Presus Alif Terianto.docx

  • Uploaded by: Andri Karnanda
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presus Alif Terianto.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,568
  • Pages: 45
LAPORAN KASUS VESIKOLITHIASIS

Pembimbing dr. Hendy Mirza, SpU

Disusun oleh: Muhammad Alif Terianto 1620221152

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUP PERSAHABATAN JAKARTA KEMETERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN 2019

1

LEMBAR PENGESAHAN Laporan Kasus dengan judul : Vesikolithiasis

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Bedah RS Persahabatan Jakarta

Disusun Oleh: Muhammad Alif Terianto

162.0221.152

Telah disetujui oleh : Nama Pembimbing

Tanda Tangan Pembimbing

Tanggal Pengesahan

dr. Hendy Mirza, SpU

2

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam semesta yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, nikmat, serta kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga laporan kasus ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik Bedah yang diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada pembaca serta semua pihak yang masyarakat. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Penulis ucapkan terima kasih dengan segala kerendahan hati kepada: 1. dr. Hendy Mirza, SpU, selaku dokter pembimbing 2. Dokter-dokter spesialis di SMF Bedah RSUP Persahabatan Jakarta 3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tiada henti 4. Rekan-rekan ko-assisten SMF Bedah RSUP Persahabatan Jakarta atas semangat, waktu, dan bantuan terbaiknya. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun di luar lingkungan RSUP Persahabatan Jakarta.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

3

DAFTAR ISI Lembar Pengesahan ..................................................................................... 2 Kata Pengantar ……………………………………………………………. 3 Daftar Isi ..................................................................................................... 4 BAB I LAPORAN KASUS.......................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN........................................................................... .. 17 BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 19 Daftar Pustaka ............................................................................................. 33

4

BAB I LAPORAN KASUS

I.1

I.2

IDENTITAS Nama pasien

: Ny. SS

Usia

: 73 tahun

No. RM

: 0236xxxx

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jakarta Timur

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Agama

: Islam

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 Februari 2019 pukul 17.00 WIB di Bangsal Melati Bawah, RSUP Persahabatan Jakarta.

Keluhan Utama : Nyeri saat berkemih sejak 2 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke ke IGD RSUP Persahabatan Jakarta pada tanggal 14 Februari 2019 pukul 18.00 WIB dengan keluhan nyeri saat berkemih. Nyeri berkemih dirasakan sejak 2 hari SMRS dan semakin hari nyeri semakin memberat hingga menggangu aktivitas. Nyeri tidak berubah saat perubahan posisi. Nyeri tidak berkurang saat istirahat. Nyeri yang dirasakan pasien seperti diremas remas di bagian perut bawah tengah. Keluhan nyeri pinggang sebelumnya di sangkal. Pasien juga mengeluh BAK sedikit tersendat saat pasien duduk atau berdiri namun pasien merasakan BAK kembali lancer ketika pasien berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Pasien tidak pernah mengeluh nyeri pinggang yang menjalar sampai ke lipat paha., BAK berpasir (-), pancaran kemih bercabang (-), warna urin kuning,

5

riwayat trauma di perut bagian bawah (-), operasi di daerah perut (-).Mual dan muntah disangkal oleh pasien. Tiga bulan SMRS, pasien juga pernah mengalami buang air kecil berwarna merah sebanyak 1 kali. Awalnya pasien mengatakan buang air kecilnya sedikit tersendat namun beberapa jam kembali membaik. Pasien juga mengaku frekuensi BAK meingkat sehingga pasien harus ke kamar mandi berkali kali. Riwayat Penyakit Dahulu :  Riwayat hipertensi

: disangkal

 Riwayat DM

: disangkal

 Riwayat stroke

: disangkal

 Riwayat trauma tulang belakang

: disangkal

 Riwayat trauma genital

: disangkal

 Riwayat operasi sebelumnya

: disangkal

 Riwayat infeksi saluran kemih

: disangkal

 Riwayat batu saluran kemih

: disangkal

 Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

 Riwayat penyakit prostat

: disangkal

 Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :  Riwayat keluhan serupa

: disangkal

 Riwayat hipertensi atau DM

: disangkal

 Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat Pengobatan : Pasien rutin minum obat anti diabetes dan obat anti hipertensi. Riwayat Pribadi, Sosial, dan Ekonomi : Pasien mengaku dirinya jarang minum air putih dan sering mengkonsumsi jamujamuan dengan konsistensi sangat kental sudah selama bertahun-tahun. Pasien menyebutkan bahwa dirinya jarang makan sayuran dan jarang minum minuman kemasan.

I.3

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 Februari 2019 pukul 17.30 WIB di 6

bangsal Melati Bawah, RSUP Persahabatan Jakarta. Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran

: Compos Mentis

Berat badan

: 85 kg

Tinggi badan

: 158 cm

IMT

: 24.03

Tanda-tanda vital :  TD

: 140/90mmHg

 Nadi

: 96x/menit

 Suhu

: 36,7oC

 Pernapasan : 21x/menit  SpO2

: 99%

Status Generalis: Kepala

: Normosefal

Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks pupil direk (+/+), refleks pupil indirek (+/+)

Telinga

: Bentuk normal, simetris, otorrhea (-/-)

Hidung

: Napas cuping hidung (-), deformitas/septum deviasi (-), mukosa hiperemis (-/-), sekret (-/-)

Mulut

: Mulut simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-), sariawan (-), faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1

Leher

: Trakea berada di tengah, tidak berdeviasi, intak, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat

Thoraks Cor

:

Inspeksi

: Tidak tampak iktus kordis

Palpasi

: Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi

Perkusi

:



Batas atas jantung



Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra

: ICS II linea parasternal dextra

7



Batas bawah kanan jantung : ICS II-IV linea parasternal dextra



Batas bawah kiri jantung

: ICS VI lebih dari 4 cm ke lateral dari linea

mid clavicula sinistra Auskultasi : BJ S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo

:

Inspeksi

: Normochest, pergerakan simetris, retraksi (-)

Palpasi

: Vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen : Inspeksi

: Dinding abdomen datar, , warna kulit sama dengan warna kulit sekitar

Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi

: Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit normal

Perkusi

: Timpani seluruh regio abdomen

Ekstremitas Atas

: : Edema (-/-), CRT (<2 detik), akral dingin (-/-), sianosis (-), turgor kulit normal

Bawah

: Edema (-/-), CRT (<2 detik), akral dingin (-/-), sianosis (-), turgor kulit normal

Status Urologi : 

Regio Costovertebralis: Inspeksi

:Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), hematom (-), edema (-), massa/tumor (-).

Palpasi

: Tidak teraba massa/tumor, tidak ada nyeri tekan pada sudut costovertebral, ballotement(-/-)

Perkusi

: Tidak terdapat nyeri ketok pada Costovertebral Angle (CVA)



Regio Suprapubis: Inspeksi

: Tidak tampak pembesaran, warna kulit sama dengan 8

sekitarnya, tak tampak massa atau benjolan, tidak ada tanda peradangan maupun luka bekas operasi. Palpasi

: Nyeri tekan (-), VU tidak teraba membesar, tidak teraba massa keras pada kandung kemih.

I.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium 14 Februari 2019, pukul 19.52 WIB JENIS PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

132 L

135 - 145 mEq/L

Kalium (K) Darah

3.60

3.5 - 5 mEq/L

Klorida (Cl) Darah

103

98 - 107 mEq/L

Hemoglobin

13.3

13.0 - 16.0 g/dL

Hematokrit

37.1

40 - 48 %

Eritrosit

4.37

4.5-5.5 juta/uL

MCV

84.9

82- 92 fL

MCH

30.4

27 - 31 pg

MCHC

35.8

32 - 36 g/dL

ELEKTROLIT Elektrolit (Na, K, Cl) Natrium (Na) Darah

HEMATOLOGI Darah Perifer Lengkap

Trombosit

234.000

150.000 - 400.000 /uL

Leukosit

10.36

5.000 - 10.000 /uL

0.4

0-1%

Eosinofil

0.5 L

1-3%

Neutrofil

65.5

52 - 76 %

Limfosit

23.1

20 - 40 %

Hitung Jenis Basofil

9

Monosit

10.5 H

2-8%

12.4

11.5 - 14.5 %

GDS

102

70 - 200 mg/dL

Kreatinin Darah

0.9

0.6- 1.2 mg/dL

Ureum Darah

28

18- 55 mg/dL

Coklat muda Keruh

Kuning

Leukosit

Penuh

0-5/LPB

Eritrosit

Penuh

0-2/LPB

Silinder

Negatif

RDW-CV KIMIA KLINIK

URINALISIS Urin Lengkap Warna Kejernihan

Jernih

Sedimen

Sel epitel Kristal Bakteri

3+, sel epitel gepeng Negatif

Negatif

+3

Negatif

1.023

1.005-1.030

Ph

7.5

4.5 - 8

Albumin

3+

Negatif

Glukosa

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

3+

Negatif

Negatif

Negatif

3.4

3.4 – 17 umol/

Negatif

Negatif

3+

Negatif

Berat jenis

Darah / Hb Bilirubin Urobilinogen Nitrit Leukosit esterase

10

B. USG Urologi (Tanggal 15 Februari 2019)

Hasil: -

Ginjal kanan: besar bentuk baik,differensiasi kortex dan medulla baik,pelviokalises tidak melebar,tak tampak batu

-

Ginjal kiri:besar bentuk baik,diferensiasi kortex dan medulla kurang baik,pelviokalises tak melebar, tampak batu 2 buah ukuran 0,6 dan 0,7 cm

