BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi. Sepsis merupakan penyebab kematian tersering pada penderita trauma dan perawatan klinis pada semuausia dan jenis kelamin. Infeksi pasca trauma sangat bergantung pada usia penderita, waktu antara trauma dan penanggulangannya , kontaminasi luka, jenis dan sifat luka, kerusakan jaringan, syok, jenis tindakan, dan pemberian antibiotik. Makin lama tertunda penanggulangannya,
makin
besarkemungkinan
infeksi.
Meskipun
telah
mengalami kemajuan teknologi penanganan dalam neonatologi dan perawatan kritis pediatrik dan meluasnya penggunaan spektrum luas agen anti mikroba, infeksi masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dananak-anak. Infeksi mikroba biasanya terjadi akibat kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh
yang
intrinsik
untuk
memerangi
faktor
virulensi
mikroorganisme. 1.2 Tujuan Tujuan Umum : Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem perkemihan Tujuan Khusus : 1.
Mengetahui definisi urosepsis
2.
Untuk mengetahui infeksi traktus urinarius pada wanita dan pria
3.
Untuk mengetahui tanda dan gejala urosepsis
4.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada urosepsis
1
BAB II KONSEP DASAR MEDIS 2.1 BATU GINJAL 2.1.1 Pengertian Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal dan merupakan penyebab
terbanyak
kelainan
di
saluran
kemih
(http://ejournal.unsrat.ac.id). Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batubatu tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan sistin). Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam urine (Nursalam, 2011). Mary Baradero (2009) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat. Pendapat lain menjelaskan batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu kalkuli di ginjal (Arif Muttaqin, 2011). Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007).
2
Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa batu ginjal atau bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi pada saluran perkemihan karena terjadi pembentukan batu di dalam ginjal, yang terbanyak pada bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran dan proses perkemihan. 2.1.2 Etiologi Menurut Kartika S. W. (2013) ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya batu pada ginjal, yaitu : a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. b.
Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah : a. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing. b. Stasis obstruksi urine Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
3
c. Suhu Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih. d. Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011)
4
2.1.3 Patofisiologi Menurut (http://alisarjunipadan.blogspot.com) batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu: a. Teori inti (nucleus): Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasi. b. Teori matriks: Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal. c. Teori inhibitor kristalisasi: Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi. 5
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks. Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya : a. Batu kalsium Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang menderita kanker, struke atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium. Batu kalsium dapat di sebabkan oleh: 1) Hiperkalsiuria abortif: Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid. 2) Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal b. Batu oksalat Batu oksalat dapat disebabkan oleh 1) Primer autosomal resesif 2) Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi. 3) Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal, sindrom malabsorbsi c. Batu asam urat Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh: 1)
Makanan yang banyak mengandung purin
2)
Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
3)
Dehidrasi kronis
4)
Obat: tiazid, lazik, salisilat
d. Batu sturvit Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik.
6
Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin. e. Batu Sistin Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin. 2.1.4 Tanda dan Gejala Gejala yang muncul bervariasi tergantung ukuran pembentukan batu pada ginjal. Gejala umum yang muncul diantaranya: a. Adanya nyeri pada punggung atau nyeri kolik yang hebat. Nyeri kolik ditandai dengan rasa sakit yang hilang timbul di sekitar tulang rusuk dan pinggang kemudian menjalar ke bagian perut dan daerah paha sebelah dalam. b.
Karena nyeri hebat biasa di ikuti demam dan menggigil.
