Presentasi Kasus Ikterus Neonatorum

  • Uploaded by: Salma Karimah
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presentasi Kasus Ikterus Neonatorum as PDF for free.

More details

  • Words: 5,878
  • Pages: 43
PRESENTASI KASUS IKTERUS NEONATORUM Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Pediatri di RSUD Kota Salatiga

Disusun Oleh: Salma Karimah 20174011158 Pembimbing: dr. Hj. Dwi Ambarwati, Sp. A.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA RSUD KOTA SALATIGA 2019

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul IKTERUS NEONATORUM

Disusun oleh: Nama: Salma Karimah No. Mahasiswa: 20174011158

Telah dipresentasikan Hari, Tanggal:

Disahkan oleh: Dosen Pembimbing,

dr. Hj. Dwi Ambarwati, Sp. A.

2

BAB 1 ILUSTRASI KASUS I.

IDENTITAS

Nama

: By. Ny. DTO

Tanggal Lahir

: 31 Desember 2018

Usia (per 06/01/2019) : 7 hari Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Suruh, Kab. Semarang

II.

ANAMNESIS

Keluhan Utama

:

Seorang bayi pasien bangsal perinatal RSUD Salatiga mengalami perubahan warna kulit seluruh tubuh menjadi lebih kuning dari sebelumnya. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang bayi pasien bangsal perinatal RSUD Salatiga mengalami perubahan warna kulit seluruh tubuh menjadi lebih kuning dari sebelumnya. Pasien ini dirawat di bangsal perinatal sejak satu jam setelah dilahirkan di RS luar RSUD Salatiga. Pasien dirujuk atas indikasi Respiratory Distress Syndrome, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), preterm (usia gestasi 32 minggu) dan lahir spontan presentasi bokong (presbo). Di saat pertama kali datang (1 jam setelah lahir), pasien mengalami kesulitan bernafas yang ditandai dengan keadaan umum lemah, merintih, nafas cuping hidung, sianosis di sekitar mulut dan hidung, dan retraksi dada. Pada usia 2 hari, tubuh pasien menjadi edema dan keras (sklerema). Pada usia 3 hari, residu lambung pasien berupa darah segar sebanyak 2 cc dan tubuh pasien mulai tampak menguning. Pada usia 4 hari hingga saat pemeriksaan dilakukan, keadaan pasien mengalami perbaikan. Riwayat Persalinan:

3

Pasien lahir dari ibu G2P1A0 usia kehamilan 32 minggu, di Rumah Sakit (RS) Swasta di Salatiga, dibantu oleh seorang dokter Spesialis Obsgyn, pada tanggal 31 Desember 2018 pukul 01.25 WIB. Proses persalinan pervaginam dengan presentasi bokong (presbo). Air ketuban jernih. APGAR Score 7/8/9, BBL: 2050 gram, PB: 42 cm, LK: 32 cm, LD: 29 cm. Riwayat Penyakit Dahulu

:

Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu/ selama kehamilan. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terdapat penyakit genetik dalam keluarga.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

 Status Generalis : 

Keadaan Umum: Cukup. Bayi tampak kuning



GCS : E4V5M6 (Ccompos Mentis)



N



RR : 52 x/ menit



T



SpO2: 93%



Kepala - Leher

: 146 x/ menit : 36,6 0C

Kepala

: normochepali, bentuk simetris.

Mata

: anemis (-/-), ikterik (-/-), RP (+/+)

Leher

: pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-),

peningkatan JVP (-)



Mulut

: tidak ada kelainan.

THT

: tidak ada kelainan.

Thorax-Cardiovascular Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-), massa (-) Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, nyeri (-), massa (-) Perkusi : Paru (sonor), jantung (pekak), batas jantung dalam

4

batas normal. Auskultasi :





Paru-paru: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-



Jantung : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-) gallop (-)

Abdomen Inspeksi : distensi (-), massa (-), venektasi (-), sikatrik (-) Auskultasi : BU (+) normal, suara tambahan (-). Palpasi : supel, nyeri tekan (+) pada regio hipogastrik dan iliaka dekstra, Hepar/lien tidak teraba, defans muskuler (-) Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen



Ekstremitas atas/bawah: Akral hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas.

IV.

V.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL 

BBLR, KB, SMK, Spontan Presbo



Sepsis



Ikterus Neonatorum



Feeding Intolerance

PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium (31/12/2018) Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

HEMATOLOGI Leukosit

9,51

13– 38 ribu/ul

Eritrosit

4,51

4,3 – 6,3 juta/uL

Hemoglobin

15,3

15,2 - 23,6 g/dl

Hematokrit

42,1

44-72 vol %

MCV

93,4

98-122 fL

5

MCH

33,9

33-41 pg

MCHC

36,3

33-36 g/dl

Trombosit

183

150-450 ribu/ul

Golongan Darah

O HITUNG JENIS

Eosinofil%

1,7

1-5 %

Basofil%

0,4

0,0-1,0 %

Limfosit%

26,6

20-70 %

Monosit%

7,4

1-11 %

Neutrofil%

63,9

17-60%

KIMIA Glukosa Darah Sewaktu

163

<140 mg/dl

ELEKTROLIT Natrium

131

135-155 mml/e

Kalium

6,1

3,6-5,5 mml/e

Chlorida

104

95-108 mmol/l

Kalsium

10,1

8,4-10,5 mg/%

Hasil Laboratorium (01/01/2019) KIMIA Albumin

3,2

6

3,5-4,2 g/dl

Hasil Laboratorium (02/01/2019) Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

HEMATOLOGI Leukosit

4,17

13– 38 ribu/ul

Eritrosit

4,63

4,3 – 6,3 juta/uL

Hemoglobin

15,4

15,2 - 23,6 g/dl

Hematokrit

43,2

44-72 vol %

MCV

93,4

98-122 fL

MCH

33,3

33-41 pg

MCHC

35,6

33-36 g/dl

Trombosit

156

150-450 ribu/ul

HITUNG JENIS Eosinofil%

2,1

1-5 %

Basofil%

0,7

0,0-1,0 %

Limfosit%

39,8

20-70 %

Monosit%

2,9

1-11 %

Neutrofil%

54,5

17-60%

KIMIA Bilirubin Direk

0,42

<0,30 mg/dl

Bilirubin Indirek

10,74

0-11,1 mg/dl

Bilirubin Total

11,16

0-11,2 mg/dl

7

Hasil Laboratorium (05/01/2019) KIMIA

VI.