-

Vesika urinaria: bentuk baik, mukosa regular,tak tampak batu,tampak sludge

-

Uterus: besar bentuk baik,tak tampak massa

Kesan : -

CKD kiri, Nefrolithiasis kiri multiple

-

Cystitis

11

C. CT Urografi

Hasil: -

Ginjal kanan

: besar bentuk baik, ukuran 6.09 x 10,21 cm, pelviokalises tak melebar, tak tampak batu

-

Ureter kanan

: bentuk dan caliber baik, tak tampak batu opaq

-

Ginjal kiri

: besar bentuk baik, ukuran 5.26 x 10,66 cm, pelviokalises tak melebar,tampak batu opaq

-

Ureter kiri

: bentuk, kaliber baik, tak tampak batu opaq

-

Vesika urinaria

: bentuk baik, mukosa regular,tampak batu opaq ukuran 5,68 x 5,76 cm

-

Uterus: besar, bentuk baik, tak tampak massa

Kesan : -

Vesicolithiasis 12

I.5 DIAGNOSIS - Batu Buli (Vesikolithiasis) - ISK

I.6 TATA LAKSANA 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin



Rencana operasi Sectio alta (pengangkatan batu buli)  Hari Rabu tanggal 27 Februari 2019

1.7 PROGNOSA 

Ad vitam

: dubia ad bonam



Ad fungsionam

: dubia ad bonam



Ad sanam

: dubia ad bonam

1.8 FOLLOW UP 22 Februari 2019. S: Pasien mengeluh nyeri O: kesadaran compos mentis, TTV ; TD 140/90, Nadi 84x/menit, RR 21x/mnt, T 36,1 C A: Vesikolithiasis, Cystitis P: 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin

13

23 Februari 2019. S: Pasien mengeluh nyeri O: kesadaran compos mentis, TTV ; TD 120/90, Nadi 80x/menit, RR 21x/mnt, T 36,1 C A: Vesikolithiasis, Cystitis P: 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin

24 Februari 2019. S: Pasien mengeluh nyeri O: kesadaran compos mentis, TTV ; TD 120/90, Nadi 80x/menit, RR 21x/mnt, T 36,1 C A: Vesikolithiasis, Cystitis P: 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin

25 Februari 2019. S: Pasien mengeluh nyeri O: kesadaran compos mentis, TTV ; TD 120/90, Nadi 80x/menit, RR 21x/mnt, T 36,1 C A: Vesikolithiasis, Cystitis P: 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram 14



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin

26 Februari 2019. S: Pasien mengeluh nyeri O: kesadaran compos mentis, TTV ; TD 120/90, Nadi 80x/menit, RR 21x/mnt, T 36,1 C A: Vesikolithiasis, Cystitis P: 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin

27 Februari 2019. S: Pasien mengeluh nyeri O: kesadaran compos mentis, TTV ; TD 120/90, Nadi 80x/menit, RR 21x/mnt, T 36,1 C A: Vesikolithiasis, Cystitis P: 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin

28 Februari 2019. S: Pasien mengeluh nyeri post operasi section alta O: kesadaran compos mentis, TTV ; TD 110/80, Nadi 78x/menit, RR 18x/mnt, T 36,1 C A: Vesikolithiasis, Cystitis

15

P: 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam



Inj Ceftriaxone 1x2 gram



Paracetamol 3x500 mg



Pasang catheter urin

01 Maret 2019. S: Pasien mengeluh anggota gerak kiri masih lemah O: kesadaran compos mentis, GCS E4M6Vx (Afasia) TTV ; TD 180/90, Nadi 90x/menit, RR 20x/mnt, T 36,1 C Motorik 4444/1111 4444/1111 Parese N.VII central Sinistra Parese N.XII central Sinistra Afasia Motorik A: Stroke Non Hemoragik Hipertensi P: -

IVFD Asering 20 tpm

-

Inj Citicolin 2x500 mg IV

-

Neurobion 5000 1x1 ampul ivfd

-

Nicardipin 0,5 mcq/kgBB/ menit drip

-

Aspilet 80 mg 1x1

-

Omeprazole 2x10 mg i.v

16

BAB II PEMBAHASAN

Dari anamnesis, pasien datang dengan keluhan nyeri saat berkemih. Nyeri berkemih dirasakan sejak 2 hari SMRS dan semakin hari nyeri semakin memberat hingga menggangu aktivitas. Nyeri tidak berubah saat perubahan posisi. Nyeri tidak berkurang saat istirahat. Nyeri yang dirasakan pasien seperti diremas remas di bagian perut bawah tengah. Hal ini menunjukkan adanya suatu nyeri kolik dimana nyeri kolik merupakan suatu nyeri yang diakibatkan oleh adanya suatu massa pada organ berrongga yang menyebabkan tubuh berusaha mengeluarkan massa tersebut. Keluhan di bagian perut bawah secara letak anatomis menunjukkan adanya gangguan pada regio suprapubis, dimana pada pasien ini yang berjenis kelamin perempuan harus dicurigai adanya masalah pada kandung kemih pasien atau uterus pasien (kecurigaan adanya mioma uteri atau carcinoma corpus uteri) namun nyeri yang bersifat kolik ditemukan pada batu saluran kemih (dalam hal ini vesikolithiasis) Keluhan nyeri pinggang sebelumnya di sangkal. Pasien juga mengeluh BAK sedikit tersendat saat pasien duduk atau berdiri namun pasien merasakan BAK kembali lancar ketika pasien berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Keluhan nyeri pinggang disangkal menyingkirkan adanya reffered pain dari adanya masalah di bagian regio lumbalis pasien (dalam hal ini area organ ginjal). BAK tersendat dan kembali lancer dengan perubahan posisi merupakan “ciri khas batu buli” atau vesicolithiasis. Pasien tidak pernah mengeluh nyeri pinggang yang menjalar sampai ke lipat paha menyingkan adanya gangguan pada ureter pasien. BAK berpasir (-), pancaran kemih bercabang (-), warna urin kuning, riwayat trauma di perut bagian bawah (-), operasi di daerah perut (-).Mual dan muntah disangkal oleh pasien. Riwayat menstruasi (-) (menopause). Dari riwayat riwayat tersebut ditujukan untuk menyingkkan diagnosis banding lainnya di daerah suprapubis. Tiga bulan SMRS, pasien juga pernah mengalami buang air kecil berwarna merah sebanyak 1 kali. Awalnya pasien mengatakan buang air kecilnya sedikit tersendat namun beberapa jam kembali membaik. Pasien juga mengaku frekuensi BAK meingkat sehingga 17

pasien harus ke kamar mandi berkali kali. Dari keterangan berikut, menunjukkan adanya suatu gejala LUTS (Lower Urinary Tract Symptom), dimana terdapat gejala gabungan dari gejala obstruktif dan iritatif sehingga membuat pasien mengalami BAK tersendat dan BAK menjadi lebih sering frekusensinya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang normal (tidak ditemukan kelainan berarti) pada pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan status lokalis urologi sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium, didapatkan warna urin yang keruh, terdapat leukosit & eritrosit pada urin menunjukkan adanya suatu reaksi terhadap benda asing seperti infeksi atau batu pada saluran kemih. Terdapat sel epitel pada urin +3 menunjukkan adanya kerusakan epitel di saluran kemih yang sebagian besar diakibatkan oleh iritasi batu saluran kemih. Terdapat bakteri +3 dan leukosit esterase +3 menunjukkan adanya suatu infeksi saluran kemih yang dalam hal ini dicurigai diakibatkan oleh adanya batu yang menyebabkan stasis aliran urin. Stasis urin inilah yang memudahkan kolonisasi dari flora normal sehingga berakibat infeksi. Dari pemeriksaan USG ginjal dan CT Scan menunjukkan adanya Vesikolithiasis dan ISK. Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut : 

IVFD Ringer Laktat 500cc/8 jam untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit, untuk memasukkan obat melalui vena.



Inj Ceftriaxone 1x2 gram yang berguna untuk infeksi saluran kemih (Cystitis)



Paracetamol 3x500 mg untuk sebagai anti demam dikarenakan infeksi saluran kemih pada pasien dan juga sebagai analgesik



Pasang catheter urin



Rencana operasi Sectio alta (pengangkatan batu buli)  Hari Rabu tanggal 27 Februari 2019