c. Kemungkinan adanya rasa mual dan terjadi nya muntah. Dan gangguan perut. d. Adanya darah di dalam urin. Dan adanya gangguan buang air kecil penderita juga sering BAK. Atau malah terjadinya penyumbatan pada saluran kemih. Jika ini terjadi maka resiko terjadinya infeksi saluran kemih menjadi lebih besar. 2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Ada beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan diagnosa nefrolitiasis, yaitu : a. Urin
1) PH lebih dari 7,6 2) Sediment sel darah merah lebih dari 90% 3) Biakan urin 4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat b. Darah
1) Hb turun 2) Leukositosis 3) Urium kreatinin 7
4) Kalsium, fosfor, asam urat c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu 2) USG abdomen 3) PIV (Pielografi Intravena) 4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008) 2.1.6 Penatalaksanaan Menurut penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu: a. Terapi medis dan simtomatik Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr. b. Terapi mekanik (Litotripsi) Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut. c. Tindakan bedah Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain: 1) Pielolititomi 2) Nefrolithotomi/nefrektomi
: jika batu berada di piala ginjal : jika batu terletak didalam ginjal 8
3) Ureterolitotomi
: jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi
: jika batu berada di kandung kemih
2.1.7 Komplikasi Menurut (Nursalam, 2011:67) komplikasi yang disebabkan dari batu nefrolitiasis adalah: a. Sumbatan: akibat pecahan batu b. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi. c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal d. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007). 2.1.8 Prognosis Prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal khususnya tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga prognosis menjadi jelek.
9
2.2 URO SEPSIS 2.2.1 Pengertian Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari focus infeksi ditraktus urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septic. Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaanadanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Agus Tessy, 2001).Menurut Enggram, Barbara (1998), Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. Infeksi traktus urinarius disebabkan adanya mikro organisme patogenik dalam traktus urinarius dengan atau tanpa disertai tanda dan gejala. Tempat yang sering mengalami infeksi adalah kandung kemih (sistitis ), tetapi uretra (uretritis ), prostat (prostatitis ) dan ginjal (pielonefritis) juga dapat terkena, normalnya traktus urinarius diatas uretra adalah steril.bakteriuria mengacu pada adanya bakteri dalam urin ,infeksi setiap bagian traktus urinarius dapat terjadi selama beberapa bulan atau bahkan tahun tanpa gejala.dua sampai empat persen pasien–pasien inni selanjutnya mengalami sepsis akibat bakter gram – negative. 2.2.2 Etiologi Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan kumanpenyebab
infeksi
primer
di
traktus
urinarius
yaitu
golongan
kuman
coliformgramnegatif sepertiEschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonasaeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%.Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections (ESGNI-004 study) denganmembandingkan antara pasien yang menggunakan kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% padapasien dengan kateter dan 6,6% pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateterdan 4,1% pada non-kateter.Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes danimmunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan. 10
2.2.3 Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya: Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif. Mobilitas menurun Nutrisi yang sering kurang baik System imunnitas yng menurun Adanya hambatan pada saluran urin Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal 11
yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun. 2.2.4 Manifestasi klinis a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih b. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis c. Hematuria d. Nyeri punggung dapat terjadi e. Kelemahan Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis) a. Demam b. Menggigil c. Nyeri panggul dan pinggang d. Nyeri ketika berkemih e. Malaise f. Pusing g. Mual dan muntah
2.2.5 Pemeriksaan penunjang Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya demam, badan panas dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi urologik. Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu, takikardi, dan demam, kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah
12
masih normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya meningkat antara 3840C. a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan b. Pemeriksaan Mikroskopik Urin Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah > 10 / lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. c. Pemeriksaan Kultur Urin Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh >105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra 2.2.6 Penatalaksanaan
Penanganan UTI yang ideal adalah agens antibakrerial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina, dengan demikian akan memperkecil insiden infeksi ragi vagina. Pada pasien yang di tangani dengan agen antimicrobial yang banyak mempengaruhi flora vagina; menyebabkan lebih banyak gejala dan semakin sulit dan mahal penanganannya di banding UTI. Selain itu, agen anti bacterial harus murah dan menyebabkan efek samping serta rendah resisten. Karena oragnisme pada infeksi traktus urinarius non komplikasi pada wanita adalah Escherichia Coli atau flora feka lain, maka agens yang di berikan harus efektif melawan organisme ini. 13
Variasi program penanganan telah menangani infeksi traktus urinarius bawah non komlikasi pada wanita dari pemberian dosis tunggal program medikasi short course 3-4 hari atau long course 7-10 hari, upaya dilakukan untuk mempersingkat perajalan terapi antibiotic untuk UTI non komplikasi, sehingga 80% pasien akan sembuh dalam 3 hari penanganan (Childs et al 1993). 2.2.7 Komplikasi Kemungkinan komplikasi dari urosepsis termasuk:
a.
koleksi nanah dekat ginjal atau prostat
b.
