BAB I PENDAHULUAN
Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, kendaraan, pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan serta kecepatan kendaraan maka mayoritas penyebab terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Selain itu, trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Rekonstruksi terjadinya kecelakaan penting untuk menduga fraktur yang terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ-organ penting lainnya. Fraktur pelvis merupakan 3% kasus dari semua kasus fraktur tulang. Lebih dari separuh dari semua kasus fraktur pelvis terjadi akibat dari trauma minimalsampai sedang. Disisi lain, fraktur pelvis yang berat dapat menyebabkan komplikasi yang signifikan.
Sebuah analisis baru-baru ini lebih dari 63.000
pasien trauma menunjukkan bahwa fraktur pelvis berkaitan dengan tingginya angka mortality yang disebabkan oleh karena perdarahan, baik panggul atau extrapelvic, atau terkait cedera kepala parah. Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada femur. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk setiap tahunnya. Kebanyakan penderita berusia produktif antara 25 – 65 tahun, laki-laki lebih banyak menderita terutama pada usia 30 tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baik akibat kecelakaan ketika mengendarai mobil, sepeda motor, dan kecelakaan ketika rekreasi.
1
BABII TELAAH PUSTAKA
2.1 Fraktur 2.1.1 Definisi fraktur Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang. 2.1.2 Etiologi Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. 2.1.3 Klasifikasi dan gejala klinis Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang. Klasifikasi fraktur dapat sangat bervariasi, beberapa dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
2
A. Klasifikasi etiologi a.
Fraktur traumatik Karena trauma yang yang terjadi secara tiba-tiba.
b.
Fraktur patologis Karena kelemahan tulang akibat keadaan patologis tulang.
c.
Fraktur stress Karena trauma yang terus memenerus pada suatu tempat tertentu.
B. Klasifikasi klinis a.
Fraktur tertutup Fraktur yang tidak ada hubungan dengan dunia luar. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b.
Fraktur terbuka Fraktur yang mempunyai hubungan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak. Bisa dari dalam (from within) atau dari luar (from without). Fraktur Terbuka (Open/Compound),
bila
terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R.Gustilo), yaitu:
3
Tipe IIIA
IIIB
IIIC
Batasan Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping atau terjadi bone expose Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.
K Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):
Tipe I II
Batasan Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan
III
kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka
Gambar 1. Fraktur tertutup dan fraktur terbuka
4
Gambar 2. Klasifikasi fraktur terbuka c.
Fraktur dengan komplikasi Fraktur dengan komplikasi misal infeksi tulang, malunion, delayed union dan nonunion.
C. Klasifikasi radiologis a.
Lokasi: Diafisis Metafisis Intra articular Fraktur dengan dislokasi
5
Gambar 3. Jenis Fraktur Berdasarkan Lokasinya b.
Konfigurasi Transversal : garis patah tulang melintang sumbu tulang. Oblik : garis patah tulang membentuk sudut pada sumbu tulang. Spiral : garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih. Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. Komminutifa : fraktur lebih dari 2 fragmen fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot yang insersinya pada tulang. Depresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain. Impaksi : satu fragmen masuk ke fragmen yang lain. Fraktur epifisis
6
Gambar 4. Jenis Fraktur Berdasarkan Konfigurasinya
D. Ekstensi a.
Total/ komplit
b.
Tidak total (crack)/ parsial
c.
Torus
d.
Garis rambut
e.
Green stick
Gambar 5. Macam-macam fracture
7
E. Hubungan antar fragmen a.
Undisplaced (tidak bergeser)
b.
Displaced (bergeser)
c.
Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat
d.
Angulated – membentuk sudut tertentu
e.
Rotated – memutar
f.
Distracted – saling menjauh karena ada interposisi
g.
Overriding – garis fraktur tumpang tindih
h.
Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain
Gambar 6. Fraktur menurut hubungan antar fragmen 2.1.4 Diagnosis Fraktur A. Anamnesis Biasanya pasien datang dengan suatu trauma baik hebat maupun ringan, diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis dilakukan dengan cermat, arena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi arena kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian, jatuh dari kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,
8
tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olahraga. Beberapa gejala / keluhan yang membuat penderita datang untuk diperiksa adalah: 1. Trauma
Waktu terjadinya trauma
Cara terjadinya trauma
Lokalisasi trauma
2. Nyeri Nyeri merupakan gala yang tersering ditemukan dan perlu diketahui secara lengkap tentang sifat-sifat nyeri. Rasa nyeri berbeda tiap individu karena ambang nyeri dan toleransi terhadap nyeri dari masing-masing individu berbeda. Sifat-sifat nyeri yang perlu diketahui:
Lokasi nyeri: hams ditunjuk tepat oleh penderita
Karakter nyeri: apakah sifatnya tumpul atau tajam
Gradasi nyeri
Intensitas nyeri: apakah nyeri berkurang apabila beristirahat
3. Kekakuan pada sendi Bisa bersifat umum seperti pada rematoid artritis, ankilosing spondilitis, atau bersifat lokal pada sendi-sendi tertentu. Locking merupakan suatu kekakuan sendi yang terjadi secara tibatiba akibat blok secara mekanis pada sendi oleh tulang rawan atau meniskus. 4. Pembengkakan Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan lunak, sendi, atau tulang. Riwayat pembengkakan perlu diketahui apakah terjadi sebelum atau sesudah trauma, terjadi perlahan atau progresif. Pembengkakan dapat disebabkan oleh infeksi, tumor jinak, atau ganas 5. Deformitas Deformitas dapat terjadi pada sendi, anggota gerak, atau tempat lain. Deformitas dapat pada satu atau lebih dari satu sendi. Pada suatu
9
trauma yang terjadi fraktur, tulang bergeser dari tempatnya sehingga terjadi deformitas (kelainan bentuk) 6. Instabilitas sendi Mengetahui penyebabnya, apakah karena kelemahan otot atau kelemahan / robekan pada ligamen dan selaput sendi 7. Kelemahan otot Kelemahan otot dapat bersifat umum atau bersifat lokal oleh karena gangguan neurologis pada otot. Yang perlu diperhatikan:
