Prinsip Dan Konsep Keselamatan Pasien.docx

  • Uploaded by: Setiawan Budi Luhur
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Prinsip Dan Konsep Keselamatan Pasien.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 19,418
  • Pages: 143
Pertemuan II

Prinsip Dan Konsep Keselamatan Pasien

Pengertian Keselamatan Pasien Patient Safety atau keselamatan pasienadalah suatu sistem yang membuat asuhanpasien di rumah sakit menjadi lebih aman (PMK 1691/2011). Sistem ini mencegahterjadinya cedera yang disebabkan olehkesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakanyang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko Identifikasi dan Pengelolaan Risiko(Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak Lanjut dan ImplementasiSolusi) Tujuan • Terciptanya budaya keselamatan pasien diRumah Sakit. • Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakitterhadap pasien dan masyarakat. • Menurunnya KTD di Rumah Sakit. • Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD

Manfaat • Budaya safety meningkat dan berkembang • Komunikasi dengan pasien berkembang • Kejadian tidak diharapkan (KTD) menurun • Risiko klinis menurun • Keluhan berkurang • Mutu pelayan Rumah Sakit meningkat • Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti dengan kepercayaan diri yang meningkat Faktor-Faktor yg Mempengaruhi Penerapan Pasien Safety Kepemimpinan • Peran pemimpin di tingkat nasional untuk pasien safety atas pengtahuan, pengembangan,pembelajaran & promosi praktek yang baik yang telah ditugaskan baik dalam lembaga nasional atau Rumah Sakit. • Pemimpin hrs mempromosikan px safety sebagai inti dari aktivitas pada pasien safety. • Pemimpin hrs melakukn perubhan sptkebijakan melaporkan tindakan kesalahan tanpa hukuman & merahasiakan pelapor.

Individu • Pengetahuan perawat tentang pasien safety • Sikap perawat tentang safety Budaya • Perubahan budaya a/ semboyan baru dalam pasien safety. Perubahan budaya atau transparansi sistem, yang didefenisikan sebagai kesediaan penyedia & pasien untuk secara terbuka & nyaman mengekspresikan keprihatinan mereka tentang pemberian perawatan dengan cara mengidentifikasi kekurangan & mengarahke penghapusan kesalahan,mitigasi/manajemen yg tepat. Infrastruktur • 2 elemen utk peningkatan safety & mutu atas disain proses pelayanan & ketersediaan infrastruktur informasi. • Pekerjaan dapat dirancang untuk menghindari ketergantungan pada memori denganmenggunakan fungsi yang memandu pengguna untuk tindakan yg tepat atau keputusan berikutya. • Penataan tugas penting, sebagai kesalahan tidak dapat dibuat & menyederhanakan proses &standarisasi proses kerja diseluruh unit yang ada. Lingkungan

• Memaksimalkan kenyamanan & martabat pasien • Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional • Membuat ketentuan yg sesuai utk anggota keluarga & pengunjung • Meminimalkan risiko infeksi • Meminimalkan risiko efek samping lain seperti jatuh atau kesalahan pengobatan • Mengelola transportasi pasien • Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu & persyaratan perencanaan pelayanan selanjutnya

SASARAN KESELAMATAN PASIEN Sasaran 1 KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien • Identifikasi sebelum pemberian obat, memberi dan mengambil darah/produk darah, dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis. • Identifikasi sebelum melakukan tindakan/prosedur.

PRINSIP IDENTIFIKASI PASIEN 1.Nama Pasien 2.Tanggal Lahir Pasien 3.Rekam Medis Sasaran 2 PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF Mengembangkan pendekatn untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan • Perintah lengkap secara lisan dan yg melaluitelepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah. • Perintah lengkap secara lisan dan yg melaluitelepon atau hasil pemeriksaan dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.

• Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasioleh pemberi perintah atau yang menyampaikanhasil pemeriksaan. • Kebijakan dan prosedur mengarahkanpelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasilisan atau melalui telepon secara konsisten. Komunikasi Efektif • Komunikasi Verbal (Write Down/ Tulis,Read Back/ Baca Kembali,

Confirmation/Konfirmasi). Menerapkan TBK (Tulis Baca - Konfirmasi kembali. Dilakukan saatmenerima Instruksi verbal / Lisan dan saatmenerima informasi hasil tes kritis secaraverbal / lisan • SBAR (Situation –Background- Assessment-Recommendation) Sasaran 3 PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YG PERLU DI WASPADAI (HIGH ALERT) mengembangkan suatu pendekatan untukmemperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert) • Kebijakan/prosedur dikembangkan agarmemuat proses identifikasi, menetapkanlokasi, pemberian label dan penyimpananelektrolit konsentrat. • Implementasi kebijakan dan prosedur. • Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hatidi area tersebut sesuai kebijakan. Obat yg Perlu diwaspadai 1.Elektrolit konsentrat

2.NORUM (Nama Obat dan Rupa Ucapan Mirip) atau LASA (Look Alike Sound Alike) Obat yang berkatagori tersebut diatas, merupakan obat yang sering menyebabkan Kecelakaan Tak Disengaja ( KTD) dan/atau kejadian Sentinel. Sasaran 4 KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR TEPAT-PASIEN OPERASI Mengembangkan suatu pendekatan utkmemastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur dantepat-pasien. • RS menggunakan suatu tanda yang jelas & dimengerti untuk id entifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam prosespenandaan. • RS menggunakan suatu cheklist/proses lain untuk memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasiendan semua dokumen serta peralatan yangdiperlukan tersedia, tepat dan fungsional. • Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/timeout" tepat sebelum dimulainya suatuprosedur tindakan pembedahan. • Kebijakan dan prosedur dikembangkanuntuk mendukung suatu proses Yang seragam untuk memastikan tepat lokasi,tepat-prosedur, dan tepatpasien,termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

Sasaran 5 PENGURANGAN

RISIKO

INFEKSI

TERKAITPELAYANAN

KESEHATAN Mengembangkan semua pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi yangterkait pelanggaran kesehatan • RS mengadopsi atau mengadaptasi pedoman Hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum dari WHO on Patient Safety. • RS menerapkan program hand hygiene yang efektif. • Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkanpengurangan secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkaitpelayanan kesehatan. Sasaran 6 PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH Mengembangkan sebagai pendekatan untuk mengurangi resiko pasien dari cidera karena jatuh. • RS menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien di indikasikan terjadi perubahan kondisi

atau pengobatan dan lain-lain. • Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh. • Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baikkeberhasilan, pengurangan cedera akibatjatuh dan dampak dari kejadian yang tidakdiharapkan. • Kebijakan dan atau prosedur dikembangkanuntuk mengarahkan penguranganberkelanjutan resiko pasien cedera akibatjatuh di rumah sakit.

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Manusia Pada Keselamatan Kerja Kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan bukanlah peristiwa kebetulan saja, tetapi ada sebab-sebabnya.Sebab-sebab itu perlu diketahui dengan jelas agar usaha keselamatan dan pencegahan dapat diambil, sehingga kecelakaan tidak terulang kembali dan kerugian akibat kecelakaan dapat dihindari.Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah satu kondisi yang tidak aman. Faktor-faktor

penyebab

kecelakaan

kerja

adalah

(umar,2001:67) a. Mesin-mesin yang berbahaya, suara bising dan getaran b. Bahan-bahan yang membahayakan paruparu, mata dan kulit c. Luka-luka fisik dan stress

sebagai

berikut

d. Terbatasnya tempat kerja e. Terpeleset, tersandung, jatuh dan tertimpa barang f. Luka-luka disebabkan oleh kendaraan Peristiwa kecelakaan akan selalu disertai dengan merugikan materi ataupun penderitaan terhadap karyawan dan keluarganya. Penyebab kecelakaan kerja secara umum dapat dibagi : a. Penyebab langsung 1) Perbuatan yang tidak aman (unsafe acts),Didifinisikan sebagai segala tindakan manusia yang dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan pada diri sendiri maupun orang lain. Contoh perbuatan yang tidak aman : metode kerja yang salah, tidak menggunakan alat yang sudah disediakan, menggunakan alat yang sudah rusak, tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja 2) Kondisi yang tidak aman (unsafe condition), didefinisikan sebagai salah satu kondisi lingkungan kerja yang dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan. Contoh kondisi yang tidak aman : kondisi fisik, mekanik, peralatan, kondisi permukaan tempat berjalan dan bekerja, kondisi penerangan, ventilasi, suara dan getaran, kondisi penataan lokasi yang salah. b. Penyebab tidak langsung : - Fungsi manajemen - Kondisi pekerjaan Dari hasil

analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja.Keselamatan dapat dilaksanakan sedemikian mungkin, tetapi untuk tingkat efektifitas maksimum, pekerja harus dilatih menggunakan peralatan keselamatan. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan ini diberbagai Negara tidaklah sama, namun ada kesamaan umum. Menurut Heidjrachman dan Suaad Husnan, sebab-sebab kecelakaan dikelompokkan atas : 1. Sebab Teknis Menyangkut masalah kejelekan pabrik, perawatan mesin-mesin, alat-alat serta kebisingan yang berlebihan. 2. Human (manusia) Jom Fekon Vol 2 No. 1 Februari 2015 7 Biasanya disebabkan oleh deficiencies para individu seperti : sikap yang ceroboh, tidak hati-hati, tidak mampu menjalankan tugas dengan baik,mengantuk, pecandu obat-obat bius/ alkohol. Jenis – jenis Kecelakaan Jenis – jenis kecelakaan kerja dalam buku Himpunan Peraturan Perundang – undangan Ketenagakerjaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 2003 dan ketentuan Migas, CPI mengklasifikasikan kecelakaan sebagai berikut : a. Nyaris celaka ( Near Accident ) Secara fisik seseorang pekerja belum mengalami

kecelakaa, tetapi akibat dari suatu keadaan atau tindakan yang mengarah pada terjadinya kecelakaan. b. Kecelakaan ringan (Minor Accident ) Kecelakaan yang cukup dibantu dengan pertolongan pertama pada kecelakaan atau kecelakaan yang menimbulkan kehilangan kerja kurang dari dua hari atau 2 x 24 jam. c. Kecelakaan sedang (Middle Accident ) Kecelakaan yang berakibat timbulnya kehilangan hari kerja tetapi tidak berakibat cacat atau sementara, dan perawatan di rumah sakit dibawah 21 hari. d. Kecelakaan berat (Serious Accident )Kecelakaan yang berakibat timbulnya kehilangan hari kerja dan berakibat cacat tubuh serta mendapat perawatan di rumah sakit lebih dari 21 hari (Dua Puluh Satu) Hari. e. Kecelakaan fatal Kecelakaan yang berakibat timbulnya korban meninggal. Selain luka – luka dan kematian, kecelakaan kerja dapat pula mengakibatkan kerugian karena terganggunya aktivitas kerja, kerusakan alat-alat lingkungan dan menurunnya moral karyawan terutama bagi mereka yang langsung memahami atau melihat kecelakaan tersebut. Indika Jom Fekon Vol 2 No. 1 Februari 2015 8 kesenangan secara fisik misalnya penerangan terlalu kecil dapat menyebabkan ketidaknikmatan fisik, udara kotor atau miskinnya ventilasi dapat membahayakan bagi kesehatan.

Lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri. Sedangkan menurut Sondang P.Siagian (2004:132) lingkungan kerja merupakan adanya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan merupakan kondisi kerja yang kondusif. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja Menurut Nawawi (2003:226) faktor faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja diantaranya : 1. Kondisi fisik (kondisi kerja) merupakan keadaan kerja dalam perusahaan yang meliputi penerangan tempat kerja, penggunaan warna, pengaturan suhu udara, kebersihan, dan ruang gerak. 2. Kondisi non fisik (iklim kerja) sebagai hasil persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja tidak dapat dilihat atau disentuh tetapi dapat dirasakan oleh karyawan tersebut harus mempunyai kemampuan dalam membentuk iklim kerja tersebut. Pekerja menginginkan kondisi disekitar pekerjaanya baik, karena kondisi tersebut mengarah kepada kenikmatan dan kesenangan secara fisik misalnya penerangan terlalu kecil dapat menyebabkan ketidaknikmatan fisik, udara kotor atau miskinnya ventilasi dapat membahayakan bagi kesehatan.

Lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor yang terdapat pada lingkungan kerja oleh Karlinger (1987) dalam (Isyandi ,2004:134): 1. Fasilitas, bahan baku, mesin dan alatalat produksi 2. Keributan mesin 3. Ventilasi / sirkulasi udara 4. Ruang gerak dalam bekerja 5. Penerangan 6. Temperatur ruangan Indikator Lingkungan Lingkungan Kerja merupakan sesuatu yang ada disekitar pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menyelesaikan semua tugas yang diberikan kepadanya, dengan indikator : a. Perlengkapan kerja b. Fasilitas kerja c. Hubungan dengan atasan d. Hubungan dengan karyawan (Nitisemito 2003 : 109)

Faktor Manusia Pengertian Faktor Manusia Faktor manusia dalam kecelakaan kerja merupakan konsep klasik dalam usaha keselamatan dan pemecahan kecelakaan kerja, karena walau bagaimana pun baik penyebabnya maupun yang diderita semuanya berpulang kepada manusia itu sendiri, tetapi konsep manusia dan kecelakaan kerja bukan hanya menyangkut pada kesalahan awal, terkadang dalam pelaksanaan pekerjaan faktor manusia mengoperasikan peralatan-peralatan yang digunakan merupakan penyebab kecelakaan, karena yang disebabkan manusia itu sendiri mempunyai keterbatasan dalam hubungannya dengan peralatan-peralatan yang dipergunakan. Jadi, faktor manusia pada suatu pekerjaan merupakan faktor yang mengacu pada setiap masalah yang mempengaruhi pendekatan individu terhadap pekerjaan dan kemampuan untuk melaksanakn tugas dan pekerjaan atau faktor manusia sebagai faktor-faktor lingkungan, organisasi dan Jom Fekon Vol 2 No. 1 Februari 2015 9 pekerjaan, karakteristik manusia dan individu yang mempengaruhi perilaku ditempat kerja.(john,2006:86) Faktor manusia merupakan hal yang penting yang ada didalam perusahaan.Karena manusia merupakan suatu asset perusahaan dalam melakukan pekerjaannya. Apabila perusahaan melakukan rekrut karyawan sesuai dengan aturannya baik dari segi kemampuan atau skill yang dimilikinya, maka pihak perusahaan akan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah diterapkan perusahaan. Hal ini berhubungan dengan job analisis.Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan

deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. Disamping faktor manusia ada faktor lain yaitu ketimpangan sistem manajemen seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan, dan pembinaan. Dengan demikian penyebab kecelakaan tidak selalu tunggal tetapi bersifat multi causal sehingga penanganannya harus secara terencana dan komprehensip. Pengaruh faktor-faktor manusia pada pekerjaan dibagi menjadi empat bagian yaitu: 1. Cakupan faktor-faktor manusia mencakup : a. Sikap pekerja terhadap pekerjaannya b. Hubungan antara para pekerja dengan kelompok kerjanya c. Interaksi antara para pekerja dengan pekerjaannya atau lingkungan pekerjaannya d. Kemampuan kerja dan keahlian e. Prilaku individu setiap orang f. Cakupan pelatihan dan instruksi yang disediakan g. Desain, kondisi pabrik dan perlengkapan h. Aturan-aturan dan system kerja 2. Faktor-faktor positif a. Lingkungan manajerial yang membiasakan budaya keselamatan dan kesehatan kerja b. Menyesuaikan kemampuan individu dengan pekerjaan atau mesin

