Presus Paru Bronkopneumonia Rima Fix.docx

  • Uploaded by: sir.
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presus Paru Bronkopneumonia Rima Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,822
  • Pages: 26
PRESENTASI KASUS BRONKOPNEUMONIA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota Salatiga

Diajukan kepada: dr. Aprilludin, Sp.P. M. Kes

Disusun oleh: Rima Nur Annisa 1413010003

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KOTA SALATIGA PROGRAM PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2019

HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul Bronkopneumonia

Disusun oleh: Rima Nur Annisa 1413010003

Telah dipresentasikan Hari/Tanggal: Sabtu, 23 Maret 2019

Disahkan oleh: Dosen Pembimbing,

dr. Aprilludin, Sp.P. M. Kes

BAB I LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien Nama

: Tn. M

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 70 th

Alamat

: Grogol Blotongan, kec. Candirejo

Status

: Menikah

Masuk RS

: 3 Maret 2019 pukul 18.58

B. Anamnesis 1. Keluhan Utama Sesak napas 2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Hal ini dialami Tn M sejak 2 minggu yang lalu, dan memberat sejak 3 hari ini. Sesak napas tidak memberat saat beraktifitas dan tidak berhubungan dengan cuaca. Nyeri dada (-) Batuk (+), dahak (-), batuk darah (-) Keringat malam (-), penurunan berat badan (+) > 10 kg dalam 2 bulan. Demam (+), mual (-), muntah (-). BAK dan BAB (+) Kaki bengkak (-), nyeri (-), kaki tidak dapat digerakkan sejak kecelakaan 15 tahun yang lalu. Tetapi pasien dapat duduk, karena kecelakaan. Riwayat darah tinggi (+) dengan tekanan darah tertinggi >180mmHg. O.s tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. Riwayat penyakit gula disangkal. 3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa, riwayat asma, diabetes melitus, sakit jantung, hipertensi disangkal pasien. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat keturunan riwayat asma, diabetes melitus, sakit jantung, hipertensi disangkal pasien.

5. Riwayat Personal Sosial Pasien mengaku sudah berhenti merokok sejak 7 tahun yang lalu, namun sebelumya merupakan perokok berat dan bukan alkoholik. Pasien dirawat menggunakan BPJS.

6. Pemeriksaan fisik 1. Kesan Umum

: Tampak sakit sedang

2. Kesadaran

: Compos Mentis, GCS E4V5M6

3. Vital Signs Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 100x/menit reguler

Frekuensi Napas

: 24x/menit

Suhu

: 39,6oC

4. SpO2

: 88 %

5. Head to toe Kepala & Leher Inspeksi

Bentuk wajah simetris, Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), ptosis (-/-), eksophtalmus (-/-), pursed – lips breathing (-),

Palpasi

Pembesaran Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-)

Thorax (Cor) Inspeksi

Pulsasi terlihat

Palpasi

Ictus cordis teraba pada SIC V linea mid clavicula sinistra

Perkusi

Cardiomegali (-), batas kanan jantung terdapat di linea parasternlis dextra, batas kiri jantung terdapat di line mid clavicula sinistra, batas atas jantung atas terdapat di SIC II, batas bawah jantung terdapat di SIC V

Auskultasi

Suara S1 dan S2 terdengar regular, Murmur (-), Gallop (-)

Thorax (Pulmo) Inspeksi

Pelebaran vena (-), retraksi dinding dada (+), barrel chest (-), penggunaan otot bantu napas (-), hipertrofi otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-)

Palpasi

Vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru, sela iga melebar (-)

Perkusi

Hipersonor pada pulmo dextra, batas jantung mengecil (-), letak diafragma rendah (-) , hepar terdorong ke bawah (-)

Auskultasi

Suara pernapasan Bronkial (+) Ronki kasar (+), Wheezing (-)

Abdomen Inspeksi

Asites (-), pelebaran vena (-), spider nevi (-)

Auskultasi

Peristaltik usus 6x/menit

Palpasi

Nyeri tekan

Perkusi

Timpani (+)

Ekstremitas (Superior, Inferior, Dextra, Sinistra) Inspeksi

Edema (-)