Waktu dan sifatnya: apa terjadi bertahap atau tiba-tiba
Batas bagian tubuh yang mengalami kelemahan otot
Bersifat regresi atau spontan
Apakah disertai dengan kelainan sensoris
Apakah kontrol sfingter terganggu
Apakah menimbulkan kecacatan
Riwayat pengobatan sebelumnya
8. Gangguan sensibilitas Terjadi bila kerusalan saraf pada UMN / LMN baik bersifat lokal maupun umum. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma atau penekanan pada saraf. Perlu diketahui apakah gangguan ini bertambah berat atau berulang 9. Gangguan atau hilangnya fungsi Gangguan atau hilangnya fungsi baik sendi maupun anggota gerak dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti nyeri setelah trauma, kekakuan sendi, atau kelemahan otot B. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: 1. Syok, anemia, atau perdarahan 2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang, atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul, dan abdomen 3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
10
Status Lokalis a. Inspeksi (Look)
Membandingkan dengan bagian yang sehat
Memperhatikan posisi anggota gerak
Melihat keadaan umum penderita secara keseluruhan
Melihat ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Melihat adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Melihat adanya luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Melihat ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Memperhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
Melakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain
Memperhatikan kondisi mental penderita
Melihat keadaan vaskularisasi
b. Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan: nyeri yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi: dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
Refilling arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
11
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai. Cara pemeriksaan: pasien dalam posisi supinasi dengan posisi Anterior Superior Illiac Spine (SIAS) horizontal kemudian ukur panjang kaki yang sebenarnya (true leg length): diukur dari SIAS ke malleolus medialis dan ukur panjang kaki yang terlihat (apparent leg lenght): diukur dari Xiphisternum ke malleolus medialis.
Gambar 6. Pengukuran True leg length dan apparent leg length
c. Pergerakan (Move) Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf. Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
12
- Apakah gerakan menimbulkan rasa sakit - Apakah gerakan disertai krepitasi
Stabilitas sendi Ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen yang mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligamen dan gerakan sendi diamati
Pemeriksaan ROM (Range Of Joint Movement) Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif. Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan abnormal dari sendi. Gerakan sendi sebaiknya dibandingkan dengan mencatat gerakan sendi normal dan abnormal secara aktf dan pasif.
d. Pemeriksaan neurologis Merupakan pemeriksaan secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis. Kelainan sarfa yang didapatkan merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
Fungsi motoris Pemeriksaan tonus dan kekuatan otot dengan menggerakkan sendi-sendi. Didapatkan adanya spastisitas atau kelemahan otot.
Fungsi sensoris Pemeriksaan sensibilitas dilakukan dengan melihat apakah ada kelainan dalam sensibilitas pada daerah tertentu misalnya hiperestesia, hipestesia, atau anestesia. Pada pemeriksaan sensibilitas perlu dibuat gambar kelainan dan daerah yang mengalami perubahan sensibilitas
Pemeriksaan refleks
e. Pemeriksaan penunjang
13
Pemeriksaan radiologis
Foto Polos Tujuan dari pemeriksaan radiologis adalah: - Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi - Untuk konfirmasi adanya fraktur - Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya - Untuk menentukan teknik pengobatan - Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak - Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler - Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang - Untuk melihat adanya benda asing Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan prinsip dua: - Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya pada antero-posterior dan lateral - Dua sendi: diatas dan dibawah sendi yang mengalami fraktur - Dua anggota gerak: pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis - Dua trauma: pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang - Dua kali dilakukan foto: pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian
2.1.5 Penatalaksanaan A. Prinsip pengobatan fraktur 1. Recognition: diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
14
a. Lokalisasi fraktur b. Bentuk fraktur c. Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan d. Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan 2. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur inter-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah: a. Alignment yang sempurna b. Aposisi yang sempurna Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak memerlukan reduksi. Angulasi < 5° pada tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas, dan angulasi sampai 10° pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurangkurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inci pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur. 3. Retention: imobilisasi fraktur Tujuannya adalah untuk mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar. Jenis Fiksasi : a. Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Gips ( plester cast)
Traksi
Jenis traksi : - Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus - Skin traksi Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga
15
fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas - Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin. Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus (fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.
Gambar 7. Metode OREF
Indikasi OREF :
Fraktur terbuka derajat III
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
16
Trauma multiple
b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation) ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi,
fraktur
antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.
Gambar 8. Metode ORIF 4. Rehabilitation: mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin 2.1.6 Komplikasi A. Komplikasi Dini 1. Cedera saraf.
