Presentasi Kasus Dahlia- Gastritis- Tiara Dwivantari-dessy Dwi Zahrina-yunandhika Rizki.docx

  • Uploaded by: Robi Heryanto
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presentasi Kasus Dahlia- Gastritis- Tiara Dwivantari-dessy Dwi Zahrina-yunandhika Rizki.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,917
  • Pages: 24
PRESENTASI KASUS Gastritis Erosiva

Disusun oleh : Dessy Dwi Zahrina

G4A016066

Tiara Dwivantari

G4A016068

Yunandhika Rizki

G4A016072

Pembimbing : dr. Joyo Santoso., Sp. PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2017

LEMBAR PENGESAHAN Gastritis Erosiva

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Disusun oleh : Dessy Dwi Zahrina

G4A016066

Tiara Dwivantari

G4A016068

Yunandhika Rizki

G4A016072

Telah disetujui Pada Tanggal, 03 Oktober 2017

Mengetahui,

Pembimbing :

dr. Joyo Santoso, Sp. PD I. PRESENTASI KASUS A. Identitas Pasien Nama Usia Alamat

: Ny. AH : 58 Tahun : Jl. Jend, Soedirman Timur 885 Rt 03/08,

Banyumas, Jawa Tengah Jenis kelamin : Perempuan Status : Menikah Tanggal masuk : 30-09-2017 Tanggal periksa : 03-10-2017 No. CM : 00985357 A. Anamnesis 1. Keluhan Utama Nyeri Perut 2. Keluhan Tambahan Nyeri ulu hati, mual, muntah. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli Penyakit Dalam RSMS dengan keluhan perut sering terasa nyeri sudah sejak lama, 4 hari ini nyeri perut dirasa semakin mengganggu. Nyeri perut dirasakan terutama di bagian kiri sampai ke ulu hati. Keluhan disertai dengan perut terasa seperti kembung, mual, dan muntah. Muntah tidak lebih dari 5x dalam sehari berisi makanan serta cairan. Keluhan demam serta BAB berdarah disangkal oleh pasien, pasien juga menyatakan bahwa BAK relative normal dan lancer. Pasien memiliki riwayat sering mengonsumsi makanan pedas dan bersantan, riwayat mengonsumsi kopi diakui tidak sering dilakukan. Selain itu, pasien juga sering telat makan dan merasa nafsu makannya berkurang selama beberapa bulan terakhir ini. Pasien mengaku pernah mengalami nyeri perut serupa dalam setahun terakhir, pada beberapa bulan terakhir nyeri dirasa semakin memberat sehingga pasien mulai berobat ke poli penyakit dalam. 4. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat keluhan serupa : diakui (dyspepsia) b. Riwayat hipertensi : disangkal c. Riwayat penyakit jantung : disangkal d. Riwayat kencing manis : disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal f. Riwayat asma : disangkal g. Riwayat alergi : disangkal 5. Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat keluhan serupa : disangkal b. Riwayat mondok : disangkal c. Riwayat hipertensi : disangkal d. Riwayat penyakit jantung : disangkal e. Riwayat kencing manis : disangkal f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal g. Riwayat asma : disangkal h. Riwayat alergi : disangkal i. Riwayat stroke : disangkal 6. Riwayat Sosial dan Exposure a. Community Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. Pasien aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. b. Home Pasien tinggal bersama suami, anak, menantu dan cucunya. Hubungan antara pasien dengan keluarga baik.

c. Diet Pasien memiliki riwayat sering mengonsumsi makanan pedas dan bersantan, riwayat mengonsumsi kopi diakui tidak sering dilakukan. Selain itu, pasien juga sering telat makan dan merasa nafsu makannya berkurang selama beberapa bulan terakhir ini. B. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum : Sedang 2. Kesadaran : Compos Mentis 3. Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 76 kali per menit Suhu : 36.2o C RR : 16 kali per menit 4. Status Generalis a. Pemeriksaan Kepala

Bentuk Mata

: mesocephal, venektasi temporal (-), alopesia (-) :conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat

Hidung Mulut Leher b. Pemeriksaan Dada

isokor, : discharge (-) : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-) : deviasi trakea (-), JVP 5+2 cm, KGB (-)

Paru Inspeksi

: Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-), spider nevi (-)

Palpasi

: fremitus ka=ki

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Jantung Inspeksi Palpasi

: ictus cordis (-) : ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS 5, lebar 1cm, kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung dbn