kegagalan organ
c.
kerusakan ginjal
d.
jaringan parut di saluran kemih
e.
syok septik
2.3 SYOK SEPTIK 2.3.1 Definisi Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui tubuh(Kamus Keperawatan). Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai. Syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan(Nasroedin,2007) Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi). Sepsis adalah adanya SIRS (Systemic Infalammatory Respondense syndrome) di tambah dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut. Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan respons systemic
14
terhadap infeksi, adanya SIRS ditambah dengan infeksi yang di buktikan (proven) atau dengan suspek infeksi secara klinis. Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih criteria : Suhu >38 C atau <36 Denyut Jantung >90x/menit Laju Respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 <32mmHg Hitung Leukosit >12.000/mm3 atau >10 % sel imatur/band. Penyabab
respon
sistemikdihipotesiskan
sebagia
infeksi
local
yang
tidak
terkontrol,sehingga menyebabkan bakterimia atau toksemia (endotoksin/eksotoksin) yang menstimulasi reaksi inflamasi di dalam pembuluh darah atau organ lain. Sepsis secara klinis dibagi berdasarkan beratnya kondisi, yaitu sepsis,sepsis berat, dan syok septic.Sepsis berat adalah infeksi dengan adanya bukti kegagalan organ akibat hipoperfusi.Syok septic adalah sepsis berat dengan hipotensi yang persisten setelah diberikan resusitasi cairan dan menyebabkan hipoperfusi jaringan.Pada 10% -30 % kasus syok septic didapatkan bakterimia kultur positif dengan mortalitas mencapai 40-150%. Syok septik adalah Shock yang disebabkan infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum shock distributif. 2.3.2 Etiologi Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).
15
2.3.3 Patofisiologi Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.( Vienna,2000) Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung. Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007). 2.3.4 Gejala Klinis Sepsis Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi: Sindrom distress pernapasan pada dewasa a. Koagulasi intravascular b. Gagal ginjal akut c. Perdarahan usus 16
d. Gagal hati e. Disfungsi sistem saraf pusat f. Gagal jantung g. Kematian. (Hermawan, 2007). 2.3.5 Penatalaksanaan Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis yaitu: a. Stabilisasi pasien langsung Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin. Dalam 10 tahun terakhir telah banyak didapatkan perkembangan dalam tatalaksana sepsis, yaitu dalam hal resusitasi cairan, terapi inotropik dan pemberian antibiotika.
Namun
dalam
penanganan
sepsis
terkini
diketahui
bahwa waktumemegang peranan penting dan krusial.Early Goal Directed Therapy (EGDT) merupakan penatalaksanaan pasien dengan sepsis berat dan syok septik, yang bertujuan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, dalam jangka waktu tertentu. Telah diketahui bahwa perfusi jaringan yang buruk pada keadaan sepsis berat dan syok septik menyebabkan terjadinya global tissue hypoxia dan berbagai konsekuensi yang menyertainya, dan hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka mortalitas.EGDT mulai berkembang di tahun 2001 setelah penelitian Rivers dkk menemukan bahwa penatalaksanaan yang agresif dalam jangka waktu 6 jam, dengan tujuan mencapai target-target tertentu di unit gawat darurat pada pasien sepsis berat dan syok septik ternyata berhasil mengurangi mortalitas hingga 16,5% dibandingkan dengan kelompok yang mendapat terapi standar dengan mortalitas mencapai 46,5%. EGDT kini telah banyak diterapkan di berbagai rumah sakit, sebagai
bentuk
implementasi Surviving
Sepsis
Campaign.Namun,
dalam 17
pelaksanaannya, seringkali masih menemui kendala akibat kurang mendukungnya sumber daya, sarana dan prasarana yang tersedia.Agar EGDT dapat dilakukan dengan terorganisasi maka klinisi harus memiliki pemahaman tentang patofisiologi sepsis, teori yang mendasari EGDT, serta memiliki keterampilan dan penguasaan prosedur medis dan teknis yang akan dilakukan dalam penanganan pasien dengan sepsis berat dan syok septik.Berikut ini akan dibahas mengenai teori yang mendasari EGDT, prinsip EGDT, serta aplikasinya di rumah sakit. Algoritme berbasis waktu ini dalam 1 jam pertama bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahankan denyut jantung ke nilai normal, mencapai waktu pengisian kapiler < 2 detik, serta menormalkan tekanan darah. Dukungan oksigenasi dan ventilasi diberikan sesuai dengan indikasi. Target-target berikutnya diharapkan tercapai dalam waktu 6 jam di unit perawatan intensif. b. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007). Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan gentamisin. c. Pemberian antibiotik 1) Golongan penicillin Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari 2) Golongan penicillinase—resistant penicillin Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat
18
diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv). Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari. 3) Gentamycin Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.