Palpasi

Pitting non pitting edema (-), akral hangat (+) CRT < 2 detik Tabel 1.1. Hasil pemeriksan fisik

7. Pemeriksaan penunjang 1. Rontgen thorax tanggal 3 Maret 2019 Gambar 1. 1. Rontgen thorax tanggal 3 Maret 2019

Foto thorax, PA view, posisi erect, relatif simetris, inspirasi cukup, kondisi foto cukup pada Hasil : a. Tampak opasitas inhomogen di kedua pulmo dengan batas tak tegas, airbronchogram multiple b. Tak tampak pembesaran limfonodi hilus bilateral c. Sinus costophrenicus sinistra lancip d. Tampak penebalan pleural space dextra e. Diafragma bilateral licin dan tak mendatar f. Cor, CTR = 0,45 g. Sistema tulang yang tervisualisasi baik

Kesan : a. Bronchopneumonia b. Efusi pleura dextra c. Besar cor normal

2. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Metoda

Leukosit

7.15

4.50 – 11.00

10^3/uL

Impedance

Eritrosit

5.72

L : 4.50-6.50 W : 11.5-16.5

10^6/uL

Impedance

Hemoglobin

16.7

L : 13-18 W : 11.5-16.5

g/dL

Colorimetric

Hematokrit

50.5

40-52

%

Analizer Calculates

MCV

88.3

80-96

fL

Analizer Calculates

MCH

29.2

28-33

Pg

Analizer Calculates

MCHC

33.1

33-36

g/dL

Analizer Calculates

Trombosit

222

10-450

10^3/uL

Impedance

Eosinofil

0.0

2-4

%

Basofil

0.3

0-1

%

Limfosit

15.7

25-60

%

Monosit

5.0

2-8

%

Neutrofil

79.0

50-70

%

Hitung Jenis

Impedance

Kimia GDS

463

<140

mg/dL

GOD-PA

Ureum

117

10-50

mg/dL

Modif-Berh

Kreatinin

1,6

1.0-1.3

mg/dL

SGOT

15

L : <37; W : <31

U/L

IFCC

SGPT

9

L: <42; W: <32

U/L

IFCC

8. Asessment  Bronkopneumonia  Diabetes Melitus

9. Penatalaksanaan 1. IGD tanggal 3 maret 2019 

RL 20 TPM



Parcetamol 1 gr



Metilprednison 62,5 mg/12 jam



Nebulizer (Bricasma dan pulmicort)

