PROSEDUR PENYUSUNAN RINGKASAN PERAWATAN ORTHODONSI LEPASAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Semester Antara Orthodonsia II
Pembimbing : Prof, drg. Dwi Prijatmoko, SH, Ph.D
Disusun Oleh : I GEDE MAHENDRA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2016
KATA PENGANTAR Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah senantiasa memberikan rahmatNya kepada kita, sehingga saya dapat menyusun laporan ini meskipun kami menyadari masih ada beberapa kekurangan di dalamnya. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Prosedur Penyusunan Perawatan Orthodonti Lepasan. Semoga bisa bermanfaat, khususnya bagi kalangan mahasiswa yang bertujuan untuk menggali pengetahuan serta untuk memperoleh ilmu di dalamnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof,drg.Dwi Prijatmoko,SH,PhD selaku dosen pembimbing tugas metodologi penelitian yang telah memberi bimbingan dan waktu untuk menyelesaikan laporan ini. 2. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulisan laporan ini. Akhirnya kami pun berharap, Semoga laporan ini bisa memenuhi syarat untuk tugas tutorial. Dan kami pun berharap semoga amal usaha kami juga memberikan balasan kebaikan yang lebih baik, Amin.
Jember, 10 Februari 2016
Penyusun
BAB 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, tuntutan kebutuhan akan perawatan ortodontik semakin meningkat. Kepopuleran ortodontik di tengah masyarakat membuat perawatan ortodontik tidak lagi hanya sebagai solusi dalam memperbaiki posisi susunan gigi geligi namun juga sebagai salah satu upaya seseorang untuk terlihat menarik. Perawatan orthodontic mencakup memperbaiki anomali dari oklusi dan posisi gigigigi sejauh dibutuhkan dan sebisa mungkin. Ringkasan perawatan orthodonsi harus direncanakan secermat mungkin , dikarenakan perawatan yang cermat berperan penting seperti halnya perawatan itu sendiri. Dalam menentukan ringkasan perawatan orthodonsi harus dilakukan tahap penilaian yang memadai dari situasi yang ada, dan tahap penilaian serta perencanaan dikelompokkan menjadi Informasi latar belakang, penilaian variasi oklusal, penilaian faktor etiologi dan keterbasan dari perawatan korektif, garis besar tujuan perawatan dan rencana perawatan yang terperinci. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari ringkasan perawatan orthodonsi lepasan? 2. Apa Tujuan penyusunan dari ringkasan perawatan orthodonsi lepasan? 1.3 Tujuan 1. Memahami pengertian dari ringkasan perawatan orthodonsi lepasan. 2. Memahami tujuan penyusunan dari ringkasan perawatan orthodonsi lepasan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tujuan perawatan orthondonsi Tujuan Perawatan Ortodontik Menurut Sulandjari (2008) tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal dari bentuk muka yang disebabkan oleh kelainan rahang dan gigi. Perawatan ortodontik juga memiliki berbagai alasan lain, seperti mempertinggi fungsi pengunyahan yang baik dan benar. Dapat juga untuk meningkatkan daya tahan gigi terhadap terjadinya karies karena akan mengkoreksi gigi berdesakan yang rentan terjadinya impaksi makanan. Menghindarkan terjadinya kerusakan gigi terhadap penyakit periodontal. Memperbaiki cara bicara yang tidak benar. Perawatan ortodontik yang dilakukan sejak dini berguna untuk mencegah adanya perawatan ortodontik yang kompleks pada usia lebih lanjut. Memperbaiki persendian 21 temporomandibuler yang abnormal yang berhubungan dengan fungsi kunyah. Memperbaiki cara pernafasan yang abnormal dari segi perkembangan gigi. Serta dapat menimbulkan rasa percaya diri yang besar pada seseorang yang melakukan perawatan (Foster, 1993). Menurut waktu dan tingkatan maloklusinya, perawatan ortodontik dibagi menjadi : 1. Ortodontik pencegahan (Preventive Orthodontics), yaitu segala tindakan yang menghindarkan segala pengaruh yang dapat merubah jalannya perkembangan yang normal agar tidak terjadi malposisi gigi dan hubungan rahang yang abnormal. Tindakan-tindakan yang diperlukan misalnya : a. Pada waktu anak masih dalam kandungan, ibu harus mendapatkan makanan yang cukup nilai gizinya untuk kepentingan pertumbuhan janin. Ibu harus cukup mendapat kalsium, fosfor, fluor dan vitaminvitamin A, C dan D untuk mencukupi kebutuhan janin akan zat-zat tersebut. b.
Setelah bayi lahir, nutrisi anak juga harus dijaga agar pertumbuhan dan perkembangan badannya normal, dan harus dijaga dari penyakitpenyakit yang dapat mengganggu jalannya pertumbuhan. Penyakit rhinitis, rakhitis, sifilis, TBC tulang atau avitaminosis dapat menimbulkan deformasi tulang termasuk gigi-gigi dan jaringan pendukungnya. Gangguan pada kelenjar endokrin misalnya glandula hipofise, glandula tyroida, dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan mengakibatkan adanya anomali pada gigi-giginya. Juga harus dijaga adanya luka
pada saat kelahiran. Kerusakan yang terjadi pada rahang akibat pemakaian tangtang obstetri dapat mengakibatkan anomali yang berat pada gigi-gigi. c. Setelah anak mempunyai gigi, maka harus dijaga agar gigi ini tetap sehat sampai pada saatnya akan digantikan oleh gigi permanen. Kebersihan mulut harus dijaga, harus diajarkan cara-cara menggosok gigi yang benar, tiga kali sehari setiap selesai makan dan menjelang tidur. Secara teratur si anak diperiksakan ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk melihat keadaan gigi-giginya. Jika terdapat karies harus segera ditambal. Dilakukan tindakan preventif agar gigi-giginya tidak mudah terserang karies, misalnya topikal aplikasi NaF, mouth rinsing dan plak kontrol. Fungsi pengunyahan harus dijaga agar tetap baik. Pada masa pergantian gigi harus dijaga agar gigi desidui tidak dicabut atau hilang terlalu awal (premature axtraction atau premature loss), ataupun terlambat dicabut sehingga gigi permanen penggantinya telah tumbuh (terjadi persistensi atau prolong retention gigi desidui). Jika gigi desidui harus dicabut jauh sebelum waktu tanggalnya, harus dibuatkan space maintainer untuk menjaga agar ruangan bekas gigi desidui tadi tidak menutup. Kebiasaan menghisap ibu jari (thumb sucking), menggigit bibir (lips biting), meletakkan lidah diantara gigigiginya (tongue biting), mendorong lidah pada gigi-gigi depannya (tongue thrusting), cara berbicara yang salah, cara penelanan yang salah, adalah merupakan kebiasaan jelek yang apabila dilakukan dalam waktu yang cukup lama dan dilakukan pada masa pertumbuhan aktif, akan mengakibatkan timbulnya anomali pada gigigiginya. Oleh karena itu tindakan menghilangkan kebiasaan jelek sedini mungkin merupakan suatu tindakan preventif terhadap timbulnya anomali. Anak yang mempunyai
tonsil
yang
membesar
akan
mengalami
gangguan
dalam
pernafasannya sehingga anak tersebut akan bernafas melalui mulutnya. Kebiasaan ini juga akan menimbulkan kelainan pada lengkung rahang dan giginya. Sikap tubuh yang salah, misalnya selalu membungkuk, miring kanan atau kiri, juga merupakan kebiasaan jelek yang dapat menimbulkan kelainan. Seorang dokter gigi harus mengetahui seawal mungkin adanya penyimpangan dan 14 faktor predisposisi suatu kelainan. Kalau perlu dokter gigi segera mengirimkan pasien ke ahli ortodonsi atau ahli lainnya untuk perawatan penyakit sistemik dengan kelainan dentofasial atau adanya celah pada rahang atau bibirnya yang membutuhkan perawatan lebih kompleks.