17
Cedera saraf jarang disebabkan oleh fraktur, tetapi mungkin disebabkan oleh dokter bedah itu sendiri. 2. Cedera Vaskular Fraktur radius ulna jarang menyebabkan masalah pada arteri radius ulna karena sirkulasi yang baik. 3. Kompartemen Sindrom Tulang lengan bawah selalu menyebabkan pembengkakan dari jaringan lunak, sangat mengancam dan sulit untuk mendiagnosis jika lengan bawah terbungkus oleh perban/gips. Sebuah pulsasi distal tidak mengecualikan sindrom kompartemen. Jika ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi pengobatan harus cepat dilakukan tanpa kompromi. 4. Infeksi System pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. B. Komplikasi lanjut 1. Delayed Union Sebagian besar fraktur radius dan ulna sembuh dalam waktu 8-12 minggu; namun energi tinggi yang menyebabkan fraktur dan open fraktur cenderung sulit untuk terjadi penyembuhan. Tidak jarang delayed union terjadi pada os radius atau os ulna (biasanya ulna); imobilisasi mungkin harus terus dilakukan dari waktu yang seharusnya. 2. Non Union Non union artinya tidak menyatu atau tidak ada penyatuan, non union merupakan kasus lanjutan dari delayed union. Jadi, bila patah tulang tidak menyatu dalam waktu 6-8 bulan dinamakan non union. 3. Malunion
18
Dengan reduksi tertutup selalu ada risiko akan terjadinya malunion, sehingga terjadi
angulasi atau deformitas rotasi dari
lengan bawah, cross-union dari fragmen, atau pemendekan salah satu tulang dan gangguan dari distal sendi radio-ulnaris. Jika pronasi atau supinasi sangat terbatas, dan tidak ada cross union, mobilitas dapat ditingkatkan dengan perbaikan osteotomy. Namun, itu bisa sangat sulit untuk mengkoreksi deformitas. 2.1.7 Penyembuhan Fraktur A. Fase Hematoma Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya, tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2 mm.
Gambar 9. Fase Hematoma B. Fase Proliferasi Sel Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla. Bekuan hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.
Gambar 10. Fase Proliferasi Sel
19
C. Fase Pembentukan Kalus Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa seluler yang tebal tersebut dan garamgaram mineralnya terutam kalsium membentuk suatu tulang imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur.
Gambar 11. Fase Pembentukan Kalus D. Fase Konsolidasi Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahanlahan akan membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.
Gambar 12. Fase Konsolidasi
E. Fase Remodeling Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi
20
tulang tanpa kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan tetap terjadi osteoblastik pada tulang.
Gambar 13. Fase Remodeling
Gambar 14. Penyembuhan Fraktur
21
2.2 Fraktur Pelvis 2.2.1 Anatomi pelvis Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada disebelah dorsokaudal terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke ekstremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dengan caput femoris kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh tulang, ligamentum, dan otot. Cavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, member tempat kepada vesika urinaria, alat kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe, dan saraf. Kerangka pelvis terdiri dari :
Dua os coxae yang masing-masing dibentuk oleh tiga tulang : os ilii, os ischii, dan os pubis
Os sacrum
Os coccyges
Gambar 15. Anatomi Pelvis A. Os sacrum Os sacrum terdiri dari lima rudimenter yang bersatu membentuk tulang berbentuk baji yang cekung kearah anterior. Pinggir atas atau
22
basis ossis sacri bersendi dengan vertebra lumbalis V. pinggir inferior yang sempit bersendi dengan os coccygis. Dilateral, os sacrum bersendi dengan kedua os coxae membentuk articulation sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra sacralis pertama menonjol kedepan sebagai batas posterior aperture pelvis superior, disebut promontorium os sacrum yang merupakan bagian penting bagi ahli kandungan untuk menentukan ukuran pelvis. Foramina vertebralia bersama-sama membentuk kanalis sakralis. Kanalis sakralis berisi radiks anterior dan posterior nervi lumbales, sacrales, dan coccygeus vilum terminale dan lemak fibrosa. B. Os coccyges Os coccyges berartikulasi dengan sacrum di superior tulang ini terdiri dari empat vertebra rudimenter yang bersatu membentuk tulang segitiga kecil yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra coccygea hanya terdiri atas corpus, namum vertebra pertama mempunyai prosecus tranversus rudimenter dan kornu coccygeum. Kornu adalah sisa pediculus dan procesus articularis superior yang menonjol ke atas untuk bersendi dengan kornu scrale. C. Os inominatum tulang panggul Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu : ilium, iscium, dan pubis. Saat dewasa tulang-tulang ini telah menyatu seluruhnya pada acetabulum. Ilium, batas atas tulang ini adalah krista iliaca. Krista iliaca berjalan ke belakang dari spina iliaka anterior superior menuju spina iliaka posterior superior. Di bawah tonjolan tulang ini terdapat spina inferiornya. Permukaan aurikularis ilium disebut permukaan glutealis karena disitulah perlekatan m. gluteus. Linea glutealis inferior, anterior, dan posterior membatasi perlekatan glutei ke tulang. Permukaan dalam ilium halus dan berongga membentuk fossa iliaka. Fossa ilika merupakan tempat melekatnya m. iliakus. Permukaan aurikularis ilium berartikulasi dengan sacrum pada sendi sacroiliaca (sendi synovial). Ligamentum sacroiliaca posterior, interoseus, dan anterior memperkuat
23
sendi sakroiliaka. Linea iliopectinealis berjalan disebelah anterior permukaan dalam ilium dari permukaan aurikularis menuju pubis. Iscium, terdiri dari spina dibagian posterior yang membatasi incisura isciadica mayor (atas) dan minor (bawah). Tuberositas iscia adalah penebalan bagian bawah korpus iscium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus iscium menonjol ke depan dari tuberositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior. Pubis, terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang ini berartikulasi dengan tulang pubis ditiap sisi simfisis pubis. Permukaan superior dari korpus memiliki Krista pubicum dan tuberkulum pubicum. Foramen obturatorium merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan iscium. D. Pelvis major (panggul besar, pelvis spurium) Terletak cranial terhadap aperture pelvis superior (aditus pelvis). Terbuka dan melebar pada ujung atasnya dan harus dipikirkan sebagai bagian cavitas abdominalis. Melindungi isi abdomen dan setelah kehamilan bulan ke tiga, membantu menyokong uterus gravidarum. Ke arah ventral dibatasi dinding abdomen, ke arah lateral oleh fossa iliaca dextra, dan fossa iliaca sinistra, dan ke arah dorsal oleh vertebra L. S dan vertebra S1. E. Pelvis minor (panggul kecil, pelvis verum) Berada antara aperture pelvis superior dan aperture pelvis inferior (exitus pelvis).