18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Vesikolithasis 3.1.1 Definisi Batu saluran kemih bagian bawah yang tersering muncul adalah batu buli. Batu buli disebut juga vesikolithiasis. 3.1.2 Epidemiologi Sebagian besar batu buli muncul pada pria. Di Negara Negara berkembang, batu buli ini muncul pada pada anak laki laki pre-pubertas. Analisis batu menunjukkan sebagian besar batu mengandung ammonium urat,asam urat, atau kalsium oksalat. 3.1.3 Etiologi Batu Buli biasanya merupakan manifestasi dari kondisi penyakit penyerta, termasuk disfungsi pengisian buli atau adanya benda asing. Disfungsi pengosongan buli dapat disebabkan oleh striktur uretra, BPH, kontraktur leher buli, atau neurogenik bladder. Hal ini semua berdampak pada stasis urin. 3.1.4 Gejala klinis Pasien dengan batu buli menunjukkan gejala iritatif pengosongan buli, pancaran urin yang terputus, ISK, hematuria, atau nyeri pelvis. Hampir sebagian besar presentase batu buli merupakan jenis batu radiolusen (batu asam urat) dan bersifat non obstruktif. Pada USG buli dapat diidentifikasi batu dengan karakteristik berbayang (shadowing). Batu bergerak seiring dengan pergerakan tubuh. 3.1.5 Patogenesis Pembentukan batu saluran kemih membutuhkan supersaturasi urin. Supersaturasi bergantung pada pH urin, kekuatan ion, konsentrasi zat terlarut, dan kompleksitas. Konstituen urin berubah secara dramatis dalam perbedaan status fisiologis dari keasaman urin di pagi hari hingga basa saat setelah makan. Kekuatan ionik ditentukan terutama oleh konsentrasi relative dari ion ion monovalent. Jika kekuatan ionik meningkat, koefisien aktivitas menurun. Aktivitas koefisien merefleksikan ketersediaan ion ion tertentu. Rendahnya konsentrasi ion menghasilkan kondisi undersaturation dan meningkatkan kelarutan. Sebagaimana konsentrasi ion meningkat, produk 19

aktivitas mencapai titik spesifik yang disebut koefisien produk kelarutan (Ksp). Konsentrasi diatas titik ini mampu menginisiasi pertumbuhan Kristal dan nukleasi heterogen. Kadar supersaturasi pada titik ini dalam kondisi tidak stabil. Kompleksitas mempengaruhi ketersediaan ion ion spesifik. Misalnya kompleks Natrium dengan oksalat akan menurunkan mereka dalam bentuk ion bebas, ketika sulfat bias berikatan dengan kalsium. Pembentukan Kristal di modifikasi oleh zat zat lain yang ditemukan di saluran kemih, termasuk magnesium, sitrat, pirofosfat, dan lainnya. Zat zat inhibitor ini dapat bekerja di tempat aktif pembentukan Kristal atau sebagai inhibitor dalam zat terlarut (sitrat). Proses pembentukan batu ginjal berdasarkan teori teori yang berkembang, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori : 1. Teori Supersaturasi Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu. 2. Teori Matriks Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu. 3. Teori Kurangnya Inhibitor Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan. Contoh dari zat inhibitor adalah Fluoride 4. Teori Kompleksitas Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.

20

3.1.6 Klasifikasi 3.1.6.1. Klasifikasi batu secara umum Berdasarkan zat penyusun dan pembentuknya, batu saluran kemih di klasifikasikan sebagai berikut: 1. Batu Kalsium Terbentuknya batu kalsium diakibatkan oleh beberapa kondisi berikut: 

Absorptif Hiperkalsiuria



Resorpsi hiperkalsiuria



Renal induced hiperkalsiuria



Hiperurikosuria



Hiperokaslouria



Hipositraturia

2. Batu Struvit 3. Batu Asam urat 4. Batu Sistin 5. Batu Xantine 3.1.6.2. Klasifikasi Batu Buli Batu buli diklasifikasikan menjadi batu primer idiopatik, batu ‘migrant’ dan batu sekunder termasuk batu yang berhubungan dengan stasis urin, infeksi dan benda asing. 3.1.6.2.1 Batu Migrant Batu Migrant pada buli terbentuk pada saluran kemih bagian atas, turun ke buli dan tertahan di buli. Kebanyakan batu yang migrasi melalui ureter menuju buli berukuran <1cm dan pada orang dewasa umumnya dapat melewati uretra dengan mudah. Batu yang tertahan dibuli umumnya terjadi pada anak (karena saluran keluar bulinya lebih kecil) atau terjadi obstruksi pada saluran keluar buli. Batu saluran kemih yang tertahan dapat mengakibatkan pembesaran ukuran buli (Becher et al, 1978 ). Etiologi primer terbentuknya batu berhubungan dengan faktor metabolik yang juga berhubungan dengan pembentukan batu ginjal. 3.1.6.2.2 Batu Primer Idiopatik (Endemik) Batu buli endemik terbentuk pada anak-anak tanpa ditemukan adanya obstruksi, kelainan lokal, kelainan neurologis atau infeksi primer. Terjadi penurunan insiden dengan industrialisasi dan kemakmuran, yang jarang terjadi di negara berkembang. Batu buli endemik umum ditemukan 21

pada infant (bayi) dan anak dengan sosioekonomi rendah di Afrika Utara ( Van Reen, 1976 ). Dan jarang terjadi di Afrika tengah dan selatan, amerika tengah, selatan dan kepulauan pasifik (Valyasevi and Van Reen, 1968). Pembentukan batu disebabkan oleh karena makanan dan kekurangan nutrisi. Anak-anak pada negara tersebut kurang mengkonsumsi makanan berbahan sereal, kekurangan protein hewani khususnya susu sapi ( Anderson, 1962 ). Sereal yang biasanya digunakan adalah tepung gandum, millet, dan beras. Kurang dari 25% dari total asupan protein berasal dari hewan ( Teotia and Teotia, 1977 ). Dibandingkan dengan susu sapi, ASI dan makanan seperti polished rice dan sereal rendah fosfor ( Anderson, 1962 ; Thalut et al, 1976 ). Diet rendah posfat ini menimbulkan ekskresi urin dengan kandungan rendah posfat dan dan tinggi amonia ( Brockis et al, 1981 ). Dehidrasi kronik, konsumsi protein berlebih atau konsumsi oksalat, produksi oksalat endogen tinggi dan defisiensi vitamin A, B1 dan B6 dan magnesium berhubungan dengan terjadinya perbentukan batu. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan produksi urin, membuat pH urin menjadi asam, dan menigkatkan kadar ekskresi asam urat dan calsium oksalat, yang memicu presipitasi garam yang tidak larut dalam urin (Valyasevi and Dhanamitta, 1974 ; Van Reen, 1980 ; Brockis et al, 1981 ; Pak, 1988 ; Lerner et al, 1989 ). Batu buli endemik paling sering terdiri atas asam urat saja atau dalam kombinasi dengan kalsium oksalat, tetapi banyak juga yang mengandung kalsium fosfat (Brockis et al, 1981). Hal ini biasanya mengenai anak-anak kurang dari 10 tahun, dengan puncak kejadian pada usia 3 tahun (Teotia dan Teotia, 1990). Urin keruh dan berpasir yang diproduksi oleh anak-anak di daerah endemis menunjukkan tahap awal pembentukan batu. sebagian besar debris dapat melewati uretra anak perempuan karena ukurannya yang pendek, tetapi nodus (bahan awal batu) dapat bertahan pada anak laki-laki. Hal Ini menjelaskan rasio pria-wanita 10: 1 untuk batu buli endemik (Halsted, 1977; Teotia dan Teotia, 1990). Gejala umumnya berupa nyeri perut yang samar, ketidaknyamanan hipogastrik, gangguan aliran urin, dan sering menarik penis. Beberapa anak mengeluh disuria, frekuensi, nyeri suprapubik, dan dribbling (urin menetes setelah BAK). Gejala obstruksi saluran kemih yang mendadak jarang terjadi. Prolaps rectum atau perdarahan konjungtiva dapat terjadi berhubungan dengan upaya untuk menahan berkemih. Durasi gejala berkisar dari beberapa hari hingga beberapa tahun. Gejala yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau iritasi dan sistitis dapat disalahartikan sebagai proses infeksi atau inflamasi. Batu berukuran kecil dapat dihilangkan dengan minum (hidrasi), antispasmodik, dan analgesik, tetapi sebagian besar kasus memerlukan intervensi bedah. Batu buli endemik biasanya soliter dan jarang kambuh 22

setelah diangkat. Diet sereal campuran dengan suplemen susu mengurangi kejadian batu buli endemik (Teotia dan Teotia, 1990). 3.1.6.2.3 Batu Buli Sekunder Kemajuan dalam nutrisi dan diet telah mengurangi kejadian batu buli; saat ini sebagian besar penyakitnya terjadi pada orang dewasa dan menyumbang sekitar 5% dari batu saluran kemih di negara-negara maju (Takasaki et al, 1979; Yoshida, 1990). Batu buli sekunder ini paling sering berhubungan dengan stasis urin atau infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi saluran keluarh buli atau neurogenik bladder. Adanya benda asing di saluran kemih juga faktor risiko terjadinya batu buli (Abol-Enein, 2001) 3.1.6.2.4 Batu yang berhubungan dengan Obstruksi saluran keluar buli Obstruksi saluran keluar buli dapat menjadi etiologi pada lebih dari 75% kasus batu buli (Otnes, 1983). Batu buli terkait dengan obstruksi saluran keluar buli terutama mempengaruhi pria yang lebih tua dari 50 tahun dan paling sering terkait dengan benign prostatic hyperplasia (BPH) (Drach, 1992). Dan hanya 1% hingga 2% pria yang menjalani pembedahan untuk BPH yang berkembang menjadi batu buli (McConnell et al, 1994). Batu akibat obstruksi dapat terdiri dari asam urat (Gbr. 84-1), kalsium oksalat (Gbr. 84-2), atau jika terinfeksi, menjadi magnesium amonium fosfat (Gbr. 84-3) . Dalam sebuah review terhadap 652 kasus batu buli, Smith dan O'Flynn (1975) melaporkan bahwa 92% terjadi pada pria, dan 80% kasus ditemukan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna diidentifikasi sebagai faktor tunggal terbesar dalam pembentukan batu buli, dan hipertrofi prostat adalah kondisi yang paling sering menyebabkan pengosongan tidak sempurna tersebut. Komponen utama batu buli adalah fosfat (59,4%), oksalat (25,6%), dan asam urat (5,4%). Dalam review terbaru dari 100 pasien dengan batu buli, Douenias dan rekan (1991) menemukan bahwa 80% terjadi pada pasien yang >60 tahun, dan selain dua pasien seluruhnya adalah laki-laki. 88 kasus dikaitkan dengan obstruksi saluran keluar buli. 50% pasien mengalami batu asam urat; ini disebabkan oleh makanan populasi Yahudi yang mereka layani. Penyebab lain dari sumbatan saluran keluar adalah striktur uretra, kontraktur leher kandung kemih, neurogenik bladder dan pada wanita, prolaps urogenital. Tidak ada korelasi yang pasti antara komposisi batu dan etiologi obstruksi.