10. Perkembangan Rawat Inap  3 maret 2019 

Ceftriaxone 1 gr/ 24 jam



Drip Aminopylin



Rawat bersama penyakit dalam

 4 maret 2019 

Asering



O2 4 liter



Aminopylin 200 mg tab 3x1/2



Nebulizer : (bricasma, pulmicort 0,2 ) 3x1



Paracetamol 500 mg tab 3x1



Ambroksol 30 mg tab 3x1



Novorapid SC/4 jam, dosis awal 26 IU



Prorenal 3x1 tab

 5 maret 2019 

Asering



O2 4 liter



Drip Aminopylin 1 ampul 20 tp



Nebulizer : (bricasma, pulmicort) 3x1



Paracetamol 500 mg tab 3x1



Ambroksol 30 mg tab 3x1



Novorapid



Prorenal 3x1 tab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Bronchus dan Pulmo 1. Bronchus Trachea bercabang dua di belakang arcus aortae menjadi bronchus principalis dexter dan sinister (primer atau utama). Bronchus principalis dexter meninggalkan trachea dengan membentuk sudut sebesar 25 derajat dengan garis vertikal. Bronchus prlncipalis sinister meninggalkan trachea dengan membentuk sudut 45 derajat dengan garis vertikal. Bronchus terusmenerus bercabang dua sehingga akhirnva membentuk jutaan bronchiolus terminalis yang berakhir di dalam satu atau leblh bronchiolus respiratorius (Snell, 2006). Setiap bronchiolus respiratorius terbagi menjadi 2 sampai 11 ductus alveolaris yang masuk ke dalam saccus alveolaris. Alveoli timbul dari dinding saccus sebagai diverticula (Snell, 2006). a. Bronchus Principalis Dexter Bronchus principalis dexter lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal dari bronchus principalis sinister dan panjangnya lebih kurang 2,5 cm. Vena azygos melengkung di atas pinggir superiornya. Bronchus lobaris superior dimulai sekitar 2 cm dari pangkal bronchus principalis di carina. Kemudian bronchus principalis dexter masuk ke hilus paru-paru kanan, dan bercabang dua menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior (Snell, 2006). b. Bronchus Principalis Sinister Bronchus principalis sinister lebih sempit, leblh panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis dexter dan panjangnya lebih kurang 5 cm. Berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada waktu masuk ke hilus pulmonalis sinister, bronchus

principalis sinister bercabang menjadi bronchus lobaris superior dan bronchus lobaris inferior (Snell, 2006). Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru mempercabangkan bronchus segmentalis (tersier). Setiap bronchus segmentalis kemudian masuk ke segmenta bronchopulmonalia. Setelah masuk segmenta bronchopulmonalia, setiap bronchus segrnentalis terbagi dua berulang-ulang. Pada saat bronchus menjadi lebih kecil, cartilago yang berbentuk U yang ditemui sejak dari trachea perlahanlahan diganti dengan lempeng cartilago yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchus yang paling kecil membelah dua menjadi bronchiolus, yang diameternya kurang dari 1 mm. Bronchiolus tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dilapisi oleh epitel silender bersilia. Lapisan submucosa mempunyai serabut otot polos melingkar yang utuh. Bronchiolus kemudian membagi dua menjadi bronchiolus terminalis, yang mempunyai kantong- kantong lembut pada dindingnya (Snell, 2006). Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi pada dinding kantong-kantong tersebut, karena itu dinamakan bronchiolus respiratorius. Diameter bronchiolus respiratorius sekitar 0,5 mm. Bronchiolus respiratorius berakhir dengan bercabang menjadi ductus alveolaris yang menuju ke arah saluran berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri dari beberapa alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masingmasing alveolus dikelilingi oleh jaringan yang mengandung kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen a1veo1i, melalui dinding aiveoli ke dalam darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya (Snell, 2006).

Gambar 2.1. Trachea, bronchus, bronchiolus, ductus alveolaris, saccus alveolaris, dan alveoli (Snell, 2006). 2. Pulmo Pulmo atau paru (paru kanan dan kiri) terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Di antaranya, di dalam mediastinum, terletak jantung dan pembuluh darah besar. Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis. Paru tergantung bebas dan dilekatkan pada mediastinum oleh radiksnya. Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula; basis yang konkaf yang terletak di atas diaphragma; facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan alat-alat mediastinum lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinalis terdapat hilus pulmonis, yaitu suatu cekungan di mana

bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru. Pinggir anterior tipis dan tumpang tindih dengan jantung; pada pinggir anterior ini pada paru kiri terdapat incisura cardiaca. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna vertebralis (Snell, 2006). a. Paru Kanan Paru kanan sediklt lebih besar dari paru kiri, dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis menjadi tiga lobus; lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis dan bertemu dengan fissura obliqua. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua (Snell, 2006).

Gambar 2.2 Permukaan lateral dan medial paru kanan (Snell, 2006). b. Paru Kiri Paru kiri dibagi oleh satu fissura (fissura obliqua) menjadi dua lobus: lobus superior dan lobus inferior.

Gambar 2.3 Permukaan lateral dan medial paru kiri (Snell, 2006).

B. DEFINISI Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal (Price & Wilson, 2005).

Gambar 1. Bronkopneumonia

C. EPIDEMIOLOGI Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi

di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN) (Bradley et.al., 2011). Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris (Bradley et.al., 2011).