c. Mengadakan pelatihan d. Menyediakan perlengkapan pekerjaan e. Mempunyai tujuan kinerja f. Disiplin kerja yang seimbang dan adil g. Memiliki informasi yang jelas h. Memantau kinerja dan mengkomunikasikan hasilnya i. Menerapkan sistem umpan balik j. Memastikan aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang disepakati bersama telah dipatuhi 3. Faktor negatif a. Minimnya pelatihan dan tugastugas b. Bersikap menentang terhadap aturan-aturan dan pengamanan c. Mengabaikan atau melewati pengamanan dan mengambil jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan d. Mengabaikan apa yang sedang terjadi e. Mengabaikan atau salah memahami apa yang harus dikerjakan f. Gagal mengkomunikasikan atau mengintruksikan dengan benar g. Desain, tata letak pabrik dan perlengkapan yang buruk sehingga tidak

memperhitungkan keterbatasan manusia baik secara mental maupun fisik yang Minimnya arahan yang jelas 4. Faktor-faktor individu a. Sikap individu terhadap tugas dan pekerjaannya b. Derajat motivasi pribadi terhadap pekerjaan Jom Fekon Vol 2 No. 1 Februari 2015 10 c. Apakah pelatihan yang diterima memuaskan kebutuhan individu d. Persepsi terhadap peran individu dalam perusahaan e. Kemampuan memenuhi tuntutan pekerjaan f. Materi pelatihan yang mudah dipahami g. Melihat kerja sebagai tantangan Dalam hal sikap diatas akan berkurangnya perhatian karyawan tersebut terhadap keselamatan kerja dan karyawan tersebut bisa melakukan tindakan kekacauan untuk menciptakan suasana yang tidak aman kelompok kerja diperusahaan pada umumnya. Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengoperasikan peralatan-peralatan yang digunakan, seperti psikologi, keterampilan, pengetahuan.Selain itu juga disebabkan oleh efisiensi para individu seperti sikap ceroboh, tidak hati-hati, tidak mampu menjalankan tugas dengan baik.

Apabila perusahaan melakukan rekrut karyawan sesuai dengan aturannya baik dari segi kemampuan atau skill yang dimilikinya, maka pihak perusahaan akan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah diterapkan perusahaan. Hal ini berhubungan dengan job analisis.Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. Dengan demikian manusia akan lebih mengetahui tentang pekerjaan yang akan dilakukannya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dimana hal tersebut akan mengurangi tingkat kecelakaan kerja pada saat ia bekerja. Faktor-faktor Manusia Sementara penelitian lain menunjukkan bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia (Santoso,2004) 1. Ketidak seimbangan fisik atau kemampuan tenaga kerja, antara lain : tidak sesuai berat badan, posisi tubuh yang menyebabkan mudah lemah, cacat fisik dan cacat sementara. 2. Ketidak seimbangan kemampuan psikologi, antara lain: rasa takut atau phobia gangguan emosional, gerakan lambat, tidak mampu memahami, keterampilan kurang. 3. Kurang pengetahuan, antara lain: kurang pengalaman, kurang orientasi, kurang latihan memahami pekerjaan. 4. Kurang keterampilan, antara lain: kurang mengadakan pelatihan praktik, penampilan kurang, kurang kreatif, salah pengertian.

5. Stress mental, antara lain: emosi berlebihan, beban mental berlebihan, pendiam dan tertutup, frustasi dan sakit mental. 6. Stress fisik, antara lain: badan sakit, beban tugas berlebihan, kurang istirahat, terpapar bahan berbaya, terpapar panas yang tinggi, kekurangan oksigen, gerakan terganggu. 7. Motivasi menurun (kurang termotivasi) antara lain: mau bekerja apabila ada penguatan atau hadiah, frustasi berlebihan, tidak ada umpan balik, tidak mendapat insentif produksi, tidak mendapat pujian dari hasil kerjanya dan terlalu tertekan. Indikator Faktor Manusia Yang menjadi indikator Faktor manusia menurut John ( 2006 : 86) adalah sebagai berikut : a. Sikap pekerja terhadap pekerjaan b. Kemampuan dan keahlian kerja c. Sikap/perilaku karyawan yang baik d. Kelalaian karyawan

Cara Untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien Dengan Metode Peningkatan kualitas

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 6 mewajibkan setiap Rumah Sakit membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) Tugas TPKRS adalah :  Mengembangkan program keselamatan pasien Rumah Sakit sesuai dengan kekhususan Rumah Sakit tersebut  Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien Rumah Sakit  Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien Rumah Sakit  Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan Rumah Sakit untuk melakukan pelatihan internal keselamatan pasien Rumah Sakit  Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran  Memberikan masukan dan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit  Membuat laporan kegiatan kepada Kepala Rumah Sakit

EBP Untuk Peningkatan Keselamatan Pasien A. Definisi Evidance Based Practice (EBP) merupakan proses penggunaan buktibukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien (Nurhayati, 2015). Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan, menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain,EBP merupakan salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara maksimal. Keselamatan pasien (safety patient) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes No 1691,2011). B. Konsep-Konsep EBP Evidanced Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna keputusan klinik dalam merawat individu pasien. a. Model Settler Merupakan seperangkat perlengkapan/media penelitian untuk

meningkatkan penerapan Evidence based. 5 langkah dalam Model Settler: Fase 1 : Persiapan Fase 2 : Validasi Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan Fase 4 : Translasi dan aplikasi Fase 5 : Evaluasi b. Model IOWA Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi,maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan. c. Model konseptual Rosswum & Larrabee Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri dari 6 langkah yang digambarkan dalam bagan di bawah ini. Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan praktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur

yang

standar.

C. Pentingnya riset untuk EBP 1. Gambaran yaitu mengidentifikasi dan memahami fenomena dan hubungan antar fenomena. 2. Penjelasan yaitu mengklarifikasi hubungan antara fenomena dan mengidentifikasi alasan mengapa peristiwa tertentu terjadi 3. Prediksi yaitu memperkirakan outcome yang spesifik pada situasi tertentu 4. Kontrol yaitu jika outcome suatu situasi bisa diprediksi, langkah selanjutnya adalah mengontrol atau memanipulasi situasi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

D. Hambatan Untuk Menggunakan EBP Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari telah dikutip dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain : 1. Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek 2. Kesulitand alam mengubah praktek 3. Kurangnya dukungan administratif 4. Kurangnya mentor berpengetahuan 5. Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian 6. Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian.

7. Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti. 8. Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia. 9. Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel. 10.

Tidak

E.Hubungan

ada

waktu

EBP

dalam

dengan

bekerja

untuk

membaca

penelitian

Peningkatan

Safety

Patient

Menurut Undang-undang No 29 pasal 1 tahun 2004 pasien merupakan setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Safety merupakan derajat dimana pengembangan organisasi, peralatan, bersikap tidak membahayakan, atau mengurangi resiko pada pasien staff, atau pengunjung. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen, resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Untuk mengurangi resiko dan mencegah cedera dalam upaya peningkatan keselamatan pasien maka perawat dalam melakukan praktiknya baik itu di rumah sakit maupun di dalam praktik mandiri setiap prosedur dalam upaya keselamatan pasien diperlukan Evidance Based Practice merupakan bukti

ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien dimana dalam praktiknya dalam pemberian asuhan keperawatan diharapkan dapat mengidentifikasi dan memahami fenomena dan hubungan

antar

fenomena

yang terjadi,mengklarisifikasi hubungan antara fenomena dan mengklarifikasi hubungan antar fenomena dan mengidentifikasi alasanan mengapa peristiwa tertentu terjadi, dapat memperkirakan outcome atau hasil yang spesifik pada situasi tertentu serta diharapkan perawat dapat mengontrol apabila outcome suatu situasi bisa diprediksi, dan menentukan langkah selanjutnya untuk memberikan intervensi yang akurat untuk keselamatan pasien. Jadi pada dasarnya dalam setiap perawat melakukan praktiknya yaitu memberikan intervensi dalam upaya pemberian asuhan keperawatan diharapkan sesuai dengan bukti ilmiah yang telah ada agar dalam tindakan praktik keperawatan dalam memberikan intervensinya tidak asalasalan terutama dalam hal safety patient.

Pertemuan III

Budaya Dalam Lingkup Kerja Perawat dalam Peningkatan Keselamatan Pasien

Menurut Blegen (2006)dalam Hamdani (2007) budaya keselamatan pasien adalah persepsi yang dibagikan diantara anggota organisasi ditujukan untuk melindungi pasien dari kesalahan tata laksana maupun cidera akibat intervensi. Menurut Bird (2005) dalam Hamdani (2007) manfaat budaya keselamatan pasien antara lain: A.Organisasi lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika kesalahan telah terjadi B.Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian sama yang berulang kembali dan keparahan dari keselamatanpasien. C.Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan.

D.Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan yang telahdiperbuat E.Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang mengalami insiden umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan dan pengobatan yang diberikan lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien. F.Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi. G.Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan dalam menangani keluhan pasien.

Penyebab Terjadinya Adverse Events Terkait Prosedur Invasif Adverse Event atau kejadian tidak diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi. Sedangkan pada tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak.

K3 Dalam Keperawatan : Tujuan , Manfaat , Etika Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial Tujuan  Mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan selamat  Mewujudkan tenaga kerja yang sehat dan produktif  Mewujudkan laboratorium yang berkualitas dan terpercaya  Mewujudkan sistem informasi hiperkes dan keselamatan kerja Manfaat Prosedur Kerja K3  Pekerjaan medis merasa aman melakukan pekerjaannya dan rumah sakit juga diuntungkan karena.  Hemat waktu – karena perawat tidak harus berfikir panjang dan hanya mengikuti prosedur yang telah diterapkan Etika Keperawatan Otonomi (Autonomi) Beneficence (Berbuat Baik) Justice (Keadilan)

Non-maleficence (tidak merugikan) Veracity (Kejujuran) Fidelity (Menepati janji) Confidentiality (Kerahasiaan) Accountability (Akuntabilitasi)

Kebijakan K3 Berkaitan Dengan keperawatan Di Indonesia Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990): Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. Relevansi kebijakan K3 Nasional dengan tugas perawat :  pemberi Asuhan Keperawatan  penyuluh dan konselor bagi Klien  pengelola Pelayanan Keperawatan  peneliti Keperawatan  pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang  pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.

Pertemuan IV dan V

Konsep Dasar K3  Memfasiltasi kegiatan K3 baik tingkat nasional dan organisasi.  Melaksanakan perbaikan terus menerus terhadap biroksrasi, administrasi dan biaya.  Kerjasama antar instansi terkait dalam kerangka manajemen K3  Melakukan evaluasi berkala terhadap efektifitas kebijakan K3 nasional.  Mempublikasikan manajemen K3  Memastikan manajemen K3 diberlakukan sama terhadap kontraktor, pekerja kontrak dan pekerja tetap.

Risiko dan Hazard Dalam Pengkajian Keperawatan  Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya  Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian  Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan perawat  Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik  Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya. Risiko dan Hazard Dalam Perencanaan Keperawatan Perencanaan tindakan asuhan keperawatan tidak sesuai dengan apa yang harus diberikan kepada pasien Perawat tidak mengetahui rencana tindakan apa yang harus diberikan kepada pasien. Risiko dan Hazard Dalam Implementasi Keperawatan Perawat tidak kompeten dalam memberikan tindakan asuhan keperawatan Perawat beresiko terhadap tindakan yang di lakukan tidak menggunakan standar oprasional prosedur Perawat gagal dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan Tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana tindakan Risiko dan Hazard dalam Evaluasi Asuhan Keperawatan

Perawat tidak mampu mengumpulkan datadata pasien , dan pasien berisiko terlalu lama dirumah sakit. Risiko pasien terlalu lama dirumah sakit pasien tertular berbagai macam penyakit yang ada dalam ruangan maupun ruangan luar . Tidak ada peningkatan pada hasil evaluasi asuhah Keperawatan

Pertemuan VI

Peran Manajemen Risiko dalam Keselamatan Pasien

 Menghindari Kerugian Sebelum Terjadi Risiko Menghindari Kerugian Setelah Terjadi Risiko Mengurangi Pengeluaran Mencegah Rumah Sakit dari Kegagalan , Menaikan Keuntungan Rumah Sakit Menekan Biaya Produksi dan sebagainya Pentingnya Peran Manajemen Risiko 1. Mengurangi kejadian yang tidak dapat terduga 2. Mencari kesempatan atau peluang 3. Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektifitas 4. Meningkatkan keuntungan ekonomis dan efisiensi 5. Meningkatkan informasi sebagai masukan sebagai proses pengambilan keputusan 6. Meningkatkan reputasi organisasi atau perusahaan 7. Sebagai komitmen direksi untuk melindungi pekerja 8. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan, dan governance. 9. Meningkatkan kesejahteraan kesehatan personal dan pekerja lainnya. Proses Manajemen Resiko

1.Penetapan ruang lingkup Menetapkan tujuan, kebijakan, strategi penerapan, metode atau cara pelaksanaan manajemen risiko, serta pencapaian yang ditargetkan oleh perusahaan. 2.Identifikasi risiko Melakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola, mencari tahu jenis hazard apa saja yang mungkin menimbulkan risiko, bagaimana dan mengapa risiko tersebut muncul. 3.Analisis risiko Melakukan estimasi risiko dengan mengkombinasikan faktor probabilitas atau likelihood dan konsekuensi, dengan mempertimbangkan upaya pengendalian risiko yang telah dilakukan. 4.Evaluasi risiko Membandingkan tingkat risiko yang didapat dalam proses analisis risiko dengan kriteria evaluasi yang digunakan, menentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak.

5.Pengendalian risiko Melakukan penanganan atau pengendalian terhadap risiko, terutama risiko dengan tingkat tinggi dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi 6. Monitoring dan review

Melakukan pemantauan dan pengkajian utama terhadap tingkat risiko, serta efektifitas program, penanganan risiko yang telah dilakukan agar selanjutnya dapat ditentukan tindakan koreksi dan perbaikan yang perlu dilakukan. 7. Komunikasi dan konsultasi Melakukan komunikasi dua arah antara pihak manajemen dan pekerja untuk mendapatkan masukan mengenai implementasi pengelolaan risiko di tempat kerja guna perbaikan system pengelolaan risiko tersebut.

