliki kualitas yang baik dan kepemimpnannya yang efektif ? 4. Bagaimana peranan kepala sekola yang memiliki kualitas baik dalam meningkatkan kualitas pendidikan ?
1.3 Tujuan penulisan makalah Tujuan penulisan makalah ini : 1. Untuk mengetahui fungsi kepala sekolah dalam lembaga pendidikan formal 2. Untuk mengetahui standarisasi sebagai seorang kepala sekolah yang berkuaitas atau bermutu 3. Untuk mengetahui kepala sekolah yang memiliki kualitas yang baik dan kepemimpinan yang efektif 4. Untuk mengetahui peran kepala sekolah yang bermutu dalam meningkatkan kualitas pendidikan
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 FUNGSI KEPALA SEKOLAH Dalam kehidupan berorganisasi, fungsi kepemimpinan dari seorang pimpinan jelas sangatlah sentral. Organisasi sepenuhnya tergantung kepada kepemimpinan untuk membawanya menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai. Wahjosumidjo (2010), menyatakan ada 4 fungsi utama dari seorang pemimpin, yaitu : 1.
Mendefinisikan misi dan peranan organisasi
2.
Merupakan pengejawantahan tujuan organisasi
3.
Mempertahankan keutuhan organisasi
4.
Mengendalikan konflik internal yang terjadi di dalam tubuh organisasi. Kepala sekolah adalah seorang pimpinan di sebuah lembaga yang bernama
sekolah. Seperti di organisasi lainnya, maka peran kepala sekolah akan tidak jauh berbeda dengan pimpinan di organisasi lain. Namun, sekolah adalah sebuah organisasi yang kompleks dan unik (Wahjosumidjo, 2010:81). Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki cirri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasiorganisasi lain, cirri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia. Hal ini tentunya menjadi poin special untuk sekolah sebagai organisasi, sehingga dibutuhkan kepemimpinan yang “special” pula. Mulyasa (2007), mengemukakan 7 fungsi utama kepala sekolah, yaitu: 1.
Kepala Sekolah Sebagai Educator (Pendidik) Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru
merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha 3
memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien. 2.
Kepala Sekolah Sebagai Manajer Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan
kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/MGP tingkat sekolah, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain. 3.
Kepala Sekolah Sebagai Administrator Kegiatan administrasi yang dimaksud meliputi pencatatan dan penyusunan, dan
pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesisifik kepala sekolah harus memiliki kemampuan mengelola kurikulum, mengelola administrasi kearsipan dan administrasi keuangan dalam menunjang produktivitas sekolah. Tugas-tugas ini harus dilakukan secara logis dan sistematis, yang semuanya memoros pada kepentingan prose pendidikan dan pembelajaran demi peningkatan mutu kelulusan, dengan indikator antara lain peningkat nilai siswa dan akses mudah melanjutkan studi. 4.
Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terutama kepada
guru atau disebut supervise klinis dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan professional guru dan kualitas pembelajaranyang efektif. Tugas kepala sekolah sebagai supervise di wujudkan dalam kemampuannya menyusun dan melaksanakan program supervise pembelajaran serta memanfaatkan hasilnya. Kepala sekolah sebagai supervise klinis dan supervise pembelajaran perlu memerhatikan prinsip-prinsip: (1) Hubungan konsultatif; (2) Dilaksanakan secara demokratis; (3) Berpusat kepada guru dan tenaga kependidikan; (4) Dilakukan berdasarkan kebutuhan guru dan tenaga kependidikan. 5.
Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin) Kepala sekolah harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan,
meningkatkan kemauan dan kemampuan guru maupun tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Kepala sekolah diituntut memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan 4
pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi. Kepala sekolah harus memiliki sifat jujur, percaya diri, bertanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil, dan teladan. 6.
Kepala Sekolah Sebagai Inovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah
harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah, dan mengembangkan model model pembelajaran yang inofatif. Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, objektif, pragmatis, keteladanan 7.
Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB). 2.2 Standarisasi kepala Sekolah Pada 17 April 2007, Menteri Pendikan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Peraturan ini menjawab bagaimana seharusnya kepala sekolah menjadi seorang yang lebih professional. Bahwa untuk diangkat sebagai kepala sekolah/madrasah, seseorang wajib memenuhi standar kepala sekolah/madrasah yang berlaku nasional. Standar tersebut terdiri dua aspek utama, yaitu Kepala Sekolah harus memiliki kualifikasi dan kompetensi. Penjabarannya adalah terdiri dari kualifikasi umum dan kualifikasi khusus, serta kompetensi managerial, kepribadian, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Dalam rangka menata dan mereformasi kepemimpinan pendidikan di sekolah, sekaligus melengkapi peraturan sebelumnya khususnya Permendiknas No. 13 Tahun 2007 yang terkait dengan kekepalasekolahan (principalship), pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional menghadirkan kembali regulasi baru yaitu Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. Memang hal ini sangatlah normatif sekali, belum tersirat tentang perspektif ataupu latar belakang motivasi untuk memfilternya sehingga memunculkan kepala5
kepala sekolah yang tinggi dedikasinya. Menjadi hal yang sangat menarik memang apabila dalam wawancara atau penyeleksian ada hal-hal yang bisa mengungkap hal tersebut agar kepala sekolah juga memiliki kemampuan standar yang tidak terlalu berbeda jauh antara satu dengan yang lain sekaligus sebagai tolok ukur pendidikan di sekolah yang diembannya. Disamping tentunya dorongan dari pemerintah yang nyata sehingga bukan hanya terlihat sebagai jabatan karier ataupun struktural namun memiliki semangat untuk memajukan pendidikan persekolahan terlepas dari kekurangan-kekurangan yang selalu muncul, meski itu adalah kewajaran semata. 2.3 Kualitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Kepala sekolah adalah seorang pemimpin sekolah atau pemimpin suatu lembaga tempat menerima dan memberi pelajaran. Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. (Wahjosumidjo,2010:83). Sebagai seorang pemimpin di sebuah organisasi sekolah yang menjadi pusat peradaban untuk membangun sumber daya manusia, maka Kepala Sekolah disyaratkan memiliki kualitas yang bermutu. Fred M. Hechinger (dalam Davis & Thomas, 1989) menyatakan : “Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan Sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang baik. Saya juga menemukan sekolah yang gagal & berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya”. Terkait kualitas kepemimpinan dari kepala sekolah, Walker dan Dimmock (dalam Brundrett, Burton, and Smith, 2003) mengidentifikasi empat komponen yang saling terkait yang disebut 'kualitas kunci' untuk kepemimpinan, yaitu nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan atribut. Keempatnya dibutuhkan agar kepemimpinan menjadi bermakna dan profesional. Bagaimanapun, adanya perbedaan budaya mungkin mempengaruhi bagaimana keempat komponen diekspresikan dan dilaksanakan. 6
1.
Nilai-Nilai Pendidikan Hal penting untuk kepala sekolah adalah pengembangan seperangkat nilai-nilai
pendidikan yang menjadi dasar kepemimpinan untuk perbaikan sekolah. Delapan nilai penting yang telah diidentifikasi yaitu: a)
Terpusat pada Belajar : keyakinan keunggulan pembelajaran sebagai fokus dari semua yang terjadi di sekolah.
b)
Inovasi : keyakinan dalam eksperimen dengan ide-ide baru dan perubahan sebagai sarana perbaikan sekolah.
c)
Belajar seumur hidup : keyakinan bahwa tujuan utama sekolah adalah untuk mengembangkan pandangan komunitasnya bahwa belajar sebagai proses kontinyu dan berkelanjutan.
d)
Pendidikan-untuk-semua : sebuah keyakinan bahwa semua siswa memiliki hak untuk pendidikan yang relevan dan bermakna.
e)
Orientasi pada layanan : keyakinan bahwa sekolah harus fleksibel dan responsive dalam memenuhi beragam kebutuhan masyarakat.
f)
Pemberdayaan : komitmen untuk keterlibatan yang berarti dan partisipasi anggota komunitas sekolah dalam kehidupan sekolah.
g)
Ekuitas dan keadilan : keyakinan bahwa hak-hak semua di komunitas sekolah sepatutnya diakui dan bahwa individu dilindungi dengan keadilan dan integritas.
h)
Pembangunan manusia secara menyeluruh : komitmen untuk memproduksi siswa dengan baik melalui pendidikan yang seimbang.