Bilirubin Direk

0,99

<0,30 mg/dl

Bilirubin Indirek

11,61

0-11,1 mg/dl

Bilirubin Total

12,60

0-11,2 mg/dl

DIAGNOSIS KERJA 

BBLR, KB, SMK, Spontan Presbo



Sepsis



Ikterus Neonatorum



Feeding Intolerance

Interpretasi Hasil Laboratorium: a. Hiperglikemia b. Hiponatremia c. Hiperkalemia d. Hipoalbuminemia e. Hiperbilirubinemia VII.

TATA LAKSANA



CPAP O2 FiO2 40% PEEP 7



Infus D10% 6 tpm



AA 6% 29,5 cc/ 24 jam S.P I.V



Cefotaxime 100 mg/ 12 jam I.V



Amikacin 36 mg/ 24 jam I.V



Aminophyllin 2 mg/ 12 jam I.V



Ranitidin 1 mg/ 8 jam I.V



NaCl 3%, 12,6 cc/ 24 jam S.P I.V



Calcium Gluconas 2 cc/ 24 Jam I.V

8



Vitamin K 1 mg/ 12 jam I.V



Asam tranexamat 20 mg/ 8 jam I.V



Thrombop 3 dd ue



Apyalis 0,3 ml/ 24 jam P.O



Intake ASI 1-3 cc/ 3 jam



Foto terapi 2 x 24 jam

VIII. PROGNOSIS Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungtionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

9

BAB II DASAR TEORI (Sumber: Queensland Clinical Guidelines, 2017)

I. Pendahuluan Neonatal jaundice atau ikterus neonatorum atau penyakit kuning adalah salah satu kondisi paling umum yang membutuhkan perhatian medis pada bayi baru lahir. Sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur mengalami sakit kuning pada minggu pertama kehidupan. Penyakit kuning adalah tanda peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Bayi tampak kekuning-kuningan akibat akumulasi bilirubin di kulit, selaput lendir dan konjungtiva. Hiperbilirubinemia terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara produksi bilirubin, konjugasi dan eliminasi. Hancurnya sel darah merah (RBC) dan hemoglobin menyebabkan bilirubin tak terkonjugasi menumpuk di dalam darah. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dan diangkut ke liver di mana ia dikonversi menjadi bilirubin terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan mampu dihilangkan melalui urine dan feses. Bilirubin tak terkonjugasi yang tak terikat dapat larut dalam lemak dan dapat menyebrang sawar darah-otak. Pada minggu pertama kehidupan, sebagian besar bayi memiliki kadar bilirubin yang melebihi batas atas normal pada dewasa. Ikterus yang disebabkan oleh peningkatan kecil bilirubin tak terkonjugasi setelah lahir adalah normal dan umumnya tidak perlu diselidiki atau diobati. Ikterus ringan dapat terjadi pada minggu pertama hingga usia 10 hari hidup tanpa sebab yang mendasarinya. Namun, ikterus onset dini (terdeteksi secara klinis sebelum usia 24 jam) adalah faktor risiko hiperbilirubinemia berat yang membutuhkan pengobatan. Ketika penyakit kuning memiliki nilai puncak bilirubin yang tinggiterlepas dari penyebabnya- pengobatan diperlukan untuk mencegah kerusakan otak. Selain itu, beberapa penyebab hiperbilirubinemia yang mendasarinya dapat bersifat serius atau bahkan mengancam nyawa sehingga membutuhkan 10

perawatan segera. Investigasi harus dilakukan untuk menentukan penyebab penyakit kuning yang mendasari, antara lain: 1.

Awitan dini dengan nilai puncak bilirubin tinggi

2.

Peningkatan komponen bilirubin terkonjugasi

3.

Tetap ada setelah masa fisiologis ikterus

4.

Terdapat pada bayi dengan penyakit klinis atau kelainan lainnya

II. Faktor Risiko Hiperbilirubinemia yang Bermakna Klinis 1. Faktor Risiko Maternal Aspek

Keterangan

Golongan Darah



Golongan darah O



Rhesus D (RhD) negatif



Antibodi sel darah merah — D, C, c, E, e, dan K dan yang lainnya

Riwayat



Membutuhkan fototerapi atau terapi lainnya



Massa sel darah merah tinggi pada bayi

Jaundice pada bayi sebelumnya Diabetes

dengan ibu pengidap diabetes tak terkontrol (semua jenis diabetes). Genetik



Asia Timur



Mediterania



Riwayat keluarga dengan kelainan hemolitik bawaan (mis. Defisiensi G6PD, sferositosis herediter)

2. Faktor Risiko Neonatal Aspek

Keterangan

Makanan



ASI: o β glucuronidase dalam ASI meningkatkan

11

pemecahan bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin tak terkonjugasi dalam usus o Lipoprotein lipase (enzim yang larut dalam air) dan asam lemak non esterifikasi dalam ASI dapat menghambat metabolisme bilirubin normal 

Faktor-faktor yang menghambat kolonisasi normal dengan bakteri usus mengakibatkan tingginya konsentrasi bilirubin dalam usus



ASI rendah (mungkin karena produksi ASI yang terlambat) atau asupan susu formula menyebabkan dehidrasi dan peningkatan sirkulasi enterohepatik

Hematologi



Faktor-faktor penyebab hemolisis (imun atau non imun)



Polisitemia



Hematoma atau memar

Gastrointestinal



Obstruksi usus

Lainnya



Infeksi



Prematuritas



Jenis kelamin laki-laki

III. Etiologi Puncak penyakit kuning pada hari ketiga hingga kelima kemungkinan disebabkan oleh fisiologi bayi baru lahir yang normal. Namun, penyebab penyakit kuning patologis dapat muncul bersama dengan penyakit kuning fisiologis. Ada sejumlah penyebab ikterus neonatal. Informasi berikut ini merupakan penyebab yang umum yang menempatkan bayi berisiko terkena hiperbilirubinemia membutuhkan perawatan.