2. Ortodontik interseptif (Interceptive orthodontics). Ortodontik interseptif merupakan tindakan atau perawatan ortodontik pada maloklusi yang mulai tampak dan sedang berkembang. Disini maloklusi sudah terjadi sehingga perlu diambil tindakan perawatan guna mencegah maloklusi yang ada tidak berkembang menjadi lebih parah. Tindakan yang termasuk disini antara lain dengan menghilangkan penyebab maloklusi yang terjadi agar tidak berkembang dan dapat diarahkan agar menjadi normal. Contoh yang paling baik dari ortodontik interseptif ini adalah program terencana dari pencabutan beranting (serial extraction), yaitu pencabutan gigi kaninus desidui dan premolar yang dilakukan pada keadaan dimana gigi depan permanen tampak sedikit berjejal, sehingga dengan pencabutan pada waktu yang tepat dan terencana maka dapat memperbaiki gigi yang berjejal tadi. Tindakan interseptif lainnya misalnya dengan memberikan space regainer untuk mendapatkan kembali ruang yang menyempit akibat pencabutan atau hilangnya gigi desidui yang terlalu awal. Juga tindakan pelebaran rahang atas secara cepat ( RME = Rapid Maxillary Expansion) pada rahang atas yang sangat sempit dimana sutura palatina masih renggang (belum terjadi interdigitasi sutura). Perawatan pada otot (myotheraphy) misalnya pada musculus orbicularis oris yang hipotonus juga termasuk tindakan interseptif. Demikian juga pergeseran ke distal molar satu permanen baik atas maupun bawah untuk mengatasi panjang lengkung yang kurang. Tindakan perawatan interseptif ini dilakukan pada periode gigi bercampur (mixed dentition). 3.Ortodontik korektif atau kuratif (Corrective atau curative orthodontics). Ortodontik korektif merupakan tindakan perawatan pada maloklusi yang sudah nyata terjadi. Gigi-gigi yang malposisi digeser ke posisi normal, dengan kekuatan mekanis yang dihasilkan oleh alat ortodontik. Gigi dapat bergeser karena sifat adaptive response jaringan periodontal. Ortodontik kuratif atau korektif ini dilakukan pada periode gigi permanen. Menurut periode perawatan ortodontik dibagi dalam 2 periode : 1. Periode aktif, merupakan periode di mana dengan menggunakan tekanan mekanis suatu alat ortodontik dilakukan pengaturan gigi-gigi yang malposisi, atau dengan memanfaatkan tekanan fungsional otot-otot sekitar mulut dilakukan perawatan untuk mengoreksi hubungan rahang bawah terhadap rahang atas. Contoh : Alat aktif : plat aktif, plat ekspansi Alat pasif : aktivator (suatu alat myofungsional). 2. Periode pasif, yaitu periode perawatan setelah periode aktif selesai, dengan tujuan untuk mempertahankan kedudukan gigi-gigi yan telah dikoreksi agar tidak relaps (kembali seperti kedudukan semula), dengan menggunakan Hawley retainer. • Menurut cara pemakaian alat, perawataan ortodontik dibagi menjadi :
1. Perawatan dengan alat lepasan (removable appliances), yaitu alat yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien sendiri, dengan maksud untuk mempermudah pembersihan alat. Alat ini mempunyai keterbatasan kemampuan untuk perawatan, sehingga hanya dipakai untuk kasus sederhana yang hanya melibatkan kelainan posisi giginya saja. 2. Perawatan dengan alat cekat (fixed appliances), yaitu alat yang hanya dapat dipasang dan dilepas oleh dokter yang merawat saja. Alat cekat ini mempunyai kemampuan perawatan yang lebih komplek. 2.2.Pengertian Peranti Ortodonti Lepasan Peranti ortodonti lepasan adalah peranti ortodonti yang dapat dipasang secara terus menerus dan didapatkan perawatan yang menghasilkan kemajuan yang bagus. Pada penggunaan peranti ortodonti lepasan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain pemilihan kasus, rencana perawatan, desain peranti, dan penatalaksanaan perawatan (Rahardjo, 2009).Peranti ortodonti lepasan sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan kebersihan mulut buruk atau pasien yang tidak kooperatif. Selain itu, peranti ortodonti lepasan sebaiknya tidak digunakan pada kasus maloklusi yang kompleks (Littlewood et al, 2001). Kestabilan pasca perawatan ortodonti adalah hal yang perlu diperhatikan dan salah satu indikator berhasil atau tidaknya suatu perawatan (Eveline dan Nia, 2005). Perawatan ortodonti dengan menggunakan peranti ortodonti lepasan tidak akan berhasil tanpa adanya kekooperatifan dan motivasi pasien. Keberhasilan perawatan ortodonti dengan menggunakan peranti ortodonti lepasan sangat bergantung pada saat pemakaiannya. (Schott dan Göz1, 2010). Waktu pemakaian peranti ortodonti lepasan adalah sepanjang hari kecuali pada saat membersihkan peranti ortodonti lepasan. Peranti ortodonti lepasan sebaiknya tetap digunakan pada saat makan. Setelah makan, pemakai peranti ortodoti lepasan menggosok giginya terlebih dahulu kemudian peranti ortodonti lepasan dapat dibersihkan dengan pasta dan sikat gigi (Isaacson et al, 2002). Menurut Madléna (2012), menyikat gigi selama perawatan ortodonti dilakukan minimal dua kali sehari untuk membantu meningkatkan kebersihan mulut. 2.3 Diagnosis orthodontic Definisi Diagnosa Ortodontik Menurut Rakosi dkk (1993), diagnosa didefinisikan sebagai sebuah alur sistematis dalam menentukan kelainan; menemukan kelainan, perencanaan terapi dan penjabaran indikasi, yang mengarahkan dokter untuk dapat melakukan tindakan. Pengertian diagnosa
adalah mempelajari dan menyimpulkan data mengenai problem klinis dengan tujuan menentukan ada atau tidaknya keadaan abnormal. (Eka, 2012) Menurut Salzmann (1950), diagnosa dibedakan atas Diagnosa Medis (Medical diagnosa) yaitu suatu diagnosa yang menetapkan penyimpangan dari keadaan normal yang disebabkan oleh suatu penyakit yang membutuhkan tindakan medis atau pengobatan, dan Diagnosa Ortodontik yaitu diagnosa yang menetapkan suatu kelainan atau anomali oklusi gigi-gigi (bukan penyakit) yang membutuhkan tindakan rehabilitasi. Diagnosa ortodonti berbeda dengan diagnosa medis lainnya. Diagnosa medis berhubungan dengan hal-hal yang bersifat patologis/penyakit, sedangkan diagnosa ortodontik berhubungan dengan kelainan yang berhubungan dengan hal-hal menyangkut gigi, rahang dan wajah (dentofasial), terutama kelainan dalam hubungan gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah (maloklusi). (Eka, 2012) Dalam diagnosa
ortodontik,
biasanya
digunakan
analisa
individual
untuk
mendapatkan diagnosa yang benar. Informasi yang didapatkan harus objektif, relevan, dan akurat. Kriteria diagnostik ortodontik, harus mencakup keseluruhan sistem orofasial, dan juga harus selektif. Analisa individual akan menunjukkan perkembangan sistem mastikasi tiap individu, yang oleh Andersen (1931) disebut ‘individual optimum’. Analisa data individual secara sistematis dapat menentukan tipe dalam kelompok kasus pada diagnosa. Pengelompokan kasus-kasus yang sama ke dalam kelompok yang lebih besar, selanjutnya akan dibagi ke dalam klasifikasi berdasarkan tipe-tipe kelainan yang ditemukan. (Rakosi dkk, 1993) Menurut Schwarz (Iman, 2008), diagnosa ortodontik dapat dibagi menjadi: 1. Diagnosa Biogenetik (Biogenetic diagnosa) 2. Diagnosa Sefalometrik (Cephalometric diagnosa) 3. Diagnosa Gigi geligi (Dental diagnosa) Diagnosa ortodontik terdiri atas daftar semua aspek menyimpang yang berhubungan dengan oklusi. Hal ini mendahului rencana perawatan yang dilakukan karena hubungannya dengan berbagai macam faktor dan dampak pada perawatan dari diagnosa yang perlu dipertimbangkan. (Heasman, 2003) Dalam menangani