Merupakan lokasi fisera pelvis (misalnya vesika
urinaria). Dibatasi oleh permukaan dalam os coxae, os sacrum dan os coccygis. Ke bawah dibatasi oleh diafragma pelvis. Pelvis minor mempunyai pintu masuk, pintu keluar, dan sebuah cavitas. Pelvis minor merupakan saluran tulang yang harus dilalui oleh janin pada proses persalinan. Ada 4 sendi pelvis, yaitu : a. Dua articulation sacroiliaca b. Symphisis pubis c. Articulation sacrococcygea
24
Gambar 16. Sisi Lateral Tulang Innominatum Klasifikasi jenis pelvis normal yang dipakai adalah klasifikasi dari CALD WELL dan MOLLOY. Ada 4 kelompok utama : d. Ginekoid Pelvis ginekoid adalah nama lain dari pelvis wanita normal. Mempunyai pintu masuk berbentuk bulat dan pintu keluarnya mempunyai spina isciadica yang tumpul (bulat), dan tidak tajam dan tidak menonjol. Arcus pubis memiliki sudut yang membulat. Pelvis jenis ini memiliki efek yang menguntungkan pada saat persalinan, karena pelvis bulat didepan, maka fetus akan memberikan presentasi kepala sehingga jalannya persalinan akan lebih mudah. e. Android Pelvis android mempunyai pintu masuk yang berbentuk jantung, menyebabkan pelvis bagian depan sangat sempit. Mempunyai kurvatura yang buruk. Pintu keluar membentuk angulus subpubicus yang lebih tajam dan mempersempit ruangan. Spina isciadica tajam dan membelok. Pelvis jenis ini membuat persalinan cenderung lebih lama tetapi berlangsung normal. f. Platipeloid Pelvis jenis ini dapat disebabkan oleh factor perkembangan, rakhitis atau factor herediter. Pintu masuknya berbentuk ginjal. Pintu keluarnya cukup luas karena arcus pubisnya sangat besar. Pada
25
pelvis platipeloid proses persalinannya cukup sulit karena kepala fetus mengalami kesulitan dalam memasuki pintu masuk pelvis. g. Anthropoid Pintu
masuknya
berbentuk
oval,
mempunyai
diameter
anteroposterior yang panjang, tetapi diameter transversa yang lebih pendek. Cavitas pelvisnya cukup memadai pada semua diameternya tetapi agak dalam. Pintu keluarnya juga cukup memadai pada semua diameternya, dengan arcus pubis yang agak lebar. Pelvis ini mempunyai pintu masuk yang paling mudah dilalui kepala fetus. Lebih sering occiput terletak pada cekung sacrum dan bukannya mengarah ke anterior. Kemudian fetus melewati pelvis dengan posisi yang sama, dan lahir dengan posisi occipitoposterior yang tidak mengalami reduksi dan bukannya muka yang menghadap perineum.
Gambar 17. Jenis Pelvis 2.2.2 Definisi Fraktur pelvis Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang panggul. Pada orang tua, penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun, fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan kematian terbesar melibatkan masalah yang signifikan misalnya karena kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian sebuah.. Tulang panggul terdiri dari ilium, ischium, dan pubis, yang merupakan cincin anatomi dengan sakrum. Gangguan dari cincin ini membutuhkan
26
energi yang signifikan. Patah tulang panggul sering melibatkan cedera pada organ-organ yang terdapat dalam tulang panggul. Patah tulang panggul sering dikaitkan dengan pendarahan parah karena pasokan darah yang luas ke wilayah tersebut. 2.2.3 Klasifikasi Fraktur Pelvis A. Tile classification of pelvic injury Kombinasi antara mekanisme injury dan stabilitas a. Tipe A : stable pelvic fracture Tipe A1 : pelvis intak. Tipe A2 : nondisplaced pelvic fracture Tipe A3 : fraktur jenis transverse pada sacrum dan coccygeus. Pelvis intak.
Gambar 18. Stable pelvi fracture
b. Tipe B : rotationally unstable, vertically stable fractures Tipe B1 : anterior-posterior kompresi injury. Pada tipe B1 merupaan jenis fraktur “open-book” fraktur pelvis, yang terbagi dalam tiga bagian : - Stage 1 : diastasis simfisis pubis <2,5cm. Tidak ada hubungan dengan pelvis bagian posterior - Stage 2: diastasis simfisis pubis >2,5cm. Unilateral injury pelvis bagian posterior - Stage 3 : diastasis simfisis pubis >2,5cm. Bilateral injury pelvis bagian posterior
27
Gambar 19. Rotationally unstable, vertically stable fractures tipe B1 Tipe B2 : lateral kompresi injury (ipsilateral). Terjadi fraktur rami anterior. Bagian posterior hancur. Tipe B3 : kompresi lateral (kontralateral). Pada anterior lesi mayor biasanya berada pada sisi yang berlawanan dari sisi posterior lesi, tetapi dapat terjadi fraktur di keempat rami. Efek yang terjadi berupa hemipelvis pada rotasi anterior dan superior. Injury tipe ini biasanya disebabkan oleh pukulan secara lamgsung pada puncak iliac.