D. ETIOLOGI Menurut Mansjoer (2008) etiologi pneumonia yaitu : bakteri, virus, mikoplasma pneumonia, jamur, aspirasi, pneumonia hipostatik, Sindrom Loeffler. a. Bakteri Bakteri penyebab pneumonia adalah pneumococus, streptococcus, Hoemophilus Influenza, dan Pseudomonas Aeruginosa. b. Virus Respiratori syncitial virus, adenovirus, sitomegalovirus dan virus influenza. c. Pneumonia Interstisial dan Bronkiolitis Pneumocystis carinii pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan klamidia. d. Jamur Aspergilus, koksidiodomikosis dan histoplasma. e. Aspirasi

Cairan amnion, makanan dan cairan lambung. f. Pneumonia Hipostatik Disebabkan karena terus-menerus berada dalam posisi yang sama. Gaya tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah paru-paru, dan infeksi membantu timbulnya pneumonia. g. Pneumonia oleh radiasi Disebabkan karena terus-menerus terpapar oleh radiasi sehingga terjadi infeksi pada paru yang dapat menyebabkan kerusakan paru. h. Pneumonia Hipersensitivitas Keadaan sensitifitas yang berlebihan mengakibatkan paru sangat rentan terhadap benda asing yang masuk, reaksi sensitifitas tersebut dapat mengakibatkan infeksi pada paru sehingga terjadi kerusakan pada paru

E. KLASIFIKASI Klasifikasi berdasarkan anatomi dan etiologis yaitu : A. Pembagian Anatomis 1. Pneumonia Lobaris Biasanya gejala penyakit secara mendadak, tapi kadang didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pneumonia ini terjadi didaerah lobus paru. Gejala awal hamper sama dengan pneumonia lain, hanya pada pemerikaan fisik kelainan khas tampak setelah 1-2 hari. 2. Pneumonia Lobularis (Bronchopnemonia) Biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh 39o-40o dan kadang disertai kejang demam yang tinggi. Membuat sangat gelisah, dyspneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung sera sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. 3. Pneumonia Interstisial (Bronchiolus)

Pneumonia yang terjadi pada jaringan interstisial. Pada jaringan ini ditemukan infiltrate sel radang, juga dapat ditemukan edema dan akumulasi mucus serta eksudat karena adanya edema dan eksudat maka dapat terjadi obstruksi parsial atau total pada bronhiolus (Bradley et.al., 2011).

B. Pembagian Etiologis 1. Bakteria : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus auerus, Hemophilus Influenza, Bacillus Friedlander, Mycobaterium tubercolusis. 2. Virus : respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalitik, mycoplasma pneumonia. 3. Jamur : histoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans, blastomyces dematitides, coccidodies immitis, aspergilus species, candida albicans. 4. Aspirasi : makanan, kerosene (minyak tanah, bensin) cairan amnion, benda asing

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu Tipe Klinis

Epidemiologi

Pneumonia Komunitas

Sporadis atau endemic; muda atau orang tua

Pneumonia Nosokomial

Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens

Terdapat dasar penyakt paru kronik

Pneumonia Aspirasi

Alkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan

Pada pasien transplantasi,

imun

onkologi, AIDS

F. PATOFISIOLOGI Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia. Dari penjelasan diatas masalah yang muncul, yaitu : Risiko kekurangan volume cairan, Nyeri (akut), Hipertermi, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Bersihan jalan nafas tak efektif, Gangguan pola tidur, Pola nafas tak efekif dan intoleransi aktivitas. Empat tahap respon yang khas pada pneumonia menurut pendapat Prince dan Wilson (2005) meliputi : a. (Stadium I) Kongesti (4 sampai 12 jam pertama) Eksudat serosa masuk kedalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. b. (Stadium II) Hepatitis merah (48 jam berikutnya) Paru-paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin dan leukosit polimorfonuklear mengisi alveoli. c. (Stadium III) Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) Paru-paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi didalam alveoli yang terserang. d. (Stadium IV) Resolusi (7 sampai 11 hari)

Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. e. Gejala Bronkopneumonia Bronkopneumonia pada pasien ini di tegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan keterangan yang mengarah pada kecurigaan pneumoniayaitu sesak nafas, batuk berdahak, dan demam tinggi. Manifestasiklinis pneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit kepala, penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan respiratori (batuk, sesak nafas) (Rahajoe dkk., 2010). Dari anamnesis, manifestasi klinis pneumonia di dahului beberapa hari dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk dan rinitis (pada pasien ini didahului dengan batuk), peningkatan usaha bernafas, demam tinggi mendadak (pada pneumonia bakteri), dan penurunan nafsu makan (Kliegman, 2006). Keluhan yang paling menonjol pada pasien pneumonia adalah batuk dan demam (Long. 2010).