12

1. Ikterus Dini ( < 24 jam dengan nilai puncak tinggi) Onset dini ikterus (terdeteksi secara klinis sebelum 24 jam) adalah faktor risiko hiperbilirubinemia berat yang membutuhkan perawatan. Bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama kehidupan- terutama karena hemolisis- berisiko menjadi ensefalopati bilirubin akut dan kronis. Penyakit kuning insidensinya lebih tinggi dalam 24 jam pertama kehidupan pada bayi antara usia 35 dan 36 minggu. Terlepas dari penyebab yang mendasari, pada bayi yang mengalami penyakit kuning kapan pun, faktor-faktor berikut meningkatkan kadar bilirubin bebas (bilirubin yang tidak terikat pada albumin) dalam sirkulasi, sehingga dapat meningkatkan risiko ensefalopati bilirubin: 1. Asidosis atau hipoksia 2. Hipotermia 3. Hipoalbuminemia 4. Infeksi 5. Obat-obatan tertentu yang diberikan kepada ibu atau bayi a. Penyebab Umum Jaundice Patologis Patogenesis

Penyebab

Hemolisis



Extravasasi darah; memar/ trauma persalinan.



Pendarahan, misal; pada otak, paru, intraabdomen



Isoimunisasi; o Aloantibodi ABO (risiko rendah) atau RhD (risiko tinggi) o Aloantibodi golongan darah lainnya – Kell dan Rh c dan E adalah yang paling banyak.

13



Penurunan konjugasi

Sindrom Gilbert (gangguan defisiensi gluronyltransferase)

bilirubin di liver



Hipotiroidisme bawaan

Penurunan



Saluran empedu yang abnormal, misal;

ekskresi bilirubin

atresia bilier intrahepatik atau ekstrahepatik, stenosis bilier atau atresia 

Cystic fibrosis

b. Penyebab Jaundice Patologis yang Kurang Umum Penyebab penyakit kuning yang kurang umum dapat muncul lebih awal, tetapi dapat bersifat episodik terkait dengan waktu dari suatu penyakit, seperti infeksi atau paparan oksidan pada defisiensi G6PD.

Lainnya,

seperti

stenosis

pilorik

lebih

mungkin

menyebabkan ikterus onset lambat.

Patogenesis

Penyebab

Hemolisis



Cacat enzim sel darah merah: o Kekurangan G6PD o Defisiensi piruvat kinase



Kelainan membran sel darah merah herediter: o Sferositosis o Eliptositosis



Hemoglobinopati o Talasemia alfa

Penurunan



Infeksi



Gangguan defisiensi gluronyltransferase

konjugasi

lainnya

bilirubin di liver

o Sindrom Crigler-Najjar o Hiperbilirubinemia neonatal familial

14

sementara / Lucey-Driscoll sindrom (mungkin parah)

Kerusakan sel



Hipopituitarisme kongenital



Infeksi kongenital:

liver (dapat

o Sitomegalovirus (CMV), virus herpes

menurunkan

simpleks

ambilan,

o Toksoplasmosis, rubela, sifilis, varicella

konjugasi, dan/

zoster, parvovirus B19 menyebabkan

atau ekskresi

hepatitis

bilirubin)



Kesalahan metabolisme bawaan sejak lahir (misal; Cacat siklus urea, galaktasaemia, cacat oksidasi asam lemak)

Penurunan



ekskresi bilirubin

Kondisi yang menyebabkan abnormalitas saluran empedu, misal; Sindrom Alagille, kista choledochal



Peningkatan resirkulasi enterohepatik bilirubin o Obstruksi usus, stenosis pilorus o Ileus atau sumbatan meconium ileus, fibrosis kistik

2. Ikterus Muncul Setelah > 24 Jam dan Segera Pulih Pada minggu pertama kehidupan, kebanyakan bayi memiliki serum bilirubin total (TSB) yang melebihi batas atas normal untuk orang dewasa. Ikterus yang dihasilkan dari sedikit peningkatan bilirubin tak terkonjugasi setelah lahir bersifat normal dan umumnya tidak perlu diselidiki atau diobati. Ikterus ringan dapat bertahan selama minggu pertama lalu biasanya sembuh dalam 10 hari pertama (bayi cukup bulan) atau tiga minggu (bayi prematur) tanpa sebab yang mendasarinya diidentifikasi.

15

Penyebab

Keterangan

Konteks



Ikterus fisiologis bersifat sementara, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan

Penyebab



Lebih sering terjadi pada anak pertama



Sebagian besar benign



Peningkatan kadar bilirubin akibat peningkatan volume dan penurunan rentang usia sel darah merah dan liver yang belum matang dengan penurunan aktivitas enzim



Variasi populasi normal dalam pematangan metabolisme empedu setelah lahir



Lebih sering terjadi pada bayi yang disusui di mana asupan susu tidak memadai



Jika bayi tidak sehat, memiliki faktor risiko untuk kelainan yang mendasarinya atau memiliki TSB di atas garis pengobatan, pertimbangkan penyebab patologis



Lihat Lampiran Nomogram: Manajemen penyakit kuning untuk bayi yang lebih besar dari 38 minggu kehamilan

Karakteristik



Biasanya pertama terlihat pada hari kedua kehidupan dan puncak pada hari ketiga hingga kelima



Puncak pada hari ketiga pada bayi cukup bulan dan hari kelima sampai enam pada bayi prematur



Biasanya sembuh dalam minggu pertama hingga 10 hari kehidupan pada bayi cukup bulan atau tiga minggu pada bayi prematur

16



Pengelolaan

Biasanya tidak memerlukan pengobatan tetapi mungkin memerlukan fototerapi



Yakinkan orang tua dan pantau bayi



Selidiki bayi kuning yang tidak sehat untuk penyakit yang mendasarinya



Obati setiap penyebab patologis jika teridentifikasi

3. Ikterus yang Berkepanjangan/ Prolonged Jaundice Ikterus yang berkepanjangan dimulai atau berlanjut setelah 14 hari pada bayi cukup bulan dan 21 hari pada bayi prematur, dan lebih sering terjadi pada bayi yang diberi ASI. Keadaan ini muncul pada 1540% bayi sehat yang mendapat ASI pada usia 2 minggu dan 9% pada bayi sehat yang diberi ASI pada usia 4 minggu. Ikterus yang berkepanjangan biasanya tidak berbahaya tetapi bisa menjadi indikasi penyakit serius seperti atresia bilier. Patogenesis