setiap kasus
ortodonti,
para
praktisi
harus
menyusun
rencana perawatan yang didasarkan pada diagnosa. Menurut Eka (2012), keberhasilan perawatan ortodonti sangat ditentukan oleh diagnosa, rencana perawatan, dan mekanoterapi yang tepat. Untuk menetapkan diagnosa, ada prosedur standar yang mutlak untuk dilakukan. Prosedur standar tersebut menurut Rakosi dkk (1993) meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis intra dan ekstra oral, analisa fungsional, analisa ronsenologis, analisa fotografi, pemeriksaan
radiologis, dan analisa model studi, yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. Setiap komponen data tersebut memiliki peran yang sama pentingnya dalam menentukan diagnosa ortodontik (Eka, 2012). Diagnosa dilakukan berdasarkan pengumpulan informasi secara akurat tentang pasien dari pemeriksaan kasus secara logis. (Heasman, 2003) 1. Anamnesis A. Waktu Pada saat usia 7 sampai 8 tahun, pemeriksaan terhadap perkembangan oklusi sangat perlu untuk dicatat, seperti bentuk, posisi dan adanya incisivus permanen dan untuk merencanakan intervensi yang sesuai terhadap abnormalitas yang ditemukan yang akan mempengaruhi urutan erupsi normal. Prognosis dari gigi molar pertama permanen harus diperiksakan secara rutin sejak umur 8 tahun, dan palpasi dari kaninus maksila yang akan erupsi ke lengkung gigi sekitar umur 10 tahun. Deteksi awal dari diskrepansi skeletal juga akan menunjukan waktu yang optimal untuk perawatan agar dapat memaksimalkan potensi pertumbuhan, tapi pada kebanyakan anak-anak pemeriksaannya tertunda sampai gigi permanen telah erupsi. Semua dokter gigi harus dapat melakukan pemeriksaan ortodontik dasar untuk pasienya dan merujuk ke spesialis apabila diperlukan. Ketika pertumbuhan gigi dan/atau oklusal menyimpang dari normal, atau ketika diskrepansi secara signifikan pada pembentukan dentofasial atau hubungan oklusal pada pasien yang menyangkut pasien dan berpengaruh terhadap kesehatan gigi dalam jangka waktu yang lama, hal tersebut diindikasikan untuk dirujuk.Selain dari data personal, surat rujukan harus mengandung referensi secara spesifik terhadap: ·
Persepsi pasien terhadap masalah
·
Catatan kehadiran mereka
·
Tingkat kepekaan mereka terhadap kesehatan gigi termasuk orang tuanya (jika perlu)
·
Status kebersihan oral
·
Perkiraan prognosis dari gigi terestorasi maupun trauma
Gambaran radiografi terbaru serta cetakan model rahang pasien juga penting disertakan saat memberikan rujukan. Pemeriksaan ortodontik meliputi 3 tahap yaitu : a. Riwayat yang lengkap b. Pemeriksaan klinis yang sistematik dan mendalam c. Pengumpulan informasi yang relevan dari evaluasi khusus yang diperlukan B.
Kepentingan perawatan
Kebutuhan perawatan ortodontik pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama: ·
Faktor pasien/orang tua, dimana termasuk jenis kelamin, umur, tingkat kepercayaan diri,
persepsi diri dan lingkungan terhadap masalah oklusi dan gangguan perkembangan rahang, kelas sosial, dan keinginan orang tua ·
Kesadaran dari dokter gigi
2. Riwayat Pada dasarnya dokter gigi harus dapat mengidentifikasi: ·
Alasan pasien datang ke dokter gigi
·
Siapa yang mengajukan tentang perawatan
·
Perilaku perawatan
A.
Riwayat Kesehatan
Kuesioner tentang kesehatan harus dilengkapi oleh setiap pasien atau orang tuanya, dan hasil temuannyadikonfirmasi
lebih
lanjut
lewat wawancara
di
klinik. Beberapa kondisi
kesehatan kemungkinan dapat memberikanpengaruh terhadap perawatan ortodontik. B.
Riwayat Kesehatan Gigi
Kebiasaan, perluasan, dan frekuensi dari perawatan gigi sebelumnya dengan tingkat kerjasama pasien harus dicatat, bersamaan dengan perilaku kesehatan gigi pasien sehari-hari. Riwayat kehilangan gigi awal pada gigi susu serta trauma incisor juga perlu dicatat. Jika sebelumnya sudah pernah dilakukan perawatan ortodontik, detail yang berhubungan dengan pencabutan gigi dan tipe alatnya harus diperhatikan. Apabila perawatannya ditinggalkan, pasien harus ditanya secara hati-hati untuk alasannya. Untuk pasien anak, pertanyaan tentang perawatan ortodonsia pada saudara mereka dan kerjasamanya, mugkin dapat membantu menilai tingkat kesadaran keluarga tentang kesehatan gigi dan akan sangat mendukung apabila ditawarkan dilakukan perawatan. Disarankan juga untuk menanyakan riwayat tentang sendi TMJ termasuk nyeri, kelemahan otot maupun kesulitan membuka mulut dan riwayat apabila pasien menyadari memiliki kebiasaan bruxism. C.
Riwayat Sosial
Jarak dari tempat keluarga tinggal dan estimasi waktu perjalanan pada saat melakukan perjanjian harus diperhatikan. Akses terhadap transportasi, akan mempermudah kesadaran orang dewasa untuk menemani pasien anak, bersamaan dengan informasi yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin dapat memengaruhi kehadiran juga penting.
3. Pemeriksaan Klinis Sebelum pasien anak duduk dikursi gigi sangat penting untuk menentukan umur pasien dilihat dari tingginya dan tingkat kedewasaannya secara umum. Hal ini juga dapat memberikan indikasi terhadap potensi tumbuh dimasa mendatang. Apabila pasien ditemani oleh orang tua, genetik oklusi keluarga juga penting untuk diperhatikan (misalnya diastema medial). Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk mencatat dan mengengevaluasi aspek facial, oklusal dan fungsional dari pasien untuk melengkapi diagnosa. Pemeriksaan ekstraoral yang diikuti pemeriksaan intraoral harus dilakukan. A.
PEMERIKSAAN DALAM MULUT (INTRA ORAL)
Pemeriksaan dalam rongga mulut meliputi aspek-aspek yang sangat penting dan mempengaruhi hasil perawatan. Aspek-aspek tersebut adalah: 1 Keadaan gigi-geligi 2 Kelainan posisi gigi 3 Kebersihan mulut; 4 Gusi 5 Frenulum labial 6 Lidah; 7 Jaringan Lunak langit-langit (mukosa palatal) 8. Tonsil (amandel) 9 Garis tengah (median) 10 Jarak gigit vertikal 11 Jarak gigit horisontal 12 Gigitan silang 13 Celah antar gigi (diastema) 14 Kurva Spee B.
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI (FOTO RONSEN)
Pemeriksaan foto ronsen yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan menggunakan foto ronsen panoramik. Kegunaan pemeriksaan foto ronsen panoramik adalah: 1.
Melihat hubungan antara gigi-gigi pada satu rahang dan hubungan gigi-gigi rahang atas
dengan rahang bawah. 2. Melihat tahap perkembangan gigi tetap dan resorbsi akar gigi sulung. Informasi perkembangan gigi diperlukan untuk memberikan informasi mengenai perkembangan oklusi gigi dan waktu yang tepat
untuk
perawatan.
Pemeriksaan panoramik sangat membantu untuk menilai apakah suatu prosedur dental
diperlukan sebagai langkah awal sebelum melakukan perawatan ortodontik. Berbagai struktur abnormal dapat ditemukan dalam pemeriksaan ini.
C.
ANALISA SEFALOMETRI
Analisa sefalometri terbagi dalam pemeriksaan sefalometri lateral dan frontal. Adapun kegunaan pemeriksaan sefalometri adalah untuk: -
Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial
-
Mendiagnosa kelainan kraniofasial;
-
Mempelajari profil wajah;
-
Merencanakan perawatan ortodonti;
-
Evaluasi hasil perawatan ortodonti;
-
Merencanakan dan mengevaluasi hasil perawatan bedah ortognati;
-
Analisa fungsi sendi rahang; dan
-
Untuk tujuan penelitian.