Gambar 20. Rotationally unstable, vertically stable fractures tipe B1
c. Tipe C : rotationally and vertically unstable fractures Tipe C1 : ipsilateral anterior dan posterior injury Tipe C2 : bilateral hemipelvic disruption Tipe C3 : jenis fraktur pelvis mana saja yang berhubungan dengan fraktur acetabula
28
Gambar 20. Rotationally unstable, vertically stable fractures tipe C
B. Young and burgess classification a. Mekanisme injury b. Kompresi anteroposterior c. Kompresi lateral d. Vertical shear e. Mekanisme gabungan / kombinasi C. Bucholz classification Bucholz classification ditentukan berdasarkan keparahan dari injury pelvis posterior. a. Tipe 1, melibatkan injury pada bagian anterior dengan injury pelvs posterior stabil atau intak. b. Tipe 2, melibatkan injury pelvis anterior yang berhubungan dengan bagian yang berpindah dari sendi SacroIliaca; ligament SacroIliaca posterior tetap intak. c. Tipe 3, melibatkan perpindahan lengkap dari sendi SacroIliaca dengan dislokasi hemipelvis. 2.2.4 Mekanisme Trauma Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis atau osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas panggul maka keretakan pada salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain, kecuali pada trauma langsung. Sering
29
titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-iliaka. Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas : A. Kompresi Anteroposterior Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara pejalan kaki dengan kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan simphisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury. Bagian posterior ligament sacro-iliaka mengalami robekan partial atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium
Gambar 21 : gambaran radiologi fraktur kompresi anteriorposterior (APC) yang melibatkan diastasis simfisis atau rami fraktur longitudinal B. Kompresi Lateral Kompresi dari samping akan
menyebabkan cincin mengalami
keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakro-iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama. C. Trauma Vertical Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertical disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
30
Gambar 22. gambaran radiologi fraktur vertical.
D. Trauma Kombinasi Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas. 2.2.5 Gambaran Klinis Fraktur Pelvis Fraktur panggul merupakan salah satu trauma multiple yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan yang dapat terjadi pada fraktur panggul antara lain : 1. Nyeri 2. Pembengkakan 3. Deformitas 4. Perdarahan subkutan sekitar panggul 5. Hematuria 6. Perdarahan yang berasal dari vagina, urethra, dan rectal 7. Syok 2.2.6 Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan serial hemoglobin dan hematokrit, tujuannya untuk memonitor kehilangan darah yang sedang berlangsung. b. Pemeriksaan urin, untuk menilai adanya gross hematuria dan atau mikroskopik. c. Kehamilan tes ditunjukkan pada wanita usia subur untuk mendeteksi kehamilan serta pendarahan sumber potensial (misalnya, keguguran, abrupsio plasenta).
31
B. Pemeriksaan Imaging a. Radiografi Radiograf anteroposterior pelvis merupakan skrining test dasar dan mampu menggambarkan 90% cedera pelvis. Namun, pada pasien dengan
trauma berat dengan kondisi hemodynamic tidak
stabil seringkali secara rutin menjalani pemeriksaan CT scan abdomen dan pelvis, serta foto polos pelvis yang tujuannya untuk memungkinkan diagnosis cepat fraktur pelvis dan pemberian intervensi dini. b. CT-Scan CT scan merupakan imaging terbaik untuk evaluasi anatomi panggul dan derajat perdarahan pelvis, retroperitoneal, dan intraperitoneal. CT scan juga dapat menegaskan adanya dislokasi hip yang terkait dengan fraktur acetabular. c. MRI MRI dapat mengidentifikasi lebih jelas adanya fraktur pelvis bila dibandingkan dengan radiografi polos (foto polos pelvis). Dalam satu penelitian retrospektif, sejumlah besar positif palsu dan negatif palsu itu dicatat ketika membandingkan antara foto polos pelvis dengan MRI. d. Ultrasonografi Sebagai bagian dari the Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST), pemeriksaan pelvis seharusnya divisualisasikan untuk menilai adanya pendarahan/cairan intrapelvic. Namun, studi terbaru menyatakan ultrasonografi memiliki sensitivitas yang lebih rendah untuk mengidentifikasi hemoperitoneum pada pasien dengan fraktur pelvis. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa, meskipun nilai prediksi positif mencatat hemoperitoneum sebagai bagian dari pemeriksaan FAST yang baik, keputusan terapeutik menggunakan FAST sebagai pemeriksaan skrining mungkin terbatas.
32
e. Cystography Pemeriksaan ini dilakukkan pada pasien dengan hematuria dan urethra utuh. 2.2.7 Penatalaksanaan Pengobatan harus dilakukkan sesegera mungkin berdasarkan prioritas penanggulangan trauma yang terjadi (A, B, C). yaitu : A. Resusitasi awal a. Perhatiakan saluran/jalan nafas dan pernafasannya b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan ringer dan transfusi B. Anamnesis a. Keadaan dan waktu trauma (mekanisme trauma) b. Miksi terakhir c. Waktu dan jumlah (makan dan minum) yang terakhir d. Bila penderita seorang wanita, apakah sedang hamil atau menstruasi e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala C. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum
Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah, dan respirasi
Secara cepat lakukan survey tentang kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan, dan deformitas.
Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan simfisis pubis.
Adakan pemeriksaan colok dubur.
D. Pemeriksaan tambahan a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami trauma. b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta pemeriksaan foto panggul lainnya. c. Pemeriksaan urologis dan lainnya :
33
Kateterisasi
Ureterogram
Sistogram retrograde dan postvoiding
Pielogram intravena
Aspirasi diagnostic dengan lavase peritoneal
2.3 Fraktur Femur 2.3.1 Anatomi Femur Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas, femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genu. Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter minor.
Gambar 23. Anatomi Os Femur
Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum os coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang berguna sebagao tempat melekatnya, ligamentum capitis femoris. Sebagai suplai darah untuk caput femoris dari arteri obturatoria
34
dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis. Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah, ke belakang, dan lateral serta membentuk sudut 1250 dan lebih kecil pada perempuan dengan sumbu panjang korpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena adanya penyakit. Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut antara collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trochanter ini di bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian posterior oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum quadratum. Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea aspera. Pada linea ini melekat otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linear melebar ke atas dan ke bawah. Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medial. Tepi lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior corpus, tepatnya di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutea sebagai tempat melekatnya muskulus gluteus maximus. Corpus melebar ke arah ujung distalnya dan membentuk daerah sepertiga datar pada permukaan posteriornya yang disebut facies politea. Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis yang bagian posteriornya dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus ikut serta dalam pembentukan articulatio genu. Diatas condylus
terdapat epicondylus
lateralis dan medialis. Tuberkulum
adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis. Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh muskulus sartorius, muskulus iliacus, muskulus psoas, muskulus pectineus dan musculus quadriceps femoris. Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior fascia tungkai atas dialiri pembuluh darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis, musculus adductor longus,
35
musculus adductor magnus, musculus obturatorius externus dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang fascial medial diperdarahi oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria. Ruang fascia posterior tungkai atas diisi oleh muskulus
biseps
femoris,
muskulus
semitendinosus,
muskulus
semimembranosus, dan sebagian kecil muskulus adductor magnus (otot-otot hamstring)/ dipersarafi oleh ischiadicus ruang fascia posterior tungkai atas diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris. 2.3.2 Definisi Fraktur Femur Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki laki dewasa. Fraktur femur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi yang timbul akibat fraktur femur antara lain perdarahan, cedera organ, infeksi luka, emboli lemak, sindroma pernafasan. 2.3.3 Manifestasi Klinik Fraktur Femur Manifestasi klinis fraktur femur secara umum adalah sebagai berikut : Nyeri Ketidak mampuan untuk menggerakkan kaki Deformitas Bengkak Dampak dari fraktur femur menyebabkan adanya gangguan pada aktivitas individu dimana rata-rata individu tidak bekerja atau tidak sekolah selama 30 hari, dan mengalami keterbatasan aktivitas selama 107 hari. 2.3.4 Klasifiksi Fraktur Femur Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam : A. Fraktur collum femur Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
36
Klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden : a. Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi. b. Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser. c. Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang. d. Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.
Gambar 24. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden. Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan fraktur leher femur stadium I. Jika tidak, maka akan berkembang dengan cepat menjadi fraktur leher femur stadium IV. Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang tertera pada gambar 4.2, yaitu sebagai berikut: a. Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30. b. Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50. c. Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.
A
B
C
Gambar 25. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel
37
B. Fraktur trochanter femur Semua fraktur yang terjadi antara trokanter minor dan trokanter mayor. Fraktur ini bersifat ekstra artikuler dan sering terjadi pada orang tua diatas umur 60 tahun. Terbagi atas: a. Fr. Stabil b. Fr. Tidak stabil Diklasifikasikan atas empat tipe : Tipe 1 : Fraktur melewati trokanter mayor dan trokanter minor tanpa pergeseran Tipe 2 : Fraktur melewati trokanter mayor dan disetai pergeseran trokanter minor Tipe 3 : Fraktur disertai fraktur komunitif Tipe 4 : Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur. C. Fraktur subtrochanter femur Fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu : a. Tipe 1
: Garis fraktur satu level dengan trochanter minor
b. Tipe 2
: Garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor c. Tipe 3
: Garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor D. Fraktur batang femur (dewasa) Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi : a. Frakture Tertutup Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
38
Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
Fraktur femur kanan 1/3 distal
Fraktur femur kanan 1/3 proksimal
Spiraldisplaced Tertutup
Kominutif Displaced Tertutup
b. Frakture Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu : Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar. Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
39
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah) E. Fraktur supracondyler femur Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. F. Fraktur intercondyler femur Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. G. Fraktur condyler femur Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
40
BAB III LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. P.Y
No. DM
: 456592
Umur
: 15 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Pelajar
Agama
: Islam
Asal Suku
: Jawa
Alamat
: Timika
Tanggal MRS
: 27/2/2019
ANAMNESIS a. Keluhan Utama (Autoanamnesis) Nyeri pada kaki kanan dan tidak bisa digerakkan b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan kaki sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Pasien dengan riwayat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan terjadi pada hari Jumat tanggal 22 Februari 2019 (4 hari sebelum MRS), pasien mengaku sedang dibonceng temannya dengan motor pada malam hari kemudian sebuah mobil menabrak dari arah depan. Pasien kemudian jatuh terguling di daerah berumput namun pasien tidak ingat jelas kronologis kejadian, dan hanya merasakan panggul dan kaki kanannya terasa nyeri dan tidak dapat digerakkan saat hendak mengangkat kaki. Riwayat pingsan (+), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), kejang(-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat sakit, alergi dan gangguan yang lain. Pasien tidak ada riwayat operasi.