Penyebab Umum

Hiper-



Penyebab Kurang Umum

Nutrisi dan hidrasi



Infeksi

bilirubinemia

yang tidak adekuat,



Kekurangan G6PD

Tak

lebih umum pada



Sferositosis

Terkonjugasi

bayi ASI eksklusif



Stenosis pilorus

o Karena pasokan



Sindrom Crigler-

ASI yang tidak memadai 

Najjar 

Gangguan bawaan,

Jaundice ASI

misal; Sindrom

o Umumnya muncul

Gilbert

di antara hari keempat dan ketujuh dengan puncaknya

17

pada minggu kedua hingga ketiga kehidupan dan hilang pada usia tiga bulan o Karena flora usus berubah Hiper-



Atresia bilier

bilirubinemia



Kolestasis neonatal

Terkonjugasi

idiopatik 

Gangguan bawaan, misal; Sindrom Alagille



Hipopituitarisme kongenital

Hiper-



bilirubinemia Tak



Hipotiroidisme



Infeksi

kongenital



Gangguan

Hemolisis

metabolisme 

Terkonjugasi

o RhD atau penyakit

dan/ atau

hemolitik lainnya

Terkonjugasi

( Biasanya kadar



Nutrisi parenteral

bilirubin tak



Kesalahan

Hipopituitarisme kongenital

terkonjugasi

metabolisme bawaan

meningkat terlebih

sejak lahir

dahulu kemudian kadar bilirubin terkonjugasi meningkat) o Defisiensi G6PD42 ( Dapat

18

menyebabkan jaundice episodik atau berkepanjangan tergantung pada paparan oksidan)

IV. Anamnesis dan Penilaian Klinis Identifikasi faktor risiko dan deteksi dini ikterus membutuhkan pemeriksaan semua bayi. Semua bayi yang mengalami penyakit kuning memerlukan penilaian termasuk riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis lengkap. Konsultasi dengan layanan tersier berkenaan dengan manajemen mungkin diperlukan. Setiap bayi yang tampak tidak sehat dan sakit kuning memerlukan penilaian medis. Jika ada tanda-tanda lain dari hiperbilirubinemia terkonjugasi yang muncul, termasuk urin gelap dan tinja pucat, sebaiknya dirujuk ke layanan tersier untuk penyelidikan dan pengobatan segera, supaya komplikasi sekunder dapat dicegah. Hal-hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis antara lain; 1.

Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD)

2.

Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan galaktosemia,

deifisiensi

alfa-1-antiripsin,

tirosinosis,

hipermetioninemia, penyakit Gilbert, sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau fibrosis kistik 3.

Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada kemungkinan inkompatibilitas golongan darah atau breast-milk jaundice

4.

Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus atau toksoplasma

5.

Riwayat

obat-obatan

yang

dikonsumsi

ibu,

yang

berpotensi

menggeser ikatan bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau

19

mengakibatkan

hemolisis

pada

bayi dengan defisiensi G6PD

(sulfonamida, nitrofurantoin, antimalaria) 6.

Riwayat

persalinan

perdarahan

traumatik

atau hemolisis.

hiperbilirubinemia

yang

yang

Bayi

berpotensi

asfiksia

disebabkan

dapat

menyebabkan mengalami

ketidakmampuan hati

memetabolisme bilirubin atau akibat perdarahan intrakranial. 7.

Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabkan polisitemia neonatal dan peningkatan bilirubin.

8.

Pemberian

nutrisi

parenteral

total

dapat

menyebabkan

hiperbilirubinemia direk berkepanjangan. 9.

Hiperbilirubinemia Pemberian air susu ibu (ASI). Harus dibedakan antara breast-milk jaundice dan breastfeeding jaundice a.

Breastfeeding jaundice Ikterus yang disebabkan oleh kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu produksi ASI belum banyak. Untuk neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (bukan

bayi

berat

lahir rendah),

hal

ini

tidak

perlu

dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak coklat, glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama 72 jam. Walaupun demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia, yang disebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI. Ikterus pada bayi ini tidak selalu disebabkan oleh breastfeeding jaundice, karena dapat saja merupakan hiperbilirubinemia fisiologis. b.

Breast-milk jaundice Ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI). Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian besar bayi, kadar

bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi pada breast-milk

jaundice, bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan, bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin

20

akan kembali naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis. Breastmilk jaundice dapat berulang (70%) pada kehamilan berikutnya. Mekanisme jaundice

sesungguhnya

belum

yang

diketahui,

menyebabkan

tetapi

diduga

breast-milk

timbul

akibat

terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acid glucuronyl transferase (UDGPA) oleh hasil metabolisme progesteron, yaitu pregnane-3-alpha 2-beta-diol yang ada di dalam ASI sebagian ibu.

Aspek

Keterangan

Jaundice/ Ikterus 

Periksa semua bayi ikterus: o Setiap 8-12 jam dalam 72 jam pertama kehidupan o Sebelum dipulangkan



Ikterus muncul sefalokaudal tergantung pada tingkat keparahan (hanya kepala yang tampak ikterus dalam kasus ringan) dan mengalami perbaikan dalam urutan berkebalikan



Jangan hanya mengandalkan pemeriksaan visual untuk menilai tingkat penyakit kuning o Terdapat korelasi yang buruk dari TSB dan penilaian visual bahkan: -

Dalam cahaya alami atau ruangan yang cukup terang,

-

Jika memucatkan kulit dengan jari

o Estimasi visual kadar bilirubin dapat menyebabkan kesalahan pada bayi yang: -

Memiliki warna kulit lebih gelap

21

-

Sedang fototerapi

Tanda Potensial



Kelesuan

Ensefalopati



Pemberian makan yang buruk

Bilirubin



Muntah



Tangisan bernada tinggi



Hipotonia diikuti oleh hipertonia



Opisthotonus



Kejang



Asesmen pemberian makan:

Intake/ Output

o Mengacu pada Pedoman Klinis Queensland Menetapkan menyusui 

Berat: o Menilai berat pada minggu pertama kehidupan ( kehilangan 10% dari berat lahir dapat diterima pada minggu pertama kehidupan) o Pengembalian berat lahir pada 7-10 hari kehidupan o Persentase penurunan berat badan pada hari ketiga dapat menjadi prediksi signifikan hiperbilirubinemia (bukti tingkat rendah)

Urin



Empat atau lebih popok basah per hari pada usia 72 jam menunjukkan asupan ASI yang memadai o Mengacu Panduan Klinis Queensland tentang Menyusui



Urin gelap mungkin mengindikasikan hiperbilirubinemia terkonjugasi



Urat biasanya terdapat dalam urin bayi yang baru lahir hingga usia 96 jam

22

Feses



Periksa ada tiga hingga empat feses per hari pada hari keempat kehidupan



Feses berubah dari meconium menjadi warna kuning mustard pada hari ketiga kehidupan



Feses pucat dan penyakit kuning adalah indikator utama penyakit liver

Patologi



Lihat Bagian 5 Investigasi o Jika bilirubinemia terkonjugasi juga terduga, periksa tes fungsi hati (LFT), INR dan kadar glukosa darah

V. Investigasi Urgensi investigasi dan perawatan tergantung pada presentasi klinis bayi. Bayi yang tidak sehat memerlukan penyelidikan dan perawatan yang lebih mendesak karena etiologi yang mendasarinya dapat dikaitkan dengan berbagai penyakit. Pengukuran Bilirubin TSB bayi atau bilirubin transkutan (TcB) dan usia kehamilan adalah prediktor yang baik untuk risiko hiperbilirubinemia. TSB ditafsirkan sesuai dengan usia bayi dalam jam.

Aspek

Praktik yang Baik

Konteks



Tidak cukup bukti yang tersedia untuk mengadopsi skrining bilirubin universal untuk mencegah ensefalopati bilirubin kronis



Gunakan TcB jika tersedia dan/ atau TSB karena penilaian visual tidak dapat diandalkan



Gabungkan tes darah untuk mengurangi jumlah venepuncture untuk bayi

23

Transcutaneus



Bilirubin (TcB)

TcB meter: o Skrining hiperbilirubinemia tak terkonjugasi o Mengukur pantulan cahaya yang ditransmisikan ke kulit o Memperkirakan TSB dari algoritma matematika untuk menghitung hemoglobin dan pigmen kulit o Prediktif dalam mengidentifikasi bayi yang membutuhkan fototerapi o Digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrikan dan protokol lokal



Mengurangi jumlah pemeriksaan darah invasif



Ukur pada sternum atau dahi



Cocok untuk bayi: o Usia pascakelahiran > 24 jam o Kehamilan > 35 minggu— lebih reliabel pada bayi aterm



Tidak direkomendasikan untuk menilai bilirubin jika: o Ikterus yang berkepanjangan o Hiperbilirubinemia terkonjugasi o Bayi yang sedang menjalani fototerapi o Bayi yang telah melakukan fototerapi o Bayi yang telah melakukan transfusi pertukaran (exchange transfusion)



Korelasi TcB dengan TSB pada nomogram: o Perlu evaluasi lebih lanjut

24

o Dapat mengakibatkan peningkatan angka negatif palsu 

Jika TcB > 250 mikromol/ L atau < 50 mikromol/ L di bawah ambang batas untuk fototerapi, ukur TSB o Keputusan klinis tentang pengobatan didasarkan pada tren TcB dan bukan satu nilai

Total Serum



Bilirubin (TSB)

Standar emas untuk mendiagnosis hiperbilirubinemia



Titik perawatan (mis. Penganalisa gas darah) dan pengujian laboratorium mengukur jumlah bilirubin terkonjugasi dan tak terkonjugasi dalam serum



Mungkin perlu mengukur bilirubin total, tak terkonjugasi dan terkonjugasi di laboratorium patologi untuk memastikan hiperbilirubinemia terkonjugasi tidak terlewatkan ( terutama pada bayi yang tidak sehat dan/ atau penyakit kuning yang parah atau berkepanjangan)



Ukur jika bayi tampak sakit kuning: o Jika usia < 24 jam o Jika usia kehamilan < 35 minggu



Lanjutkan mengukur ketika: o Level berada pada atau di atas ambang pengobatan o Intervensi terapi adalah sedang dipertimbangkan

25

Normogram



Grafik bilirubin spesifik-jam berdasarkan TSB pada bayi prematur dan bayi prematur



Digunakan untuk: o Mengidentifikasi bayi yang berisiko mengalami hiperbilirubinemia signifikan o Memantau tren TSB atau TcB o Plot TSB pada nomogram yang sesuai untuk usia bayi dalam jam, usia kehamilan dan berat badan lahir



Jika TSB berada di zona perawatan atau kurang dari 50 mikromol/ L di bawah tingkat pengobatan, ulangi TSB sesuai nomogram o Lihat Lampiran A Nomogram: Manajemen penyakit kuning untuk bayi lebih dari 38 minggu usia kehamilan

VI. Manajemen/ Pengelolaan Prinsip-prinsip inti dari manajemen penyakit kuning meliputi pencegahan, identifikasi dan penilaian bayi yang berisiko mengalami hiperbilirubinemia dan pengobatan dengan fototerapi atau jika diindikasikan ET. Manajemen hiperbilirubinemia melibatkan penafsiran kadar TSB atau TcB pada nomogram berdasarkan pada usia kehamilan bayi, usia dan berat lahir. Di hadapan faktor-faktor risiko (sepsis, hemolisis, asidosis atau asfiksia) gunakan garis bawah, kecuali untuk bayi < 1000 g  Jika bayi berusia > 12 jam dengan tingkat TSB 1–50 mikromol/ L di bawah garis, ulangi TSB dalam 6-24 jam  Bayi yang sedang fototerapi: o

Pertimbangkan untuk mengukur TSB setiap 4-6 jam sampai kenaikan serum bilirubin dapat dikendalikan, kemudian ukur TSB per 12-24 jam.