19
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Menurut Asmadi (2008) pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. pengumpulan data pada klien dengan nefrolitiasis : 1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, diagnose medis, dan tanggal medis. 2) Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini. Menurut (Arif Muttaqin, 2011) keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST. Tabel 2.1 Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST Pengkajian
Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan implikasi Klinis
Provoking
Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan nyeri, tetapi pada
Incident
beberapa kasus di dapatkan bahwa pada perubahan posisi secara tibatiba dari berdiri atau berbaring berubah ke posisi duduk atau melakukan fleksi pada badan biasanya menyebabkan keluhan nyeri.
Quality of
Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik ataupun bukan
pain
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos system kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensai nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat peregengan kapsul ginjal karena terjadi terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Bila nyeri 20
mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri diseluruh area kostovertebral dan keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex retrointestinal dan proksimitas anatomi ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar. Region,
Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan nyeri yang
radiation,
luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genetalia.
relief
Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Keluhan ini disebut kolik ureteral. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria mendekati testis.
Severity
Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 dan pasien akan
(scale) of
menilai seberapa jauh yang dirasakan.
pain
0= Tidak ada nyeri 1= Nyeri ringan 2= Nyeri sedang 3= Nyeri berat 4= Nyeri berat sekali/tak tertahan Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada pada posisi 3 di rentang 0-4 pengkajian skala nyeri.
21
Time
Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus menerus atau hilang timbul (intermiten). Tanyakan apa yang sedang dilakukan pasien pada waktu gejala timbul. Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan gejala tersebut pertama kali timbul dan usahakan menghitung tanggalnya seteliti mungkin. Misalnya, tanyakan kepada pasien apa yang pertama kali dirasakan tidak biasa atau tidak enak
3) Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu : a) Riwayat penyakit sekarang. Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS. b) Riwayat penyakit dahulu. Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal. Menurut Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit bedah usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D. c) Riwayat penyakit keluarga. Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua. d) Riwayat Psikososial Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk 22
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian psikososialspiritual yang seksama. Pola - Pola Fungsi Kesehatan pengkajian pola-pola fungsi kesehatan pada pasien dengan diagnosa nefrolitiasis, yaitu : a. Pola persepsi dan tata laksana hidup Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat. b. Pola nutrisi dan metabolisme Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya luka pada ginjal. Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal, penurunan bising usus (Kartika S. W., 2013:187). c. Pola aktivitas dan latihan Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya luka pada ginjal. d. Pola eliminasi Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK normal. e. Pola tidur dan istirahat Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya penyakitnya. f. Pola persepsi dan konsep diri Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan bagaimana dilakukan operasi.
23
g. Pola sensori dan kognitif Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah sakit. h. Pola reproduksi sexual Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual. i. Pola hubungan peran Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada gangguan. j. Pola penaggulangan stress Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif jika stress muncul. k. Pola nilai dan kepercayaan Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat dan dapat sembuh. Pemeriksaan Fisik Fokus Menurut Arif Muttaqin (2011) pada pemeriksaan fokus nefrolitiasis didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah. a. Inspeksi Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah. b. Palpasi Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis. c. Perkusi Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri. 24
B. Diagnose Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007). 2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013). 3. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011). 4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif 5. Defisit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologi, dan pengobatan) berhubungan dengan tidak adanya informasi (Mary Baradero, 2008). C. Rencana/Intervensi Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727). Tujuan
: Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil
: Rasa nyeri teratasi, menunjukkan fostur rileks.