23

Gambar 84-1 radiografi batu asam urat buli. A, kepadatan rendah terlihat pada foto pelvis. B, Filling defect (batu) menetap pada dasar kandung kemih pada urogram ekskretori.

Gambar 84-2 Radiografi (A) dan penampilan makrosopik (B) dari batu kalsium oksalat monohidrat

Gambar 84-3 Foto polos (KUB) dari batu buli berukuran besar terdiri dari magnesium amonium fosfat 24

Batu buli umumnya tunggal, tetapi batu multiple terlihat pada 25% hingga 30% kasus (Drach, 1992) (Gbr. 84-4). Divertikula kandung kemih dapat mempengaruhi pembentukan batu multipel (Gbr. 84-5); hal ini dapat mengakibatkan batu bervariasi dalam ukuran (Sarica et al, 1994).

Gambar 84-4 Excretory Urogram seorang pria lanjut usia dengan obstruksi saluran keluar kandung kemih akibat hipertrofi prostat jinak (BPH) menunjukkan batu multipel kandung kemih. dasar kandung kemih terangkat oleh prostat yang membesar, dan defek pengisian (filling defect) yang besar menunjukkan lobus medianus yang membesar

Gambar 84-5 A, Foto polos menunjukkan kepadatan kalsifikasi berlobul pada daerah panggul. B, Computed tomography menunjukan kepadatan batu di dalam divertikulum kandung kemih posterior Batu buli juga dapat diamati pada pasien pasca-prostatektomi. Batu ini biasanya berhubungan dengan obstruksi, kontraktur leher kandung kemih, residu nidus dari batu prostat yang diangkat, dan stasis urin akibat neurogenik bladder (Haddad dan Chinichian, 1991; Melone

25

et al, 1996). Batu buli terbentuk pada 40% pasien dengan bilharziasis sebagai akibat dari obstruksi outlet akibat fibrosis leher kandung kemih (Hanna, 1977). Seringkali juga disertai dengan infeksi. 3.1.6.2.5 Batu Terkait dengan Infeksi atau Kateterisasi Meskipun stasis urin mungkin menjadi satu-satunya penyebab batu buli, dalam beberapa kasus, infeksi sering merupakan faktor rsiko terbentuknya batu. Residu urin akibat obstruksi saluran keluar buli merupakan predisposisi infeksi, dan jika digabungkan, faktor-faktor ini dapat menyebabkan pembentukan batu. Antara 22% dan 34% batu buli dikaitkan dengan infeksi saluran kemih, paling sering dengan bakteri Proteus. Organisme seperti Pseudomonas, Ureaplasma urealyticum, Providencia, Klebsiella, Staphylococcus, dan Mycoplasma juga mampu menghasilkan urease (Otnes, 1983; Naqvi et al, 1984). Urease menghidrolisis urea, membentuk amonium dan karbon dioksida, yang meningkatkan pH urin. Urin alkali dapat memicu pengendapan kristal magnesium amonium fosfat dan karbonat apatit (Griffith, 1979). Meskipun magnesium amonium fosfat dan karbonat apatit adalah patognomonik (khas) pada infeksi, kalsium oksalat dan fosfat juga berhubungan. Kateterisasi kandung kemih jangka panjang sering menjadi risiko infeksi saluran kemih dan batu. Sebuah studi mengidentifikasi prevalensi 0,07% dari kateterisasi jangka panjang (0,5% untuk pasien yang lebih tua dari 75 tahun) dalam populasi lebih dari 825.000, 2,2% ditemukan memiliki batu kandung kemih (Kohler-Ockmore dan Feneley, 1996) . Sekitar 50% hingga 98% batu terkait kateterisasi terdiri dari magnesium amonium fosfat; sisanya adalah kombinasi kalsium oksalat dan fosfat atau kalsium fosfat murni (Otnes, 1983; DeVivo et al, 1984). Pasien yang sangat rentan terhadap batu buli termasuk mereka dengan neurogenik bladder akibat trauma dan stroke. Pasien dengan cedera medulla spinalis sering membutuhkan kateterisasi, secara terus -menerus atau intermiten, untuk intervensi kandung kemihnya (DeVivo et al, 1985; Hall et al, 1989). Dari 898 pasien dengan cedera tulang belakang, 261 (29%) ditemukan memiliki batu buli; 62,5% menggunakan indwelling kateter, sedangkan sisanya mengenakan alat pengumpul urin eksternal (Hall et al, 1989). 36% pasien dengan cedera medulla spinalis di satu institusi mengalami batu buli dalam periode 8 tahun; pasien dengan cedera medulla spinalis yang memiliki lesi neurologis complete cenderung mengalami pembentukan batu buli, mengalami infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh spesies Klebsiella, dan menggunakan kateterisasi dalam jangka waktu lama (DeVivo et al, 1985). Dalam sebuah studi, kejadian awal pembentukan batu buli menurun hingga 26

15% untuk pasien dengan cedera tulang belakang yang dilakukan manajemen urologis kontemporer. Pasien yang dilakukan kateterisasi uretra atau suprapubik yang tinggal rumah sakit memiliki peningkatan risiko sembilan kali lipat dan mereka yang menggunakan kateterisasi intermiten atau kateter kondom memiliki risiko empat kali lipat untuk mengalami batu budi dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan kateterisasi. Risiko relatif untuk mengalami batu kandung kemih bagi mereka yang dilakukan kateterisasi menetap dan intermiten ditemukan lebih besar pada tahun-tahun berikutnya setelah cedera (Chen et al, 2001). Studi lain juga menemukan perbedaan besar dalam risiko pembentukan batu buli sesuai dengan manajemen kandung kemih. Risiko pembentukan batu sebesar 0% hingga 0,5% per tahun untuk drainase kondom dikombinasikan dengan sphincterotomy, 0,2% per tahun untuk kateterisasi intermiten, dan 4% per tahun untuk drainase uretra atau suprapubik yang menetap. Risikonya meningkat menjadi 16% untuk pasien yang telah memiliki batu buli dan kemudian dilakukan kateterisasi terus-menerus (Ord et al, 2003). Hal Ini mungkin akibat infeksi menetap atau berulang. 3.1.6.2.6 Benda Asing Nidus Calculi Saluran kemih adalah tempat penyimpanan sementara beragam benda asing, dan batu bisa terbentuk di sekitar benda-benda yang masuk ke dalam kandung kemih. Benda-benda asing ini dapat diklasifikasikan sebagai self-induced, iatrogenic, atau migran. self-induced dapat merupakan hasil dari perilaku autoerotik, kelainan psikologis, pikun, atau inebriation. Dalton dan kolega (1975) meninjau pembentukan batu yang diinduksi benda asing pada hewan dan mencatat bahwa (1) batu dapat berkembang pada benda asing tanpa adanya infeksi; (2) pembentukan batu dihambat oleh pengenceran, diuresis, dan pengasaman urin; (3) pembentukan batu ditingkatkan dengan infeksi, terutama dengan organisme yang mengurai urea; dan (4) batu bisa membentuk hampir semua jenis jahitan. Mereka juga membuat katalog daftar item yang terlibat dalam pembentukan batu kandung kemih termasuk permen karet, pulpen, pisau, jepit rambut, dan termometer. Banyak kasus pembentukan batu buli yang diinduksi sendiri oleh buli telah dilaporkan dalam literatur dengan morbiditas atau mortalitas yang jarang signifikan (Sivaloganathan, 1985; Williams et al, 1985; Basu et al, 1994). Nidus iatrogenik dari manipulasi dan stenting saluran kemih telah banyak dilaporkan. Seperti disebutkan sebelumnya, kateter Foley bertindak sebagai benda asing; bercak dapat terbentuk di sekitar ujung atau balon kateter. munculnya bercak ini dapat bertindak sebagai nidus 27

untuk pertumbuhan batu lebih lanjut. Selain itu, pasien yang melakukan kateterisasi intermiten sendiri dapat secara tidak sengaja memasukkan rambut kemaluan ke dalam kandung kemih, yang dapat bertindak sebagai nidus untuk pembentukan batu (Amendola et al, 1983). Stent ureter yang tertahan mungkin sering memiliki kerak atau batu pada bagian kandung kemih. Batu dapat terbentuk di sekitar jahitan dan staples yang digunakan dalam bypass urin yang terpapar urin (Gbr. 84-6).