Auskultasi

:S1>s2, murmur (-), gallop (-)

c. Pemeriksaan Abdomen Inspeksi : Perut tampak datar, caput medusa (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi :Supel, nyeri tekan (+) di region hypochondriaca sinistra, undulasi (-) Perkusi

: Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)

Hepar

: tak teraba pembesaran

Lien

: tak teraba pembesaran.

d. Pemeriksaan Ekstremitas Eritema palmaris (-) Purpura (-)

epigastrium

dan

Ekstremitas superior

Ekstremitas inferior

Dextra

Sinistra

Dextra

Sinistra

Edema

-

-

-

-

Sianosis

-

-

-

-

Akral hangat

+

+

+

+

Reflek fisiologis

+

+

+

+

Reflek patologis

-

-

-

-

C. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah Lengkap (30 September 2017)

Jenis pemeriksaan

Hasil

Keterangan

Hb

12,4 g/dL

Normal

Leukosit

5510 U/L

Normal

Ht

37%

Normal

Eritrosit

54,2 10^6/uL

Normal

Trombosit

176.000/uL

Normal

Hitung jenis : Basofil Eosinofil Stab Segmen Limfosit Monosit

0,4% 2,7 % 0,4% 54,4% 33,9% 8,2%

Normal Normal ↓ Normal ↓ ↑

Kimia klinik : GDS 92 mg/dL Anti HCV Non Reaktif HBsAg Non Reaktif Endoskopi (30 September 2017)

Normal

Esofagus: Lumen dan mukosa normal, tidak tampak Mucosal break di LES, LES kompeten. Gaster: Mukosa corpus normal dan gastric fold di corpus normal, tidak tampak mosaic pattern, erosi multiple di anthrum, ulkus helaing di angulus, tidak tampak reflux bile, pylorus gaping. Duodenum: Mukosa bulbus dan pars descendent normal Kesimpulan: 1. Anthral gastritis erosive 2. Ulkus heling di angulus 3. Pylorus gaping D. Diagnosis Diagnosa klinis : Gastritis Erosiva Diagnosa fungsional : Abdominal Pain Diagnosa Anatomis : Anthral gastritis erosive, Ulkus heling di angulus, Pylorus gaping E. Tatalaksana Inf. RL 20tpm Inj. Omeprazole 1x1 amp P.O Sucralfat syr. 3x1C

P.O Domperidone 2x1 tab F. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2008). B. Etiologi Dan Faktor Resiko 1. Gastritis akut Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung (Muttaqin, 2011).

Faktor obat-obatan yang menyebabkan gastritis seperti OAINS (Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2-deoxyuridine), Salisilat dan digitalis bersifat

mengiritasi

menyebabkan

mukosa

peradangan

lambung

pada

(Sagal,

lambung

2006).

dengan

cara

Hal

tersebut

mengurangi

prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Hal tersebut terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer (Jackson, 2006). Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol, seperti whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal sehingga, dapat menyebabkan perdarahan (Wibowo, 2007). Gastritis dapat terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009). Terjadinya iskemia, akibat penurunan aliran darah ke lambung trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung (Wehbi, 2008). Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat dan refluks usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah termasuk pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pada produksi mukus dan fungsi sel epitel lambung (Price dan Wilson, 2012; Wibowo, 2007). Mekanisme terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres adalah melalui penurunan produksi mukus pada dinding lambung. Mukus yang diproduksi di dinding lambung merupakan lapisan pelindung dinding

lambung dari faktor yang dapat merusak dinding lambung antara lain asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori, OAINS, alkohol dan radikal bebas (Greenberg, 2002). 2. Gastritis Kronis Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi dan non infeksi (Muttaqin, 2011). a. Gastritis infeksi Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007). Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya gastritis (Wibowo, 2007; Price dan Wilson, 2012). Infeksi lain yang dapat menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit dan infeksi virus (Wehbi, 2008). b. Gastritis Non Infeksi 1) Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung. menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu produksi faktor intrinsik yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12. Kekurangan vitamin B-12 akhirnya dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi

seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmue atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua (Jackson, 2006). 2) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009). Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi, 2008). 3) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus,