G. TANDA DAN GEJALA Menurut Arief Mansjoer (2008), tanda dan gejala dari Pneumonia adalah : 1. Demam Suhu mencapai 39,5oC-40,5oC bila terjadi proses inflamasi. 2. Penyumbatan pada jalan nafas 3. Batuk dan nyeri pada dada 4. Perubahan system pernafasan System pernafasan yang mengalami infeksi untuk memaninfestasikan pernafasan yang cepat dapat juga disertai dengan cairan (ninorea), kental bernanah, tergantung dari tipe dan tempat inflamasi. 5. Bunyi nafas Sesak, merintih, stridor, wheezing, crackles, tanpa bunyi. 6. Tenggorakan luka Komplikasi dari inflamasi tingkat tinggi. 7. Anoreksia Menyerang yang terinfeksi akut. 8. Muntah Mudah muntah jika sakit, hal ini menunjukan ada serangan infeksi biasanya tidak lama tetapi tetap terjadi selama sakit. 9. Diare Biasanya ringan kemudian berat, sering menyertai infeksi pernafasan dan dapat menyebabkan dehidrasi. 10. Nyeri perut Spasme otot mungkin disebabkan karena faktor muntah, takut, gelisah dan ketegangan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus),

penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral). 2. Pemeriksaan laboratorium (Darah Lengkap, Serologi, LED) Leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat. Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun. Bilirubin biasanya meningkat. 3. Analisis gas darah dan Pulse oximetry Menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2. 4. Pewarnaan Gram/Cultur Sputum dan Darah Untuk mengetahui oganisme penyebab. 5. Pemeriksaan fungsi paru-paru Volume mungkin menurun, tekanan saluran udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.

Menurut pendapat Mansjoer Arif 2000, meliputi : 1. Kajian foto thorak Untuk melihat adanya infeksi diparu dan status pulmones (untuk mengkaji perubahan pada paru). 2. Nilai analisis gas darah Untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan dengan oksigenasi. 3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis Untuk menetapkan adanya infeksi, anemia, proses inflamasi. 4. Pewarnaan gram (darah) Untuk seleksi awal anti mikroba. 5. Tes kulit untuk tuberkulin Mengesampingkan kemungkinan TB jika tidak merespon terhadap pengobatan. 6. Jumlah leukosit Penurunan jumlah leukosit terjadi pada pneumonia bacterial. 7. Bronkoskopi

Untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari pohon trakeobronkial, jaringan yang diambil untuk uji diagnostic.

I. PENATALAKSANAAN 1. Terapi antibiotic Merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya. a. Anti biotik sesuai dengan hasil biakan atau berikan: 1) Untuk kasus bronkopneumonia community base (1. Ampicilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian. 2. Chloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian). 2) Untuk kasus bronkopneumonia hospital base (1. Cefotaxim 100mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian. 2. Amikasin 1015mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian) 2. Terapi suportif umum a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasar pemeriksaan AGD. b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental. c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral. e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis. f. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest. g. Drainase empiema bila ada