D.
ANALISA FOTOGRAFI Fotografi profil (pandangan samping) dan frontal (pandangan depan) dilakukan untuk
menganalisa hubungan antara jaringan keras di sekitar wajah dengan kontur jaringan lunak. Analisa profil dapat menjadi bahanpertimbangan apakah pasien akan dilakukan prosedur pencabutan gigi atau tidak. Analisa frontal memberikan informasi wajah yang simetris atau tidak. Pada keadaan wajah yang tidak simetris, akan menjadi bahan pertimbangan apakah akan dikoreksi hanya secara ortodonti, atau perlu kombinasi dengan pembedahan. (Eka, 2012). E.
ANALISA MODEL STUDI Analisa model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi pada rahang
atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap hubungan oklusalnya. Kedudukan gigi pada
rahang
maupun
hubungannya
dengan geligi
pada rahang
lawan
dinilai
dalam arah sagital, transversal, dan vertikal (Rakosi dkk, 1993). Menurut White (1996) model studi sebagai salah satu komponen penting dalam perawatan ortodonti dibuat dengan beberapa tujuan dan kegunaan, yaitu sebagai titik awal dimulainya perawatan, untuk kepentingan presentasi, dan sebagai data tambahan untuk mendukung hasil pemeriksaan klinis. Para praktisi menggunakan model studi bukan hanya untuk merekam keadaan geligi dan mulut pasien sebelum perawatan tetapi juga untuk menentukan adanya perbedaan ukuran, bentuk, dan kedudukan gigi geligi pada masingmasing rahang serta hubungan antar gigi geligi rahang atas dengan rahang bawah. Data yang
lengkap mengenai keadaan tersebut lebih memungkinkan jika dilakukan analisa pada model studi. F.
PERSIAPAN ANALISA MODEL STUDI
Untuk keperluan diagnosa ortodonti, model studi harus dipersiapkan dengan baik dan hasil cetakan harus akurat. Hasil cetakan tidak hanya meliputi seluruh gigi dan jaringan lunak sekitarnya, daerah di vestibulum pun harus tercetak sedalam mungkin yang dapat diperoleh dengan cara menambah ketinggian tepi sendok cetak hingga dapat mendorong jaringan lunak di daerah tersebut semaksimal mungkin, sehingga inklinasi mahkota dan akar terlihat. Jika hasil cetakan tidak cukup tinggi, maka hasil analisa tidak akurat. Model studi dengan basis 4 segi tujuh, yang dibuat dengan bantuan gigitan lilin dalam keadaan oklusi sentrik serta diproses hingga mengkilat, akan memudahkan pada saat analisa dan menyenangkan untuk dilihat pada saat menjelaskan kasus kepada pasien.(Proffit, 2000) - Macam-macam Analisa Model Studi Analisa model studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu dalam arah sagital, transversal, dan vertikal. Penilaian dalam arah sagital antara lain meliputi: hubungan molar pertama, kaninus, dan insisif tetap, yaitu maloklusi kelas I, kelas II, atau kelas III Angle; ukuran overjet, prognati atau retrognati maksila maupun mandibula, dan crossbite anterior. Penilaian dalam arah transversal antara lain meliputi: pergeseran garis median, 5 asimetri wajah, asimetri lengkung gigi, dan crossbite posterior. Penilaian dalam arah vertikal antaralain meliputi: ukuran overbite, deepbite, openbite anterior maupun posterior, dan ketinggian palatum. (Rakosi dkk, 1993)
2.3.1 Pelaksanaan Diagnosa Ortodontik Dalam diagnosa dan rencana perawatan, ortodontis harus: 1. Mengenali berbagai karakteristik maloklusi dan deformitas dentofasial 2. Mendefinisikan sumber masalah, termasuk etiologinya jika memungkinkan 3. Merancang strategi perawatan berdasarkan kebutuhan yang spesifik dan keinginan dari individu Pada pelaksanaan diagnosa, tidak hanya berpusat pada area tertentu saja. Pendekatan problem-oriented untuk diagnosa dan rencana perawatan telah secara luas dianjurkan pada bidang kedokteran maupun kedokteran gigi dalam hal menilai kondisi pasien.
Esensi
dari
pendekatan problem-oriented adalah
perkembangan
data
yang
komprehensif mengenai informasi yang didapat dari pasien. Untuk tujuan perawatan ortodontik, data tersebut dapat diperoleh dari tiga sumber utama:
1. Menanyakan pasien (anamnesis) 2. Pemeriksaan klinis terhadap pasien 3. Evaluasi dari rekam medis, termasuk gigi, radiograf, gambaran fasial dan intraoral Ø Data ortodontik a.
Data interview
a. Chief complaint / Keluhan Utama Setelah pasien membuat kunjungan pertama, kemudian keluhan utama muncul, baik dengan tujuan pasien mengenai mencari solusi masalah fungsional maupun estetika. Proses ini biasanya terdiri dari oral interview, walaupun kuisioner mungkin digunakan untuk memeriksa apa yang pasien rasakan tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dengan baik. Kuisioner ini dapat membantu pasien untuk mengevaluasi dengan teliti mengenai pilihan estetika dan dapat menunjukkan dengan spesifik pada bagian yang dirasakan nyeri atau tidak nyaman. b. Medical history (termasuk dental history) Untuk mendapat riwayat medis, ortodontis atau asisten harus selalu menanyakan beberapa pertanyaan penting, karena kebanyakan pasien tidak menyadari hubungan antara kesehatan secara umum dengan perkembangan terhadap dental. Hal penting yang harus diketahui meliputi saat terakhir berobat, pernah dirawat inap di rumah sakit atau tidak, dan obat-obatan apa saja yang pernah digunakan. Hal-hal lain yang lebih luas meliputi riwayat alergi, riwayat transfuse darah, dan masalah terhadap jantung atau demam reumatik. Kesehatan dan kondisi dental pasien merupakan indikator yang baik dari kecurigaan terhadap penyakit periodontal maupun karies. Pertanyaan penting lain untuk ditanyakan adalah apakah pasien pernah memiliki trauma terhadap gigi. Perawatan ortodontik dapat memperburuk gejala periapikal yang telah ada (walaupun pada bagian tepi/marginal) yang dikarenakan trauma. Biasanya pergerakan gigi dikeluhkan jika masalah semakin buruk. c. Family history Riwayat keluarga dapat dimulai dengan menanyakan apakah saudara pasien mengalami perawatan ortodontik dan diskusi mengenai sumber masalah mereka. Pertanyaan yang juga ditanyakan apakah orang tua pasien juga pernah mengalami perawatan ortodontik. Jika jawabannya ya, ortodontis perlu tahu alasan perawatan dari orang tua pasien tersebut. d. Social and behavioral history Informasi mengenai riwayat ini lebih sulit untuk dicapai karena pasien sering enggan untuk bicara mengenai masalah emosional anak. Pertanyaan mengenai perkembangan semasa sekolah dapat membantu. Jika ortodontis mencurigai adanya masalah emosional karena menemukan perilaku seperti kebiasaan menghisap jempol yang lama, perkembangan yang
buruk saat sekolah, berjalan saat tidur pada anak, ortodondontis harus menanyakan apakah keluarganya menerima konseling. Jika terdapat masalah utama, orang tua pasien kemudian biasanya akan bercerita mengenai perceraian, pasangannya yang sakit atau meninggal, atau masalah serius lainnya dalam rumah. Pertanyaan mengenai perkembangan pada masa sekolah dapat mengungkapkan anak memiliki ketidakmampuan dalam belajar. Pada kasus seperti ini, ortodontis harus memodifikasi pendekatan terhadap anak karena pasien seperti ini mungkin memiliki pengurangan jangka waktu pemusatan perhatian dan oleh karena itu tidak seharusnya menerima informasi yang terlalu detil pada saat konsultasi. e. Status pertumbuhan fisik Selama evaluasi pasien, ortodontis harus memperhatikan perkembangan fisik secara umum dalam hubungannya terhadap pertumbuhan yang terjadi dan potensi pertumbuhan yang tersisa. Ortodontis yang berpengalaman tahu bahwa hasil klinis terbaik tercapai pada orang yang pertumbuhannya baik dan hasil yang terburuk tercapai pada orang yang pertumbuhannya buruk. Pertumbuhan dinilai dari jumlah, kecepatan, arah, dan pola pertumbuhan yang memfasilitasi perawatan. b. Pemeriksaan klinis dan rekaman diagnostic Pemeriksaan klinis memiliki dua tujuan: 1. Untuk mengevaluasi estetika, patologi jaringan keras dan lunak, fungsi rahang 2. Menentukan apakah rekaman diagnostik diperlukan Tujuan rekaman diagnostik adalah mendokumentasikan kondisi awal pasien dan untuk menambah informasi diagnostik yang didapat dari interview dan pemeriksaan klinis. Rekaman dapat dibagi menjadi: i. Dental cast dan occlusal record Dental cast untuk tujuan ortodontik dibedakan dari cara diambil untuk tujuan dental yang lain, dengan 2 cara: -
Cetakan dilebihkan untuk membiarkan sebanyak mungkin prosesus alveolar dan
gigi yang terlihat -
Dental cast ditrim dengan dasar yang simetris untuk visualisasi yang lebih baik dari
asimetri pada bentuk arkus atau posisi gigi
ii. Facial photograph a. Frontal Pasien berada pada posisi kepala natural dan terlihat menghadap lurus terhadap kamera.
