Prestasi Belajar Menurut Depdiknas, prestasi adalah : “Hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan.”1) Prestasi juga dapat dikatakan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam proses belajar, semakin baik tingkat penguasaan siswa dalam proses belajar maka semakin baik prestasi yang akan diraihnya. Prestasi adalah pemanfaatan secara optimal kemampuan kita untuk melebihi rata-rata. Setelah prestasi akan muncul prestise yang berhubungan dengan segala sesuatu yang menjadi hebat. Karena biasanya orang lain memandang seperti itu. Atau dengan kata lain, prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dan prestise adalah wibawa yang berkaitan dengan prestasi dan kemampuan. Prestise muncul setelah prestasi, contohnya: piagam penghargaan diberikan, atau kita terima ketika kita mencapai prestasi sebagai juara. Ibarat pohon, prestasi itu buah, prestise itu harga buahnya. Namun saat ini masih banyak prestasi yang didapat oleh para siswa tidak murni. Artinya mereka semata-mata hanya mengejar nilai tinggi, tanpa mengerti atau memahami pelajaran atau ilmu yang dipelajarinya di sekolah. Begitu pula banyak orangtua yang
salah
mengartikan prestasi, mereka bangga dengan prestasi anaknya yang mendapat nilai tinggi. Karena dengan itu mereka beranggapan anaknya pintar. Namun pada kenyataannya, mereka tidak mengerti apa-apa. Kenyataannya ada siswa yang dengan berbagai cara akan berusaha memperolehh
nilai tinggi tanpa
memperdulikan akibatnya. Seperrti yang terjadi pada saat ujian Nasional, terdapat siswa yang mendapat jawaban terlebih dulu dari gurunya, karena menginginkan nilai tinggi untuk dapat lulus dalam ujian. Contoh diatas menggambarkan bahwa nilai prestasi pendidikan di negara kita masih rendah. Lebih ironis lagi, pendidikan yang ada sekarang lebih menekankan pada aspek kognitif saja tanpa diimbangi dengan aspek afektif dan psikomotor yang seimbang. Dengan kata lain, faktor intelegensi saja yang banyak diutamakan, padahal faktor emosi dan spiritual juga sangat penting, agar ketika seseorang mendapat prestasi ia tidak cepat sombong dan selalu ingat bahwa prestasi yang di dapatnya semata-mata merupakan anugrah dari Allah SWT. Dengan demikian 1
).
Depdikbud, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal 133
seseorang yang mendapat prestasi akan mengamalkan ilmu yang didapatnya untuk kebaikan manusia atau digunakan untuk hal yang positif. Prestasi belajar yang rendah juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya adalah dengan tidak adanya kepedulian dan perhatian dari orangtua. Dalam salah satu artikel di situs Diknas Pusat disebutkan, bahwa kontrol dari orangtua di yakini mempunyai spirit yang ampuh dalam upaya melejitkan adrenalin belajar siswa. Ini adalah fenomena yang betul-betul hangat. Bahwa ada sinergi dan simbiose mutualisme antara orangtua siswa dan guru di sekolah. Saat banyak orang beranggapan, bahwa tugas pengajaran dan bimbingan siswa dalam rangka mengontrol dan mengatrol energi belajar siswa adalah tugas guru semata. Guru memerankan tokoh yang sangat sentral dalam hal belajar, dan prestasi siswa. Sementara itu, peran orangtua hanyalah sebagai Funder (yang mempunyai dana) dan investor dari keberhasilan dan kelancaran sistem belajar mengajar. Aktivitas ini di imani sebagai faktor keberhasilan siswa dalam belajar. Uang menjadi faktor inherren (yang penting) dalam mencerdaskan siswa. Perspektif demikian telah banyak menyihir para orangtua. Mereka tidak menyadari bahwa dii pundak mereka tertumpu beban yang amat sangat berat. Selain sebagai funder yang bertanggung jawab terhadap kelancaran aktivitas belajar mengajar, orangtua harus mengetahui dimana saatnya siswa meredup semangat belajarnya. Apa yang menjadi pemicu dari faktor redupnya motivasi belajar sang anak haruslah selalu di ketahui oleh para oranggtua. Tugas orangtua telah bergeser bukan saja sebagai penyedia dana saja. Melainkan sebagai motivator dan kontroler yang senantiasa memberi lecutan semangat anak-anaknya. Tanpa itu, mereka hanya di didik menjadi manusia robot yang tidak peka terhadap rangsangan sosial di sekitar lingkungannya. Prestasi belum tentu mencerminkan potensi, bakat dan kemampuan anak. Ada siswa yang walaupun sebetulnya berbakat, tetapi prestasinya tidak menonjol. Hal ini disebabkan karena : a. Siswa tidak dapat berprestasi di kelas karena kurang berminat terhadap bahan pelajaran, juga karena cara guru mengajar yang kurang menarik. b. Siswa mempunyai masalah dalam keluarga yang menyebabkan ia tidak dapat berkonsentrasi di dalam kelas. c. Siswa merasa bosan di dalam kelas karena memiliki kecerdasan di atas ratarata kelas, sehingga ia kurang memperhatikan pelajaran, prestasi yang dicapai
tidak sesuai dengan bakat dan kemampuannya, walaupun siswa tersebut mempunyai potensi. d.
Prestasi yang tinggi di sekolah belum tentu menunjukkan keberbakatan seseorang, karena bentuk pelajaran di sekolah pada umumnya hanya melatih pemikiran yang terbatas pada penerimaan, pemahaman, dan ingatan.