Gambar 84-6 Pemindaian tomografi pada pasien dengan bypass ileum ortotopik dengan keluhan kesulitan pengosongan urin. Kalkulus 5 cm terlihat di kantong (A), dan surgical klip terlihat di tengah kalkulus (B). Batu buli yang berasal dari benda asing migran telah dilaporkan sebagai komplikasi prosedur bedah urologis dan nonurologis. Telah dilaporkan terdapat batu di sekitar stent prostat titanium yang bermigrasi (Squires dan Gillatt, 1995), reservoir prostesis penis (Dupont dan Hochman, 1988), dan sutura yang awalnya digunakan untuk mengikat kompleks vena dorsal selama prostatektomi radikal (Miller et al , 1992). Meskipun ada banyak laporan dalam literatur tentang migrasi perangkat ginekologi intrauterin dan intravaginal ke dalam kandung kemih yang berhubungan dengan pembentukan batu (Staskin et al, 1985; Ehrenpreis et al, 1986; Robertson dan Azmy, 1988; Khan dan Wilkinson, 1990; el Diasty et al, 1993; Mahazan, 1995; Chow et al, 1997; Cumming et al, 1997; Maskey et al, 1997), cholelithiasis (Chia dan Ross, 1995), surgical klip yang digunakan dalam operasi hernia laparoskopi (Maier dan Treu , 1996), vascular graft (Pomerantz, 1989), dan methyl methacrylate semen (Radford dan Thomson, 1989) juga telah dilaporkan 28

sebagai nidi nonurologis. Dengan demikian, benda asing yang ditempatkan di dekat kandung kemih memiliki potensi terbentuknya batu, dan perawatan terbaik dari batu ini adalah pencegahan. 3.1.6.2.7 Kalkuli dalam Augmentasi dan Bypass Urin Fakta bahwa rekonstruksi saluran kemih bagian bawah dengan segmen usus telah berkontribusi pada peningkatan frekuensi batu buli. Insiden batu buli pada populasi anak dan dewasa dengan augmentasi kandung kemih bervariasi antara 0% dan 53% (Blyth et al, 1992; Kreder dan Webster, 1992; Palmer et al, 1993; Fontaine et al, 1997). Insiden batu pada bypass urin terutama tergantung pada jenis bypassnya. Batu dilaporkan terjadi pada 4% hingga 20% dari conduits (kanal) ileal (Schmidt et al, 1973; Middleton dan Hendren, 1976; Althausen et al, 1978; Hagen-Cook dan Althausen, 1979; Brenner dan Johnson, 1985; McDougal, 1998 ), 5% dari conduits (kanal) ileocecal (McDougal, 1998), dan 3% hingga 11% dari conduits (kanal) usus besar (Althausen et al, 1978; Hagen-Cook dan Althausen, 1979; McDougal, 1998). Secara umum, conduits (kanal) memiliki tingkat pembentukan batu lebih rendah daripada bypass. Indiana pouch memiliki insiden batu 3% hingga 13% (Arai et al, 1993; Terai et al, 1996; Benson dan Olsson, 1998; Turk et al, 1999); Kock pouch, 4% hingga 43% (Ginsberg et al, 1991; Arai et al, 1993; Terai et al, 1996; Benson dan Olsson, 1998; Turk et al, 1999); orthotopic hemi-Kock pouch, 3% hingga 16% (Benson dan Olsson, 1998; Shaaban et al, 2003); Mainz pouch, 8% (Benson dan Olsson, 1998); dan reservoir cecal, 20% (Ashken, 1987). Faktor risiko yang terkait dengan pembentukan batu termasuk stasis urin, produksi lendir, infeksi saluran kemih dengan organisme pengurai urea, benda asing, dan gangguan metabolisme (Dretler, 1973; McLean et al, 1990; Blyth et al, 1992; McDougal, 1992; Palmer et al, 1993; Nurse et al, 1996; Kronner et al, 1998; Bertschy et al, 2000). Efisiensi drainase kandung kemih terlibat sebagai faktor risiko untuk pembentukan batu (Blyth et al, 1992). Hal ini tercermin dalam temuan bahwa bypass urin memiliki potensi pembentukan batu tiga kali lipat dari cystoplasties ortotopik; pasien dengan bypass ortotopik yang urinasi dengan kateterisasi secara urethral dan abdominal memiliki tingkat masing-masing lima dan sepuluh kali, dari mereka yang urinasi secara spontan (Nurse et al, 1996). Selain itu, batu buli ditemukan pada 6% pasien dengan augmentasi saja; 14% dengan augmentasi dengan prosedur leher kandung kemih atau stoma abdominal; dan 21% dengan augmentasi, operasi leher kandung kemih, dan pembuatan stoma (Kronner et al, 1998). Lendir dapat menjadi faktor dalam pembentukan batu karena dapat bertindak sebagai nidus, menghambat

29

drainase kandung kemih pada usaat urinasi atau melalui kateterisasi, dan menampung organisme pengurai urea (Khoury et al, 1997; Bertschy et al, 2000). Dalam beberapa kasus augmentasi, tingkat batu yang lebih rendah terlihat pada penggunaan protokol untuk meminimalkan mucus; dan tidak terdapat perbedaan pada protokol lain (Wan dan Bloom, 1993; Nurse et al, 1996; Brough et al, 1998; Kronner et al, 1998; DeFoor et al, 2004; Hensle et al, 2004). Usus yang biasanya hidup simbiotik dengan bakteri, ketika disisipkan ke saluran kemih, dapat berfungsi sebagai sumber bakteriuria asimptomatik atau infeksi dengan risiko pembentukan batu kemudian. Mayoritas batu pada augmentasi dan bypass terdiri dari magnesium amonium fosfat atau karbonat apatit, menandakan bahwa infeksi oleh bakteri yang memecah urea berperan dalam pembentukan kalkulus (Ginsberg et al, 1991; Terai et al, 1995; Kaefer et al, 1998 ). Penggunaan lambung untuk augmentasi secara signifikan menurunkan kejadian batu dibandingkan dengan segmen usus lainnya (Kaefer et al, 1998; Kronner et al, 1998). Segmen lambung menghasilkan lendir minimal dan mengeluarkan asam, sehingga menurunkan pH urin dan menghambat pertumbuhan bakteri. Batu buli yang berkembang biasanya berupa batu asam urat dan bersamaan dengan penggunaan obat reseptor histamin blocker (Palmer et al, 1998; Kaefer et al, 1998). Pasien dengan augmentasi dan bypass sering mengalami reabsorpsi zat terlarut urin, terutama sulfat dan amonium melalui segmen usus. Asidosis metabolik hiperkloremik kronis dapat terjadi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan hiperkalsiuria, hiperfosaturia, hipermagnesuria, dan hipokitraturia, sehingga menjadi predisposisi pasien mangalami batu saluran kemih (McDougal dan Koch, 1989; Palmer et al, 1993; Khoury et al, 1995; Khoury et al, 1995; Khoury et al, 1995) al, 1997; Beiko dan Razvi, 2002). 3.1.7 Penatalaksanaan Sebagian besar batu kandung kemih dtatalaksana secara endoskopi, tetapi strategi perawatan dapat berkisar dari kemolisis hingga operasi terbuka. Batu buli dapat dioperasi dengan gelombang kejut lithotripsy; cystolitholapaxy; cystolithotripsy dengan sumber energi mekanik, elektrohidraulik, ultrasonik, atau laser; cystolithotomy perkutan; dan cystolithotomy terbuka. Pendekatan ini dipengaruhi oleh anatomi dan komorbiditas pasien; ukuran batu, lokasi, dan komposisi; perawatan batu sebelumnya; serta risiko dan komplikasi. Selain pengangkatan batu, pengobatan harus mengatasi faktor predisposisi seperti obstruksi saluran kemih, stasis urin, infeksi, dan benda asing untuk meminimalkan kekambuhan. 30

3.1.7.1 Kemolisis Suby solution G atau hemiacidrin telah digunakan di masa lalu untuk melarutkan batu magnesium amonium fosfat. Batu dilarutkan karena keasaman (pH 4), dan garam magnesium yang terbentuk lebih larut daripada garam kalsium (Sant et al, 1983; Dretler dan Pfister, 1984). Batu asam urat dapat larut dengan natrium oral atau kalium sitrat. Dalam kasus refrakter (kambuh), irigasi langsung kalkulus dengan natrium bikarbonat mungkin berhasil (Rodman et al, 1984). Hemiacidrin dapat digunakan sebagai tambahan untuk perawatan bedah (Heimbach et al, 2004) atau secara profilaksis untuk mencegah pengendapan pada kateterisasi yang menetap. Demikian pula, irigasi dengan 0,25% atau 0,5% larutan asam asetat atau penggunaan obat-obatan yang menghambat urease dapat mencegah kalkuli magnesium amonium fosfat berulang pada kateterisasi jangka waktu lama (Burns dan Gauthier, 1984). 3.1.7.2 Shockwave Lithotripsy Shockwave lithotripsy (SWL) telah berhasil digunakan dalam pengobatan batu kandung kemih (Vandeursen dan Baert, 1990; Bosco dan Nieh, 1991; Delakas et al, 1998; Frabboni et al, 1998). Kateter Foley tiga arah ditempatkan, dan pasien diposisikan pada posisi tengkurap di bantal. Posisi tengkurap menghindari efek peredam udara dari rektum dan lipatan gluteal dan gangguan dari proyeksi coxigis (Bosco dan Nieh, 1991). Kandung kemih diisi dengan 100 hingga 150 mL normal saline melalui kateter untuk meningkatkan visualisasi. Setelah kalkulus dilokalisasi, kandung kemih dikeringkan, yang meminimalkan migrasi batu. Irigasi intermiten melalui kateter digunakan untuk membuat ruang ekspansi untuk fragmentasi yang lebih baik (Bhatia dan Biyani, 1994). Kateterisasi juga dapat menyebabkan lokalisasi udara dan batu yang tidak jelas. Pasien obstruksi dengan residu postvoid (posmiksi) tinggi dan pasien dengan kalkulus lebih besar memiliki tingkat keberhasilan SWL yang lebih rendah dan tingkat prosedur pendukung yang lebih tinggi (Bhatia dan Biyani, 1994; Frabboni et al, 1998). Beberapa perawatan batu kandung kemih dengan SWL mungkin diperlukan untuk mencapai status bebas batu (Delakas et al, 1998; Frabboni et al, 1998; Kojima et al, 1998). Hasil yang buruk dengan SWL telah dilaporkan dengan penggunaan lithotriptor piezoelektrik (Vallancien et al, 1988). SWL dapat dipertimbangkan untuk mereka yang tidak cocok dilakukan pembedahan karena kondisi medis penyerta atau yang menolak pembedahan. Rekurensi batu mungkin tinggi karena SWL gagal mengatasi etiologi batu kandung kemih.