Intervensi
:
1) Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan durasi nyeri. Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan terjadi sumbatan kalkulus/batu atau obstruksi aliran urine. 2) Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak. Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke saluran yang sempit. 3) Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang berupa kolik renal. Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus. 4) Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada pinggul yang nyeri. Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks 5) Ajarkan teknik relaksasi/distraksi Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri. 6) Berikan obat anti nyeri/analgesik 25
Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri 2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013). Tujuan
: Perubahan eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil
: Haematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar tidak ada, dorongan ingin berkemih terus berkurang.
Intervensi
:
1) Awasi pengeluaran atau pengeluaran urine. Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan tanda-tanda komplikasi misalnya infeksi, atau perdarahan. 2) Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi. Rasional: Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. 3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan. Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu. 4) Awasi pemeriksaan laboratorium. Rasional :Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal. 3. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116). Tujuan
: Asupan klien terpenuhi.
Kriteria hasil
: Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat, pernyataan kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi : 1) Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare. 26
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi. 2) Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi) atau dengan makan sedikit tapi sering. Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki nutrisi. 3) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan oral. Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah. 4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat. Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik. 5) Kolaborasi untuk pemberian anti muntah Rasional: Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan cairan peroral. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif Tujuan
: Pengetahuan klien tentang penyakit baik.
Kriteria hasil
: Klien akan membuka diri meminta Informasi.
Intervensi : 1) Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri, panas,bengkak,adanya fungsiolesa. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dan sepsis. 2) Monitor Tanda Tanda Vital Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga mengetahui rentang Suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah. 3) Gunakan tehnik steril saat perawatan luka 27
Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah mikroorganisme yang masuk. 4) Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan perawatan luka Rasional : Meningkatkan informasi dan pengetahuan klien dan keluarga 5) Kolaborasi medik pemberian antibiotik Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme 5. Defisit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologi, dan pengobatan) berhubungan dengan tidak adanya informasi (Mary Baradero, 2008). Tujuan
: Memberikan informasi pasien dan keluarga
Kriteria hasil
:Pasien dan keluarga mampu memahami tentang proses penyakit, dan pengobatan
D. Implementasi Menurut Nursalam (2011:127) Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yan spesifik dilaksanakan utuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. E. Evaluasi Menurut Zaidin Ali (2009) Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2009) ada 3 komponen penting dalam evaluasi keperawatan, yakni : a. Pengkajian Ulang Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan dengan melihat respons klien terhadap intervensi keperawatan dan kemajuan kearah
28
pencapaian hasil yang diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang dari rumah sakit/sembuh. b. Modifikasi rencana keperawatan Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam memodifikasi rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar, seperti udara, air, makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi ditunda. c. Penghentian pelayanan Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas telah terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi, hal ini agak sulit bagi pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi. Apabila penghentian pelayanan keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus pada kemandirian klien dalam mengatasi masalah sendiri. Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat terhadap respons klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau sesudahnya. b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru.
29