Tipe posisi yang dapat diambil: -
Posisi istirahat
-
Gigi pada interkuspal maksimal, dengan bibir tertutup
b. Frontal dinamis (tersenyum) c. Close up dengan pose tersenyum d. Three quarter view (450) e. Profil f. An optional submental view iii. Fotografi Intraoral: kanan dan kiri lateral, anterior, upper occlusal, lower occlusal iv. Radiografi - Radiografi intraoral - Radiografi panoramik - Radiografi sefalometri (Graber et al, 2000) Pada saat identifikasi dan prioritas masalah ortodonti pasien, dapat ditentukan 4 hal yang harus dihadapi dalam menentukan rencana perawatan yang optimal, yaitu : 1)
Waktu perawatan
2)
Tingkat kerumitan perawatan
3)
Perkiraankeberhasilan perawatan yang diperoleh, dan
4)
Memperhatikan tujuan dan keinginan pasien (orang tua pasien) yang dirawat ortodonti.
(Eka, 2012) Brook dan Shaw (1989) memperkenalkan garis besar dari indeks prioritas perawatan ortodonti yang terdiri dari dua bagian, bagian pertama menilai dan memberikan skor bagi faktor2 oklusi dang gangguan kesehatan rongga mulut, bagian kedua memberikan skor untuk derajat gangguan estetik yang disebabkan karena malposisi gigi2 anterior Tahap penilaian dan perencanaan perawatan ortodonti: a)
Informasi latar belakang
b) Penilaian variasi oklusal c)
Penilaian faktor2 etiologi dan keterbatasan dari perawatan korektif
d) Garis besar tujuan perawatan e)
Rencana perawatan yang terprinci
Kriteria yang merupakan dasar realistik untuk menilai perlunya perawatan ortodonsi: 1.
Jika dirasakan perlu bagi subjek untuk mendapatkan posisi postural adaptasi dari mandibula
2.
Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula dari posisi istirahat atau dari posisi postural adaptasi ke posisi interkuspal
3.
Jika posisi gigi sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama fungsi oklusal dari mandibula
4.
Jika gigi-gigi menyebabkan terjadinya kerusakan pada jaringan lunak
5.
Jika gigi susunannya berjejal atau tidak teratur, yang bisa merupakan faktor predisposisi dari penyaki periodontal atau penyakit gigi
6.
Jika penampilan pribadi kurang baik akibat posisi gigi jika posisi gigi menghalangi posisi bicara normal
(Foster, 1997) Untuk menetapkan diagnosa diperlukan pengumpulan data yang cermat mengenai pasien tersebut serta dilakukan seleksi kasus secara menyeluruh sehingga diperoleh daftar masalah ortodonti. Dalam penetapan diagnosa dan rencana perawatan akan melalui proses yang sama, namun prosedur dan tujuannya berbeda.
Pengumpulan data dan penyusunan
daftar masalah untuk mendapatkan kebenaran yang bersifat ilmiah. Pada tahap ini hendaknya tidak boleh memasukan pendapat atau keputusan pribadi, sebaliknya pada situasi tersebut diperlukan penilaian berdasarkan fakta. Di lain pihak rencana perawatan tujuannya tidak memiliki kebenaran secara ilmiah, tetapi merupakan kebijakan ortodontis. Rencana perawatan yang bijak yang dilakukan oleh ortodontis akan sangat menguntungkan pasien. Pemilihan perawatan yang tepat, tentu dapat terjadi jika diagnosanya tepat dan jika disadari bahwa rencana perawatan merupakan suatu proses interaktif dimana pasien dilibatkan dalam proses membuat keputusan. 2.4 Piranti Ortodontik Lepasan Piranti ortodontik lepasan merupakan suatu alat yang didesain agar dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh penderita sehingga mudah dibersihkan. Sarana ini membawa keuntungan tertentu tetapi juga ada kekurangannya. Tipe piranti ini mempunyai kegunaan yang terbatas, yang perlu dipertimbangkan dengan cermat sewaktu merencanakan perawatan (Foster 1997).
a. Keuntungan dan Kekurangan Piranti Lepasan Keuntungan utama dari piranti ortodontik bila dibandingkan dengan sistem piranti cekat, yaitu piranti ini bisa dilepas oleh pasien sehingga memudahkan pasien untuk menjaga kebersihan alatnya. Gigi geligi dan struktur rongga mulut juga bisa dipertahankan kebersihannya dan kesehatannya selama terapi. Adapun keuntungan lain yang bisa didapatkan dari piranti ortodontik lepasan : 1.konstruksi pesawat lepasan sebagian besar dilakukan di laboratorium, dan hanya membutuhkan sedikit waktu di klinik. 2. maloklusi yang memerlukan pergerakan tipping hasilnya akan cukup baik 3. dapat menggerakkan beberapa gigi terutama pergerakan tipping dan mengurangi tumpang gigit. 4. pengontrolan lebih mudah. 5. piranti ortodontik lepasan relatif lebih murah dibandingkan dengan piranti cekat. 6., pasien lebih mudah mengatur kebersihan mulutnya. Apabila terjadi kerusakan pada saat pemakaian alat, pasien dapat melepaskan alat sendiri dan membawanya ke dokter gigi yang melakukan perawatan ortodontik (Foster 1997, Syahrul dkk. 2012). Seperti piranti ortodontik lainnya, piranti lepasan juga memiliki kekurangan. Piranti lepasan hanya bisa memberikan tipe pergerakan gigi yang terbatas. Gerak utama yang bisa diperoleh dengan tipe piranti ini adalah gerakan tipping. Gerak bodily atau gerak torquing apikal sulit diperoleh, atau bahkan tidak mungkin diperoleh dengan menggunakan piranti ini. Selanjutnya, penjangkaran dalam pergerakan gigi kadang sulit dilakukan, karena gigi penjangkaran dengan menggunakan piranti ini tidak bisa dicegah untuk tidak bergeser miring. Gigi penjangkar yang digunakan pada piranti lepasan biasanya diberikan tegangan yang lebih kecil daripada piranti cekat. Retensi dari piranti lepasan juga lebih sulit dibanding dengan piranti cekat. Dibutuhkan derajat kerja sama yang tinggi dan keterampilan yang dituntut dari pihak pasien untuk dapat memasang dan melepas serta membersihkan alat dengan jeda yang teratur sesuai dengan instruksi yang telah diberikan oleh operator (Foster 1997). b. Komponen Piranti Ortodontik Lepasan Menurut Foster (1999) piranti lepasan terdiri dari komponen aktif, komponen retensi dan komponen penjangkaran. Komponen tersebut dihubungkan oleh rangka penghubung yang biasanya terbuat dari bahan resin akrilik. 23 1) Komponen Aktif Komponen aktif merupakan alat untuk meneruskan tekanan pada piranti ortodontik lepasan untuk memperoleh pergerakan gigi yang diharapkan. Tekanan yang timbul pada komponen aktif diperoleh dari pegas, elastik band, atau dengan aksi welding terkontrol dari sekrup (Adams 1991). Menurut