31

3.1.7.3 Cystolitholapaxy Cystolitholapaxy adalah penghancuran kalkulus dengan irigasi fragmen dari kandung kemih dalam satu operasi. Diperkenalkan oleh Bigelow, prosedur ini telah dilakukan dengan taktil atau lithotrite optik sejak akhir 1800-an. Kontraindikasi meliputi kandung kemih berkapasitas kecil, batu multipel atau batu berukuran lebih dari 2 cm yang tidak dapat di operasi, batu keras, batu kandung kemih pada anak-anak, dan uretra berdiameter kecil (Bhatia dan Biyani, 1994; Mebust, 1998). Selama prosedur, kandung kemih harus diisi dengan sekitar 200 mL irrigant. Ketika batu terfiksasi, mukosa kandung kemih harus dikeluarkan dari instrumen. Batu itu kemudian dihancurkan secara manual, dan prosedur ini diulang beberapa kali hingga fragmen batu tidak lagi dapat ditangkap. Cystolitholapaxy memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi di tangan yang berpengalaman (Razvi et al, 1996). Namun, secara teknis bisa sulit dan dikaitkan dengan tingkat komplikasi antara 9% dan 25% (Smith dan O'Flynn, 1977; Bhatia dan Biyani, 1994; Asci et al, 1999). Penggunaan selubung amplatz setelah pelebaran uretra dapat membantu mengurangi trauma uretra pada waktu operasi selama cystolitholapaxy (Maheshwari et al, 1999). komplikasi kombinasi antara cystolitholapaxy dan transurethral prostat sangat bervariasi (Nseyo et al, 1987; Razvi et al, 1996; Asci et al, 1999). Prostatektomi transurethral dapat dilakukan setelah cystolitholapaxy jika kandung kemih dalam kondisi yang memadai. Cystolitholapaxy dengan penghancuran kalkulus secara mekanis telah dihindari untuk teknik endourologis dengan sumber energi yang lebih aman dan lebih efektif. Lithotripsy pneumatik menggunakan energi mekanik untuk fragmentasi. Ini hampir selalu berhasil pada fragmentasi dan menghasilkan beberapa fragmen kecil (Denstedt et al, 1992; Schulze et al, 1993). Lithotripsy pneumatik ditemukan lebih efisien daripada lithotripsy ultrasonik atau lithotripsy elektrohidraulik untuk kalkuli besar atau sangat sulit (Razvi et al, 1996). Perangkat ini padat, biayanya relatif murah, dan probe dapat digunakan kembali dan dapat digunakan melalui cystoscope standar. Kombinasi lithotripsy pneumatik dan prostatektomi transurethral telah ditemukan aman dan efektif dengan waktu operasi minimal secara keseluruhan (Sinik et al, 1998). Lithotripsy elektrohidraulik dapat secara efisien memecah sebagian besar batu kandung kemih. Tingkat keberhasilan 92% pada 302 pasien yang diobati dengan lithotripsy elektrohidraulik dengan waktu operasi rata-rata 26 menit (Bulow dan Frohmuller, 1981). Ruptur kandung kemih terjadi pada 1,9% dari semua kasus; hanya satu pasien yang membutuhkan laparotomi untuk perforasi intraperitoneal. Probe elektrohidraulik bersifat fleksibel dan dapat dilewatkan melalui 32

peralatan cystoscopic standar, tetapi probe harus dijauhkan dari mukosa dan lensa untuk mencegah cedera atau kerusakan. Batu dan propulsi fragmen mungkin bermasalah selama digunakan; pengaturan ideal adalah bagian terendah yang akan memecah batu tanpa gerakan berlebihan. Kalkuli yang keras atau besar mungkin memerlukan waktu prosedur yang lama, menghabiskan banyak probe, dan menghasilkan fragmentasi yang tidak lengkap (Razvi et al, 1996). Ultrasonik lithotripsy efektif dalam pengobatan batu kandung kemih (Razvi et al, 1996). dilaporkan 88% bebas batu pada pasien dengan batu 12 sampai 50 mm (rata-rata, 29 mm) dengan waktu anestesi rata-rata 56 menit. Dua kasus berubah prosedur menjadi cystolithotomy terbuka karena kekerasan batu. Energi ultrasonik tidak memiliki efek buruk yang signifikan pada mukosa kandung kemih selain reaksi edematous lokal; hal ini mampu membersihkan batu besar dengan evakuasi batu simultan dan biaya yang relatif rendah. Lithotrite yang kaku harus melewati cystoscope dengan lensa offset dan dapat melubangi kandung kemih. Waktu operasi dapat diperpanjang pada batu kalsium oksalat monohidrat dan kalsium fosfat lebih besar dari 3 cm; batu asam urat resisten terhadap fragmentasi ultrasonik (Streem, 1987). Penggunaan holmium: YAG laser untuk lithotripsy batu kandung kemih besar aman, efektif, dan lancar (Teichman et al, 1997; Gould, 1998). Serat laser dapat digunakan untuk menyentuh dan mengempiskan batu. Untuk mencegah cedera mukosa, serat minimal 0,5 mm dari urothelium. Tingkat keberhasilan dilaporkan 100% pada 14 pasien dengan batu kandung kemih lebih besar dari 4 cm yang diobati dengan holmium: laser YAG baik dengan serat 365-pM atau serat 550-pM dalam anestesi rata-rata waktu 57 menit. Migrasi fragmen minimal, dan serat 550μm ditemukan hampir dua kali lebih cepat pada penguapan batu dibandingkan serat 365-μm (Teichman et al, 1997). Para penulis menemukan hasil yang memuaskan dengan serat 1000-μm untuk lithotripsy dari kandung kemih. 3.1.7.4 Cystolithotomy perkutan Sistolitotomi perkutan diindikasikan pada pasien anak dengan uretra sempit dan pada pasien dengan ukuran batu besar atau batu multipel dengan waktu operasi yang diantisipasi memakan waktu lama. Kontraindikasi meliputi riwayat penyakit keganasan kandung kemih, operasi abdomen atau panggul sebelumnya, radioterapi panggul sebelumnya, infeksi saluran kemih atau abdomen (Badlani et al, 1990). Tusukan perkutan diposisikan di atas simfisis atau suprapubik untuk menghindari cedera usus atau pembuluh darah yang tidak disengaja. Panduan 33

cystoscopic baik melalui uretra atau stoma kulit dapat memfasilitasi akses dan melacak pelebaran ketika dilator fasia Amplatz digunakan. Selubung amplatz (26 hingga 36 French ) memungkinkan penggunaan instrumen besar untuk lithotripsy cepat atau menghilangkan fragmen besar yang utuh. Tingkat keberhasilan untuk cystolithotomy perkutan berkisar dari 85% hingga 100% dengan berbagai sumber energi (Ikari et al, 1993; Agrawal et al, 1999; Franzoni dan Decter, 1999; Maheshwari et al, 1999). Satu laporan menyatakan bahwa pendekatan ini digunakan untuk semua anak dengan batu buli dan untuk orang dewasa dengan batu lebih dari 4 cm atau lebih dari tiga batu (Maheshwari et al, 1999). 3.1.7.5 Sistolitotomi Meskipun jarang digunakan saat ini, cystolithotomy terbuka untuk pengobatan batu kandung kemih dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (Bhatia dan Biyani, 1994). Untuk ukuran batu yang sangat besar atau batu keras, cystolithotomy tentu saja yang paling cepat. Indikasi lain adalah anatomi abnormal yang menghalangi, kegagalan tatalaksan dengan pendekatan endoskopi, dan prostatektomi terbuka atau divertikulektomi (Bulow dan Frohmuller, 1981; Bhatia dan Biyani, 1994). 3.1.7.6 Manajemen Batu dalam Augmentasi dan bypass Urin Sebagian besar opsi perawatan yang tersedia untuk batu buli berlaku adalah augmentasi dan bypass urine. Manajemen bedah pada batu berupa augmentasi dan bypass urin tergantung pada anatomi dan ukuran batu. Batu dalam saluran bypass sering lewat secara spontan, dan intervensi mungkin tidak diperlukan (Shapiro et al, 1975; Middleton dan Hendren, 1976; Brenner dan Johnson, 1985; Ginsberg et al, 1991). Lithotripsy Endoscopic atau ekstraksi batu paling cocok untuk orang dewasa dengan augmentasi sederhana dengan uretra dan leher kandung kemih normal. Penggunaan prudent dengan berbagai sumber energi akan membantu clerance batu. Pada dewasa dengan reconstructed uretra dan leher buli, dilatasi sampai 21 french menggunakan wires memungkinkan akses yang aman. Pasien dengan bypass ortotopik dan batu berukuran kecil juga dapat diberikan transotethral lithotripsy. Penghancuran fragmen kecil yang bersarang di dalam lipatan mukosa secara endoskopi mungkin sulit. Waktu operasi yang lama dapat meningkatkan risiko kontraktur leher kandung kemih atau kerusakan sfingter pada bypass ortotopik (Patel dan Bellman, 1995). terdapat beberapa laporan tentang pengobatan yang berhasil dengan nephroscope yang kaku yang dilewatkan di 34