Hirarki Pengendalian Risiko Eliminasi Eliminasi berarti menghilangkan bahaya. Contoh tindakan eliminasi adalah berhenti menggunakan zat kimia beracun, menerapkan pendekatan ergonomic ketika merencanakan tempat kerja baru, mengeliminasi pekerjaan yang monoton yang bisa menghilangkan stress negatif, dan menghilangkan aktifitas forklift dari sebuah area. Substitusi Substitusi berarti mengganti sesuatu yang berbahaya dengan sesuatu yang memiliki bahaya lebih sedikit. Contoh tindakan substitusi adalah mengganti aduan konsumen dari telepon ke on line, , menggnti cat dari berbasis solven ke berbasis air, mengganti lantai yang berbahan licin ke yang tidak licin, dan menurunkan voltase dari sebuah peralatan. Rekayasa Teknik, Reorganisasi dari Pekerjaan, atau Keduanya Tahapan rekayasa teknik dan reorganisasi dari pekerjaan merupakan tahapan untuk memberikan perlindungan pekerja secara kolektif. Contoh perlindungan dalam rekayasa teknik dan reorganisasi pekerjaan adalah pemberian pelindung mesin, system ventilasi, mengurangi bising, perlindungan melawan ketinggian, mengorganisasi pekerjaan untuk melindungi pekerja dari bahaya bekerja sendiri, jam kerja dan beban kerja yang tidak sehat Pengendalian Administrasi

Pengendalian administrasi merupakan pengendalian risiko dan bahaya dengan peraturan-peraturan terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat. Contoh pengendalian administrasi adalah melaksanakan inspeksi keselamatan terhadap peralatan secara periodik, melaksanakan pelatihan, mengatur keselamatan dan

kesehatan

kerja

pada

aktivitas

kontraktor,

melaksanakan safety

induction, memastikan operator forklift sudah mendapatkan lisensi yang diwajibkan, menyediakan instruksi kerja untuk melaporkan kecalakaan, mengganti shift kerja, menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan dan risiko pekerjaan (missal terkait dengan pendengaran, gangguan pernafasan, gangguan kulit), serta memberikan instruksi terkait dengan akses kontrol pada sebuah area kerja. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 8 Tahun 2010 adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Contoh Alat Pelindung Diri adalah baju, sepatu keselamatan, kacamata keselamatan, perlindungan pendengaran dan sarung tangan.

Manjemen Risiko K3 di Dalam Gedung dan Diluar Gedung Manajemen risiko Manajemen risiko adalah proses pengukuran ataupenilaian risiko serta pengembangan strategipengelolaannya. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Manajemen sebagai suatu ilmu prilaku yang mencakupaspek sosial dan spiritual yang tidak terlepas daritanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja,baikdari segi perencanaan,maupun

pengambilankeputusan

dan

organisasi

sehingga

dapatmeminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. FAKTOR-FAKTOR RISIKO K3 DILUAR GEDUNG 1.Ruang bangunan dan halaman RS. 2.Lingkungan bangunan RS. 3.Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir. 4.Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidakberdebu, tidak becek, atau tidak terdapat genanganair, dan dibuat landai menuju ke saluran terbukaatau tertutup, tersedia lubang penerima air masukdan disesuaikan dengan luas halaman. 5.Pencahayaan 6.Kebisingan 7.Kebersihan 8.Saluran air limbah domestik dan limbah medis harustertutup dan terpisah

9.Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikandengan luas lahan keseluruhan 10.Tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampahharus disediakan tempat sampah. 11.Selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitassanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhipersyaratan kesehatan. 12.Jalur lalu lintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harusdipisahkan. 13.Ketetapan yang diatur oleh the environment protectionact 1990 mendefinisikan : Polutan, Limbah terkendali,Limbah khusus. 14.Kriteria limbah berbahaya. FAKTOR-FAKTOR RISIKO K3 DIDALAM GEDUNG Akses Pasien: 1. Proses pemulangan pasien lama 2. Pasien pulang paksa 3. Kegagalan merujuk pasien 4. Ketidaktersediaan tempat tidur 5. Proses transfer pasien yang tidak baik Kecelakaan: 1. Tersengat listrik

2. Terpapar dengan bahan berbahaya 3. Tertimpa benda jatuh 4. Tersiram air panas 5. Terpeleset Asesmen dan Terapi 1. Kesalahan identifikasi pasien 2. Reaksi transfusi darah 3. Kesalahan pelabelan spesimen laboratorium 4. Kegagalan konsultasi interdisiplin pasien 5. Code blue Masalah administrasi keuangan pasien 1. Kesalahan estimasi biaya 2. Pengenaan tagihan yang sama 2 x 3. Kesalahan input data tagihan

Pertemuan VIII

Mengenali dan Berespon Terhadap Adverse events Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing. 1.Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names). Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik. 2.Pastikan identifikasi pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dan sebagainya. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi dalam metode

identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini, serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama. 3.Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima pengoperan pasien antara unitunit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima, dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima. 4.Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar. Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur, dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur ’Time out” sesaat sebelum

memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. 5.Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated). Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah, dan pencegahan atas campur aduk atau bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. 6.Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan. Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dana tau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi, dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan. 7.Hindari Salah kateter dan salah sambung slang (tube). Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang

salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail atau rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan ketika menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar). 8.Gunakan alat injeksi sekali pakai. Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah, dan praktek jarum sekali pakai yang aman. 9.Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi nosokomial. Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcoholbased hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja, dan pengukuran

kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan atau observasi dan tehnik-tehnik yang lain. Pendekatan Penanganan KTD atau Error menurut James Reason dalam Human error management : models and management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD. 1.Pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, dan sembrono. Sehingga bila terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang berbuat salah. 2.Pendekatan sistem Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah

kondisi

dimana

manusia

itu

bekerja.

Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model keju Swiss. Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.

PENGGUNAAN

TEKNOLOGI

DALAM

PENINGKATAN

KESELAMATAN PASIEN 1.Menghilangkan Kesalahan dan Kejadian Buruk. 2.Mengurangi Kejadian atau Kesalahan Buruk. 3.Mengurangi Dampak dari Kesalahan Setelah Mereka Muncul untuk Meminimalkan Injury. 4.Mendeteksi Kesalahan Awal Sebelum Kecelakaan Terjadi. CONTOH PENGGUNAAN TEKNOLOGI DALAM KESELAMATAN PASIEN Penggunaan oxymetrypulse Oxymetry pulse memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi oksigenasi menurun sebelum gejala klinis muncul, dan dengan demikian lebih cepat mendiagnosa dan mengobati penyebab. Alarm dan sistem peringatan Penggunaan alarm dan sistem peringatandalam pemberian asuhan keperawatan untuk mendeteksi kesalahan sebelum cedera perlu dipertimbangkan. Beberapa contohpenggunaan alarm antara lain : alarm padapompa monitor jantung, dan alarmventilator. Barcode, scanning, dan robot

IV,

alarm

Sistem ini dapat mengurangi kesalahan

administrasi pengobatan oleh dokter

dengan adanya verifikasi identitas pasien dan validasi obat yang diinstruksikan. Telenursing dantelehealth Telenursing

dan

telehealth

memberikan perawatan dan

adalah

penggunaanteknologi untuk

melakukan praktik keperawatan jarak jauh.

semua dilakukan dengan menggunakan

teknologi seperti internet, komputer, alat

pemantauan digital, dan peralatan telemonitoring

STRATEGI

TERKAIT

PENGGUNAAN

TEKNOLOGI

UNTUK

KESELAMATAN PASIEN (WHO) Kebijakan Perawat sebagai pemberi perawatan pasien

langsung harus terlibat dalam

menetapkan dan mengevaluasi kebijakan kelembagaan,organisasi, dan masyarakat yang berkaitandengan teknologi. Kualitas dan keamanan Perawat

dapat memastikan

bahwa

teknologiyang

mereka

gunakan

memenuhi kualitas danstandar keselamatan dan spesifikasi teknis yangdiperlukan sesuai dengan lingkungan klinis dimana alat tersebut digunakan.

Akses Perawat dapat memastikan bahwakeputusan-keputusan institusi dibuatberdasarkan masukan dari mereka dan jugamasukan dari stakeholders lainnya. Penggunaan Perawat harus terlibat dalam kebijakan intuitifmereka dan proses yang berhubungan denganpemeliharaan, pelatihan, pemantauan, danpelaporan efek samping terkait dengan teknologi.

PERAN KERJA TIM UNTUK KESELAMATAN PASIEN Hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab dengan penyedia layanan kesehatan lain

dalam pemberian(penyediaan)asuhan

pasien(ANA,1992dalam

kozier,Fundamental keperawatan)kesehatan yang terdiri dari berbagai profesi seperti dokter,perawat,psikiater,ahli gizi,farmasi,pendidik di bidang kesehatan dan pekerja sosial tujuan utama dalam tim adalah memberikan pelayanan yang tepat,oleh tim kesehatan yang tepat,di waktu yang tepat,serta di tempat yang tepat elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan komunikasi yang efektif,saling menghargai, rasa percaya,dan proses pembuatan keputusan(kozier ,2010) konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri merupakan hubungan kerjasama yang

kompleks

dan

membutuhkan pertukaran

pengetahuan

yang

berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk pasien. Jenis kolaborasi Tim kesehatan  Fully integrated major;bentuk kolaborasi yangsetiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang sama untuk tujuan yang sama.  artially integrated major;bentuk kolaborasiyang setiap anggota dari tim memiliki tanggung jawab yang berbeda tetapi tetap memiliki tujuan bersama.  Join program Office ; bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memilikihubungan pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan bersama.  Join partnership with affiliated programming : kerja sama yang memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu dan lainnya  Join partnership For issue advocacy : bentuk kolaborasi yang memiliki misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka pendek,namun tidak harus membentuk tim yang baru. Pengtinnya kolaborasi tim kesehatan dan patientsafety Kolaborasi

sangatlah

penting

karena masing-masing

tenaga

kesehatan

memiliki pengetahuan,keterampilan,kemampuan,keahlian,dan pengelaman

yang

berbeda.Dalam kolaborasi tim kesehatan ,mempunyai tujuan yang sama yaitu sebuah

keselamatan

untuk

pasien.selain

itu,kolaborasi tim kesehatan ini dapat meningkatkan performa di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem pelayan kesehatan.Semua tenaga kesehatan dituntut

untuk memiliki kualifikasi baik pada bidangnya masing-masing sehingga dapat mengurangi faktor kesalahan manusia dalam memberikan pelayanan kesehatan. Kolaborasi penting bagi terlaksananya patientsafety,seperti: 1.Pelayanan kesehatan tidak mungkin dilakukan oleh 1 tenaga medis. 2Meningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan. 3.Dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilakukan agar tidak terulang. 4.Dapat meminimalisirkan kesalahan. 5.Pasien akan dapat berdiskusi dan berkomunikasi dengan baik ,untuk dapat menyampaikan keinginannya. Manfaat kolaborasi tim kesehatan ,yaitu: 1.Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda

dapat

terintegrasikan

sehingga terbentuk tim yang Fungsional 2.Kualitas pelayan kesehatan meningkatsehingga

masyarakat

mudah

menjangkau pelayanan kesehatan. 3.Bagi tim medis saling berbagai pengetahuandari profesi kesehatan lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang kompak. 4.Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional. 5.Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efisiensi sumber daya. 6.Meningkatkan kepuasan profesionalisme,loyalitas,dan kepuasan kerja.

7.Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan. 8.Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayan kesehatan. 9.Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi

antar

tenaga

kesehatan

profesional sehingga saling menghormati dan bekerja bersama. 10.Bentuk tim kesehatan memiliki pengetahuan,keterampilan dan pengalaman.

PERAN PASIEN DAN KELUARGA SEBAGAI PARTNER DI PELAYANAN KESEHATAN UNTUK MENCEGAH BAHAYA DAN ADVERSE EVENTS Rumah Sakit dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan melibatkan tim kerja dari berbagai profesi, maka rumah sakit menyiapkan sistem layanan terintegrasi yang berfokus pada pasien untuk memberi pelayanan yang aman dengan enam sasaran keselamatan pasien yaitu :

1.

Ketepatan identifikasi pasien

2.

Komunikasi efektif

3.

Pemberian obat secara aman

4.

Ketepatan pasien, lokasi dan prosedur operasi

5.

Pencegahan infeksi

6.

Pencegahan pasien jatuh.

Dalam melaksanakan program tersebut diperlukan kerja sama antara tim kesehatan serta pasien dan keluarga Peran keluarga secara aktif dalam menjaga keselamatan pasien rawat inap adalah :

1.

Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur

2.

Mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab pasien

maupun keluarga.

3.

Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.

4.

Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

5.

Mematuhi dan menghormati peraturan rumah sakit.

6.

Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses bersama

tim kesehatan mengelola pasien 7.

Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Penerapan enam sasaran keselamatan pasien dan peran keluarga dalam menjaga keselamatan pasien rawat inap di rumah sakit

1. Ketepatan Identifikasi Pasien Pasien dalam keadaan tidak sadar, gelisah, mengalami gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan proses pikir, mendapat obat bius, atau gangguan lain tidak mampu melakukan identifikasi diri dengan benar selain itu pasien yang pindah ruang rawat atau bertukar tempat tidur saat perawatan di rumah sakit berisiko mengalami ketidaktepatan identifikasi, maka rumah sakit menyusun sistem untuk memastikan identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan adalah tepat dan jenis pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut adalah sesuai.

Peran Pasien dan keluarga untuk memastikan ketepatan identifikasi pasien adalah:

a. Memberikan data diri yang tepat pada saat mendaftar sesuai dokumen data diri yang dimiliki. Data utama yang diperlukan adalah nama dan tanggal lahir b. Selama rawat inap pasien dipakaikan gelang. Pasien dan keluarga harus memahami fungsi gelang dan patuh menggunakan gelang tersebut selama rawat inap karena gelang tersebut dipakai oleh tim kesehatan guna memastikan kebenaran identitas dan faktor risiko pasien saat memberikan pelayanan. Ø Gelang warna biru untuk laki-laki dan gelang warna merah muda untuk perempuan Ø

dipakai

untuk

identifikasi

Gelang warna merah dipasangkan pada pasien yang memiliki riwayat

alergi Ø

Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang memiliki risiko

jatuh c. Pasien atau keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas oleh petugas saat akan melakukan tindakan, memberikan obat, mengambil preparat untuk pemeriksaan laborat dan lain-lain. 2. Komunikasi efektif Pasien yang menjalani rawat inap dikelola oleh dokter dan berbagai profesi lain sebagai tim dengan menerapkan sistem komunikasi yang efektif untuk memberikan pelayanan Peran pasien dan keluarga mewujudkan komunikasi efektif adalah:

a. Menunjuk atau menetapkan anggota keluarga yang diberi kewenangan untuk berkomunikasi dengan tim kesehatan. Penunjukkan ini diperlukan untuk memastikan komunikasi berlangsung efektif dan berkesinambungan, tidak mengalami rantai komunikasi yang panjang dan kompleks yang berisiko menyebabkan perubahan makna isi informasi. b. Memberikan informasi dan data terkait kondisi pasien kepada tim kesehatan dengan benar dan jelas. c. Memberikan informasi pada petugas bila ada kejadian tidak diharapkan. d. Meminta informasi yang diperlukan kepada tim kesehatan 3. Pemberian obat secara aman Pemberian obat merupakan bagian yang mengambil porsi dominan dalam tata kelola pasien rawat inap.