41
III. PEMERIKSAAN FISIK a. Vital Sign - Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang - Kesadaran : Compos Mentis ; GCS: E4V5M6 = 15 - TTV : TD:160/80 mmHg, N : 77 kali/menit, RR: 24 kali/menit, SB: 36.8 oC, SpO2: 98 % b. Status Interna Kepala/leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembesaran KGB (-), Oral Candidiasis (-/-) Thorax Paru-paru - Inspeksi
: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi dinding dada (-), jejas (-) - Palpasi
: vokal fremitus kanan dan kiri simetris
- Perkusi
: Sonor pada paru kanan dan kiri
- Auskultasi
: Suara nafas dasar : vesikuler; suara tambahan:
wheezing (-/-), ronkhi (-/-) Jantung - Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi
: Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 2 cm kelateral
linea mid clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar. - Perkusi
:
o Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri o Pinggang
: ICS III linea parasternalis kiri
o Batas kiri
: ICS VI 2 cm ke lateral linea midclavicularis kiri.
o Batas kanan : ICS VI linea sternalis kanan - Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II reguler,
bising Jantung (-) Abdomen - Inspeksi
: Tampak datar
- Auskultasi
: Peristaltic (+)
42
gallop
(-),
- Perkusi : Timpani - Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) , Hepar : tidak teraba membesar; Lien : tidak teraba membesar Ekstremitas Superior : akral teraba hangat, sianosis (-/-), edema (-/-) Inferior : akral hangat (+), sianosis (-/-), edema (+/-) Genitalia Terpasang kateter Skrotum tampak membengkak, nyeri tekan (+)
c. Status Lokalis Lokasi : Regio femur dekstra : - Look : Tampak edema, shortening (+), luka (-), deformitas (+), hematom (-), terpasang spalk. - Feel : nyeri tekan (+), hangat pada perabaan, NVD : pulsasi A. Femoralis reguler dan kuat angkat, CRT < 2”. True leg length: dextra: 83 cm, sinistra: 87 cm sedangkan Apparent leg lenght: dextra: 91 cm, sinistra: 94 cm. - Movement : gerak aktif nyeri (+), gerak pasif nyeri (+), ROM terbatas karena nyeri. Regio pelvic : - Look : terpasang pelvic bandage. - Feel : nyeri tekan (+), hangat pada perabaan, NVD : pulsasi A. Femoralis reguler dan kuat angkat, CRT < 2”. True leg length: dextra: 83 cm, sinistra: 87 cm sedangkan Apparent leg lenght: dextra: 91 cm, sinistra: 94 cm. - Movement : gerak aktif nyeri (+), gerak pasif nyeri (+)
43
IV. DIAGNOSIS SEMENTARA Closed fracture complete 1/3 middle right femur Fractur os pelvic (unstable) open book grade V
V.
VI.
TERAPI DAN TINDAKAN SAAT MRS
Ivfd RL 500cc/8jam
Inj ketorolac 30mg/8jam
Inj ranitidine 50mg/12jam
Inj Ceftriaxone 1gr/12jm
Inj kalnex 500mg/8jam
Inj metylprednisolone 125mg/8jm
Xray ulang pelvis
Cek lab persiapan operasi
Pro ORIF
FOTO KLINIS
44
VII.
FOTO RONTGEN
Rontgen Pelvis pre ORIF
Rontgen pelvis post ORIF
45
Rontgen femur dekstra pre ORIF
Rontgen femur dekstra post ORIF
46
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium Tanggal 27 Februari 2019 (saat pasien tiba di IGD RS Dok II Jayapura)
Pemeriksaan
Hasil
Hb
10,5
Hematokrit
29,4
Leukosit
13,30
Trombosit
277
Eritrosit
3,63 Hitung Jenis Leukosit
Basofil
0,2
Eosinofil
0,0
Neutrofil
81,7
Limfosit
11,1
Monosit
7
PT
10,9
APTT
26,3 Kimia Darah
IX.