Adams (1991) pegas biasanya terbuat dari kawat tahan karat. Kawat logam yang memiliki derajat elasitas tinggi dan kombinasi panjang dan ketebalan yang tepat akan mendapatkan derajat tekanan dan aksi dari pegas yang optimal. Bass dan Stevens (1970 cit. Foster 1993) telah meneliti beberapa sifat pegas. Pertama, Arah koil tidak banyak menimbulkan perbedaan dalam keefektifan pegas. Kedua, penambahan panjang kawat melalui pembuatan koil akan menambah kelenturan pegas. Ketiga, koil ganda memberikan penambahan panjang yang lebih besar dari kelenturan pada pegas. Elastik biasanya berupa latek, rubber band dan plastic spring, yang diregangkan dan digunakan sebagai penghasil tekanan pada piranti ortodontik lepasan. Elastik lebih jarang digunakan pada piranti lepasan daripada pegas karena cendurung naik ke atas gigi dan merusak jaringan gingiva, namun elastik dapat memberikan komponen tekanan pada situasi tertentu. Kerjasama dari pihak pasien berperan penting, karena elastik perlu diganti lebih sering dan harus dipasang dengan benar untuk menghindari trauma gingiva (Adams 1991, Foster 1993). 24 Sekrup dari berbagai tipe dapat digunakan untuk menghasilkan tekanan berkesinambungan pada piranti ortodontik lepasan. Sekrup mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dikendalikan oleh pasien daripada pegas. Sekrup dapat diputar oleh pasien maupun orang lain dengan jeda tertentu. Kelebihan lain dari sekrup adalah karena menghasilkan piranti lepasan yang lebih stabil untuk menggerakkan beberapa gigi berdekatan ke arah yang sama (Foster 1993). 2) Komponen Retensi Peranti lepasan membutuhkan retensi atau stabilitas yang baik dengan menggunakan cengkeram. Retensi yang kurang baik menyebabkan peranti mudah lepas, pasien sukar memasang peranti sehingga peranti jarang dipakai. Pada gigi premolar dan insisif dapat menggunakan cengkeram Adam yang dimodisikasi sehingga diperoleh retensi yang cukup (Sulandjari 2008, Rahardjo 2009, Foster 1993). Komponen Penjangkaran Pada piranti ortodontik lepasan, penjangkaran diperoleh dari daerah yang melawan tekanan yang dihasilkan komponen aktif. Sumber utama penjangkaran intraoral adalah gigi geligi yang tidak digerakkan dibantu oleh komponen retensi, yaitu cangkolan Adam. Penjangkar yang baik harus memperhatikan faktor ukuran dan
jumlah
gigi
penjangkar
yang
berkaitan
dengan
tekanan
penggerak,
serta
memperhitungkan jumlah ruang yang tersedia untuk pergerakan gigi (Adams 1991, Foster 1997).) Plat Dasar/Akrilik Plat dasar pada piranti ortodontik lepasan biasanya terbuat dari resin akrilik. Fungsi utamanya adalah untuk basis dari komponen lain dari piranti, dan berguna untuk membantu menambah retensi dan penjangkaran. Plat dasar ini ditahan pada lengkung gigi oleh cengkeram dan berfungsi untuk mendukung komponen membentuk tekanan yang bekerja pada gigi-gigi bila gigi digerakkan. Plat dasar juga berfungsi untuk
meneruskan reaksi dari komponen aktif ke gigi-gigi dan jaringan ditahan oleh plat dasar (Foster 1993, Adams 1991)
BAB III. PEMBAHASAN
3.1.Prosedur penyusunan Ringkasan Perawatan Orthodonti lepasan. 3.1.1 Konsep rencana perawatan dan tujuan. Diagnosis ortodontik dikatakan lengkap jika telah dibuat daftar lengkap masalah pasien dan sudah dipisahkan antara masalah patologis dan masalah tumbuh kembang. Pada saat tersebut, tujuan rencana perawatan adalah untuk merancang strategi yang bijak dan hatihati, menggunakan penilaian terbaik dokter gigi, akan menghasilkan perawatan yang tepat pada masalah disamping memaksimalkan keuntungan pasien dan meminimalkan biaya dan resiko. Rencana perawatan dalam orthodontic, seperti di bidang lain, dapat kurang dari optimal jika tidak mendapatkan keuntungan penuh dari kemungkinan perawatan yang bisa dilakukan atau jika perawatannya terlalu ambisius. Akan selalau ada godaan untuk langsung menyimpulkan dan menjalankan rencana perawatan yang superficially obvious tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan. Pendekatan rencana perawatan ini dianjurkan agar dirancang secara spesifik untuk menghindari luputnya suatu
perawatan
(rencana perawatan yang bersifat negatif palsu atau kurangnya suatu perawatan) dan perawatan yang terlalu banyak (rencana perawatan yang bersifat positif palsu atau lebihnya suatu perawatan), sambil melibatkan pasien dalam perencanaannya. 3..1.2 MASALAH UTAMA DALAM RENCANA PERAWATAN 1. Input Pasien
Rencana perawatan modern merupakan suatu proses yang interaktif. Bukan lagi dokter yang memutuskan, dengan cara paternalistic, apa yang terbaik bagi pasien. Secara etis dan praktis, pasien dan orang tua harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Secara etis, pasien mempunyai hak untuk mengontrol apa yang akan terjadi pada dirinya selama perawatan – perawatan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mereka bukan dilakukan pada mereka. Secara praktis, pemenuhan keinginan pasien kemungkinan merupakan masalah utama yang menjadi kesuksesan atau kegagalan, dan ada sedikit alasan untuk memilih suatu perawatan yang tidak didukung oleh pasien. Inform konsen, dalam bentuk modern, mengharuskan melibatkan pasien dalam merencanakan perawatan.. 2. Kemungkinan dan Kerumitan Perawatan Jika terdapat metode perawatan yang lain, seperti yang biasa terjadi, mana yang harus dipilih? Data-data dikumpulkan agar pilihan dapat dibuat berdasarkan fakta yang ada bukan dibuat berdasarkan laporan yang tidak jelas atau pernyataan dari pendukung pendekatan tertentu. Kerumitan perawatan yang usulkan mempengaruhi rencana perawatan, terutama pada konteks siapa yang ahrus melakukan perawatannya. Fokus pada bab ini adalah merencanakan perawatan ortodontik yang komprehensif. Pada ortodontik, seperti bidang lainnya di kedokteran gigi, masuk akal jika kasus dengan kerumitan paling rendah akan dipilih untuk perawatan pada praktik umum atau keluarga, sedangkan kasus yang lebih rumit harus dirujuk pada spesialis.