penggunaan

kokain,

Isolated

granulomatous

gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan kanker lambung (Wibowo,2007). 4) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri radiasi pada lambung (Sepulveda, 2004). C. Epidemiologi Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, dimulai dari negara yang angk kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan persentase 43% lalu beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,8%. Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7%

dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat (Karwati, 2013). Lanjut usia meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena dinding mukosa lambung semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah untuk terinfeksi Helicobacter pylori atau penyakit autoimun daripada usia muda. Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri (Jackson, 2006). Prevalensi gastritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori psikologis juga disebutkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi sehingga mudah atau rentan untuk mengalami stres psikologis (Gupta, 2008). D. Patomekanisme 1. Gastritis Akut Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obatobatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang mengalami stress akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam lambung sehingga menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilitasi sel mukosa gaster (Price dan Wilson, 2012). Pada lapisan mukosa gaster terdapat enzim yang memproduksi asam klorida atau HCl, terutama daerah fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi

memicu timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri Karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah pendarahan (Price dan Wilson, 2012). 2. Gastritis Kronik

Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory (H. pylory ) atau dapat uga disebabkan oleh gastritis autoimun sehingga mengakibatkan timbulnya perubahan sel parietal, yang kemudian menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Selain mekanisme tersebut, adanya proses atau kelainan yang menimbulkan pengaruh pada antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum), seringkali dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan jangka panjang yang bersifat

iritatif, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, serta adanya refluks isi usus kedalam lambung dapat menimbulkan perubahan pada anthum dan pilorum Price dan Wilson, 2012. Gambar 2.1. Patomekanisme Gastritis ( Price dan Wilson, 2012). G. Penegakkan Diagnosis

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis yaitu nyeri panas atau pedih pada ulu hati disertai mual dan muntah. Keluhan tersebut tidak bisa digunakan sebagai indikator dalam evaluasi keberhasilan terapi dari gastritis. Pemeriksaan fisik juga tidak memberikan informasi yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis gastritis (Hirlan, 2009). Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan secara sistematis yang mengharuskan menampilkan topografi. Gambaran endoskopi yang ditemukan adalah eritema, eksudatif, flat erosison, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi, sering juga menggambarkan proses yang mendasari misalnya autoimun, atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan yang terjadi yaitu degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia, hiperplasia sel endokrin, dan kerusakan sel epitel. Pemeriksaan histopatologi juga menyertakan pemeriksaan Helicobacter pylori (Hirlan, 2009).

Gambar 2.2 . Gastritis Akut

Gambar 2.3. Gastritis Kronik

H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis atau untuk diagnosis definitif dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan breathe test dan feses, rontgen dengan barium enema serta endoskopi.

a. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang pilihan pertama bagi pasien dispepsia dan bagi perdarahan saluran pencernaan bagian atas (untuk diagnosis dan terapi endoskopik pada perdarahan). Pemeriksaan endoskopi memudahkan diagnosis tepat erosiva. Dengan endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus, ukuran, bentuk dan lokasinya dapat menjadi dasar referensi untuk penilaian penyembuhan (Tarigan, 2001; Suyono, 2006). b. Radiologi dengan kontras barium

Foto rontgen dengan meminum kontras barium dilakukan untk membedakan diagnosis penyebab dan sisi lesi. c. Tes untuk Helicobacter pylori

Diagnosis infeksi Helicobacter pylori (H. pylori) yang akurat merupakan bagian penting dalam pengelolaan berbagai penyakit gastroduodenal secara efektif. Beberapa tes diagnostik invasif dan noninvasif tersedia untuk mendeteksi H. pylori dan setiap tes memiliki kegunaan dan keterbatasan dalam situasi klinis yang berbeda. Meski tidak ada yang bisa dianggap sebagai satu baku standar dalam praktik klinis, beberapa teknik telah dikembangkan untuk memberikan hasil yang lebih andal (Wang et al., 2015). 1) Pemeriksaan invasif dalam mendiagnosis H. Pylori a) Pemeriksaan Histologis pada biopsi antrum

Pemeriksaan histologi biasanya dianggap sebagai gold standard dalam deteksi langsung infeksi H. pylori dan juga merupakan metode pertama yang digunakan untuk mendeteksi

H. pylori. Namun, beberapa faktor mempengaruhi akurasi diagnostik histologi, seperti lokasi, ukuran dan jumlah biopsi, metode pewarnaan, inhibitor pompa proton (PPI), antibiotik dan pengalaman ahli patologi pemeriksaan (Lan et al., 2012). b) Test CLO (Campylobacter like organism)