Peran serta keluarga dalam menjamin keamanan pemberian obat adalah a. Memberikan informasi yang lengkap tentang riwayat obat yang pernah dipergunakan sebelum masuk rumah sakit b. Memberikan informasi tentang riwayat alergi atau reaksi yang dialami saat menggunakan obat tertentu c. Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat inap dengan cara memastikan identitas pasien benar, menanyakan jenis obat yang diberikan, tujuan pemberian, dosis dan waktu pemberian obat

4.

Kepastian

Tepat-Lokasi,

Tepat-Prosedur,

Tepat-Pasien

Operasi

Tindakan operasi merupakan salah satu prosedur yang mungkin dilakukan pada pasien untuk mengatasi masalah kesehatannya. Bagian tubuh yang akan dioperasi bisa meliputi bagian yang bersisi (misalnya tangan atau kaki kanan dan kiri, mata kanan dan kiri) atau bagian yang multipel level (misalnya tulang belakang) atau bagian yang multipel struktur (misalnya jari tangan) dengan demikian diterapkan sistem untuk memastikan tindakan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien Salah satu prosedur yang dilakukan sebelum tindakan operasi adalah proses verifikasi. Peran pasien dan keluarga dalam proses verifikasi praoperasi adalah memberikan informasi yang benar dan bekerja sama secara kooperatif Proses yang dilakukan meliputi a. Verifikasi

lokasi,

prosedur,

dan

pasien

yang

benar

Proses ini dilakukan dengan membuat tanda pada lokasi yang dioperasi. Penandaan lokasi operasi ini melibatkan pasien, dibuat oleh dokter yang akan melakukan tindakan dan dilaksanakan saat pasien dalam keadaan sadar .Tanda ini tidak boleh dihapus dan harus terlihat sampai saat akan disayat. b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik c. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus yang dibutuhkan. 5.

Pengurangan

risiko

infeksi

terkait

pelayanan

kesehatan

Rumah sakit merupakan tempat yang memungkinkan berkumpulnya berbagai jenis kuman sedangkan pasien yang sedang dirawat memiliki daya tahan tubuh

relatif rendah dengan demikian diperlukan suatu proses bersama untuk mencegah timbulnya infeksi lain yang tidak berhubungan dengan penyakit utama pasien Peran pasien dan keluarga dalam pengurangan risiko terkait pelayanan kesehatan adalah a. Menerapkan

prosedur

cuci

tangan

yang

benar

Keluarga memiliki kemungkinan sering kontak dengan pasien, maka untuk melindungi diri sendiri dan melindungi pasien dari perpindahan kuman disarankan keluarga menerapkan prosedur cuci tangan yang benar pada 5 (lima) momen yaitu saat sebelum kontak dengan pasien, sesudah kontak pasien, sesudah ke toilet, sebelum dan sesudah makan. Perlu diperhatikan juga bahwa lingkungan sekitar pasien berisiko terpapar kuman maka disarankan mencuci tangan sesudah kontak dengan lingkungan pasien (meja,

alat

tenun,

tempat

tidur

dsb),

Guna memperoleh hasil cuci tangan yang optimal Pasien dan keluarga disarankan mencermati dan mengikuti petunjuk 6 (enam) langkah mencuci tangan yang diberikan oleh petugas atau panduan cuci tangan yang ada di rumahsakit b. Membatasi

pengunjung

pasien

Selama pasien dirawat di rumah sakit seyogyanya pasien tidak berinteraksi dengan banyak orang karena berisiko terpapar kuman dari pengunjung dalam keadaan pertahanan diri yang relatif rendah dengan demikian peran keluarga diperlukan untuk membatasi pengunjung yang kontak dengan pasien

c. Menerapkan

etika

batuk

yang

benar

Keluarga dan pengunjung yang batuk berisiko menyebarkan kuman melalui partikel halus di udara dengan demikian bila sedang mengalami batuk keluarga perlu menggunakan masker atau menerapkan tehnik perlindungan yang benar saat batuk yaitu menutup mulut dan hidung menggunakan lengan. 6.

Pengurangan

Risiko

Pasien

Jatuh

Individu yang sedang sakit memiliki keterbatasan dalam pengamanan diri termasuk menghindari jatuh. Rumah sakit mengambil tindakan untuk mengurangi risiko dengan melakukan pengkajian faktor-faktor yang dapat menyebabkan jatuh seperti, penggunaan obat, gaya jalan dan keseimbangan, alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien, riwayat jatuh saat berjalan atau saat istirahat baring di tempat tidur.

Peran pasien dan keluarga dalam mencegah jatuh saat dirawat di rumah sakit adalah a. Pastikan penanda pasien beresiko jatuh berupa gelang kuning dipakai pasien b. Jangan melepas atau memindah kartu kuning yang dipasang petugas dekat tempat tidur pasien atau di depan kamar pasien karena kartu tersebut merupakan penanda untuk mewaspadai pasien yang beresiko jatuh c. Keluarga atau pasien perlu memastikan diri untuk memahami informasi yang diberikan oleh petugas agar dapat mendukung tindakan pencegahan

jatuh. Informasi -

yang

-

pasien,

tindakan

-

diketahui

adalah:

faktor resiko jatuh yang teridentifikasi seperti obat yang dipergunakan,

kesadaran -

perlu

keseimbangan

pencegahan

cara

jatuh

untuk

saat yang

berjalan,dll

perlu

minta

dilakukan bantuan

cara menggunakan bel atau sarana komunikasi di ruangan cara

mengatur

pengamanan

tempat

tidur

- pengggunaan tali pengaman, dll Pengelolaan pasien rawat inap tidak hanya mejadi tanggung jawab tim kesehatan tetapii melibatkan juga pribadi pasien sendiri dan keluarga, maka setiap bagian perlu menjalankan peran masing-masing sesuai tugasnya karena proses kerja sama yang baik merupakan dasar yang kuat untuk memperoleh hasil optimal.

Pertemuan IX

PENYAKIT AKIBAT KERJA PADA PERAWAT : PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR I. Definisi Penyakit Sebelum kita mendeskripsikan suatu penyakit kita juga harus memahami konsep penyakit itu sendiri, agar kita dapat mendeteksi penyakit tersebut dan melakukan tindakan kesehatan sesuai prosedur pelayanan kesehatan. Perbedaan konsep penyakit antara tenaga kesehatan dan masyarakat menyebabkan gagalnya peningkatan pelayanan kesehatan dalam masyarakat. Berikut beberapa pendapat tentang definisi penyakit, antara lain : 1. Menurut Kathleen Meehan Arias Penyakit adalah suatu kesakitan pada organ tubuh yang biasanya memiliki sedikitnya 2 sifat dari kriteria ini : agen atiologik telah diketahui, kelompok tanda serta gejala yang dapat di identifikasi, atau perubahan anatomi yang konsisten.

2. Menurut dr. Beate Jacob Suatu penyimpangan dari keadaan tubuh yang normal atau ketidakharmonisan jiwa. 3. Menurut Wahyudin Rajab yang terkait atau berhubungan dengannya. Kadang kala istilah ini digunakan secara umum untuk menerangkan kecederaan, kecacatan, sindrom, simptom, keserongan tingkah laku, dan variasi biasa sesuatu struktur atau fungsi, sementara dalam konteks lain boleh dianggap sebagai kategori yang boleh dibedakan. 1. Penyakit Menular 1.1 Pengertian penyakit menular Penyakit menular dapat didefinisikan sebagai sebuah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah serta menyerang host/ inang (penderita)

1.2 Karaktersitik Penyakit Menular Karakteristik utama penyakit menular adalah sebagai berikut. 1.Penyakit-penyakit tersebut sangat umum terjadi di masyarakat 2.Beberapa penyakit dapat menyebabkan kematian atau kecacatan 3.Beberapa penyakit dapat menyebabkan epidemik. 4.Penyakit-penyakit tersebut sebagian besar dapat dicegah dengan intervensi sederhan. 5.Penyakit-penyakit tersebut banyak menyerang bayi dan anak-anak 1.3 Jenis Penularan Penyakit Menular Jadi Penyakit menular adalah penyakit yang menyerang manusia yang bisa mengalami perpindahan penyakit ke manusia lain dengan cara tertentu. Secara garis besar cara penularan penyakit menular dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : 1. Media Langsung dari Orang ke Orang (Permukaan Kulit) Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit Dari Orang Ke Orang a. WaktuGenerasi (Generation Time) Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai

masa kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan. Perbedaan masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, sedangkan waktu generasi untuk waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk menularkan kepada pejamu lain walautanpagejalaklinik / terselubung. b. KekebalanKelompok (Herd Immunity) Kekebalan kelompok adalah kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan/penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu didasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd immunity merupakan factor utamadalam poses kejadianwabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penyakit tertentu. c. Angka Serangan (Attack Rate) Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam

satu satuan waktu tertentu dikalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki resiko / kerentanan terhadap penyakit tersebut. Angka serangan ini bertunjuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat keterancaman dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga, system hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit Epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung. 2. Melalui Media Udara Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai air borne disease. 3. Melalui Media Air Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai water borne disease atau water related disease. 1.4 Kelompok utama penyakit menular 1. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian sangat tinggi 2. penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan cacat,

walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama 3. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapidapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi. 1.5 Komponen Proses PenyakitMenular 1. Faktor penyebabPenyakit Menular Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat sektor yang memegang peranan pentingya adalah: a. Faktor penyebab / agent yaitu organisme penyebab penyakit menular b. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources c. Cara penularan khusus melalui mode of transmission factor penyebab dikelompokan dalam : 1. Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies, pediculosisdll 2. Kelompok cacing / helminthbaikcacing darah maupun cacing perut 3. Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll 4. Fungus / jamur baik ini maupun multiseluler 5. Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia 6. Virus dengan kelompok penyebab yang paling sederhana

1.6 Sumber penularan: 1. Penderita, penderita dapat menularkan penyakit yang sedang dideritanya kepada oranglain yang sehat, misalnya melaui udara ketika bersin, pemakaian bersama jarum suntik, dll. 2. Binatang sakit, binatang yang sakit juga dapat menularkan penyakit kepada manusia, melalui gigitan, air liur, maupun kotorannya. 3. Benda, seseorang dapat tertular suatu penyakit apabila seseorang menggunakan benda secara bersama dengan orang yang terkena penyakit tersebut. Contohnya pada pemakaian bersama jarum suntik olaeh seseorang yang sehat dengan orang yang terinfeksi HIV, kemungkinan tertular penyakit HIV bagi orang tersebut sangat besar. 1.7 Cara penularan: 1. Kontak langsung(Direct contact), yaitu cara penularan penyakit karena kontak antara badan dengan badan, antara penderita dengan orang yang ditulari, misalnya : penyakit kelamin dan lain-lain. 2. Kontak tidak langsung (indirect contact), yaitu cara penularan dengan perantara benda-benda kontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita. misalnya : pakaian dan lain-lain.

3. Melalui makanan / minuman(Food borne infection) yaitu cara penularan suatu penyakit melalui perantara makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Penyakit yang menular dengan cara ini biasanya penyakit saluran pencernaan, misalnya : cacingan, demam tifoid dan lain-lainnya. Cara penularan ini juga disebut sebagai "water borne diseases" dimana kebanyakan masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk keperluan rumah tangga. 4. Melalui udara (air borne infections), yaitu cara penularan penyakit melalui udara terutama pada penyakit saluran pernafasan. Seperti melalui debu diudara yang sangat banyak mengandung bibit penyakit, seperti pada penularan penyakit Tuberculosa. Dan melaui tetes ludah halus (Droplet infections), penularan penykit dengan percikan ludah seperti pada pederita yang sakit batuk atau sedang berbicara misalnya pada penyakit Diphtheri. 1.8 Contoh Penyakit Menular 1. Penyakit kulit Ini adalah salah satu jenis penyakit menular yang banyak sekali jenisnya,

dan mudah menular dari satu orang ke orang lain. Penularan yang paling sering terjadi adalah melalui kontak langsung atau kita menggunakan barang yang juga dipakai oleh penderita, contohnya handuk, baju, dll. Contoh : cacar air, kudis, panu, dll. 2. Parainfluenza Penyakit virus pernafasan ini menjadi penting karena penularannya yang sangat cepat seperti halnya penyakit 4. Penyakit Kelamin Cara penularannya melalui hubungan sex yang tidak sehat dan sering berganti pasangan. Penyakit yang timbul bukan hanya menyerang alat kelamin saja tetapi dapat menjalar ke organ lain. 5. HIV/AIDS Virus yang berasl dari simpanse ini dapat merusak sistem imunitas, tetapi virus ini tidak menimbulkan kematian. Tapi jika virus HIV mengenai penyakit lain seperti menyerang organ vital bias menimbulkan kematian. Apabila sistem imun pada tubuh telah rusak resiko berbagai virus akan masuk ke tubuhpun sangat besar dan tubuh akan rentan terhadap penyakit.

6 . TBC Tuberculosis (TBC, MTB, TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri “mycobacterium tuberculosis”. Yang menyerang pada organ paru – paru, dan juga dapat menyerang pada organ lain. Bakteri yang sekeluarga dengan bakteri mycobacterium tuberculosis ini juga dapat menimbulkan infeksi dan memunculkan gejala yang mirip. Bakteri ini ditularkan melalui udara (airborne), yaitu ketika penderita bersin atau batuk dan bakteri akan keluar dan terhirup oleh orang sehat. Biasanya penderita TBC akan diisolasi dikarenakan mudahnya penyebatran penyakit TBC. 1.9 Cara-cara Pencegahan Penyakit Menular secara Umum a. Mempertinggi nilai kesehatan. Ditempuh dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan usaha kesehatan lingkungan (sanitasi). b. Memberi vaksinasi/imunisasi Merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada dua macam, yaitu : Pengebalan aktif, yaitu dengan cara memasukkan vaksin ( bibit penyakit yang telah dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi. Contohnya pemberian vaksin BCG, DPT, campak, dan hepatitis.

Pengebalan pasif, yaitu memasukkan serum yang mengandung antibodi. Contohnya pemberian ATS (Anti Tetanus Serum). c. Pemeriksaan kesehatan berkala Merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu penyakit, sehingga munculnya wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan cara ini juga, masyarakat bisa mendapatkan pengarahan rutin tentang perawatan kesehatan, penanganan suatu penyakit, usaha mempertinggi nilai kesehatan, dan mendapat vaksinasi. Selain cara di atas, gaya hidup sehat merupakan cara yang terpenting untuk mencegah penyakit. Untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik agar terhindar dari penyakit ada beberapa cara, antara lain : 1. Udara bersih, paru-paru pun sehat Untuk terhindar dari gangguan pernapasan, hiruplah udara yang bersih dan sehat. Caranya Tidak perlu repot mencari udara pegungungan, udara pagi pun sangat baik bagi paru-paru Anda. Selain itu hindari pula udara tercemar, seperti asap rokok, asap kendaraan atau debu. Bersihkan rumah dan ruangan kerja secara teratur, termasuk perabot, kipas angin dan AC.