DAFTAR PUSTAKA Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC. Grace, Pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga. Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC. Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC. Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif & Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC. Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info Medika.
30
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
I. PENGKAJIAN A. IDENTITAS 1. Identitas Klien Nama
: Ny. M
No reg
: 10089
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 60 tahun
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Surabaya
Tgl Masuk
: 18-februari-2019 jam 11.30
Tgl Pengkajian
: 18-februari-2019 jam 13.00
Diagnosa medis
: Batu Ginjal+Uro Sepseis+ Dehidrasi Berat
2. Identitas Penanggung Jawab Nama
: Tn.S
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Hub dengan klien : Suami Alamat
: Surabaya
31
B. KELUHAN UTAMA Pasien mengalami penurunan kesadaran C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD pada tanggal 18 Februari 2019 jam 11.30 wib dengan keluhan suami px mengatakan muntah sejak tadi malam >10 x/hari , BAB hitam, lemas, nyeri pinggang. Saat di lakukan pengkajian pada jam 13.00 , terdapat keadaan umum lemah, kesadaran somnolen, GCS 335, terpasang bedside monitor dengan TTV : TD: 70/56 mmHg , Nadi: 140x/menit, suhu:38,2, RR:22x/menit spo2: 98% dengan terpasang NRM 12 lpm, Akral dingim basah pucat, terpasang rehidrasi 1000cc/1jam yang ke3, terpasang syring pump NE mulai 50 nano, terpasang kateter ukuran 16 dengan chuft 17 cc. D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Keluarga px mengatakan bahwa pasien mengalami penyakit darah tinggi yang tidak terkontrol, Kencing manis tidak ada, Alergi tidak ada, dan keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering mengkomsumsi jamu untuk tekanan darah tinggi, kolestrol, asam urat, dan pegelinu, dan keluarga mengatakan bahwa pasien sudah terdiagnosa batu ginjal dan batu empedu sejak 7 bulan yang lalu. E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Keluarga pasien mengatakan bahwa kelurga pasien tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis maupun batu empedu. F. PRIMARY SURVEY 1. Airway Tidak ada sumbatan jalan napas, tidak ada secret. 2. Breathing Tidak terdapat PCH, Px tampak sesak, RR : 22x/menit, spO2 : 98% dengan NRM 12 lpm 3. Circulation Akral dingin, basah, pucat, Crt <2detik, TD : 70/56 mmHg. N : 140x/menit, S : 38.2 C, tidak terdapat pendarahan, hematoma tidak ada. 4. Disatility Somnolen, GCS : 3+3+5 = 11. Pasien tampak lemah. 5. Exsposure Tidak ada ftaktur.
32
G. SECONDARY SURVEY 1. Kepala Bentuk kepala bulat, distribusi rambut merata, tidak ada lesi. 2. Mata Konjungtiva merah muda, sclera putih, kanan kiri simetris, pipil isokor, mata cowong. 3. Telinga Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak tampak serumen keluar, pendengaran baik. 4. Mulut dan faring Mukosa bibir kering, tidak tampak sianosis, wajah tampak pucat. 5. Hidung dan sinus-sinus Bentuk simetris kanan dan kiri, tidak ada secret, tidak terdapat PCH. 6. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada lesi. 7. Torak dan paru-paru Inspeksi : Pergerakan dada simetris Palpasi : Pergerakan dada teraba simetris Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler
8. Payudara dan aksila : tidak ada benjolan, tidak ada lesi 9. Jantung Inspeksi : iktus cordis tidak tampak Palpasi : iktus cordis teraba di mid clavikula 4,5,6 Perkusi : Redup Auskultasi : S1-S2 tunggal
33
10. Abdomen Auskultasi : bising usus 12x/menit Inspeksi : tidak terdapat asites Palpasi : supel Perkusi : timpani 11. Genetalia Memakai pampers, kebersihan cukup 12. Ektremitas Atas : kekuatan otot 4, tidak ada deformitas Bawah : kekuatan otot 4, tidak ada deformitas H. TERTIERY SURVEY (18 Februari 2019) 1. Hematologi Jam 13.22 WIB PEMERIKSAAN Hemoglobin Lekosit Eritrosit Hematokrit Trombosit Limfosit % Eosinofil % Neotrofil
HASIL 12.6 55.52 4.47 36.6 319 6.2 0,6 89
NILAI RUJUKAN 11.7-15.5 6.0-12.0 4.0-5.2 35-47 150-440 25-40 2-4 50-70
SATUAN g/dl 10 ^3/uL 10 ^6/uL % 10 ^3/uL % % %
HASIL 30.3 4.89 532.9
NILAI RUJUKAN 8-18 0.5-0.9 < 2 ng/L
SATUAN mg/dl mg/dl ng/L
2.6
3.5-5
mmol/L
2. Kimia klinik Jam 13.22 WIB PEMERIKSAAN Bun Kreatinin Hs Troponin I Elektrolit Kalium
34
3. Pemeriksaan BGA Jam 15.38 WIB Menggunakan oksigen NRM 12 Lpm, suhu : 36.4 °C PEMERIKSAAN Blood Gas Analysis PH PO2 PCO2 SO2 HCO3 AaDO2 TCO2 BE
HASIL
NILAI RUJUKAN
SATUAN
7.381 156.2 31.0 99.2 18.0 300.4 30.2 -1
7.35-7.45 80-100 35-45 94-100 22-26
mmHg mmHg % mmol/l mmHg mmol/l mmol/l
23-30 -2 - +2
4. Pemeriksaan EKG Jam 14.29 WIB QRS QT/QTcBaz PR P RR/PP P/QRS/T
-
102 ms 478/661 ms - Ms - Ms 522 / 600 ms / 58 / 77 degrees
Accelerated Junctional rhythm Possible inferior infarct, age undetermined ST & T wave abnormality, consider lateral iscemia Abnormal ECG
5. Terapi (18 Februari 2019) a. Memberikan iv cath uk 20 tangan kanan, cairan infus RL 1000cc/1 jam grojok-> maintenance RL 21 tpm b. Memberikan kateter uk 16, cuff 17cc, residu 50cc kuning pekat c. Memberikan oksigen NRM 12 lpm d. Inj. Antrain 1x2ml/ iv e. Inj. Ranitidin 1x50ml/iv f. Inj. Ondansentron 1x8mg/iv g. NE mulai 50 nano/ syrnge pump h. Vascon 100 nano/ syrnge pump
35
ANALISADATA NamaPasien
: Ny. M
No. RM
: 100xx
Umur
:60 tahun
Ruang
:IGD
NO 1.