3.1.3 BERBAGAI KEMUNGKINAN PERAWATAN Sebagai latar belakang merencanakan perawatan yang komprehensif, sangat penting untuk mempertimbangkan dua aspek yang menjadi kontrovesi dalam rencana perawatan onthodontik saat ini : luas lengkung ekspansi dan ekstraksi yang diindikasikan sebagai solusi gigi berjejal dan luas modifikasi pertumbuhan dan ekstraksi untuk kamuflase atau bedah ortognatik sebaiknya dipertimbangan sebgaia solusi masalah skeletal. 3. Pertimbangan Estetik Dari awalnya, para spesialis orthodonti telah memperdebatkan tentang batasan sejauh mana dilakukannya ekspansi terhadap lengkung rahang dan apakah keuntungan dari dilakukannya ekstraksi dari beberapa gigi untuk menyediakan space untuk gigi lainnya dapat melebihi kerugiannya. Dengan dilakukannya ekstraksi, kehilangan satu atau beberapa gigi merupakan sebuah kerugian, namun stabilitas yang diberikan mungkin lebih besar dan merupakan sebuah keuntungan, dan mungkin terdapat efek positif ataupun negatif pada estetik dari wajahnya. Tetapi pada akhirnya pertimbangan dari masing-masing individu pasien lah yang menentukan. Ini bukan hanya sekedar prosedur tetapi sebuah kewajiban untuk mendiskusikan tentang pro dan kontra dari tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan orang tua pasien sebelum membuat keputusan ekspansi-ekstraksi. Pada sisi ilmu kontemporer, kebanyakan pasien orthodontik dapat dan seharusnya bisa dilakukan tindakan orthodonti tanpa mencabut gigi, tetapi beberapa diantaranya membutuhkan ekstraksi untuk mengkompensasi dari keadaan gigi berjejal, protrusi dari gigi insisor yang berefek pada estetik wajah, atau diskrepansi tulang rahang. 4. Pertimbangan Estetis Apabila faktor utama pemilihan ekstraksi adalah untuk mendapatkan stabilitas dan estetik, maka akan sangat berguna untuk melihat kembali data yang ada yang berhubungan dengan
faktor ini untuk ekspansi dan ekstraksi. Pertimbangkan faktor estetik terlebih dahulu. Konsep hubungan antara ekspansi atau ekstraksi dan estetik diilustrasikan seperti pada Gambar 7-2. Semua aspek sama berimbang, ekspansi dari lengkung rahang membuat gigi pasien bergerak ke arah yang lebih miring, dimana ekstraksi lebih mengurangi gigi-gigi yang agak miring. Faktor estetik wajah dapat menjadi tidak dapat diterima karena terlalu protrusif atau juga terlalu retrusif. Pada tahap manakah gigi incisor telah terlalu jauh digerakkan ke depan sehingga penampilan wajah terganggu? Jawabannya ada pada jaringan lunak bukan pada hubungan jaringan keras: ketika kemiringan incisor membuat bibir terpisah secara berlebihan sehingga pasien harus berusaha untuk membuat bibirnya kembali ke semula, namun gigi-giginya terlalu protrusif dan meretraksi incisor dapat mempengaruhi penampilan wajah. Hal ini sedikitnya berpengaruh pada kemiringan relatif dari gigi terhadap tulang pendukung seperti yang dapat terlihat pada tampilan profil. Individu dengan bibir yang tebal dan penuh dapat terlihat bagus dengan kemiringan gigi incisor yang mungkin kemiringan tersebut tidak akan tampak bagus pada individu dengan bibir yang tipis dan tegang. Kita tidak dapat dengan mudah menentukan batasan estetis dilakukannya ekspansi dari hubungan tulang-gigi pada radiografik cefalometrik. Pada tahap apakah incisor diretraksi sampai memberikan dampak negatif pada estetis wajah? Hal ini juga sangat bergantung pada jaringan lunaknya. Ukuran dari hidung dan dagu mempunyai efek yang sangat besar pada hubungan relatif bibir. Untuk pasien dengan hidung yang besar dan/atau dengan dagu yang besar, apabila pilihannya adalah untuk melakukan tindakan tanpa ekstraksi dan menggerakkan incisor maju ke depan atau untuk mengekstraksi dan setidaknya meretraksi incisor, pilihan untuk memajukan incisor dianggap lebih baik, asalkan tidak memisahkan bibir terlalu banyak. Incisor atas sangat jauh ke arah lingual jika bibir atas diinklinasikan ke belakang, seharusnya dimajukan sedikit ke depan dari
dasarnya pada jaringan lunak pada. Untuk hasil hasil estetik yang lebih baik, bibir bawah seharusnya dimiringkan setidaknya sama dengan dagu. Variasi pada morfologi dagu dapat membuat hubungan incisor-dagu lebih baik melebihi kontrol dari orthodontik sendiri, pada kasus mana pembedahan dagu kemungkinan harus dipertimbangkan 5. Pertimbangan Stabilitas Untuk hasil yang stabil, seberapa besar lengkung bisa di ekspansi? Lengkung bawah lebih terbatas di ekspansi dibandingkan lengkung atas, keterbatasannya membuat lengkung bawah lebih erat dibandingkan yang atas. Keterbatasan sebesar 2mm untuk pergerakan gigi insisif bawah kedepan dapat bervariasi tiap individu namun dapat juga dilihat dari pertimbangan dari pengamatan terhadap meningkatnya tekanan bibir sebesar 2mm ke arah ruangan yang biasanya diisi oleh bibir. Jika tekanan bibir adalah faktor yang membatasi pergerakan kedepan, yang mana memungkinkan, posisi awal gigi insisif akan menjadi pertimbangan mengenai seberapa besar gerakan yang dapat ditoleransi. Hal ini menunukkan dan observasi klinis juga mengkonfirmasi (dengan data yang terbatas) bahwa gigi insisif yang tipped ke arah lingual dari bibir akan bisa digerakkan lebih maju daripada gigi insisif yang tegak lurus. Insisif yang tipped ke arah labial dan crowded mungkin memperllihatkan titik akhir dari reaksi kmiawi yang setara, dimana gigi tersebut sudah menjadi se-protrusif mungkin dimana otot membatasinya.Menggerakkan gigi tersebut lebih kedepan lagi akan meningkatkan resiko kurangnya stabilitas.
Gambar 1. Karena lengkung gigi bawah lebih erat,
ekspansi akan lebih terbatas
dibandingkan lengkung gigi atas. Data yang tersedia memperlihatkan bahwa menggerakkan insisif bawah lebih dari 2mm menimbulkan masalah pada stabiltas, yang kemungkinan karena tekanan bibir yang tinggi pada area tersebut. Data meunjukkan bahwa ekspansi pada kaninus tidaklah stabil, behkan jika dibarengi dengan retraksi. Ekspansi pada premolar dan molar dapat dilakukan dengan stabil. Terdapat pula keterbatasan seberapa jauh gigi insisif, khususnya gigi insisif bawah, dapat bergerak ke arah fasial. Peningkatan pada pembukaan tulang alveolar dan pengelupasan gingiva seiring dengan majunya gigi insisif. Banyaknya gingiva cekat adalah variabel yang kritis. Penting untuk berhati-hati pada pasien yang mempunyai banyak gingiva cekat jika terjadi masalah demikian, sehingga dapat dirawat. Perawatan berupa konsultasi sebelumnya kepada ahli periodontal dianjurkan, dan bergantung kepada banyaknya dan arah dari pergerakan gigi yang akan dilakukan, keputusan terbaik merupakan menempatkan cangkok gingiva sebelum perawatan ortodonti. Gambar 1 memperlihatkan adanya kemungkinan untuk ekspansi ke arah transversal dan ke arah anteroposterior, namun hanya yang lebih posterior dari kaninus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa ekspansi pada area kaninus hampir tidak dapat dijaga, khususnya di lengkung bawah. Faktanya, dimensi interkaninus berkurang seiring dengan pasien dewasa, dengan atau tanpa perawatan ortodonti, kemungkinan karena adanya tekanan dari bibir di sudut mulut. Ekspansi pada area premolar dan molar lebih mudah didapatkan, karena kurangnya tekanan dari pipi.