2. Banyak minum air putih Air putih adalah yang terbaik dari minuman apapun. Biasakanlah minum air putih 8-10 gelas per hari. Kebiasaan ini akan membantu menjaga kelancaran fungsi ginjal dan saluran kemih. Upayakan untuk minum air hangat di malam hari dan air sejuk (bukan air es) di siang hari. Tambahkan juga sedikit perasan jeruk lemon atau jeruk nipis. Selain baik untuk menyegarkan diri, minuman ini sekaligus membantu mengeluarkan toksin dari dalam tubuh. 3. Konsumsi menu bergizi dan seimbang Pilihlah menu dengan gizi yang cukup, seimbang, dan bervariasi. Perbanyak konsumsi sayuran hijau dan buah yang mengandung banyak serat dan zat gizi yang diperlukan tubuh serat. Sebisa mungkin hindari junk food dan makanan olahan, serta kurangi konsumsi garam dan gula. Satu lagi, jangan lupa sarapan pagi! Karena sarapan pagi dapat menunjang aktifitas kita sepanjang hari. 4. Seimbangkan antara kerja, olahraga dan istirahat Kerja keras tanpa istirahat sama sekali tidak ada untungnya bagi Anda. Biasakan istirahat teratur 7-8 jam pada malam hari, dan jangan sering

begadang atau tidur terlalu malam. Cobalah menggunakan waktu senggang untuk berolahraga ringan atau sekedar melemaskan otot-otot persendian. Dengan berolahraga 2 – 3 kali per minggu, selama 30 – 45 menit, cukup membuat tubuh bugar dan stamina prima. 5. Kontrol kerja otak Otak, seperti halnya tubuh kita, dia juga butuh istirahat. Jangan terlalu memberi beban terlalu banyak, karena otak pun memiliki memori yang terbatas. Lakukan kegiatan di waktu senggang yang membuat otak bekerja lebih santai, misalkan melakukan hobi yang menyenangkan, seperti melukis, membaca novel terbaru atau hanya sekedar mendengarkan musik. 6. Jalani hidup secara harmonis Manusia merupakan mikrokosmos yang harus mematuhi alam sebagai makrokosmos jika ia ingin tetap sehat. Gunakan akal sehat, itu kuncinya, jangan mengorbankan hidup dengan menuruti kesenangan diri lewat kebiasaan hidup yang buruk dan beresiko. Misalkan, minum-minuman keras, merokok atau menggunakan obat-obatan terlarang. Cobalah untuk menjalani hidup secara harmonis, sebisa mungkin perkecil resiko terjadinya stres emosional atau psikis.

7. Gunakan suplemen gizi Hanya jika perlu, tubuh kita memerlukan antioksidan (beta-karoten), vitamin C, vitamin E, dan selenium. Semua zat ini dibutuhkan oleh tubuh untuk meningkatkan vitalitas dan memperpanjang usia harapan hidup. Untuk memperolehnya banyak cara yang bisa dilakukan. Selain mengkonsumsi makanan segar, bisa juga dengan cara mengkonsumsi suplemen kesehatan yang banyak dijual di pasaran. Sebaiknya, penggunaan suplemen makanan lebih dianjurkan sebagai terapi alternatif saja dengan mengutamakan jenis suplemen makanan yang sudah diteliti dan bermanfaat. 2. Penyakit Tidak Menular 2.1 Pengertian Penyakit tidak menular Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit noninfeksi adalah suatu penyakit yang tidak disebabkan karena kuman melainkan dikarenakan adanya masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Biasanya penyakit ini terjadi karena pola hidup yang kurang sehat seperti merokok, faktor genetik, cacat fisik, penuaan/usia, dan gangguan kejiwaan. Contohnya : sariawan, batuk, sakit perut, demam, hipertensi, DM, obesitas, osteoporosis,

depresi, RA, keracunan, dsb. Penyakit tidak Menular terjadi akibat interaksi antara agent (Non living agent) dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan lingkungan sekitar (source and vehicle of agent). Istilah PTM mempunyai kesamaan arti dengan : a) Penyakit Kronik Penyakit kronik dapat dipakai untuk PTM karena kelangsungan PTM biasanya bersifat kronik/menahun/lama. Namun ada pula PTM yang kelangsungannya mendadak/akut, misalnya ; Keracunan. b) Penyakit Non – Infeksi Sebutan penyakit non-infeksi dipakai karena penyebab PTM biasanya bukan oleh Mikro-organisme.Namun tidak berarti tidak ada peranan mikro-organisme dalam terjadinya PTM. c) New Communicable Disease Hal ini disebabkan PTM dianggap dapat menular; yaitu melalui Gaya Hidup (Life Style). Gaya hidup dalam dunia modern dapat menular dengan caranya sendiri. Gaya hidup di dalamnya dapat menyangkut

Pola Makan, Kehidupan Seksual, dan Komunikasi Global. Contoh ; perubahan pola makan telah mendorong perubahan peningkatan penyakit jantung yang berkaitan dengan makan berlebih yang mengandung kolesterol tinggi. d) Penyakit Degeneratif Disebut juga sebagai penyakit degeneratif karena kejadiannyaberkaitan dengan proses degenerasi/ketuaan sehingga PTM banyak ditemukan pada usia lanjut 2.2 KARAKTERISTIK PENYAKIT TIDAK MENULAR Berbeda dengan penyakit menular, PTM mempunyai beberapa karakteristik tersendiri seperti : 1. Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu 2. Masa inkubasi yyang panjang 3. Bersifat Krinik (berlarut – larut) 4. Banyak menghadapi kesulitan diagnosis 5. Mempunyai variasi yang luas 6. Memerlukan biaya yang tinggi dalam pencegahan dan penanggulangannya

7. Faktor penyebab bermacam – macam (Multicausal), atau bahkan tidak jelas. 2.3 Contoh Penyakit tidak menular 1) Penyakit Kanker Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti saat ini. Kanker sebenarnya bukan penyakit atau rasa sakit. Sebenarnya adalah sebuah nama untuk kelompok besar macam-macam perasaan tidak sehat dengan gejala-gejala yang sama. Faktor-faktor yang dapat membantu tumbuhnya kanker (tumor) 1. Virus-virus tertentu dianggap sebagai timbulnya kanker 2. Merokok membantu timbulnya kanker paru-paru dan timbulnya kanker kerongkongan 3. alkohol dalam jumlah yang besar juga dapat menimbulkan kanker hati 2) Diabetus Melitus Penyakit ini juga merupakan salah satu macam penyakit tidak menular adalah penyakit yang berkaitan dengan kadar gula dalam darah yang tinggi, Sebagai gambaran yang nyata dari seorang penderita diabetes yang tidak terawat, adalah orang tersebut mengeluarkan sejumlah besar

urine yang mengandung kadar gula tinggi. 3) Penyakit Jantung Macam-macam penyakit tidak menular lainnya adalah penyakit jantung. Kebanyakan orang yang karena perasaanya sendiri mengira bahwa dia menderita penyakit jantung adalah berjantung sehat. Jika orang tersebut diperiksa, mungkin dapat ditemukan jantungnya berdenyut terlalu cepat, terlalu lambat atau kurang teratur. 2.4 Pencegahan Penyakit Tidak Menular 4 Tingkat Pencegahan PenyakitTidak Menular 1. Pencegahan primordial → dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya. Upaya ini sangat komplek, tidak hanya merupakan upaya dari kesehatan tapi multimitra. 2. Pencegahan tingkat pertama, meliputi : Promosi kesmas, misal : kampanye kesadaran masyarakat, promosi kesehatan, pendidikan kesmas. Pencegahan khusus, misal : pencegahan ketrpaparan, pemberian kemoprevntif

3. Pencegahan tingkat kedua, meliputi : Diagnosis dini, misal dengan melakukan screening Pengobatan, kemoterapi atau tindakan bedah 4. Pencegahan tingkat ketiga, meliputi: Rehabilitasi, misal perawatan rumah jompo, perawatan rumah sakit Screening Penyakit Tidak Menular Screening atau penyaringan adalah usaha untuk mendeteksi/mencari penderita penyakit tertentu tanpa gejala dalam masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu test/pemeriksaan, yang secara singkat dan sederhana dapat memisahakan mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya didiagnosa dan dilanjutkan dengan pengobatan. Screening ini sangat erat kaitannya dengan faktor resiko dari PTM. Sebagian besar penyakit tidak menular dapat dicegah bila kita menghindari 4 faktor risiko (perilaku) yang utama yaitu: 1. Pemakaian tembakau (merokok). 2. Kurangnya aktivitas fisik. 3. Konsumsi alkohol. 4. Diet yang tidak sehat.

3. FaktorResiko 3.1 Pengertian Faktor Resiko faktor risiko (risk factors) digunakanuntuk membedakan dengan istilah etiologi yang sering digunakan dalam meoorganisma penyakit menular atau diagnosis klinik. 3.2 Jenis Faktor Risiko : 1. Menurut dapat tidaknya faktor risiko itu di ubah : o Unchangeable risk factors ; faktor risiko yang tidak dapat berubah, ms; faktor umur atau genetik. o Changeable risk factors ; faktor risiko yang dapat berubah, ms ; kebiasaan merokok atau latihan olah raga. 2. Menurut kestabilan peranan faktor risiko : o Suspected risk factors ; faktor risiko yang dicurigai, yakni faktor – faktor yang belum mendapat dukungan sepenuhnya dari hasil-hasil penelitian sebagai faktor risiko, ms ; rokok sebagai faktor risiko kanker leher rahim. o Established risk factors ; faktor yang telah ditegakkan, yakni faktor risiko yang sudah mantap mendapat dukungan ilmiah penelitian dalam peranannya sebagai faktor yang berperanan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya,

rokok sebagai faktor risiko terjadinya kanker paru. 3.3 Kegunaan Identifikasi Faktor Risiko : Perluya faktor risiko diketahui dalam terjadinya penyakit dapat berguna dalam hal – hal berikut : a. Prediksi : untuk meramalkan kejadian penyakit. b. Penyebab : kejelasan / beratnya faktor risiko dapat mengangkatnya menjadi penyebab, setelah menghapuskan pengaruh dari faktor pengganggu (confounding factor) c. Diagnosis : membantu proses diagnosis d. Prevensi : jika satu faktor risiko juga sebagai penyebab, penghilangan dapat digunakan untuk pencegahan penyakit meskipun mekanisme penyakit sudah diketahui atau tidak.

PENYAKIT ATAU CEDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA PADA PERAWAT Penyakit Akibat Kerja pada Perawat Suatu penyakit ,bersifat multifaktor- oleh karena itu suatu penyakit tidak dapat disebabkan

oleh satu

faktor

saja karena

terdapat

keterkaitan

yang kompleks antara berbagai macam agen pejamu dan lingkungan. Berdasarkan agen penyebabnya penyakit dapat dibedakan menjadi : 1.Agen Biologi Agen biologi adalah seperti bakteri- mikroba dan lain-lain dimana penyakit yang dapat timbul baik dalam suatu komunitas maupun fasilitas kesehatan yang dapat mengkontaminasi warga fasilitas kesehatan - termasuk perawat antara lain seperti : Methiciliin resistant Staphylococcus aureus(MRS) Vancomycin resistant mycobacterium enterococcus (VRE) dan Multidrug resistant mycobacterium tuberculosis (MDR-TB). Bahaya biologic ditempat kerja terdiri atas injeksi akut dan kronisparasitec bahan beracun- reaksi alergi dan iritan.Perawat sangat rentan terhadap risiko lecet ataupun tertusuk jarum yang kemudian luka tersebut dapat terinfeksi oleh agen biologi yang terdapat di )fasilitas kesehatan.Penyakit akibat kerja berdasar agen biologi yang dapat menjangkiti pekerja rumah sakit seperti Bruccellosis dapat disebabkan oleh brucella abortus dapat terpajang pada petugas laboratorium

- Hepatitis Serum(Hepatitis B- HBV) dan Tubeculosis juga beresiko pajanan pada pekerja medis.

2.Agen Kimia Sebagian besar agen kimia dapat menyebabkan reaksi yang berbahaya pada manusia orang/orang dalam fasilitas pelayanan kesehatan dapat terjangkit penyakit dermatitis

dan

reaksi alergik lain

nya terhadap pajama pada agen kimia tersebut, seperti penggunaan lateks hidrogen peroksida- merkuri- gas anastesi,obat obatan sitotoksik aldehid (formaldehid) di kamar mayat dan glutaraldehid untuk endoskopi dapat menimbulkan masalah pernafasan. 3.agen fisika agen fisika seperi panas- dingin- listrik- cahaya dan radiasi ionisasi dapat menyebabkan penyakit

pada petugas

difasilitas

pelayan kesehatan

seperti Konjungtiitis akibat pajanan sinar ultraviolet.Agen fisika seperti suhu panas biasanya

didapat

pada

terowongan

bawah

tanah

untuk pemasangan pipa dan kabel rumah sakit. fasilitas binatu dan dapur di rumah sakit.

Agen

Fisika lainnya seperti kebisingan yang tinggi akibat pemajanan pekerja terhadap ultrasound pada pemecahan batu ginjal, Kemudian radiasi pengion juga tidak luput terhadap perawat di bagian rontgen,sedangkan radiasi elektromagnetik bukan pengion seperti laser yang

dipakai dibagian bedah dermatologi oftalmologi dan ginekologi juga dapat menimbulkan resiko kerusakan mata. Dalamlampiran peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.25/ MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja dibagi dalam beberapa bidang antara lain: 1.Penyakit Kulit adalah setiap penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja yang berupa faktor risiko mekanik fisik- kimia- biologik dan psi kologik Dapat berupa dermatitis kontak- anestesi- neoplasi kulit- kelainan pigmen tasi-injeksi kulit & eurologi adalah setiap penyakit yang mengenai sistem saraf pusat

dan

infeksi

kulit

yang penyebabnya antara lain trauma, gangguan vaskuler,infeksi, degenerasi, keg anasan,gangguan metabolisme

dan intoksikasi

yang bermanifestasi

berupa keluhan subjektif seperti nyeri, rasa berputar, kehilangan keseimbangan, penglihatan kabur, gangguan kognitif dan emosi dengan keluhan objektif berupa sistem motorik, sistem sensorik,sistem autonomy. 3.Penyakit Dalam adalah penyakit yang timbul akibat paparan factor risiko yang dapat mengenai organ seperti Penyakit Jantung dan Pembuluh darah, penyakit ginjal dan saluran kemih, penyakit saluran cerna dan hati, penyakit sistem endokrin, penyakit darah dan sistem pembuluh darah, penyakit otot dan rangka serta penyakit infeksi lainnya. 4.penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT) adalah penyakit atau kelainan pada telinga, hidung dan tenggorok akibat paparan

factor risiko di tempat kerja seperti rhinitis alergi, afoni,disfoni, disfagia,ganggauan pendengaran karena bising ataupun indera kepala dll. 5. Orthopedi adalah penyakit yang mengenai sistem muskuloskeletal sehingga menimbulkan gangguan fungsi pergerakan yang menimbulkan hambatan pada kegiatan penderita. 6.Penyakit Paru adalah penyakit atau kelainan paru yang disertakan oleh pajanan factor risiko di tempat kerja antara lain berupa debu, gas, uap. 7. Penyakit Mata adalah penyakit atau kelainan pada mata akibat pemaparan factor/faktor risiko di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan yang dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dan menjalankan aktifitas normal. 8.Penyakit akibat radiasi mengion adalah penyakit akibat kerja karena paparan radiasi mengion di tempat kerja. Cidera Akibat Kerja Dalam pekerjaan sehari/hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada bahaya bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagen yang toksik, peralatan listrik maupun peralatan kesehatan yang dapat menimbulkan cidera. Ada beberapa klasifikasi Jenis cidera dan tingkat keparahan akibat Kecelakaan Kerja :

1.Cidera Fatal Atau fatality adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit akibat kerja. 2.Cidera Yang mengakibatkan hilang waktu kerja Atau Loss Time Injury adalah suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen atau kehilangan hari kerja selama satu hari kerja atau lebih. 3.Cidera yang mengakibatkan kehilangan hari kerja atau Loss Time Day karyawan tidak dapat masuk karena cidera. 4.Tidak mampu bekerja atau cidera dengan bekerja terbatas atau (Restricted Duty) Adalah karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaan rutin sehingga ditempatkan pada p ekerjaan lain yang sudah dimodifikasi termasuk perubahan jadwal ataupun pola kerja. 5.Cidera dirawat dirumah sakit atau (Medical Treatment Injury ) adalah kecelakaan kerja yang ditangani oleh dokter- perawat atau orang yang memiliki kualifikasi untuk menangani atau memberikan pertolongan pada kecelakaan 6.Cidera Ringan atau First Aid Injury adalah Cidera ringan akibat kerja yang ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat seperti luka lecet dll.

Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja pada Perawat Pada PMK nomor : 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Pelayanan Penyakit akibat

Kerja disebutkan bahaya penyakit akibat kerja

bersigat

irreversible

sehingga tindakan pencegahan sangat diperlukan, karena bila tidak dilakukan akan menimb ulkan penyakit akibat kerja pada pekerja lain dengan risiko pekerjaan yang sama. Upaya pencegahan penyakit akibat kerja antara lain melakukan identifikasi potensi bahaya penyakit akibat kerja,melakukan promosi kesehatan kerja sesuai dengan hasil identifikasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja,melakukan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja, memberi kan informasi mengenai alat pelindung diri yang sesuai dengan potensi bahaya yang ada ditempat kerja dan para pemakaian alat pelindung diri yang benar dan memberikan imunisasi bagi pekerja yang terpajan dengan agen biologi. Menurt Effendi (1998) upaya pencegaha penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut : 1.Substitusi yaitu mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali- misalnya karbon tetraklorida diganti dengan triklor Cetilen. 2.Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara sebanyak banyaknya menurut perhitungan kedalam ruang kerja agar sesuai dengan kadar nilai ambang batas bagi bahan-bahan ataupun aktifikas dalam ruangan tersebut.

3.Ventilasi Keluar Setempat (local exhausers) adalah alat yang dapat menghisap udara dari suatu tempat kerja tetentu agar bahan bahan yang berbahaya dari tempat tersebut dapat dialirkan keluar. 4.Isolasi adalah dengan cara mengisolasi alat/alat medis yang membahayakan ataupun mengkhususkan pasien dengan penyakit infeksius diruang isolasi. 5.Alat pelindung adalah dapat berupa pakaian, masker kacamata, sepatu yang dijadikan sebagai pelindung diri untuk mengurangi atau mencegah adanya kontak langsung antara kontaminan dengan petugas. 6.Pemeriksaan

sebelum bekerja,

hal ini

dapat dilakukan

pada

penerimaan calon petugas apakah sudah sesuai dengan jenis dan beban kerja baik secara fisik, psikologis maupun dari segi kesehatann. 7.Pemeriksaan secara berkala dilakukan sesuai dengan kebutuhan untuk mengidentifikasi secara dini penyakit akibat kerja yang dapat dialami" Berdasarkan dari agen penyebabnya upaya pencegahan penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut : 1.Agen Biologi , upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain : a.Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi

b.Sebelum berkerja dilakukan pemeriksaan kesehatan kerja untuk memastikan dal am keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja ditempat infeksius dan dilakukan imunisasi. c.Melakukan pekerjaan laboratorium dengan benar. d.Menggunakan

desinfektan

dengan

cara

yang

sesuai

e.Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat peralatan sisa bahan infeksius dan spesimen yang benar. f.Pengolahan limbah yang baik. g.Menggunakan alat pelindung diri atau kabinet keamanan biologis yang sesuai. h.Kebersihan diri petugas harus dijaga 2.Agen Kimiaa Material safety data sheet dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas b.Menggunakan karet hisap atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan ki mia dan terhirupnya aerosol. c.Menggunakan alat pelindung diri. 3.Agen Fisika a.Pengaturan cahaya dan ventilasi serta penyediaan air minum yang cukup b.Menggunakan alat pelindung diri

Pertemuan X dan XI

UPAYA MENCEGAH DAN MEMINIMALKAN RISIKO DAN HAZARD PADA TAHAP PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah masalah, keluhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, social dan lingkunga.*pengkajian yang sistematis(Effendi, 1995) Resiko dan Hazard •Hazard (Bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. •Risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu hazard (bahaya). Contoh hazard dan resiko bagi perawat saat melakukan pengkajian 1.Pelecehan Verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien 2.kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian 3.Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang dialakukan perawat

4.Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fsik 5.Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya Upaya Pencegahan 1.Batasi akses ke tempat isolasi 2.Menggunakan APD dengan benar 3.SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup APD 4.Petugas tidak boleh menyentuh wajahnya sendiri 5.Membatasi sentuhan langsung ke pasien 6.Cuci tangan dengan air dan sabun 7.Bersihkan kaki dengan di semprot, ketika meninggalkan ruangan tempat melepas APD 8.Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja 9.Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

UPAYA MENCEGAH DAN MEMINIMALKAN RISIKO DAN HAZARD PADA TAHAP PERENCANAAN KEPERAWATAN

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3. Perencanaan meliputi: 1.

Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko. Rumah

sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor resiko. a.

Identifikasi sumber bahaya

Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan: 1)

Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

2)

Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi

b.

Penilaian faktor resiko

Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja. c.

Pengendalian faktor risiko

Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)

2.

Membuat peraturan

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

3.

Tujuan dan sasaran

Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART) 4.

Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit. 5.

Program kerja

Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan. 6.

Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, meruuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.

a. 1)

Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit (1) Tugas pokok

a)

Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit

mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3 b)

Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan

prosedur c) 2) a)

Membuat program K3 rumah sakit Fungsi Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan

yang berhubungan dengan K3 b)

Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya

promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit c)

Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3

d)

Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif

e)

Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3 rumah sakit

f)

Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya,

mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan g)

Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai

kegiatannya h)

Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan

gedung dan proses b. Struktur organisasi K3 di rumah sakit(1)

Organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap. Model 1 : Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit. Bentuk organisasi K3 di rumah sakit merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di rumah sakit dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing-masing rumah sakit, misalnya komite medis/nosocomial Model 2 : Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke direktur rumah sakit.Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit. Keanggotaan : a.

Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit beranggotakan unsur-unsur dari

petugas dan jajaran direksi rumah sakit Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris,dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 dipimpin oleh ketua. b.

Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota

1)

Ketua organisasi/unit pelalsana K3 RS sebaiknya adalah salah satu

manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur rumah sakit.

2)

Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit adalah seorang

tenaga profesional K3 rumah sakit, yaitu manajer K3 rumah sakit atau ahli K3 c.

Mekanisme kerja

Ketua organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit.Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit. Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/unit pelaksana K3 RS mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di rumah sakit. Sumber data antara lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan rumah sakit sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan serta lama berobat. Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya perbaikan.Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja rumah sakit terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari

kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya. Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif.Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur rumah sakit.Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/unit pelaksana K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan. Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien, maupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit.Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit.

UPAYA MENCEGAH DAN MEMINIMALKAN RISIKO DAN HAZARD PADA TAHAP IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,1994 , dalam Potter & Perry 1997). Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan

&

mencangkup

peningkatan

kesehatan,pencegahan,

Penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Tahap Implementasi : Persiapan Intervensi Evaluasi 3 Prinsip Pendoman Implementasi Asuhan keperawatan a.Mempertahankan keamanan klien Tindakan yang membahayakan tidak hanya dianggap sebagai pelanggaran etika standar keperawatan professional, tetapi juga merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum yang dapat dituntut.

b.Memberikan asuhan yang efektif c.Memberikan asuhan seefisien mungkin Contoh upaya mencegah Hazard dan Risiko Implementasi Keperawatan : 1.

membantu dalam aktifitas sehari-hari

2.

konseling

3.

memberikan asuhan keperawatan langsung.

4.

Kompensasi untun reaksi yang merugikan.

5.

Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien utnuk

prosedur. 6.

Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan menggevaluasi kerja dari anggota

staf lain. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Sama Secara Umum 1)

Upaya pencegahan keccelakaan kerja melalui pengendalian bahaya yang di

tempat kerja pemantauan dan pengendalian kondisi tidak aman di tempat kerja. 2)

Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan

pelatihan dan pendidikan,konseling dan konsultasi,pengembangan sumber daya atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan k3. 3)

Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen prosedur dan

aturan k3, penyediaan sarana dan prasarana k3 dan pendukungnya, penghargaan dan sanksi terhadap penerapan k3 di tempat kerja.

Terdapat Juga Beberapa Upaya Pencegahan Lain,Antara Lain : Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna,terdiri dari pelayanan promotif,prefentif,kuratif dan rehabilitative yang di laksanakan dalam suau system yang terpadu. Contoh Kasus “Seorang perawat RSUD Gunung Jati Positif Difteri” Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, kota Cirebon, diketahui positf difteri pasca menangani pasien yang menderita penyakit yang sama. CIREBON – seorang perawat di RSUD Gunung Jati,kota Cirebon, diketahui positif difteri pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan informasi, perawat tersebut diduga tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri tersebut, perawat terkena diffteri berinisal Ru dan bertugas di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Gunung Jati. Ru diketahui merupakan perawat pertama difteri yang masuk rumah sakit tersebut. Analisa Kasus 1 Hazard yang ada di kasus : Hazard biologis yaitu perawat tertular penyakit difteri dari pasien pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri. Upaya pencegahan kasus 1 1.

Upaya pencegahan dari rumah sakit /tempat kerja

a.

RS menyediakan APD yang lengkap sepeti masker, handskoon, dan scout dll.

Alasan : meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit / infeksi yang dapat terjadi terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai perlindungan diri dengan kasus di atas dapat di hindari jika perawat menggunakan APD lengkap mengingat cara penularan difteri melalui terpaparnya cairan ke pasien. b. Menyediakan sarana untuk mencui tangan atau alkohol gliserin untuk perawat. Alasan : cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita sudah terlanjur terpapar cairan pasien baik pasien beresiko menularkan atau tidak menularkan. Cuci tangan merupakan tindakan aseptic awalawal sebelum ke pasien maupun setelah ke pasien. c.

RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.

Alasan : bila sampah medis dan non medis tercampur dan di kelola dengan baik akan menimbulkan penyebaran penyakit. d. RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan. Alasan : agar petugas/perawat menjaga konsisten dan tingkat

kinerja

petugas/perawat atau timdalam organisasi atau unit kerja, sebagai acuan ( chek list ) dalam pelaksanaan kegiaan tertentu bagi sesama pekerja. Supervisor dan lain-lain dan SOP merupakan salah satu cara atau parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan. 2.

Upaya pecegahan pada perawat :

a.

Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic seperti

mencuci tangan, memakai APD, dan menggunakan alat kesehatan dalam keadaan steril. Alasan : agar perawat tidak tertular penyakit dari pasien yang di tangani meskipun pasien dari UGD dan memakai APD adalah salah satu SOP RS. b.

Perawat mematuhi standar Operatinal Prosedure yang sudah ada RS dan

berhati-hati atau jangan berburu-buru dalam melakukan tindakan. Alasan : meskipun pasien di ruang UGD dan pertama masuk RS, perawat sebaiknya lebih berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan ke pasien dan perawat menciptakan dan menjaga keselamatan tempat kerja supaya dalam tindakan perawat terhindar dari tertularnya penyakit dari pasien dan pasien juga merasa aman.

UPAYA MENCEGAH DAN MEMINIMALKAN RISIKO DAN HAZARD PADA TAHAP EVALUASI KEPERAWATAN

Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi : 1.

Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS

(SPRS). 2.

Inspeksi dan pengujian

Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam.Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis) 3.

Melaksanakan audit K3

Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3 : a.

Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.

b.

Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan.

c.

Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta

pengembangan mutu. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektivan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI : PRECAUTION,MEDICATION SAFETY

1.

Pengertian Infeksi

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit atau kerusakan jaringan. Proses dimana hospes. Agen-agen patogen (infeksius) utama adalah (Virus, bakteri, jamur, parasit dan protozoa). Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi disebut Asimptomatik.dan jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain,penyakit ini meupakan penyakit menular atau contagious (Potter dan Perry., 2005).

2.

Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi di Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan (2003), Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit.

Klien yang berada dalam lingkungan perawatan kesehatan dapat beresiko tinggi mendapatkan infeksi. Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Infeksi entrogen adalah jenis infeksi nosokomial yang di akibatkan oleh prosedur diagnostik atau terapeutik (Potter dan Perry., 2005). Infeksi nosokomial adalah infeksi adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya Rumah Sakit memang sumber penyakit. Secara logis, rumah sakit adalah tempat orang yang mengalami gangguan kesehatan, dimana berbagai penyakit yang diderita oleh para pasien tersebar di rumah sakit secara terbuka. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling beresiko mendapat infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien ke pengunjung, atau dari petugas kesehatan ke pasien. Hal ini biasa terjadi apabila petugas kesehatan tidak terampil dalam menjalankan tugasnya atau tidak mengindahkan dasar-dasar kewaspadaan umum dalam penanganan pasien. Di Negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di Amerika Serikat, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Diseluruh dunia, 10% (1,4juta) pasien Rawat Inap di Rumah Sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat setiap tahun (Yayasan Spiritia, website spiritia.or.id., 2003). 3.

Rantai Penularan

Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di Rumah Sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi. (Yayasan Spiritia, website spiritia.or.id., 2003). Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Kompenen yang diperlukan sehingga terjadi penularan infeksi tersebut adalah: a.

Agen infeksi (Infection Agent) adalah mikroorganisme yang dapat

menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). b.

Reservoir atau dimana tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh , berkembang

biak dan siap ditularkan pada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan, tanah, air dan bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir selaput nafas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.

c.

Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi

meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pecernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrane mukos, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain. d.

Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen

infeksi dari reservoir ke penderita (yang susptibel). Ada berapa cara penularan yaitu : (1) Kontak : langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airbone, (4) melalui vehikulum (makan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya seranga da binatang pengerat). e.

Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki

penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk biasanya melalui saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serata kulit yang tidak (utuh). f.

Penjamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan

tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi dan penyakit. Faktor yag khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan imunosuresan. Faktor lain yag mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan hereditas. (Depertemen Kesehatan, 2009)

4.

Faktor Resiko “Healthcare-Associated Infections” (HAIs).

a.

Umur : neonatus dan lansia lebih rentan.

b.

Status imun yang rendah/tergantung (imuno-kompromais) : penderita dengan

penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obat imunosupresan. c.