DATA(DS/DO) Ds : Do : TD : 70/56 mmHg
ETIOLOGI Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
PROBLEM Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
N : 140x/menit Akral dingin, basah, pucat CRT < 2 detik Spo2 : 98% dengan support O2 NRM 12 lmp
Ds : -
2.
Sepsis
Hipertermia
Do : S : 38.2 °C N : 140 x/menit TD : 70/56 mmHg Kulit terasa hangat Membran mukosa kering(+)
3
Ds : Do : somnolen (+) TD : 70/56 mmHg
Penurunan tingkat kesadaran
Resiko aspirasi
N : 140 x/menit RR : 22 x/menit GCS : 335 k/u lemah
36
DIAGNOSAKEPERAWATAN
NamaPasien
:Ny.M
No. RM
:100xx
Umur
: 60 tahun
Ruang
:IGD
NO 1.
DIAGNOSAKEPERAWATAN Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kurang pengetahuan tentang proses penyakit dibuktikan dengan perubahan tekanan darah.
2.
Hipertermia b.d sepsi di buktikan dengan kulit terasa hangat
3.
Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran
37
INTERVENSI KEPERAWATAN
NamaPasien
:Ny. M
No. RM
Umur
: 60 thn
Ruang
:100xx :IGD
DiagnosaKeperawatan: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kurang pengetahuan tentang proses penyakit dibuktikan dengan perubahan tekanan darah. No. 1
Tanggal 18 februari 2019
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen syok 1. monitor tanda-tanda vital selama 2 x 4 jam di dapatkan hasil : 2. buat dan perthankan kepatenan jalan nafas sesuai kebutuhan 1. Perfusi jaringan : perifer dengan indikator : 3. posisikan pasien mendapatkan perfusi yang optimal - Nilai rata-rata tekanan darah dari skala 3 4. pertahankan akses divena besar ke 4 5. berikan cairan IV sesuai kebutuhan - kekuatan denyut nadi dari skala 3 ke 4 6. monitor nilai-nilai laboratorium (misalnya : BGA) - kelemahan otot dari skala 3 ke 4 ( defiasi 7. monitor status cairan, BB, output dan intake sedang dari kisaran normal – defiasi ringan dari kisaran normal )
38
INTERVENSI KEPERAWATAN NamaPasien
: Ny. M
No. RM
Umur
: 60 thn
Ruang
:100xx : IGD
DiagnosaKeperawatan: Hipertermia b.d sepsi di buktikan dengan kulit terasa hangat No. 2
Tanggal 18 februari 2019
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1. Perawatan demam - Pantau suhu dan tanda-tanda vital selama 2 x 4 jam di dapatkan hasil : - Monitor warna kulit - Monitor asupan dan keluaran 1. termoregulai dengan indicator : - Beri bat atau cairan IV - peningkatan suhu kulit dari skala 3 ke 4 - Berikan oksigen yang sesuai - dehidrasi dari skala 3 ke 4 - Lembabkan bibir dan mukosa bibir yang kering (sedang ke ringan)
39
INTERVENSI KEPERAWATAN NamaPasien
: Ny. M
No. RM
Umur
: 60 thn
Ruang
:100xx : IGD
DiagnosaKeperawatan: Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran No. 3
Tanggal 18 februari 2019
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1. Pencegahan aspirasi - Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, kemampuan menelan selama 2 x 4 jam di dapatkan hasil : - Pertahankan kepatenan jalan nafas 1. Status pernafasan : kepatenan jalan nafas - Meminimalisir penggunaan obat-obatan yang diketahui memperhambat pengosongan lambung dengan tepat dengan indikator : - Frekuensi pernafasan dari skala 1 ke 4 - Memonitor status pernafasan (dari berat ke ringan) 2. Status Neurologi : Kesadaran - Tidak sadarkan diri dari skala 2 ke 4 ( dari cukup berat ke ringan)
40
IMPLEMENTASIKEPERAWATAN
NamaPasien
: Ny. M
No. RM
:100xx
Umur
: 60 tahun
Ruang
:IGD
Tanggal
No. Dx
18 Februari 2019
1.