bawah penglihatan langsung ke eferen nipple tanpa pelebaran katup dan tanpa efek kerusakan yang nyata pada mekanisme Kock pouch dan Indiana pouch (Ginsberg et al, 1991; Huffman, 1992; Terai et al, 1996). Pouchoscopy fleksibel dapat digunakan dalam kasus-kasus beban batu minimal (kecil). Meskipun tingkat trans-stomal dan transurethral terapi yang dilaporkan tinggi, lithotripsy melalui ekstremitas eferen atau uretra dapat menjadi sulit karena lokasi, ukuran, dan komposisi batu atau efisiensi instrumen berdiameter kecil yang digunakan (Thomas et al. al, 1993). The percutaneous approach ideal untuk pasien dengan leher kandung kemih atau uretra yang dapat dilewati, stoma berkaliber kecil seperti Mitrofanoff valve, Monte prosedur atau terminal ileum imbricated, atau beban batu besar. Lewatnya instrumen besar melalui stoma abdominal dapat menyebabkan gangguan mekanisme berkemih atau stenosis pasca operasi (Roth et al, 1994; Patel dan Bellman, 1995). Dalam pengaturan ini, perawatan perkutan buli dan kantung augmented dengan pelebaran trek untuk port dan troli telah memberikan hasil yang memuaskan (Hollensbe dkk, 1993; Thomas dkk, 1993; Roth dkk, 1994; Seaman dkk, 1994; Ramin et al, 1997; Docimo et al, 1998; Franco dan Levitt, 1998). Akses ke kandung kemih diperbesar dilakukan dua hingga jari di atas simfisis pubis atau pada tabung suprapubik sebelumnya. Selubung amplatz atau trocar laparoskopi dapat ditempatkan dengan panduan tomografi terkomputasi, atau computed tomography dan ultrasonografi intraoperatif dapat memandu akses kantong untuk menghindari cedera pada pembuluh darah mesenterika atau usus yang berdekatan (Roth et al, 1994; Franco dan Levitt, 1998 ). Pengangkatan batu dilakukan dengan cara yang mirip dengan nefrolitotomi perkutan. Port tambahan dapat ditempatkan jika diperlukan. Untuk membantu menghindari fragmen sisa batu, batu dapat ditempatkan di kantung laparoskopi; sayatan kecil dapat dibuat untuk memberikan kantung, atau lithotripsy dapat dilakukan dalam kantung (Jarrett et al, 1999; Miller dan Park, 2003). Jika kandung kemih yang diperbesar tidak terpasang dengan baik ke dinding perut anterior, ekstravasasi dari cairan irigasi dapat menyebabkan peritonitis. Cystolithotomy minilap (Franco dan Levitt, 1998) adalah alternatif yang lebih aman dalam kasus tersebut. Sayatan 2 sampai 3 cm dibuat di dekat tabung suprapubik sebelumnya dan jahitan ditempatkan di kandung kemih yang ditambahkan. Selubung Amplatz ditempatkan melalui cystotomy, dan kandung kemih diperiksa dengan cystoscopy. Kalkulus yang lebih kecil dihapus secara utuh; batu yang lebih besar dihilangkan dengan cara dipecahkan atau dengan memperluas sayatan dan menghilangkannya. Setiap staples yang dipasang atau jahitan yang tidak dapat diserap

35

dihilangkan, cystotomy ditutup berlapis-lapis dengan kateter bor besar dibiarkan melalui stoma yang dapat diukur, dan kanal ditempatkan selama 48 jam. Pengangkatan dengan pembedahan terbuka dianggap sebagai augmentasi dan pengalihan ketika teknik endoskopi tidak dapat dilakukan dengan aman atau cepat karena lokasi batu, beban atau jumlah yang berlebihan (Gambar 84-7), atau anatomi yang tidak normal atau ketika pembedahan terbuka direncanakan untuk pengalihan tersebut.

Gambar 84-7 Radiografi polos (A) dan urogram ekskretoris (B) dari pasien dengan augmentasi kandung kemih dan batu kandung kemih. Pasien ini diterapi dengan cystolithotomy karena beban batu yang berlebihan (batu besar) (C). Kepadatan bola di atas ilium kanan pelvis adalah reservoir ke sfingter urin tiruan yang diisi dengan bahan kontras. 36

SWL paling cocok untuk batu soliter kecil dari kandung kemih pada anak-anak laki-laki dan orang dewasa (Franco dan Levitt, 1998). Meskipun telah digunakan dengan sukses pada pouch Kock dan Indiana, SWL dalam pengalihan dapat menghasilkan beberapa fragmen kecil yang dapat menyebabkan rekurensi batu, dan penggunaan metode endoskopi sering diperlukan untuk mencapai kondisi bebas batu (Boyd et al, 1988; Weinerth dan Webster, 1990; Cohen dan Streem, 1994). Tingkat kekambuhan dalam populasi pasien ini diperkirakan 65% selama 5 tahun (Cohen et al, 1996). Dengan demikian, langkah-langkah profilaksis, seperti asupan cairan oral yang memadai, memastikan evakuasi reguler lengkap dari reservoir, irigasi harian kantong dengan air garam atau air keran untuk menghilangkan lendir dan kristal, dan pemberantasan organisme pengurai urea, harus dilakukan (Palmer et al, 1993; Kronner et al, 1998). Endoskopi rutin, khususnya pada bekas batu aktif, dapat dilakukan (Seaman et al, 1994; Terai et al, 1996; Turk et al, 1999). 3.1.8 Komplikasi Dapat menyebabkan kerusakan pada buli-buli (erosi pada mukosa) yang mengakibatkan : 

Perdarahan



Divertikel buli



Radang kronis



Obstruksi : Hidronefrosis, Hidroureter



Infeksi : sistitis, pionefrosis, urosepsis



Gagal ginjal akut dan kronis

3.2 Anatomi Vesika Urinaria Vesika urinaria atau kandung kemih merupakan organ otot berongga yang berfungsi sebagai reservoir urin. Normalnya pada orang dewasa, kandung kemih memiliki kapasitas 400-500 mL. Terdapat variasi dalam ukuran, bentuk, posisi dan hubungan, tergantung kandungan isi dan organ sekitarnya. Ketika kosong, terletak lebih rendah dari pelvis tetapi jika distensi akan mengembang anterosuperior ke dalam rongga perut. Ketika kosong, bentuknya agak tetrahedral dan memiliki basis (fundus), leher, puncak, unggul dan dua permukaan inferolateral.

37

Dasar (fundus) dari kandung kemih berbentuk segitiga dan terletak posteroinferior. Pada wanita berkaitan erat dengan dinding vagina anterior, pada laki-laki berhubungan dengan rektum meskipun dipisahkan dari rektum oleh kantong rectovesical dan batas bawah dibatasi oleh vesikel seminalis dan vas deferens di setiap sisi. Di daerah segitiga antara vas deferens, kandung kemih dan rektum dipisahkan hanya oleh fasia rectovesical, umumnya dikenal sebagai fasia Denonvillier. Leher buli-buli adalah wilayah terendah dan juga yang paling tak berubah. Tempatnya sekitar 3-4 cm di belakang simphisis pubis bagian bawah. Leher buli-buli adalah orifisium uretra interna dan dapat berubah posisinya dengan berbagai kondisi kandung kemih dan rektum. Pada laki-laki leher bersandar dan dalam kontinuitas langsung dengan dasar prostat, pada wanita berhubungan dengan fasia pelvis, yang mengelilingi uretra bagian atas. Apex buli-buli pada kedua jenis kelamin berhadapan langsung dengan simfisis pubis. Ligamentum umbilikalis median naik ke arah dinding perut anterior dari apex buli-buli ke umbilikus, tertutup oleh peritoneum untuk membentuk lipatan umbilikalis median . Permukaan superior segitiga dibatasi oleh batas lateral dari apex buli-buli ke pintu masuk ureter dan dengan batas posterior, yang bergabung menjadi satu. Pada laki-laki permukaan superior benar-benar tertutup oleh peritoneum, jika terjadi ekstensi akan sedikit ke pangkalan dan terus ke arah posterior ke dalam kantong rectovesical dan anterior ke dalam lipatan umbilical median. Hal ini berhubungan dengan kolon sigmoid dan gulungan ileum terminal. Pada wanita permukaan superior sebagian besar tertutup oleh peritoneum, yang tercermin posterior ke uterus pada tingkatan os interna ( yaitu persimpangan badan rahim dan leher rahim ), untuk membentuk kantong vesikouterina. Bagian posterior dari permukaan superior, tanpa peritoneum, dipisahkan dari serviks supravaginal oleh jaringan fibroareolar. Pada laki-laki, masing-masing permukaan inferolateral dipisahkan anterior dari pubis dan ligamen puboprostatic oleh ruang retropubik. Pada wanita hubungan mirip, kecuali bahwa ligamen pubovesical menggantikan ligamen puboprostatic. Permukaan inferolateral tidak tercakup oleh peritoneum. Buli-buli mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteria iliaka interna, yakni arteria vesikalis superior, media, dan inferior, yang berasal dari cabang utama anterior A.iliaka interna dan sebagian kecil dari A.obturator dan A.gluteus inferior. Pada wanita, A.uterina mempercabangkan ke kandung kemih. Sistem vena dari buli-buli bermuara ke vena iliaka interna.