26

o

Hentikan fototerapi jika TSB > 50 mikromol/ L di bawah garis dan periksa kembali dalam 12-24 jam

 Jika TSB bayi di atas ambang batas, transfusi tukar diindikasikan jika TSB diperkirakan tidak berada di bawah ambang batas setelah 6 jam fototerapi intensif  Transfusi tukar segera dianjurkan jika ada tanda-tanda dari ensefalopati bilirubin Nutrisi Pemberian makan yang buruk menyebabkan berkurangnya asupan kalori dan dehidrasi yang mengakibatkan peningkatan TSB. Aspek

Keterangan

Pemberian ASI



Bayi yang disusui lebih rentan terkena penyakit kuning yang berkepanjangan dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula, jika: o Produksi ASI yang tidak memadai o Intake ASI yang tidak cukup



Anjurkan menyusui bayi 8-12 kali per hari o Berikan dukungan menyusui o Pertimbangkan rujukan ke konsultan laktasi o Tawarkan ASI perah jika diperlukan cairan ekstra o Suplemen tambahan rutin tidak direkomendasikan, bahkan jika sedang fototerapi o Rujuk ke Pedoman Klinis Queensland tentang Menyusui o Pastikan ada langkah-langkah jelas untuk

27

mengenali nutrisi dan hidrasi buruk yang bermakna signifikan secara klinis Formula



Dorong pemberian makan untuk memastikan asupan formula yang memadai.

Cairan Intravena



Tidak diperlukan secara rutin



Berikan sesuai dengan pemeriksaan klinis bayi



Pertimbangkan untuk bayi yang menerima fototerapi dengan level TSB dekat tingkat transfusi pertukaran

Probiotik



Beberapa penelitian pada bayi cukup bulan telah mengidentifikasi probiotik dapat mengurangi: o Hiperbilirubinemia o Durasi fototerapi

Fototerapi Fototerapi kontemporer ditemukan di Inggris ketika kulit bayi setiap hari terpapar sinar matahari terlihat kurang kuning daripada kulit yang tidak terpapar. Telah dibuktikan pula bahwa paparan sinar matahari pada tabung darah dengan sampel darah sebelum transfusi tukar menghasilkan tingkat bilirubin yang lebih rendah daripada sampel yang tidak terpapar. Aspek

Keterangan

Indikasi



Pertimbangkan: o Tingkat TSB o Usia kehamilan bayi o Usia bayi dalam jam pada saat pengujian o Faktor risiko neurotoksisitas individu

28

Kontraindikasi



Porphyria erythropoietin kongenital (atau riwayat keluarga) o Penyakit yang sangat langka o Porfirin adalah fotosensitiser yang menyebabkan cedera pada jaringan (lepuh parah dan fotosensitifitas) saat terkena cahaya

Efek Samping/



Komplikasi

Pemisahan ibu dan bayi berpotensi mengakibatkan: o Keterikatan ibu-bayi yang terganggu o Gangguan menyusui ( Gunakan selimut fiber optik atau LED atau interupsi berkala selama menyusui jika penyakit kuning tidak parah o Distress bayi dan ibu



Sangat sedikit bukti toksisitas yang signifikan secara klinis



Studi tindak lanjut jangka panjang yang terperinci masih terbatas dan belum divalidasi



Bayi dengan ikterus kolestatik dan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang menjalani fototerapi dapat: o Menyebabkan perubahan warna kulit abuabu-coklat tua (dikenal sebagai 'baby bronze syndrome’, secara bertahap menghilang setelah penghentian fototerapi, bukan kontraindikasi terhadap fototerapi – pertimbangkan melanjutkan fototerapi ketika bilirubin terkonjugasi mencapai antara

29

sepertiga dan setengah dari total bilirubin). o Menyebabkan kerusakan pada retina mata yang terpapar o Meningkatkan aliran darah kulit (photorelaxation) dan meningkatkan IWL melalui kulit o Feses lembek/ cair o Menyebabkan purpura dan erupsi bulosa o Ruam sementara (biasanya tidak bermakna klinis) 

Fototerapi cahaya biru — faktor risiko potensial untuk tumbuhnya nevus melanosit

Transfusi Tukar Jika TSB bayi berada pada level transfusi penukaran, itu adalah keadaan darurat medis dan memerlukan pengelolaan mendesak. Tujuan dari transfusi pertukaran adalah untuk dengan cepat mengurangi TSB dengan menghilangkan yang sebagian kecil komponen darah dari bayi dan menggantinya dengan komponen darah donor. Fototerapi terutama untuk bayi berisiko tinggi dapat mengurangi kebutuhan untuk transfusi tukar. Aspek

Keterangan

Indikasi



TSB terus meningkat meskipun fototerapi intensif



Rujuk ke nomogram yang sesuai untuk usia kehamilan, berat badan, dan usia



Bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut

Konteks



Lakukan di Unit Perawatan Intensif Neonatal (NICU)

30



Hubungi layanan untuk: o Saran dan diskusi manajemen dengan neonatologis o Rujuk ke layanan tersier

Transfusi Tukar



Menurunkan TSB dan dapat mencegah bilirubin tak terkonjugasi melintasi sawar darah-otak



Membuang sel darah merah yang rentan hemolisis akibat antibodi ibu dan mengurangi tingkat antibodi total



Koreksi anemia jika ada



Gunakan plasma yang: o Tipe O RhD negatif atau untuk bayi dengan antibodi non-A, B atau D, negatif untuk antigen yang relevan o CMV negatif (jika tersedia) o Diiradiasi



Tukar dua kali volume darah bayi (160 mL / kg)

Risiko



Kelebihan cairan



Infeksi



Trombositopenia



Ketidakseimbangan metabolisme o Hipoglikemia o Hipokalsemia o Hipokalemia



Koagulopati



Embolisme udara



Trombosis



Necrotising enterocolitis

31

Pos Transfusi



Lanjutkan fototerapi intensif

Tukar



Ukur TSB dalam 2 jam setelah transfusi tukar

Suplementasi Bayi yang mengalami anemia karena hemolisis mungkin memerlukan suplementasi asam folat dan zat besi. Asam folat membantu dalam proses pematangan sel darah merah, bayi yang rendah asam folat mengalami anemia dan gagal berkembang. Besi sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan SSP dan defisiensi besi dikaitkan dengan gangguan perkembangan neurologis dan perilaku. Namun, suplementasi zat besi jarang diberikan. Kebanyakan bayi dengan hemolisis yang signifikan mendaur ulang zat besi dari sel darah merahnya sendiri, jadi mungkin saja lebih besar risiko kelebihan zat besi daripada kekurangan zat besi. Diskusikan suplementasi asam folat dan fero sulfat dengan dokter anak atau neonatologis sebelum kepulangan bayi. Aspek