J. KOMPLIKASI Menurut pendapat Arief Mansjoer (2000), komplikasi pneumonia meliputi : 1. Empiema Adanya peradangan pada saluran nafas tersebut dapat menyebar ke jaringan pleura. Pada fase awal, timbul cairan pleura yang jumlahnya sedikit berlanjut sehingga terjadi fibrosis di pleura parietalis dan viseralis yang kemudian berkembang menjadi kumpulan pus dalam rongga pleura atau empiema. 2. Otitis Media Akut Adanya infeksi pada slauran nafas dapat menyebar sampai ke telinga tengah melalui tuba eustachius sehingga dapat menyebabkan otitis media akut. 3. Atelektasis Terjadi apabila terjadi penumpukan secret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi. Penumpukan secret ini akan menyebabkan obstruksi bronchus intrinsik. Obstruksi ini akan menyebabkan atelektasi obstruksi, dimana terjadi penyumbatan saluran udara yang menghambat masuknya udara kedalam alveolus. 4. Empisema Terjadi dimulai adanya gangguan pembersihan jalan nafas akibat penumpukan sputum. Peradangan yang menjalar ke bronchioles akan menyebabkan dinding bronchioles mulai melubang dan membesar. Pada waktu inspirasi lumen bronchious melebar sehingga udara dapat tersumbat karena penumpukan sputum. Tetapi saat ekspirasi lumen menyempit sehingga sumbatan tersebut menghalangi keluarnya udara. 5. Meningitis Penyebaran virus haemophilus influenza melalui hematogen ke sistem syaraf sentral. Penyebarannya juga bisa dimulai saat terjadi infeksi saluran pernafasan atau dimana maninfestasi klinik meningitis menyerupai pneumonia.

BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. PEMBAHASAN Pada tagggal 2 Januari 2018 Tn. M dirawat di RSUD kota salatiga. Berdasarkan hasil anamnesis pemerikasaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Tn.

M

didiagnosa

mengalami

bronkopnemonia.

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme (virus, bekteri, jamur), dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung kedalam saluran pernafasan (aspirasi). Gejala yang muncul adalah adanya demam, batuk berdahak serta sesak napas dengan adanya suara tambahan paru berupa rhonki. Dari anamnesis, didapatkan keterangan yang mengarah pada kecurigaan pneumonia yaitu sesak nafas, batuk berdahak, dan demam tinggi. Manifestasiklinis pneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit kepala, penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan respiratori (batuk, sesak nafas). Pada pasien ini juga dijumpai sesak nafas, batuk non produkti, dan demam. Pemeriksaan fisik biasanya pada pasien bronkopneumonia dijumpai adanya ketinggalan bernafas atau adanya retraksi dada, takipnu, suara pernafasan bronkial. Dapat dijumpai adanya suara tambahan berupa ronkhi di daerah paru yang terlibat. Pada pasien ini dijumpai adanya

ketinggalan bernafas dada kanan, adanya takipnu, dan suara pernafasan bronkial. Dijumpai pula suara tambahan berupa ronkhi di lapangan tengah paru kanan. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, serologi, LED) terdapat leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat. Lektrolit : sodium dan klorida menurun. Bilirubin biasanya meningkat. Pada pasien ini dijumpai pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah seldarah putih (7.500/mm3) normal. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) teridentifikasi

adanya

menunjukkan

multiple

penyebaran

(misal

abses/infiltrat,

lobus

empiema

dan

bronchial),

(Staphylococcus),

penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral). Pada pasien ini di jumpai tampak opasitas inhomogen di kedua pulmo dengan batas tak tegas, airbronchogram multiple. Terapi antibiotik merupakan terapi utama pada pasien pneumonia. Anti biotik sesuai dengan hasil biakan atau berikan untuk kasus bronkopneumonia community base : (1. Ampicilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian ; 2. Chloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian). Untuk kasus bronkopneumonia hospital base (1. Cefotaxim 100mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian ; 2. Amikasin 10-15mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian). Pada pasien ini dijumpai

pemberian antibiotik berupa

pemberian ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV.

B. KESIMPULAN Komplikasi yang dapat terjadi berupa . Empiema, Otitis Media Akut, Atelektasis, Empisema, dan Meningitis (Arief Mansjoer, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C. (2011). The management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3 months of age: Clinical practice guidelines by the pediatric infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Kliegmen. 2006. Nelson essentials of pediatrics. USA: El Sevier. Page : 14481490. Long. 2010. Principles and practice of pediatrics infectious diseases 4 edition. USA: Saunders.pp.80-89 Mansjoer, A. (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius. Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804. Snell, (2006). Sistem pernapasan dalam Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.

Related Documents


More Documents from ""