2.
Pengetahuan Profesional Orgnanisasi sekolah merupakan sebuah system kompleks yang berjalan dengan
aturan dan cara-cara tertentu. Untuk menggerakkannya dibutuhkan pengetahuan yang mendalam dan professional yang menunjangnya. Pengetahuan ini juga akan berdampak bagi upaya perbaikan sekolah itu sendiri. Kepemimpinan untuk perbaikan sekolah dan prestasi siswa tergantung pada konsep yang jelas dan tubuh pengetahuan yang bersamasama dengan seperangkat nilai-nilai pendidikan, membimbing dan menginformasikan praktek profesional. Tubuh pengetahuan ini adalah : a)
Arah strategis dan lingkungan kebijakan
b)
KBM dan kurikulum
c)
Pertumbuhan dan perkembangan pemimpin dan guru
d)
Manajemen staf dan sumber daya
e)
Jaminan kualitas dan akuntabilitas 7
f)
Komunikasi dan koneksi eksternal.
3.
Keterampilan Keterampilan kepemimpinan dikelompokkan ke dalam tiga kategori berikut:
1.
Pribadi : ini berhubungan dengan bagaimana para pemimpin mengelola perilaku mereka sendiri dan pikiran dalam kehidupan profesional mereka.
2.
Komunikatif dan pengaruh : ini berhubungan dengan bagaimana para pemimpin berinteraksi ditingkat interpersonal dengan rekan kerja dan anggota lain dari komunitas, dan bagaimana mereka memobilisasi kolega dan anggota komunitas sekolah lainnya terhadap komitmen berkelanjutan untuk perbaikan sekolah.
3.
Organisasi dan teknis : keterampilan ini menyangkut tugas dan teknik yang berkaitan dengan menjalankan seluruh sekolah dan mengamankan perbaikan sekolah.
4.
Atribut Nilai-nilai pendidikan, pengetahuan profesional, dan keterampilan merupakan
bagian integral dari kualitas kepemimpinan. Namun, hal itu saja tidak cukup. Ada elemen keempat, yaitu atribut personal, yang oleh para pemimpin dibawa dalam perannya. 1.
Kemampuan beradaptasi dan tanggap dalam pengambilan keputusan di sekolah dan mengelola orang sementara tetap mempertahankan komitmen terhadap nilainilai inti, seperti kebutuhan siswa dan hasil belajar.
2.
Keberanian dari keyakinan berkaitan dengan nilai-nilai mereka, prinsip-prinsip dan tindakan dan ketahanan di saat kesulitan dan oposisi.
3.
Percaya diri dalam kemampuan dan tindakan mereka, sambil mempertahankan kesopanan dalam interaksi dan urusan mereka dengan orang lain di dalam dan luar komunitas sekolah mereka.
4.
Berpikiran tangguh sehubungan dengan kepentingan staf dan siswa sambil menunjukkan kebajikan dan menghormati dalam semua interaksi mereka.
5.
Kolaborasi sebagai anggota tim ditambah dengan akal dan ketegasan individu
6.