Interupsi barier anatomis :

1)

Kateter urin : meningkat kejadian infeksi saluran kemih (ISK)

2)

Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO)

atau “Surgical Site Infection” (SSI). 3)

Intubasi

penafasan

:

meningkatkan

kejadian

: “Hosptal

Acquired

Pneumonia” (HAP/VAP). 4)

Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “Blood

Stream Infection” (BSI). 5)

Luka dan trauma

d.

Implantasi benda asing :

1)

“indwelling catheter”

2)

“surgical suture material”

3)

“cerebrospinal fluid shunts”

4)

“valvular/vascular prostheses”

e.

Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana

menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba (Depertemen Keseatan, 2009) 5.

Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (patogenesis, virulesi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan. (Depertemen Kesehatan, 2009). 6.

Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Terdiri Dari :

a.

Peningkatan

daya

tahan

pejamu.

Daya

tahan

penjamu

dapat

meningkatkan dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunasi pasif (imonoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh. b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimia termasuk klorinasi air, disinfeksi. c.

Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk

mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah diterapkan tidakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolasi Precaoution” (Kewaspadaan

Isolasi)

yang

terdiri

dari

Precaoution” (Kewaspadan

dua

yaitu “Standard

pilar/tingkatan

Standar)

dan “Tranmision

based

Precaution” (Kewaspadaan berdasakan cara penularan). d.

Tidakan

pencegahan

pejanan

(“Post

Exposure

Prophylaxis”/PEP)

terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi Karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat pehatian adalah Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. (Depertemen Kesehatan, 2009) 7.

Peran Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial

Tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain serta bertanggung jawab sebagai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab dalam mengunakan saran yang telah disediakan dengan baik dan benar serta memelihara sarana agar selalu siap pakai dan dapat dipakai selama mungkin. Secara rinci kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi : a.

Bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga kesalamatan kerja

dilingkungan. wajib mematuhi intruksi yang dibeikan dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan lingkungan bersih dan aman. b.

Mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi,

dan mematuhinya dalam pekerjaan sehari-hari.

c.

Tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan resiko

penularan infeksi, baik dari dirinya kepada pasien atau sebaliknya, sebaiknya tidak merawat pasien secara langsung. d.

Sebagai contoh misalnya, pasien penyakit kulit yang basah seperti eksim,

bernanah, harus menutupi kelainan kulit tersebut dengan plester kedap air, bila tidak memungkinkan maka tenaga kesehatan tersebut sebaiknya tidak merawat pasien. e.

Bagi tenaga kesehatan yang megidap HIV mempunyai kewajiban moral

untuk memberi tahu atasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan pekerjaan status serologi tersebut dapat menjadi resiko pada pasien, misalnya tenaga

kesehatan

dengan

status

HIV

positif

dan

menderita

eksim

basah. (Depertemen Kesehatan, 2003). 8.

Alat Pelindung Diri

Pelindung barrier, yang disebut secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD), telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculya AIDS dengan Hepatitis C, serta meningkatkan kembali Tuberkulosis di banyak Negara, pemakaian APD menjadi juga sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung, SARS dan infeksi lainnya (Emerging Infectious Diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting. Agar menjadi lebih efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya gaun dan duk lobang telah tebukti dapat mencegah infeksi luka bila hanya dalam keadaan

kering. Sedangkan dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi. Sebagai konsekuensinya, pengolahan Rumah Sakit, penyelia dan para petugas kesehatan harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien. Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun apron dan pelindung lainnya. Di banyak Negara lain, topi, masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sinetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh). Bahan yang tahan air ini tidak banyak tersedia karena harganya yang mahal. Di banyak Negara, kain katun ringan (dengan jumlah benang 140/inci2) adalah bahan yang paling umum digunakan untuk pamakaian bedah (masket, topi dan gaun) serta duk. Sayangnya, katun yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif, karena cairan dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas dan bahan berat lainnya, disisi lain, terlalu tebal untuk ditembus oleh uap pada waktu pengukusan sehingga tidak dapat di sterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu yang terlalu lama untuk kering. Sebaliknya bahan kain yang digunakan berwarna putih atau terang kotoran dan kotaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan baik. Jika tidak dapat dicuci jangan digunakan lagi. (Depertemen Kesehatan, 2009).

a.

Pedoman umum alat pelindung diri

1)

Tangan harus selalu bersih walaupun mengunakan APD.

2)

Lepas atau ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan

kembali yang sudah rusak atau sobek segera setalah anda mengetahui APD tersebut tidak berfugsi optimal. 3)

Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan

pelayanan dan hindari kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau pekerja lain, dan diri anda sendiri. 4)

Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera bersihkan

tangan. a)

Perkiraan resiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum

melakukan kegiatan perawatan kesehatan. b)

Pilih APD sesuai dengan perkiraan resiko terjadinya pajanan.

c)

Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai

(Depertemen Kesehatan, 2009). b.

Jenis-jenis alat pelindung diri

1)

Sarung tangan : melindungi tangan dari bahan yang dapat menularakan

penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yan berada ditangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting

untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien dengan pasien lainnya, untuk menghidari kontaminasi silang. 2)

Masker : harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah

dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker digunakan untuk menahan cipratan yang sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan yang tahan dari cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. 3)

Alat pelindung mata : melindungi petugas dari percikan darah atau cairan

tubuh lainnya dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker. 4)

Topi : digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan

kulit dan rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meski pun topi dapat memberikan sejumlah

perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot. 5) Gaun pelindung : digunakan untuk menutupi atau mengganti pakai biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airbone. Pemakain gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus menggunakan gaun pelindung setiap masuk ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan percikan atau semprotan darah cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk berpindahnya organisme. 6) Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20100 kali dengan memakai gaun pelindung. Perawat yang menggunakan apron plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan transmisi S. Aureus 30 kali dibandingkan dengan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari. 7)

Apron : yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air

untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petuagas kesehatan harus mengunakan apron dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung

pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini sangat penting bila gaun pelindung tidak tahan air apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan. 8) Pelindung kaki : digunakan untuk melindung kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak segaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sadal, “sandal jepit” atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah, sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan sering kali digunakan sampai diruang operasi. Kemudian di lepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran (Summers at al. 1992). c.

Faktor – Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian

Alat Pelindung Diri 1)

Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki

ruangan. 2)

Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.

3)

Lepas dan buang secara hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.

4)

Lepas danbuang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah

disediakan di ruangan ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan. 5)

Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan

tangan sesuai pedoman. d.

Prosedur Cara Pemakaian Alat Pelindung Diri

1)

Prosedur Pemakaian Sarung Tangan Steril

Persiapan : 1.

Jenis sarung tangan sesuai jenis tindakan

2.

Kuku dijaga agar selalu pendek

3.

Lepas cincin dan perhiasan lain

4.

Cuci tangan sesuai prosedur standar

Prosedur : 1.

Cuci tangan

2.

Siapakan area yang cukup luas, bersih dan kering untuk membuka paket

sarung tangan. Perhatikan tempat menaruhnya (steril atau minimal DTT). 3.

Buka pembungkus sarung tangan, meminta bantuan petugas lain untuk

membuka pembukus sarung tangan, letakan sarung tangan dengan bagian telapak tangan menghadap ke atas. 4.

Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang pada sisi sebelah dalam

lipatannya, yaitu bagian yang akan besentuhan dengan kulit tangan saat dipakai.

5.

Posisikan saung tangan setinggi pinggang dan gantungkan ke lantai, sehingga

bagian lung jari-jari tengan terbuka. Masukan tangan (jaga srung tangan supaya tidak menyentuh permukaan). 6.

Ambil sarung tangan ke dua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan yang

sudah memakai sarung tanagn kebagian lipatan, yaitu bagian yang tidak akan bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai. 7.

Pasang sarung tangan yang kedua dengan cara memasukan jari-jari tangan

yang belum memakai sarung tangan, kemudian luruskan lipatan, dan atur posisi sarung tangan sehingga terasapas dan enak di tangan. (Depertemen Kesehatan, 2009) 2)

Prosedur Melepas Sarung Tangan

Persiapan : 1.

Persiapan klorin 0,5% dalam wada yang cukup besar.

2.

Sarana cuci tangan

3.

Kantung penampung limbah medis

Prosedur : 1.

Masukan sarung tangan yang masih dipakai kedalam larutan klorin, gosokan

untuk mengangkat bercak darah atau cairan tubuh lainnya yang menempel. 2.

Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung ujung

jari-jari tangan sehingga bagian dalam dari sarung pertama menjadi sisi luar.

3.

Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih berada

pada tangan sebelum melepas sarung tangan yang tangan ke dua. Hal ini penting untuk mencegah terpajannya kulit tangan yang terbuka dengan permukaan sebelah luar sarung tangan. 4.

Biarkan sarung tangan pertama sampai disekitar jari-jari, lalu pegang sarung

tangan yang kedua pada lipatannya lalu tarik kearah ujung jari hingga bagian dalam sarung tangan menjadi sisi luar. Demikian dilakukan secara bergantian. 5.

Pada akhir setelah hampir diujung jari, maka secara bersamaan dan dengan

sangat hati-hati sarung tangan tadi dilepas. 6.

Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyetuh bagian

dalam sarung tangan. 7.

Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, ada kemungkinan sarung tangan

berlubang namun sangat kecil dan tidak terlihat. Tidakan mencuci tangan setelah melepas sarung tangan ini akan memperkecil resiko terpajan. 3)

Pengunaan Gaun Pelindung

Ketentuan : 1.

Hanya bagian luar gaun saja yang terkontaminasi, karena tujuan pemakain

gaun untuk melindungi pakaian dari infeksi. 2.

Hanya bagian depan atas gaun bedah (diatas pinggang) saja yang dianggap

steril dan boleh bersinggungan dengan lapangan.

3.

Cara memakai gaun bedah mengikuti proses tanpa singgung, yaitu dengan

mengusahakan agar bagian luar gaun tidak bersinggungan langsung dengan kulit tubuh pemakai 4.

Gaun dapat dipakai sendiri oleh pemakai atau dipakaikan oleh orang lain

5.

Selalu digunakan dalam kamar bedah dan tidak dibawa keluar kecuali untuk

dicuci, termasuk ke ruangan makan atau yang lainnya 6.

Satu gaun pelindung dikenakan untuk menangani satu pasien

7.

Celemek kedap air dipakai disebelah dalam gaun pelindung bedah

Pesiapan Penggunaan Gaun Pelindung Steril : 1.

Handuk/lap steril

2.

Gaun pelindung steril

3.

Sarung tangan steril

4.

Cuci tangan aseptik

5.

Pembedahan

Prosedur : 1.

Keringkan tangan dan lengan satu per satu bergantian dimulai dari tangan

kemudian lengan bawah memakai anduk steril 2.

Jaga agar tangan tidak menyentuh gaun pelindung steril taruh haduk bekas

pada suatu wadah

3.

Ambil gaun pelindung dengan memegang bagian dalam yaitu pada bagian

pundak. Biarkan gaun pelindung terbuka, masukan tangan-tangan ke dalam lubang. Posisi lengan diletakan setinggi dada, menjauh dari tubuh 4.

Gerakan lengan dan tangan ke dalam lubang gaun pelindung

5.

Bagian belakang gaun ditutup/diikat dengan bantuan petugas lain yang tidak

steril. (Depertemen Kesehatan, 2003).

UPAYA MENCEGAH HAZARD FISIK-RADIASI

Dalam Kesehatan dan keselamatan kerja, perlu diperhatikan upaya upaya dalam pencegahan efek negatif dari radiasi, baik radiasi ionisasi maupun non ionisasi. Berikut adalah upaya upaya dalam mencegah efek hazard radiasi. 1.Radiasi Ionisasi Upaya perlindungan pencegahan yang harus dilakukan sesuai dengan “The Ionising Regulations 1999” adalah (Ridley,2008) A.Melakukan pengontrolan akses ke area yang terkena radiasi. B.Pembatasan eksposur ke pekerja. C.Memilih orang yang berkualifikasi atau telah mendapatakan pelatihan khusus untuk memastikan penggunaan sumber - sumber radiasi yang aman. D.Mengadakan pelatihan dan pemberian instruksi kepada setiap pekerja yang menggunakan sumber radiasi. E.mengimplementasikan aturan-aturan penggunaan sumber-sumber radiasi yang aman. F.melakukan pengukuran exsposur ke pekerja yang bekerja dengan radiasi. G.Pemeriksaan kesehatan rutin. H.Pendokumentasian catatan yang akurat atas penggunaan dan lokasi sumbersumber radiasi.

I.sistem pelaporan setiap perusahaan atau kehilangan sumber radiasi kepada atasan. J.Penyelidikan kasus exsposur radiasi berlebih dan pengambilan langkah-langkah perbaikannya. 2.Radiasi Non Ionisasi Upaya pencegahan radiasi non-ionisasi dibedakan terhadap jenis radiasinya. Diantaranya : A.Ultraviolet 1.Menggunakan kacamata pengaman. 2.Menggunakan APD. 3,Menggunakan Kamacata pelindung. 4.Memakai krim pelindung. 5.Memastikan tutup perlengkapan alat yang memancarkan ultraviolet benar-benar telah tertutup. B.Cahaya Tampak Mengendalikan intensitas cahaya dan tata letak piranti pencahayaan. C.Inframerah 1.Menyediakan APD. 2.Menggunakan sarung tangan pelindung. D.Frekuensi Radio

Melakukan pengecekan Kebocoran radiasi. E.Electromagnetik Memindahkan perlengkapan pembumian (carthing) F.Laser 1,Memasang tanda bahaya prioritas. 2.Dilakukan oleh operator yang terlatih dan berkompeten. 3.Penggunaan APD

UPAYA MENCEGAH HAZARD PADA POSISI BARING,DUDUK,BERDIRI DAN BERJALAN Definisi Ergonomi Ergonomi yaitu ilmu yang penerapanya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan factor manusia seoptimal-optimalnya. (Dr. Suma’mur P.K, M.Sc : 1989 hal 1 ). Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbale balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja. Contoh : suatu perusahaan kerajinan mengubah cara kerja duduk di lantai dengan bekerja di meja kerja, mengatur tata ruangan menjadi lebih baik, mengadakan ventilasi, menambah penerangan, mengadakan ruang makan, mengorganisasi waktu istirahat, menyelenggarakan pertandingan olahraga, dan lain-lain. Dengan usaha ini, keluhan-keluhan tenaga kerja berkurang dan produksi tidak pernah terganggu oleh masalah-masalah ketenagakerjaan. Dengan begitu, produksi dapat mengimbangi perluasan dari pemasaran. Ergonomi mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan manusia. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress atau tekanan yang akan dihadapi. Salah satu upaya yang dilakukan antara lain

menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembapan. Hal ini bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada salah satu definisi yang menyebutkan bahwa ergonomi bertujuan untuk “fitting the job to the worker”. Ergonomi juga bertujuan sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya. (ILO) Tujuan Ergonomi Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja di mulai dari yang sederhana dan pada tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan ergonomi akan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan system serta lingkungan yang cocok, aman, nyaman dan sehat. Adapun tujuan penerapan ergonomic adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan meniadakan beban kerja tambahan(fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja 2. Meningkatkan kesejahteraan social dengan jalan meningkatkan kualitas kontak sesame pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan menghidupkan system kebersamaan dalam tempat kerja. 3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.