Pertimbangan

Asam Folat



Tidak mengurangi kejadian atau keparahan anemia pada bayi dengan positif DAT



Diindikasikan untuk digunakan pada bayi dengan anemia yang disebabkan oleh penyakit hemolitik di mana telah terjadi pergantian sel darah merah yang tinggi



Dosis: 50-100 mikrogram/ kgBB/ hari



Mulai dari usia 7 hari



Efek samping jarang terjadi tetapi dapat meliputi: o Ruam

32

o Suhu tinggi o Diare

Sulfas ferrous



Dapat mengurangi kadar fenitoin



Gunakan dengan hati-hati pada bayi yang memiliki kondisi hemolitik (cadangan besi endogen mungkin tinggi tidak rendah) o Bayi cukup bulan biasanya memiliki cadangan zat besi yang cukup selama 4-6 bulan



Lakukan penelitian zat besi sebelum memulai pengobatan untuk mengkonfirmasi defisiensi zat besi defisiensi dan pastikan tidak adanya kelebihan zat besi



Dosis: 4-6 mg/ kgBB/ hari unsur besi (setara dengan 30 mg/ kg/ hari ferrous sulfat) sulfat) jika mengobati defisiensi zat besi yang telah didiagnosis



Administrasi: o Paling baik diserap saat perut kosong o Berikan dua jam terpisah dari makanan dan obat-obatan



Ketidakcocokan o Susu - berikan di antara waktu makan jika memungkinkan o Obat — inhibitor pompa proton (mis. omeprazole) mengurangi penyerapan dan antasida (mis. gaviscon) berikatan dengan fero sulfat menghambat penyerapan

33



Dampak buruk: o Iritasi lambung o Sembelit

VII. Komplikasi Ensefalopati Bilirubin Akut dan Kronik Pada hiperbilirubinemia, bilirubin tak terkonjugasi diendapkan dan menodai jalur pendengaran, ganglia basal dan nukleus okulomotor, menghasilkan ensefalopati bilirubin akut dan kronis kernicterus. Kernikterus terlihat pada otopsi dan merupakan pewarnaan kuning dari jaringan otak karena akumulasi bilirubin tak terkonjugasi. Ada nekrosis neuron di ganglia basal yang mengakibatkan neuro-disabilities yang ireversibel. Ensefalopati Bilirubin Akut Aspek

Keterangan

Konteks



Terjadi pada hari-hari pertama kehidupan dan menyebabkan perubahan sementara pada keadaan neurologis.



Pengobatan dini hiperbilirubinemia mengurangi outcome neurologis yang buruk.

Faktor Risiko

Tanda



Ketidakcocokan ABO



Isoimunisasi RhD



Kekurangan G6PD



Prematuritas



Infeksi



Menyusui secara eksklusif



Awalnya tak jelas dan tidak spesifik o Pemberian makanan yang buruk o Tangisan bernada tinggi

34

o Suhu tinggi o Kelesuan 

Peningkatan keparahan seiring dengan pningkatan kadar bilirubin



Gangguan progresif selanjutnya pada neurobehaviour – hypertonia, retrocollis, opisthotonus



Progresi Penyakit

Dapat menyebabkan: o Kelumpuhan otak atetoid o Ketulian o Kebutaan akibat kelumpuhan otot mata

Bayi Preterm



Pengenalan tanda-tanda mungkin menantang o Apnea dan desaturasi oksigen mungkin merupakan satu-satunya tanda



Risiko lebih tinggi karena sistem saraf pusat (SSP) dan jalur neuronal yang belum matang

Ensefalopati Bilirubin Kronis Aspek

Keterangan

Konteks



Sekuel permanen dari toksisitas bilirubin



Menjadi jelas pada tahun pertama kehidupan



Riwayat hiperbilirubinemia berat dan berkepanjangan

Faktor Risiko

Tanda



Prematuritas



Infeksi



Asfiksia



Cerebral palsy Athetoid



Kelumpuhan penglihatan



Kehilangan pendengaran

35



MRI

Kerusakan ganglia basal, jalur pendengaran pusat dan perifer, hippocampus, nukleus subthalamic atau otak tengah dan globus pallidus

SNHL



Korteks serebral sebagian besar tidak rusak



Riwayat kadar TSB yang sangat tinggi (lebih besar atau sama dengan 450 mikromol / L) meningkatkan risiko



Transfusi tukar yang tepat waktu dapat mengurangi risiko

Disfungsi Neurologis Akibat Bilirubin Disfungsi neurologis akibat bilirubin (BIND) adalah sindrom gangguan neurotoksik bilirubin yang dapat terjadi tanpa adanya kernikterus. BIND didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis pada bayi dan anak usia dini bersama-sama dengan riwayat hiperbilirubinemia neonatal. Insiden BIND tidak diketahui. Aspek

Keterangan

Konteks



Berdasarkan pengamatan klinis karena tidak ada biomarker spesifik



Parah dan ireversibel



Tidak ada korelasi tetap antara hiperbilirubinemia sedang atau ekstrim dan hasil neurologis



Riwayat kadar bilirubin lebih rendah dari yang terkait dengan ensefalopati bilirubin akut dan kronis o Dapat terjadi akibat ikterus yang berkepanjangan dengan hiperbilirubinemia sedang di bawah ambang pengobatan

36

Faktor Risiko



Prematuritas



Durasi dan kadar serum bilirubin tak terkonjugasi



Kapasitas bilirubin untuk mengikat albumin



Kerentanan SSP individu membuat toksisitas bilirubin bervariasi pada masing-masing bayi

Manifestasi



Klinis

Tanda-tanda klinis tidak sepenuhnya dikategorikan pada bayi aterm dan bayi prematur



Tanda-tanda neuromotor o Kelainan tonus otot o Hiper refleks neonatal



Kesulitan berbicara dan bahasa



Kelainan pemrosesan sentral o SNHL o Disfungsi Visuomotor

Toksisitas Auditorik akibat Bilirubin Risiko

toksisitas

pendengaran

yang

diinduksi

bilirubin

mengakibatkan kehilangan pendengaran meningkat pada bayi yang memiliki riwayat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang tidak terkontrol.