38

3.3 Infeksi Saluran Kemih 3.3.1 Definisi Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit dengan kondisi dimana terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada saluran kemih yang dapat berujung pada sepsis. 3.2.2 Epidemiologi Dari lahir hingga mendekati usia 1 tahun, bakteriuria muncul pada 2,7% anak laki laki dan 0,7% pada anak perempuan. Insiden ISK pada anak laki laki yang tidak disunat lebih tinggi daripada yang disunat selama 6 bulan kehidupan. Pada anak anak usia antara 1 hingga 5 tahun, insiden bakteriuria meningkat hingga 4,5%, dimana pada laki laki menurun angkanya sekitar 0,5%. Sebagian besar ISK pada anak anak usia dibawah 5 tahun berhubungan dengan abnormalitas kongenital pada saluran kemih, seperti refluks vesicoureteral atau obstruksi. 3.2.3 Etiologi Patogen Sebagian besar ISK disebabkan oleh bakteri tunggal. Sedikitnya 80% merupakan Sistitis unkomplikata dan pielonefritis yang disebabkan oleh E. Coli, dengan tipe yang paling sering adalah tipe O. Sebagian kecil lainnya disebabkan oleh Klebsiella, Proteus, dan Enterobacter sp. 39

Pada ISK terkait perawatan di RS, banyak melibatkan berbagai jenis termasuk Pseudomonas dan Staphylococcus spp. ISK yang disebabkan oleh S.aureus sering disebabkan dari penyebaran hematogen. ISK pada wanita hamil paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group B. S. saprophyticus paling sering ditemukan pada ISK akibat urin yang terkontaminasi (menyebabkan ISK unkomplikata pada wanita muda). Pada anak anak, bakteri penyebabnya tentu berbeda dengan orang dewasa, dimana Klebsiella dan Enterobacter,spp merupakan penyebab tyersering ISK pada anak. Bakteri anaerob, lactobacilli, corynebacteria, streptococci (tidak termasuk enterococci) dan S. epidermidis sering ditemukan pada flora normal periuretra. Mereka tidak menyebabkan ISK pada orang yang sehat dan tak terkontaminasi. 3.2.4 Patogenesis 3.2.4.1 Pintu masuk bakteri Terdapat 4 cara bakteri masuk ke traktus urinarius. Secara umu di pahami bahwa bakteri periuretra naik secara asenden ke traktus urinarius mengakibatkan ISK. Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung kemih, melewati ureter dan hingga parenkim ginjal. Hal ini berhubungan dengan uretra wanita yang dekat dengan vestibulum vagina dan rectum mengakibatkan faktor presdisposisi ISK yang lebih tinggi dibandingkan pria. Penyebaran

secara

hematogen

dapat

terjadi

pada

pasien

neonates

atau

pasien

immunocompromised. Staphylococcus aureus, Candida, dan Mycobacterium tuberculosis merupakan pathogen yang paling sering menjalar dari aliran darah menuju traktus urinarius. Penyebaran limfatogen menyebar melalui rektal, kolon, dan limfatik periuterus di duga juga menyebabkan ISK meskipun sedikit bukti ilmiah yang mendukung hal ini. Penyebaran secara langsung bakteri dari organ yang berdekatan dapat terjadi pada pasien dengan intraperitoneal abses atau fistula vesicovaginal atau fistula vesicointestinal. 3.2.4.2 Pertahanan host ISK terjadi karena gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Faktor host merupakan faktor esensial dari pathogenesis ISK. Aliran urin yang lancer dapat mencegah ISK. Selain itu, urin itu sendiri memiliki karakteristik (osmolaritasnya, konsentrasi urea, konsentrasi asam organiknya dan pH) yang menghambat pertumbuhan bakteri dan kolonisasinya. Urin juga mengandung faktor faktor yang menghambat penempelan bakteri, seperti glikoprotein Tamm-Horsfall. Telah diamati bahwa derajat keparahan bakteriuria dan derajat 40

perubahan inflamasi lebih besar pada tikus yang THG deficit. Retensi, stasis, atau refluks urin pada saluran kemih atas dapat mendorong pertumbuhan bakteri dan memperluas infeksi. Adanya gangguan pada saluran kemih dapat meningkatkan kecocokan bakteri pada host. Abnormalitas ini termasuk kondisi obstruktif pada tingkatan traktus urinarius, penyakit neurologi yang berefek pada fungsi saluran kemih bawah, diabetes, dan kehamilan. Selain itu adanya benda asing seperti batu, kateter, dan stent menyebabkan bakteri bersembunyi dari pertahanan host. Epitel saluran kemih tidak hanya menyediakan pertahanan barrier fisik untuk infeksi namun juga mencocokkan pertahanan host yang sesuai, contohnya dengan TLRs (toll like receptors) yang jika berikatan dengan bakteri akan merangsang produksi mediator inflamasi. Sebagai respon munculnya bakteri, sel sel traktus urinarius mensekresikan kemoatraktan seperti IL-8 untuk menghimpun neutrofil ke daerah tersebut dan menghambat invasi jaringan. Serum spesifik dan antibody urin diproduksi oleh ginjal untuk meningkatkan opsonisasi dan fagositosis untuk menghambat penempelan bakteri. Peran proteksi dari sel dan pertahanan humoral dalam mencegah ISK sejauh ini belum jelas, seperti defisiensi sel B atau sel T tidak berhubungan dengan peningkatan frekuensi ISK. Banyak penelitian menunjukkan bahwa terdapat selektivitas bakteri untuk menempel ke sel saluran kemih dan derajat penempelan bergantung pada kolonisasi dan infeksi. Wanita dengan ISK berulang memiliki derajat penempelan bakteri yang lebih tinggi disbanding yang tidak pernah terinfeksi. Hal ini diakibatkan oleh lebih banyaknya tempat untuk menempel pada sel sel mukosa wanita tersebut. Faktor host lainnya yang tidak kalah penting adalah flora normal di area periuretral atau prostat. Pada wanita, flora normal periuretra mengandung organisme seperti lactobacillus yang menyediakan pertahanan melawan kolonisasi bakteri uropatogen. Perubahan kondisi lingkungan periuretra (seperti pH, atau kadar estrogen atau penggunaan antibiotic) dapat merusak flora normal periuretra. Pada pria, prostat mengeluarkan cairan yang mengandung zink, yang berperan sebagai antimikroba. 3.2.6. Diagnosis Diagnosis ISK kadang sulit untuk ditentukan, dan hanya bergantung pada Urinalisis atau Kultur Urin.

41

3.2.6.1 Urinalisis Urin dapat secara cepat dievaluasi dengan leukosit esterase, substansi yang diproduksi oleh pemecahan sel leukosit di urin. Nitrit urin diproduksi dengan mereduksi asupan nitrat oleh berbagai macam bakteri gram negatif. Esterase dan Nitrit dapat terdeteksi melalui urin dipstick dan lebih bagus jika jumlah hitung bakteri > 100.000 CFU (Colony Forming Unit) per millimeter. Pemeriksaan mikroskopis leukosit urin dan bakteri dapat dilakukan setelah sentrifugasi. Ketika hitung bakteri > 100.000 CFU/mL, bakteri dapat terdeteksi secara mikroskopis. Jumlah 3 leukosit per lapang pandang besar menunjukkan kemungkinan infeksi. Tes nitrit memiliki spesifisitas yang tinggi namun tidak sensitif, dimana 3 tes lainnya memiliki sensitivitas yang tinggi (sekitar 80%). Kombinasi dari tes tes tersebut dapat menolong mengidentifikasi pasien dalam keadaan kultur urin juga positif. Jika esterase, nitrit, darah, dan protein tidak ada di urin, <2% dari sampel urin akan positif pada kultur, menyediakan >98% NPV dan sensitivitas 98%. 3.2.6.2 Kultur Urin Pemeriksaan baku emas untuk mengidentifikasi ISK adalah kultur kualitatif urin pada bakteri spesifik. Urin harus dikumpulkan dalam wadah yang steril dan dikultur segera setelah pengumpulan. Jika kondisi tidak memungkinkan, urin dapat disimpan di kulkas sampai 24 jam. Sampel tersebut diletakkan di cawan petri. Setiap bakteri akan membentuk koloni tunggal di cawan. Jumlah koloni di hitung dan disesuaikan dalam per millimeter urin (CFU/mL). Hasil penentuan bergantung pada metode pengumpulan, jenis kelamin pasien, dan tipe bakteri yang terisolasi. Jika >100.000 CFU/mL maka dapat di pastikan urin tidak terkontaminasi., sebaliknya jika <100.000 CFU/mL maka ada kemungkinan adanya bakteri didalam urin. 3.2.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dengan agen antimikroba dapat meminimalisir kecacatan dan kematian terkait ISK. Tujuan ini adalah untuk memberantas infeksi dengan menggunakan antibiotic yang mumpuni sehingga dapat secara spesifik membunuh bakteri. Meskipun demikian, memilih antimikroba yang sesuai seringlah sulit. Banyak antibiotic tersedia namun dosis efektivitas terapi rendah dan lama terapinya belum dapat ditentukan. Banyak konvensi penatalaksanaan ISK yang berubah ubah dan sepihak.

Secara umum, prinsipnya memilih antibiotik adalah dengan

memperhatikan faktor pathogen (kecocokan antibiotik, pathogen versus flora normal dll), faktor pasien (alergi, usia, faktor penyerta, kehamilan dsb), dan lokasi infeksi ( ginjal, kandung kemih

42

dsb). Berikut adalah table antibiotic yang direkomendasikan berdasarkan jenis patogennya dan lokasinya menurut buku Smith’s General Urology 17 th edition :

43

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. Bab 3 : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005 2. Purnomo, B, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Ed-2. Jakarta : CV.Sagung Seto, 2009. 57-68 3. Wein, A.J, et all. Campbell-Walsh Urologi. 10th Edition. Elseiver. 4. Smith’s. General Urology 17th edition. Lange.

45

Related Documents

Alif
November 2019 34
Alif
October 2019 42
Presus Melatiku.pptx
May 2020 18
Presus Skabies.docx
December 2019 20
Presus Devi.docx
May 2020 16

More Documents from "Devi Fitri Aryani"

Handbook.pdf
May 2020 2
Tht-kl.pdf
May 2020 2
Nuh-uohj.pdf
May 2020 4
Psikiatri.pdf
May 2020 2