Implementasi
Paraf
1. Monitor pernafasan a. Memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas - Respon : RR :22x/menit b. Memonitor saturasi - Respon : Spo2 99% dengan support o2 NRM 12 lpm 2. Manajemen asam basa a. Memposisikan untuk meringankan sesak nafas - Respon : Posisi head up b. Mempertahankan kepatenan jalan nafas - Respon : Support o2 NRM 12 lpm c. Memonitor manifestasi klinis asidosis metabolik - Respon : pasien somnolen
18 Februari 2019
2.
1. Manajemen elektrolit a. Memonitor nilai serum elektrolit yang abnormal - Respon : BUN : 30.3 mg/dl, Kreatinin : 4.89 mg/dl, Hs Tropinin 1 : 532.9 ng/L, Kalium : 2.6 mmol/L b. Memberikan cairan yang sesuai resep - Respon : cairan infus RL 1000cc/1 jam grojok-> maintenance RL 21 tpm 2. Manajemen cairan a. Menjaga intake/output pasien - Respon: Pemasangan katerisasi urine b. Memonitor tanda – tanda vital - Respon : TD: 70/56 mmHg, N: 140x/menit, s: 38,2, RR: 22x/menit, Spo2: 99% dengan support o2NRM 12 lpm c. Memberikan terapi iv seperti yang di tentukan 41
-
Respon : Infus RL 1000 cc/1jam
3. Manajemen muntah a. Mengkaji warna, konsistensi adanya darah - Respon : tidak terdapat darah b. Mengajarkan teknik relaksasi - Respon: teknik relaksai nafas dalam c. Menganjurkan pasien untuk istirahat - Respon : Bedrest total
18 Februari 2019
3.
1. Pencegahan aspirasi a. Memonitor tingkat kesadaran, reflek batuk, kemampuan menelan b. Mempertahankan kepatenan jalan nafas c. Meminimalisir penggunaan obat-obatan yang diketahui memperhambat pengosongan lambung dengan tepat d. Memonitor status pernafasan
42
EVALUASI NamaPasien
: Ny. M
No. RM
:
Umur
: 60 tahun
Ruang
:IGD
Tanggal/ jam
18 Februari 2019
No. Dx
1.
Evaluasi
Paraf
S: O : Somnolen RR : 26x/menit HR : 104x/menit Spo2 : 97% dengan support o2 NRM 12 lpm A: Masalah gangguan pertukaran gas belum teratasi P: Intervensi di lanjutkan no 1,2,3,4,5
18 Februari 2019
2.
S: O: kelemahan(+) Kulit sering(+) Membran mukosa kering(+) Turgor kulit baik(+) TD : 135/94 mmHg, N : 104x/menit, RR : 26 x/menit, S : 35,8 , Spo2 : 97% dengan support O2 NRM 12 lpm A: masalah kekurangan volume cairan teratasi sebagian. P: Intervensi di lanjutkan no 1,2,3,4,5
43
18 Februari 2019
3.
S: O: TD : 135/94 mmHg, N : 104x/menit, RR : 26xx/menit, S : 35,8 , Spo2 : 97% GCS : 335 A : masalah resiko aspirasi belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4
44