Aspek

Keterangan

Konteks



Hubungan antara TSB dan gangguan pendengaran sensoneural (SNHL)



Non-linear – ada kemungkinan efek threshold



Kemungkinan dipengaruhi oleh sebab selain TSB mis. ikatan bilirubin, prematuritas

37



Kadar TSB maksimum bukan merupakan indikasi toksisitas pendengaran yang disebabkan oleh bilirubin

Penilaian



Pendengaran

Skrining bayi sesuai dengan protokol lokal setelah selesai fototerapi



Evaluasi auditory brainstem-evoked response (ABR) untuk mengidentifikasi toksisitas bilirubin pada bayi yang memiliki hiperbilirubinemia signifikan



Ambang batas ABR yang meningkat dapat mengindikasikan SNHL karena hiperbilirubinemia atau penyebab lainnya

VIII. Rencana Pemulangan/ Rawat Jalan Aspek

Poin Praktik yang Baik

Sebelum



pemulangan

Identifikasi bayi yang berisiko terkena penyakit kuning



Nilailah penyakit kuning sebelum pulang terutama jika usia kurang dari 72 jam



Tinjau bayi yang dipulangkan sebelum usia 72 jam dalam dua hari setelah pemulangan o Pertimbangkan pengukuran TcB sebelum pulang jika tindak lanjut dini tidak mungkin dilakukan

Informasi untuk Pasien



Berikan orang tua semua informasi tertulis dan verbal o Rujuk ke informasi induk QCG mengenai tinja normal, penyakit kuning, menyusui

38



Advis dari profesional kesehatan diperlukan jika: o Penyakit kuning - Kurang dari 24 jam membutuhkan tinjauan medis yang mendesak - Kapan saja di minggu pertama kehidupan - Terlihat setelah 12 hari (membutuhkan penyelidikan) - Meningkat sejak tinjauan profesional kesehatan terakhir o Makan - Susah makan - Muntah - Bayi kehilangan berat badan o Keluaran - Kurang dari enam popok basah per hari - Kotoran pucat - Urin berwarna gelap

Follow up



Kunjungan ke rumah oleh bidan



Dokter umum



Layanan kesehatan anak



Dokter anak / neonatologis jika bayi dirawat karena hiperbilirubinemia ekstrem atau transfusi tukar

39

BAB III PEMBAHASAN

Dari ilustrasi kasus dan penjelasan dasar teori mengenai neonatal jaundice atau ikterus neonatorum, dapat dijelaskan bahwa pasien memiliki beberapa kondisi yang menjadi faktor risiko terjadinya ikterus neonatorum. Antara lain; prematuritas, jenis kelamin laki-laki, dan adanya intoleransi makanan yang menyebabkan pasien tidak dapat memperoleh asupan yang dibutuhkan. Ikterus neonatorum yang dialami oleh pasien termasuk dalam ikterus neonatorum fisiologis karena muncul di usia 3 hari dan memuncak pada usia 5 hari dan membaik setelah diberi foto terapi. Berikut adalah panduan terapi sinar untuk bayi prematur

Sumber: Pudjiadi, A.H., dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II, 2011 Sedangkan, berikut adalah panduan terapi sinar untuk bayi >35 minggu

Sumber: Pudjiadi, A.H., dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II, 2011

40

Panduan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu

Sumber: Pudjiadi, A.H., dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II, 2011 Berikut

adalah

Normogram

untuk

menentukan

risiko

terjadinya

hiperbilirubinemia berat pada bayi usia gestasi ≥36 minggu berdasarkan kadar bilirubin serum total dan usia.

Sumber: Pudjiadi, A.H., dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II, 2011

41

BAB IV KESIMPULAN

Seorang bayi pasien bangsal perinatal RSUD Salatiga mengalami perubahan warna kulit seluruh tubuh menjadi lebih kuning dari sebelumnya. Pasien ini dirawat di bangsal perinatal sejak satu jam setelah dilahirkan di RS luar RSUD Salatiga. Pasien dirujuk atas indikasi Respiratory Distress Syndrome, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), preterm (usia gestasi 32 minggu) dan lahir spontan presentasi bokong (presbo). Di saat pertama kali datang (1 jam setelah lahir), pasien mengalami kesulitan bernafas yang ditandai dengan keadaan umum lemah, merintih, nafas cuping hidung, sianosis di sekitar mulut dan hidung, dan retraksi dada. Pada usia 2 hari, tubuh pasien menjadi edema dan keras (sklerema). Pada usia 3 hari, residu lambung pasien berupa darah segar sebanyak 2 cc dan tubuh pasien mulai tampak menguning. Pada usia 4 hari hingga saat pemeriksaan dilakukan, keadaan pasien mengalami perbaikan. Proses pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah rutin, kadar elektrolit, kadar bilirubin mengarahkan pada didiagnosis sepsis dan ikterus neonatorum serta feeding intolerance. Pasien diterapi dengan antibiotik, dan untuk ikterusnya, pasien diterapi dengan foto terapi/ terapi sinar 2x24 jam. Akhinya, pada hari perawatan ke 10, bertepatan dengan usia pasien 10 hari, pasien diijinkan untuk rawat jalan/ pulang.

DAFTAR PUSTAKA Guidelines, Q. C. (2017). Neonatal Jaundice. Queensland: Queensland Government.

42

Pudjiadi, A. H. (2011). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

43

Related Documents


More Documents from "Adam Aljabar"

Bab Iii Dan Iv.docx
November 2019 31
Infodatin-ibu.pdf
November 2019 23
Glossary.doc
December 2019 42
Gambar Anatomi 2.1 (1).pdf
November 2019 40