GDS
133
SGOT
35,1
SGPT
34,3
Bun
13,6
Creatinin
0,48
Kalium Darah
3,66
DIAGNOSA AKHIR Closed fracture complate 1/3 middle right femur Fractur os pelvic (unstable) open book grade V
47
BAB IV PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang seorang anak remaja laki-laki usia 15 tahun datang ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan kaki sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Pasien dengan riwayat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan terjadi pada hari Jumat tanggal 22 Februari 2019 (4 hari sebelum MRS), pasien mengaku sedang dibonceng temannya dengan motor pada malam hari kemudian sebuah mobil menabrak dari arah depan. Pasien kemudian jatuh terguling di daerah berumput namun pasien tidak ingat jelas kronologis kejadian, dan hanya merasakan panggul dan kaki kanannya terasa nyeri dan tidak dapat digerakkan saat hendak mengangkat kaki. Riwayat pingsan (+), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), kejang(-). Berdasarkan teori mengenai fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas. Pada patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok, secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan yang signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan dislokasi sendi panggul sering ditemukan. Dislokasi panggul merupakan suatu trauma hebat. Patah tulang pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang menekan tubuh bagian bawah atau apabila terdapat luka serut, memar, atau hematom di daerah pinggang, sacrum, pubis atau perineum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan tanda-tanda vital dalam batas normal, status generalis dan lain-lain dalam batas normal. Status lokalis dievaluasi melalui look, feel dan movement, pada pada regio femur dekstra
48
tampak edema, shortening (+), nyeri tekan, dan gerakan aktif dan pasif terbatas nyeri. Berdasarkan temuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosis kerja yang dapat ditegakkan adalah closed fracture complete 1/3 middle right femur dan fractur os pelvic (unstable) open book grade V. Untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus ini diperlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini berupa pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan x-ray femur dektra posisi antero posterior (AP) dan lateral (Lat) dan pemeriksaan x-ray pelvis. Rencana pemeriksaan radiologis pada kasus ini sudah sesuai dengan teori yang mengatakan standar untuk menegakkan diagnosis pada fraktur 1/3 middle femur yaitu dengan posisi standar anteroposterior (AP) dan lateral radiografi sudah cukup untuk menentukan jenis fraktur dan derajat displacement-nya. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis pasti yaitu close fraktur 1/3 middle fraktur fractur os pelvic (unstable) open book grade V. Tujuan penatalaksanaan kasus fraktur di femur dan pelvis adalah untuk mencapai tulang yang union dan dapat diterima berdasarkan parameter radiologis untuk optimalisasi fungsi jangka panjang dan mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan terapi konservatif dan terapi operatif. Pada terapi konservatif, pasien diberikan terapi medikamentosa dimana yang pertama dengan memberikan antibiotik dan analgesik. Terapi yang kedua yaitu terapi operatif dengan metode ORIF (Open Reduction Internal Fixation) dengan tujuan untuk reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Setelah dilakukan terapi operatif dengan metode ORIF, 13 hari post ORIF pasien datang untuk kontrol ke poli bedah ortopedi dan dilakukan pengukuran apparent leg length dan true leg length. Hasil yang didapatkan adalah true leg length 87 cm sama antara dekstra dan sinistra, sedangkan untuk apparent leg length 94 cm sama antara dekstra dan sinistra. Salah satu prinsip pengobatan pada fraktur
adalah
retension
(imobilisasi
mempertahankan posisi fragmen post
fraktur)
tujuannya
adalah
reposisi sampai Union.
untuk Indikasi
dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.
49
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Pasien Tn. PY usia 15 tahun datang ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan kaki sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Pasien dengan riwayat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan terjadi pada hari Jumat tanggal 22 Februari 2019 (4 hari sebelum MRS), pasien mengaku sedang dibonceng temannya dengan motor pada malam hari kemudian sebuah mobil menabrak dari arah depan. Pasien kemudian jatuh terguling di daerah berumput namun pasien tidak ingat jelas kronologis kejadian, dan hanya merasakan panggul dan kaki kanannya terasa nyeri dan tidak dapat digerakkan saat hendak mengangkat kaki. Riwayat pingsan (+), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), kejang(-). Berdasarkan kasus di atas, diagnosis ditegakkan dari gejala yang dialami pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan radiologi hasilnya menunjukkan bahwa pasien mengalami closed fracture complate 1/3 middle right femur dan fractur os pelvic (unstable) open book grade V. Pasien atas nama Tn. YP di terapi dengan tindakan operatif serta medikamentosa dan tidak ada komplikasi post pembedahan. Pasien membaik tanpa keluhan pernyerta dan dipulangkan dalam keadaan hidup.
5.2 Saran 1. Instansi terkait sebaiknya lebih memperhatikan penyediaan sarana khususnya yang bersifat instrumental untuk kebutuhan operasi agar mempermudah penanganan terutama untuk kasus fraktur. 2. Tenaga kesehatan perlu dibekali kemampuan penanganan konservatif terhadap fraktur. 3. Diperlukan sosialisasi bagi masyarakat terkait penanganan awal pasien fraktur agar tidak terjadi salah penanganan yang memperburuk kondisi fraktur sebelum ditangani petugas kesehatan.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Function of the bones. 2015, 14 nov. Cited from http://www.medhealth.net/Functions-Of-Bones.html. 2. Jergensen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor: Theodore R. 3. Thompson JC. Netter’s concise orthopaedic anatomy. 2nd Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 2010. p. 2-3,141 4. Aukerman, Douglas F. 2015, 14 Nov. Femur Injuries and Fractures. Citet from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall 5. Asriza, R. A. Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; Medula Unila. 2014;2(3):94-100. 6. Sagaran V.C. Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah Sakit Dr.M.Djamil
Padang
2010-2012.
Padang:
Fakultas
Kedokteran
Universitas Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id 7. Aukerman, Douglas F. 2016, 6 Sept. Femur Injuries and Fractures. Citet from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall 8. Fraktur.
Diunduh
dari
http://bedahugm.net/Bedah-
Orthopedi/Fracture.html. 9. Anatomy
The
pelvis.
Diunduh
dari
http://www.victorchiropractic.com/si.html 10. Fraktur
pelvis.
Diunduh
dari
http://bedahugm.net/Bedah-
Orthopedi/Fracture pelvic.html. 11. Fracture of the Pelvis. Di unduh dari http:// www. American Academy of Orthopaedic Surgeons/fracture pelvic.html. 12. Sjamsuhidajat, R.Wim De Jong. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah: patah tulang dan dislokasi. Jakarta: EGC. hal 840-874. 13. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.
51