Untuk urease bakteri dari jaringan antrum yang didapatkan dengan biopsi H.pylori menghasilkan urease yang menghdrolisis ureum menjadi NH3 dan CO2-ureum ditambahkan secara in vitro dan deteksi NH3 dilakukan dengan melihat perubahan warna pada indikator yang sensitif terhadap pH (Vaira et al., 2010). c) Kultur H. Pylori

Pembiakan H. pylori dari spesimen biopsi gaster adalah metode yang sangat spesifik namun kurang sensitif. Secara umum, kultur memiliki spesifisitas hampir 100%, namun sensitivitas kultur menunjukkan variasi yang signifikan, antara 85% -95%. Meskipun kultur adalah tes yang memakan waktu, mahal dan melelahkan untuk diagnosis H. pylori, uji sensitivitas antibiotik H. pylori yang diberikan merupakan keuntungan khusus dalam praktik klinis (Malfertheiner et al., 2012). 2) Pemeriksaan non-invasif dalam mendiagnosis H. Pylori a) Tes napas ureum (Ureum Breathe Test/ UBT) dengan label 13 C

Ureum yang diberi radiolabel dicerna kemudian 13-CO2 yang dihasilkan melalui hidrolisis diabsorpsi, diekskresikan dalam paru dan terdeteksi pada napas. UBT adalah metode yang

sesuai

dengan

banyak

keuntungan,

seperti

sederhana,

noninvasive dan aman, untuk mendeteksi infeksi H. pylori pada pasien anak-anak, walaupun keakuratan UBT pada pasien anak tidak sebaik yang digunakan pada pasien dewasa, terutama untuk anak-anak yang lebih muda. dari 6 tahun, memiliki sensitivitas dan spesifisitas 75% sampai 100% (Malfertheiner et al., 2012). b) Pengukuran antibodi terhadap H pylori dalam darah

Tes serologis untuk deteksi antibodi Ig-G H.pylori dan tes AMDAL adalah teknik yang paling umum dan akurat di antara mereka. Tes serologis juga sering digunakan dalam skrining untuk studi epidemiologi karena tidak mahal, cepat dan dapat diterima pasien. Selain itu, tes serologis berguna untuk evaluasi infeksi H. pylori pada anak-anak (Haneda et al., 2013). c) Pengukuran antibodi terhadap H pylori dalam feses

Metode ini merupakan non invasif lainnya dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik, 94% dan 97% masingmasing dalam meta-analisis global, dalam diagnosis infeksi H. pylori. Ada dua tipe pemeriksaan imunologi yang digunakan untuk deteksi H. pylori, metode immunoassay enzyme immunoassay (AMDAL)

dan

immunochromatography

assay

(ICA),

menggunakan antibodi poliklonal atau antibodi monoklonal (Gisbert et al., 2013). I. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada gastritis erosive terdiri dari terapi non-medikamentosa, medikamentosa dan operasi. Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan,

menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mecegah kekambuhan dan mencegah komplikasi (Yusmaniati, 2009): 1. Non- medikamentosa

a. Menginformasikan

kepada

pasien

untuk

menghindari

pemicu

terjadinya keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol. b. Konseling dan edukasi pasien serta keluarga mengenai faktor risiko terjadinya gastritis. c. Istirahat dan mencegah stress Stres

dan

kecemasan

memegang

peran

penting

dalam

peningkatan asam lambung. Sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stress dengan wajar. d. Diet

Makanan

lunak

apalagi

bubur

saring,

makanan

yang

mengandung susu tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan

merangsang,

makanan

mengandung

menimbulkan rasa sakit. 2. Medikamentosa

a. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: 1) Antagonis Reseptorr H2/ARH2

asam

dapat

Obat ARH2 ini memiliki mekanisme kerja dengan cara memblokir efek histamine pada sel parietal untuk tidak memproduksi asam lambung. Penggunaan ARH2 ini digunakan 2x/hari Dikonsumsi 30-60 menit sebelum makan. Struktur homolog dengan histamine. Dosis: Simetidin 2x400mg, Ranitidin 300mg/hari,