Integritas dalam hubungan mereka dengan orang lain yang dikombinasikan dengan kecerdasan politik. Atribut ini, bersama dengan nilai-nilai, pengetahuan profesional dan keterampilan
menyediakan kerangka kerja untuk memahami kompleksitas kualitas pemimpin dalam hal ini kepala sekolah. Seperti biasa dalam dinamika, situasi interaktif, adalah campuran
8
dan kombinasi dari semua elemen yang menentukan keberhasilan dan efektivitas kepala sekolah. 2.4 Peranan kepala Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), sebagai substansi dari Undang-Undang Sisdiknas tersebut nampak jelas dari visinya, yakni terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manuasia yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman. Untuk mewujudkan ini, maka peran kepemimpinan dari kepala sekolah sangat diharapkan. Produk yang dihasilkan sekolah hendaknya jangan seperti pabrik yang hanya bisa menghasilkan lulusan, tetapi bagaimana agar lulusan itu berkualitas sehinga mampu menghadapi tantangan sesuai dengan perkembangan zaman. Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan kepala sekolah tersebut, maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah bagi kepala sekolah karena kegiatan berlangsung dalam sebuah proses panjang yang direncanakan dan diprogram secara baik pula. Namun pada kenyataannya tidak sedikit kepala sekolah yang hanya berperan sebagai pimpinan formalitas dalam sebuah sistem alias hanya sekedar sebagai pemegang jabatan struktural sambil menunggu masa purna tugas (LPPKS, 2012). Salah satu indikator keberhasilan kepemimpinan seorang kepala sekolah diukur dari mutu pendidikan yang ada di sekolah yang dipimpinnya. Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstra kurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas dalam LPPKS, 2012). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. 9
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya. Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya, 2007:12). Berdasarkan konsep mutu pendidikan tersebut maka dapat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu, Kepala sekolah harus senantiasa memahami sekolah sebagai suatu sistem organik. Untuk itu kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan sebagai manager. Sebagai leader maka kepala sekolah harus : (1) Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa (2) Lebih bersandar pada kerjasama dalam menjalankan tugas dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau SK. (3) Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi. Bukannya menciptakan rasa takut. (4) Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu. (5) Senantiasa mengembangkan suasana antusias bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan (6) Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalahkan kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan, tidak mengeluh walaupun serba kekurangan (Mulyadi,2013). Subagio (2011), menguraikan peran kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan sebagai berikut: 1.
Kepala sekolah menggunakan “pendekatan sistem” sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berpikir sistem (bukan unsystem), yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin (tidak parosial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap komponenkomponen lainnya); berpikir “sebab-akibat”
10
(ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan); berpikir interdipendensi dan integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif +kualitatif), dan berpikir sinkretisme. 2.
Kepala sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas, yang ditunjukkan oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas (apa yang harus dikerjakan, yang disertai fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak), rencana (diskripsi produk yang akan dihasilkan), program (alokasi sumberdaya
untuk
merealisasikan
rencana),
ketentuanketentuan/limitasi
(peraturan perundang-undangan, kualifikasi, spesifikasi, metoda kerja, prosedur kerja, dsb.), pengendalian (tindakan turun tangan), dan memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya. 3.
Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, penyelia, pencipta iklim kerja, pengurus/administrator, pembaharu, regulator, dan pembangkit motivasi.
4.
Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal, yang dapat diuraikan sebagai berikut: (a) dimensi tugas terdiri dari: pengembangan kurikulum, manajemen personalia, manajemen kesiswaan, manajemen fasilitas, pengelolaan keuangan, hubungan sekolah-masyarakat, dsb; (b) dimensi proses, meliputi
pengambilan
keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan
program, pengkoordinasian, pemotivasian, pemantauan dan pengevaluasian, dan pengelolaan proses belajar mengajar; (c) dimensi lingkungan meliputi pengelolaan waktu, tempat, sumberdaya, dan kelompok kepentingan; dan (d) dimensi keterampilan personal meliputi organisasi diri, hubungan antar manusia, pembawaan diri, pemecahan masalah, gaya bicara dan gaya menulis. 5.
Kepala sekolah mampu menciptakan tantangan kinerja sekolah (kesenjangan antara kinerja yang aktual/nyata dan kinerja yang diharapkan). Berangkat dari sini, kemudian dirumuskan sasaran yang akan dicapai oleh sekolah, dilanjutkan dengan memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, lalu melakukan analisis SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity, Threat) untuk menemukan faktor-faktor yang tidak siap (mengandung persoalan), dan mengupayakan langkah-langkah pemecahan persoalan. Sepanjang masih ada persoalan, maka sasaran tidak akan pernah tercapai.
6.
Kepala sekolah mengupayakan teamwork yang kompak/kohesif dan cerdas, serta membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar warganya, 11
menumbuhkan solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian hasil/output sekolah. 7.
Kepala sekolah menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan kreativitas dan memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasieksperimentasi untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru, meskipun hasilnya tidak selalu benar (salah). Dengan kata lain, kepala sekolah mendorong warganya untuk mengambil dan mengelola resiko serta melindunginya sekiranya hasilnya salah.