Ruang Lingkup Ergonomi Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi: 1. Tehnik 2. Fisik 3. Pengalaman psikis 4. Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian 5. Sosiologi 6. Fisiologi, kaitanya dengan temperature tubuh, oxygen up take, dan aktifitas otot 7. Desain, dll Manfaat Ergonomi 1. Menurunnya angka kesakitan akibat kerja. 2. Menurunnya kecelakaan kerja. 3. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang. 4. Stress akibat kerja berkurang. 5. Produktivitas membaik. 6. Alur kerja bertambah baik. 7. Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera.

8. Kepuasan kerja meningkat Sikap Berbaring Posisi klien penting telentang (dorsal RACKBIKE — tergeletak di belakang), rawan (berbaring pada perut), Sims' (semi-rawan-berbaring di samping [biasanya kiri] — dengan atas lutut tertekuk), Fowler di (tergeletak di belakang, dengan kepala tinggi), lutut-dada atau genupectoral (berbaring di lutut, dengan dada beristirahat di tempat tidur), dorsal lithotomy (tergeletak di belakang, dengan kaki di sanggurdi), dan lateral (berbaring di samping). Posisi telentang dapat dimodifikasi dengan menekuk lutut dan menempatkan kaki datar di tempat tidur. Trendelenburg's (posisi kepala-down — berbaring dengan kepala lebih rendah dari kaki)-digunakan untuk mengobati sengatan, dengan mempromosikan aliran darah ke otak. Posisi ini juga digunakan untuk beberapa bagian dari postural drainase, untuk membantu mengeringkan sekresi dari segmen paru-paru. Posisi terbalik Trendelenburg dapat digunakan untuk meningkatkan tabung pakan dan sebagai prosedur darurat untuk membantu menghentikan pendarahan di cedera kepala (Lihat bab 43). Dua lainnya, kurang posisi umum digunakan adalah posisi berdiri diubah (berdiri sementara membungkuk ke depan), dan posisi yang digunakan untuk pungsi lumbal. Sikap Duduk Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang memiliki peranan sangat besar dalam menjaga kestabilan tubuh. sebagian besar aktivitas sehari-hari dapat

dilakukan dalam posisi duduk, sehingga penting untuk mengetahui posisi tubuh saat duduk yang benar untuk menjaga kesehatan tulang punggung Posisi Duduk Yang Benar : 1. Duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu ke belakang. Paha menempel di dudukan kursi dan bokong harus menyentuh bagian belakang kursi. Tulang punggung memiliki bentuk yang sedikit melengkung ke depan pada bagian punggung, sehingga dapat diletakkan bantal untuk menyangga kelengkungan tulang punggung tersebut. 2. Pusatkan beban tubuh pada satu titik agar seimbang. Usahakan jangan sampai membungkuk. Jika diperlukan, kursi dapat ditarik mendekati meja agar posisi duduk tidak membungkuk. 3. Posisi lutut mempunyai peranan penting juga. Untuk itu tekuklah lutut hingga sejajar dengan pinggul. Usahakan untuk tidak menyilangkan kaki. 4. Jika dudukan kursinya terlalu tinggi, penggunaan pengganjal kaki juga membantu menyalurkan beban dari tungkai. 5. Jika ingin menulis tanpa meja, gunakanlah pijakan di bawah kaki namun posisi kaki tetap sejajar dengan lantai. Akan tetapi hal ini sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama karena akan membuat tulang ekor menahan sebagian beban yang berasal dari paha.

6. Usahakanlah istirahat setiap 2 jam sekali dengan cara berdiri, peregangan sesaat, atau berjalan-jalan di sekitar ruangan untuk mengembalikan kesegaran tubuh agar dapat tetap berkonsentrasi dalam belajar 7. Tangan dibuat senyaman mungkin di atas meja, namun jangan lupa untuk mengistirahatkan lengan dan siku. Jika diperlukan, dapat menggunakan sandaran tangan untuk membantu mengurangi beban pada bahu dan leher anda agar tidak mudah lelah. 8. Jika ingin mengambil sesuatu yang berada disamping atau di belakang, jangan memuntir punggung. Putarlah keseluruhan tubuh sebagai satu kesatuan. Sikap Berdiri Ketika mengangkat, berjalan, atau melakukan kegiatan tubuh, keselarasan tubuh yang tepat penting untuk menjaga keseimbangan. Ketika tubuh seseorang di alignment yang benar, Semua otot bekerja sama untuk gerakan paling aman dan paling efisien, tanpa ketegangan otot. Peregangan tubuh setinggi mungkin menghasilkan keselarasan. Ini dapat dicapai melalui tepat postur (Lihat rajah 48-2). Ketika berdiri, berat badan sedikit ke depan dan didukung di bagian luar kaki. Sekali lagi, kepala tegak, punggung lurus, dan perut terselip in. (ingat bahwa klien tempat tidur harus di sekitar posisi yang sama sebagai jika dia berdiri [Gbr 48-3].) Sikap Berjalan Berjalan kaki adalah salah satu latihan fisik benturan ringan yang bermanfaat bagi kesehatan. Selain bisa memperbaiki suasana hati, berjalan kaki juga membantu mengatasi depresi. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat obesitas di negara-

negara yang penduduknya biasa berjalan kaki lebih rendah daripada negara-negara yang penduduknya mengandalkan mobil sebagai sarana transportasi. Cara berjalan yang baik adalah: 1. Biasakan berjalan dengan tubuh yang tegak. Walaupun setiap orang memiliki cara berjalan yang unik, ada sikap tertentu yang banyak orang lakukan saat berjalan, terutama dalam hal postur tubuh. Biasakan berjalan dengan punggung tegak dan mengangkat dagu agar sejajar dengan lantai. Dengan menjaga postur ini selama berjalan, Anda bisa bernapas lebih leluasa sebab tulang punggung Anda tetap lurus sehingga tidak menekan diafragma. Jangan berjalan sambil menunduk atau membungkuk sebab postur tubuh yang buruk lambat laun membuat punggung terasa nyeri, leher kaku, dan bahkan muncul keluhan lain yang lebih serius 2. Gunakan otot betis, paha belakang, dan kuadrisep agar Anda bisa berjalan dengan baik. Gerakan berjalan yang efektif melibatkan hampir semua otot tungkai, bukan hanya satu. Visualisasikan bahwa saat ini Anda sedang berjalan. Langkahkan kaki kanan ke depan dengan meletakkan tumit di lantai lalu gunakan otot paha belakang dan kuadrisep kaki kiri untuk menggerakkan tubuh ke depan sampai Anda bisa memindahkan tumit kiri ke depan. Biasakan melangkah dengan gerakan menggulung telapak kaki, yaitu mengangkat telapak kaki dimulai dari tumit sampai ke jari-jari kaki dengan arah lurus ke depan. Cara ini akan mengaktifkan otot betis sehingga telapak kaki membentuk sudut yang tepat saat terangkat dari lantai setiap kali Anda melangkah.

3. Tariklah kedua bahu sedikit ke belakang, tetapi biarkan tetap rileks. Saat berjalan, Anda akan lebih banyak mengandalkan otot kaki dan otot perut. Walau demikian, Anda harus tetap memperhatikan postur tubuh atas. Menarik bahu sedikit ke belakang dalam kondisi rileks akan banyak manfaatnya. Postur ini menjaga tubuh Anda agar tetap kuat dan stabil saat Anda meluruskan punggung dari leher sampai pinggul. Melakukan postur ini sambil menegakkan punggung dan mengangkat dagu akan mencegah ketegangan di punggung dan menghindari terjadinya cedera. Selain itu, cara ini membantu Anda membentuk kebiasaan berjalan yang baik sehingga tubuh Anda tidak bungkuk yang cenderung menimbulkan nyeri dan ketegangan bahu. Terakhir, dengan menarik bahu sedikit ke belakang, penampilan Anda akan lebih baik karena postur ini menunjukkan kepercayaan diri dan kekuatan. Walaupun terkesan sepele, hal ini sangatlah penting 4. Ayunkan lengan selama Anda berjalan. Mengayunkan lengan adalah hal biasa bagi banyak orang. Biarkan kedua lengan tergantung ke bawah secara alami. Saat mulai berjalan, lengan Anda akan berayun sedikit. Semakin cepat Anda berjalan, semakin lebar ayunannya. Mengayunkan lengan adalah sesuatu yang alami ketika Anda berjalan. Penelitian membuktikan bahwa cara ini bisa meningkatkan efisiensi dari setiap langkah Anda. Berjalan sambil mengayunkan lengan membantu Anda melangkah lebih lebar dengan energi metabolik yang sama besarnya seperti jika Anda tidak mengayunkan lengan.[3] Jadi, jangan takut mengayunkan lengan saat berjalan. Jangan khawatir, Anda tidak akan terlihat seperti pendekar. Jika cuaca tidak terlalu dingin, jangan masukkan tangan ke dalam saku agar Anda bisa

mengayunkan lengan. Dengan demikian, Anda akan memperoleh manfaatnya, yaitu berjalan lebih cepat dan lebih jauh.

UPAYA MENCEGAH HAZARD PSIKOSOSIAL

Hazard (bahaya) Psychosocial adalah suatu bahaya non fisik yang timbul karenaadanya interaksi dari aspek-aspek job description, desain kerja dan organisasi sertamanagemen di tempat kerja serta konteks lingkungan sosial yang berpotensi menimbulkangangguan fisik, sosial dan psikologi. Bahaya

psikososial,

misalnya

yang berkaitan

aspek

sosial

psikologis

maupunorganisasi pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek fisikdan mental pekerja. Seperti misalnya pola kerja yang tak beraturan, waktu kerja yang diluarwaktu normal, beban kerja yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi,suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll (Sunaryo 2004). Upaya yang dilakukan untuk mencegah hazard psikososial : 1.Analisis beban kerja Definisi: Analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yangdigunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu,atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan

berapa

jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkankepada seorang petugas.

Tujuan : a.Analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah pegawai yangdibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dan berapa jumlah tanggung jawabatau beban kerja yang dapat dilimpahkan kepada seorang pegawai, atau dapat puladikemukakan bahwa analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jamkerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan beban kerja dalamwaktu tertentu. b.Membangun/merumuskan sistem penilaian beban kerja dan perencanaan kebutuhan pegawai pada masing-masing Unit kerja c.Melakukan penilaian beban kerja Unit Kerja berdasarkan beban kerja jabatan/unitkerja dengan menggunakan variabel norma waktu, volume kerja dan jam kerja efektif,dikaitkan dengan jumlah pegawai/jabatan. Metode Analisis Beban Kerja: Dalam rangka mendapatkan informasi yang diperlukan dalam kegiatan ini dilakukandengan 3 pendekatan yaitu : a.Pendekatan OrganisasiOrganisasi dipahami sebagai wadah dan sistem kerja sama dari jabatan- jabatan. Melalui pendekatan organisasi sebagai informasi, akan diperoleh informasitentang : nama jabatan, struktur organisasi, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab,kondisi kerja, tolok ukur tiap pekerjaan, proses pekerjaan, hubungan kerja, serta persyaratan-persyaratan seperti : fisik, mental, pendidikan, ketrampilan, kemampuan,dan pengalaman.Berdasarkan pendekatan organisasi ini

dapat

dibuatkan

prosedur

kerja

dalam pelaksanaan kerja yang menggambarkan kerja sama dan koordinasi yang ba ik.Kegiatan dan hubungan antar unit organisasi perlu dibuatkan secara tertulis, sehinggasetiap pegawai tahu akan tugasnya bagaimana cara melakukannya serta dengan siapa pegawai itu harus mengadakan hubungan kerja.Selanjutnya tugas dan fungsi setiap satuan kerja dihitung beban tugasnya.Hambatannya karena belum adanya ukuran beban tugas, hal ini perlu kesepakatan tiapsatuan kerja yang sejenis. Dengan demikian ukuran beban tidak hanya satu, tetapi bisa dua, tiga atau lebih. b.Pendekatan analisis jabatanJabatan yang dimaksud tidak terbatas pada jabatan struktural dan fungsional,akan tetapi lebih diarahkan pada jabatan-jabatan non struktural yang bersifat umumdan bersifat teknis (ingat kriteria jabatan baik aspek material

maupun

formal).

Melalui pendekatan ini dapat diperoleh berbagai jenis informasi jabatan yang meli putiidentitas jabatan, hasil kerja, dan beban kerja serta rincian tugas. Selanjutnyainformasi hasil kerja dan rincian tugas dimanfaatkan sebagai bahan pengkajian bebankerja.Beban kerja organisasi sesuai prinsip organisasi akan terbagi habis pada sub unit-sub unit dan sub unit terbagi habis dalam jabatanjabatan.

Melalui

pendekatan

analisis jabatan ini akan diperoleh suatu landasan untuk penerimaan, penempatan dan penentuan jumlah kualitas pegawai yang dibutuhkan dalam periode waktu tert entuantara lain 1)Sebagai landasan untuk melakukan mutasi;

2)Sebagai landasan untuk melakukan promosi. 3)Sebagai landasan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan (Diklat); 4)Sebagai landasan untuk melakukan kompensasi; 5)Sebagai landasan untuk melaksanakan syarat-syarat lingkungan kerja; 6)Sebagai landasan untuk pemenuhan kebutuhan peralatan atau prasarana dansarana kerja c.Pendekatan Administratif Melalui pendekatan ini akan diperoleh berbagai informasi

yang

mencakup berbagai kebijakan dalam organisasi maupun yang erat kaitannya deng an sistemadministrasi kepegawaian Teknik Penghitungan Beban Kerja : Analisis beban kerja dilakukan dengan membandingkan bobot/beban kerja dengannorma waktu dan volume kerja. Target beban kerja ditentukan berdasarkan rencana kerjaatau sasaran yang harus dicapai oleh setiap jabatan, misalnya mingguan atau bulanan.Volume kerja datanya terdapat pada setiap unit kerja, sedangkan

norma

waktu

hingga

kini belum banyak diperoleh sehingga dapat dijadikan suatu faktor tetap yang san gatmenentukan dalam analisis beban kerja.Teknik perhitungan yang digunakan adalah teknik perhitungan yang bersifat “praktis empiris”, yaitu perhitungan yang didasarkan pada pengalaman

-pengalaman basis pelaksanaan kerja masa lalu, sesuai judgement disanasini dalam pengukuran kerjadilakukan berdasarkan sifat beban kerja pada masingmasing jabatan, mencakup : a.Pengukuran kerja untuk beban kerja abstrakUntuk mengukur beban kerja abstrak diperlukan beberapa informasi antara lain : 1)Rincian / uraian tugas jabatan. 2)Frekwensi setiap tugas dalam satuan tugas. 3)Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas. 4)Waktu Penyelesaian Tugas merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu. 5)Waktu kerja efektif. b.Pengukuran kerja untuk beban kerja konkretUntuk mengukur beban kerja konkret diperlukan beberapa informasi antara lain : 1)Rincian / uraian tugas jabatan. 2)Satuan hasil kerja. 3)Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas. 4)Target waktu kerja dalam satuan waktu.

Related Documents


More Documents from "Aan"