Satu pendekatan untuk ekspansi lengkung adalah untuk mengekpansi lengkung gigi atas dengan membuka sutura midpalatal. Jika basis maksila sempit, perawatan ini sesuai. Beberapa klinisi mempunyai teori bahwa ekspansi lengkung gigi atas dengan membuka sutura, sementara akan membuat munculnya crossbite bukal, yang membuat lengkung gigi bawah untuk lebih ekspansi mungkin saja terjadi. Jika faktor yang membatasinya adalah tekanan dari pipi, maka tidak memungkinkan ekspansi akan membuat perubahan. Ekspansi yang berlebihan akan meningkatkan resiko tembusnya akar premolar dan molar ke luar tulang alveolar. Meningkatnya resiko tersebut jika ekspansi transversal melebihi 3mm. 6. Pedoman Ekstraksi Gigi Pedoman kontemporer untuk dilakukannya ekstraksi untuk keperluan ortodonti pada kasus kelas I dengan crowding dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Ketidaksesuaian lengkung rahang (ALD) kurang dari 4mm. Ekstraksi jarang diindikasikan (hanya jika adanya protrusi gigi insisif yang parah atau kekurangan ruang dalam arah vertikal). Pada beberapa kasus, crowding tersebut dapat diatasi tanpa ekspansi lengkung dengan cara mengurangi lebar gigi tertentu, dan dengan hatihati untuk menyesuaikan ukuran pengurangan lengkung atas dan bawah. b. Ketidaksesuaian lengkung rahang (ALD) 5-9mm. Kemungkinan dapat di ekstraksi atau tidak. Keputusannya bergantung pada karakteristik jaringan keras dan lunak pasien dan bagaimana posisi akhir gigi insisif dapat di kontrol; gigi manapun dapat dipilih untuk di ekstraksi. Perawatan non ekstraksi meliputi ekspansi transversal pada molar dan premolar, dan waktu perawatan tambahan jika gigi posterior akan digerakkan lebih distal, untuk menambah panjang lengkung. c. Ketidaksesuaian lengkung rahang (ALD) lebih dari 10mm atau lebih. Ekstraksi hampir harus selalu dilakukan. Pada pasien ini, tingginya ukuran crowding sesuai dengan jumlah gigi yang harus di ekstraksi, dan tidak akan ada efek atau sedikit efek pada dukungan bibir dan penampakan wajah (fasial). Pemilihan gigi yang di ekstraksi
adalah 4 premolar pertama atau 2 premolar atas dengan insisif lateral bawah. Ekstraksi premolar kedua atau molar jarang memberikan hasil yang memuaskan karena tidak memberikan ruangan yang cukup di dekat gigi anterior yang crowding atau tidak memberikan pilihan untuk memperbaikin ketidaksesuaian garis median. Keberadaan protusi pada keadaan crowding, mempersulit keputusan untuk melakukan ekstraksi. Menarik gigi insisif untuk mengurangi kecenderungan bibi menonjol membutuhkan ruangan pada lengkung gigi. Efeknya adalah meningkatnya ketidaksesuasian lengkung (ALD). Dengan penyesuaian tersebut, pedoman diatas dapat diterapkan. Aturan umumnya adalah, bibir akan bergerak dua-pertiga dari jadrak insisif yang ditarik (contoh jika meretraksi insisif sejauh 3mm maka akan mengurangi protrusi bibir sebesar 2mm), namun terdapat kecenderungan variasi pada tiap individu, khususnya pada perubahan yang timbul pada saat kemampuan bibir (lip competence) sudah didapat. Retraksi bibir sebesar 2-3mm adalah hasil yang sering didapatkan.
Ekstraksi
Peredaan crowding gigi insisif
Insisif sentral Insisif lateral Kaninus Premolar 1 Premolar 2 Molar 1 Molar 2 *Ukuran dalam milimeter
5 5 6 5 3 3 2
Retraksi Insisif
Mendorong posterior kedepan Maksimum Minimum Maksimum Minimum 3 2 1 0 3 2 1 0 5 3 2 0 5 2 5 2 3 0 6 4 2 0 8 6 1 0 -
*Dengan penanganan penjangkaran biasa (bukan sekeletal) *Bidang anteroposterior tanpa crowding
Hal ini menarik bahwa studi terdahulu mengenai perubahan dimensi lengkung gigi dan penampilan fasial pada kasus ekstraksi dan non-ekstraksi gigi dapat bervariasi pada kedua kelompok tersebut. Pemikiran bahwa dilakukannya ekstraksi mengarah ke retraksi insisif dan lengkung yang lebih sempit dan kasus non-ekstraksi mengarah ke protrusi insisif dan lengkung lebih lebar, tidak dapat didukung sepenuhnya. Tingkatan perubahan pada kedua kelompok tersebut tentu saja berhubungan dengan tingkatan crowding dan protrusi yang terjadi awalnya dan keputusan klinisi mengenai bagaimana mengatasi ekspansi lengkung atau penutupan ruangan bekas ekstraksi. Pedoman akhir meliputi:
Semakin sering klinisi dapat mengekspansi tanpa menggerakkan gigi insisif kedepan,
maka lebih banyak pasien yang dapat dirawat dengan hasil yang memuaskan (dengan perspektif estetika dan stabilitas) tanpa ekstraksi.
Semakin mampu seorang klinisi menutup ruangan bekas ekstraksi tanpa retraksi gigi
insisif secara berlebihan, maka lebih banyak pasien yang dapat dirawat dengan hasil yang memuaskan (dengan perspektif estetika dan stabilitas) dengan ekstraksi
Dalam bidang kesehatan mulut, ekspansi yang berlebihan dapat meningkatkan resiko
masalah mukogingival.
Dalam fungsi mastikasi, ekspansi atau ekstraksi tidak memberikan perbedaan apa-apa.
BAB 4. KESIMPULAN
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa prosedur penyusunan ringkasan perawatan orthodonsi lepasan merupakan suatu latar belakang rencana perawatan yang komprehensif yang diliat dari berbagai aspek. Dilihat dari berbagai persiapan yang dibutuhkan, segala kemungkinan perawatan yang mungkin terjadi, disini peran serta operator memahami dari pentingnya pemahaman diagnosa dan analisis kasus. Tujuan dari penyusunan ringkasan perawatan orthodonsi lepasan ini adalah mempermudah operator untuk merangkai dari berbagai aspek yang sudah dijabarkan diatas agar rencana perawatan untuk pasien dapat dijalankan secara komprehensif dan baik dari berbagai aspek.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C.P. 1991, Desain, Konstruksi dan Kegunaan Pesawat Ortodonti Lepas, Ed. Ke-5, Penerjemah: Lilian Yuwono, Widya Medika., Jakarta. Andrew. Pengujian analisa Bolton pada mahasiswa FKG-USU ras Deutro-Melayu (Skripsi). Medan; Universitas Sumatera Utara: 2007. Budiharto. 2010, Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi, EGC Penerbit Buku Kedokteran., Jakarta. Eka, E. 2012. Sekilas Ilmu Ortodonti (Keahlian merapikan gigi dan menserasikan bentuk wajah .Spesialis Ortodonti Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin. http://www.orthodontic-eka.com/2012/02/sekilas-ilmu-ortodontikeahlian.html Foster, T.D. 1993, Buku Ajar Ortodonsi, Ed. Ke-3, Penerjemah: Lilian Yuwono, EGC Penerbit Buku Kedokteran., Jakarta. Graber, T.M and Swain, B.F. 1985. Orthodontics, Current Priciples and Techniques, The C.V Mosby Compony., ST. Louis Golwalkar SA, Msitry KM. An evaluation of dental crowding in relation to the mesiodistal crown widths and arch dimensions. J Indian Orthod Soc 2009 Heasman, P. 2003. Master in Dentinstry volume 2 : Restorative Dentistry, Paediatric Dentistry and Orthodontics. London : Churcill Livingstone. Howe RP, McNamara J, O’Connor KA. An examination of dental crowding and its relationship to tooth size and arch dimension. Am J Orthod 1983 Iman, Pinandi. 2008. Buku Ajar Ortodonsia II. Yogyakarta: Bagian Ortodonsia Fak. Kedokteran Gigi UGM. Proffit, W.R., dkk. 2000. Contemporary Orthodontic, Edisi III. St. Louis: Mosby Inc.
Poosti M, Jalali T. Tooth size and arch dimension in uncrowded versus crowded class I malocclusions. J Contemp Dent Practice 2007
Rakosi, Thomas et al.1993. Orthodontic – Diagnosa. New York : George Theme Verlag. White, L.W. 1996. Modern Orthodontic Treatment Planning and Therapy, Edisi I. California: Ormco Corporation. Radnzic D. Dental crowding and its relationship to mesiodistal crown diameters and arch dimensions. Am J Orthod Dentofac Orthop 1988; Sulandjari, H. 2008, Buku Ajar Ortodonsia I KGO I, Available: http://cendrawasih.a.f.staff.ugm.ac.id/wp-content/buku-ajar-orto-i-th- 2008.pdf Tadesse P, Zhang H, Long X, Chen L. A clinical analysis of tooth size discrepancy (Bolton Index) among orthodontic patients in Wuhan of Central China. J Huazhong Univ Sci Technol 2008.