8.
Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan menciptakan sekolah belajar.
9.
Kepala
sekolah
memiliki
kemampuan
dan
kesanggupan
melaksanakan
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan manajemen, yaitu pergeseran dari Manajemen Berbasis Pusat menuju Manajemen Berbasis Sekolah (dalam kerangka otonomi daerah). 10.
Kepala sekolah memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar sebagai kegiatan utamanya, dan memandang kegiatan-kegiatan lain sebagai penunjang/pendukung proses belajar mengajar. Karena itu, pengelolaan proses belajar mengajar dianggap memiliki tingkat kepentingan tertinggi dan kegiatankegiatan lainnya dianggap memiliki tingkat kepentingan lebih rendah.
11.
Kepala sekolah mampu dan sanggup memberdayakan sekolahnya, terutama sumber daya manusia. Kepemimpinan kepala sekolah yang konsisten akan aturan yang berlaku besar
sekali pengaruhnya terhadap peningkatan mutu di sekolah dengan catatan adanya interaksi antara kepala sekolah dan guru serta para orangtua saling menunjang dan mengisi masing-masing konsisten dan tanggung jawab atas hak dan kewajibannya sehingga tercipta situasi dan kondisi yang diinginkan.
12
BAB III PENUTUP Dari paparan pada makalah ini merupakan gambaran dalam kepemimpinan kepala sekolah untuk membangun dan mengembangkan kualitas pendidikan. Fullan (1988:5) menyatakan bahwa peningkatan mutu pendidikan haruslah dilaksanakan secara menyeluruh. Namun, hal itu haruslah dimulai dengan individunya terlebih dahulu. Kekepalasekolahan pernah dianggap sebagai pekerjaan yang membosankan, tuntutan yang semakin besar, semakin sulit untuk melakukan berbagai hal, dan kepuasan yang diharapkan sangat sulit didapatkan. Perananan kepala sekolah adalah menangani banyak hal dalam waktu yang bersamaan, akan tetapi mereka tidaklah harus menjadi korban dari system yang seperti itu. Mereka harus bekerja dengan dan menggunakan segala sumber daya yang ada di sekitar mereka terutama sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepala sekolah memiliki potensi yang bisa menjadi kekuatan penting untuk pelaksanaan
tugas-tugasnya.
Potensi-potensi
tersebut
jika
digunakan
dan
dimaksimalkan dengan baik maka akan menumbuhkan mutu kepala sekolah yang akan menumbuhkan pula mutu pendidikan dari sekolah yang dipimpinnya. Dalam bukunya, What's Worth Fighting For in the Principalship? 2nd edition, Fullan (2008) menyatakan beberapa hal yang harus dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu kekepalasekolahan. Selain itu, kepala sekolah harus menjadi bagian dari system yang mampu membawa pendidikan menjadi lebih bermutu. Hal-hal tersebut adalah : 1.
Deprivatisasi mengajar. Deprivatisasi mengajar adalah tentang keterbukaan prakteknya. Deprivatisasi juga
adalah tentang keterbukaan prestasi siswa. Bagaimana sekolah bisa berjalan baik? Bagaimana guru bisa berubah lebih baik dalam proses kemajuan sekolah? Prestasi siswa harus terbuka kepada staff sekolah dan public, agar data sekolah terlindungi dari penggunaan data yang tidak benar.
13
2.
Model Kepemimpinan instruksional. Kepala sekolah tidak bisa menjadi ahli dalam semua hal (pelajaran), tetapi dia
bisa memimpin dengan “berpengetahuan”. Model instruksional artinya memusatkan misi sekolah ke sekitar peningkatan pendidikan yang hasilnya adalah pembelajaran siswa. Kepemimpinan instruksional menyusun segala sumber daya sekolah dengan ujungnya adalah tentang hal-hal sebagai berikut: Budget, struktur, pengajaran professional, dan monitoring. 3.
Membangun kapasitas terlebih dahulu. Membangun kapasitas adalah jalan utama menuju perbaikan. Hal ini terdiri dari
pengetahuan baru, keterampilan, dan kompetensi; sumber daya tambahan (waktu, ideide, keahlian, dan uang), dan motivasi baru (keinginan untuk diajukan upaya untuk mendapatkan hasil). Jika Anda ingin mengubah guru-guru (mungkin dalam cara mengajarnya), jangan menguliahi mereka dengan tujuan moral. Tunjukkan pada mereka dan memungkinkan mereka untuk menemukan jalan. Hindari penghakiman, yang didefinisikan sebagai "menilai sesuatu tidak efektif dengan cara yang merendahkan." Jika ingin mengubah situasi, harus diidentifikasi masalah tanpa stigma orangorang yang mengalaminya. Sebagai strategi perubahan dari intimidasi berbalik (Fullan, 2008). Gunakan membangun kapasitas terlebih dahulu karena itu merupakan motivator yang lebih baik. Kenyataanya, banyak guru tidak membaik karena mereka tidak tahu bagaimana. Mengaktifkan bagaimana adalah kunci untuk meneruskan gerakan. 4.
Menumbuhkan pemimpin lainnya. Model kepemimpinan instruksional adalah bagaimana menjadi model pemimpin
untuk membantu menumbuhkan pemimpin lainnya. Kepala sekolah harus focus dalam setiap instruksinya, tetapi mereka harus melakukannya melalui orang lain. mereka melakukan ini bukan untuk mendelegasikan wewenang, akan tetapi untuk menumbuhkan kepemimpinan melalui bekerja sama dalam satu instruksi. 5.
Alihkan pengganggu. Untuk mengalihkan gangguan-gangguan dari tugas instruksional kkepala sekolah,
Kombinasi langkah-langkah diperlukan. Inventarisasikan kegiatan, menetapkan tugastugas tertentu kepada orang lain, dan membuat beberapa tugas ringan atau nonprioritas dan "putuskan apa yang anda tidak akan lakukan "; hanya masalah mendesak yang bisa membuat kepala sekolah jauh dari instruksi.
14
6.
Menjadi pemimpin sistem. Pemimpin system artinya adalah bagaimana menjalankan sebuah system agar
berjalan tanpa ada hal yang saling berbenturan. Kepala sekolah harus bisa mengatur dan memberdayakan segala sumber daya sehingga tujuan tercapai. Sebagai sebuah system, maka sekolah harus dijalankan dengan kepemimpinan yang terorganisir dan berpengetahuan. Hal senada dikatakan Tim Brighouse (2007) yang mengidentifikasi enam tugas kepemimpinan: a)
Menciptakan energy
b)
Membangun kapasitas
c)
Menutup dan meminimalkan krisis
d)
Mengamankan dan meningkatkan lingkungan
e)
Menggapai dan memetakan peningkatan
f)
Memperluas visi yang mungkin
15
Daftar Pustaka : Brundrett, Burton, and Smith. (2003). Leadership in Education. London : Sage Publications. Fullan, Michael. (1988). What's Worth Fighting For in the Principalship? : Strategies for Taking Charge in the Elementary School Principalship. Massachusetts : The Regional Laboratory for Educational Improvementof the Northeast and Islands. _____________. (2008). What's Worth Fighting For in the Principalship? 2nd edition. Toronto : Ontario Principals' Council LPPKS. (2012). Peran Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan [Online]. Tersedia : http://lppks.org/berita/pendidikan/51/peran-kepalasekolah-dalam-meningkatkan-mutu-pendidikan (30 Mei 2014) Mulyadi, Indra. (2013). Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan [Online]. Tersedia : http://indraindimulyadi.blogspot.com/2013/06/peran-kepala-sekolah-dalammeningkatkan.html (30 Mei 2014) Mulyasa. (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya Nurdin, Diding. (2013). Reformasi Sistem Kepala Sekolah. Artikel di rubrik Opini Harian Pikiran Rakyat, 30 November 2013 Subagio. (2011). Peran Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan [Online]. Tersedia : http://kuninganmedia.com/buka/baca/1304129462 (30 Mei 2014) Surya, Muhammad. (2007). Organisasi profesi, kode etik dan Dewan Kehormatan Guru. Bandung : Pustaka Setia. Wahjosumidjo. (2010). Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
16
17