Nizatidin

1x300mg,

Famotidin

1x40mg,

dan

Roksatidin 2x75mg (IQWiG, 2015; Mycek, 2001). 2) Proton Pump Inhibitor/PPI

Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+ ATP ase yang akan memecah K+H+ ATP menjadi energy yang digunakan untuk mengeluarkan asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambung, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi factor agresif pepsin dengan PH>4 (IQWiG, 2015). Penggunaan obat PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali, Lansoprazole 30 mg/kali). Dikonsumsi 30-60 menit sebelum makan (Finkel et al., 2009). 3) Antasida

Antasida menyerupai alumunium hidroksida atau magnesium hidroksida yang bekerja menetralkan asam lambung. Penggunaan dosis antasida dalam rentang 3x500-1000 mg/hr. Dikonsumsi 3060 menit sebelum makan (IQWiG, 2015). 4) Lama pengobatan selama 5 hari, bila dalam 5 hari tidak ada

perbaikan klinis maka harus dirujuk. 5) Koloid Bismuth

Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindungi terhadap pengaruh asam dan pepsin. Dosis: 2x2 sehari. Efek samping berupa tinja kehitaman sehinggaa menimbulkan keraguan dengan perdarahan (Katzung, 2009). Jika gastritis disebabkan oleh infeksi Helicobacter dan disertai gejala simptomatis, akan ditangani dengan menggunakan kombinasi dua atau tiga antibiotik dan inhibitor pompa proton yang menurunkan asam. Berikut penatalaksanaan Infeksi Helicobacter pylori (IQWiG, 2015). a) Terapi tripel i.

PPI 2X1 + Amoksilin 2x1000 mg + Klaritromisin 2x500 mg

ii.

PPI 2X1 + Metronidazol 3x500 mg+ Klaritromisin 2x500 mg

iii.

PPI 2X1 + Metronidazol 3x500 mg+ Amoksilin 2x1000 mg

iv.

PPI 2X1 + Mertonidazol 3x500 mg+ Tetrasiklin 4x500 mg

b) Terapi Kuadrapel Indikasi penggunaan terapi kuadrapel jika gagal dengan terapi tripel. Regimen terapinya yaitu: PPI 2X1 tab, Bismuth 4x2 mg, metronidazole 4x250, tetrasiklin 4x500 mg. Jika gastritis disebabkan oleh obat penghilang rasa sakit NSAID, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter Anda tentang beralih ke obat penghilang rasa sakit yang berbeda atau menggabungkannya dengan obat penurun asam. Jika NSAID harus diminum secara teratur, mungkin saja dikonsumsi bersamaan dengan obat penurun asam sejak awal, sebagai tindakan pencegahan (IQWiG, 2015). 3. Tindakan operasi

Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi medikamentosa. Prosedur operasi yang dilakukan pada ulkus gaster pada ulkus refrakter, darurat karena komplikasi perdarahan dan perforasi, dan sangka keganasan (Tarigan, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Finkel R., Clark M.A., Cubeddu L.X., Harrey R.A., Champe P.C., 2009, Lippincott’s Illustrated Review Pharmacology 4thEd, Pliladelphia: Williams & Wilkins (329-335, 502-509). Gisbert JP, de la Morena F, Abraira V. Accuracy of monoclonal stool antigen test for the diagnosis of H. pylori infection: a systematic review and metaanalysis. Am J Gastroenterol. 2006;101:1921–1930. [PubMed]. Greenberg, JS. 2002. Comprehensive Stress Management. 7th ed. Mc Grew-Hill Inc.New York. Gupta, MK. 2008. Kiat mengendalikan pikiran dan bebas stres. Jakarta : PT Intisari Mediatama Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta: EGC Haneda M, Kato M, Ishigaki S, Suzuki M, Takahashi M, Nakagawa M, Ono S, Mori Y, Mabe K, Nakagawa S, et al. Identification of a high risk gastric cancer group using serum pepsinogen after successful eradication of Helicobacter pylori. J Gastroenterol Hepatol. 2013;28:78–83. [PubMed]. Hirlan. 2009. Gastritis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: InternaPublishing. Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). 2015. Informed Health Online [Internet]. Cologne, Germany: Gastritis: Overview. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK310265/.

Jackson, S. 2006. Gastritis. Diambil dari http://www.gicare.com/pated/ecd9546.htm. Diakses tanggal 3 Oktober 2017. Karwati, D., Lina, N., Korneliani, K. 2013. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Berisiko Gastritis Dan Stress Dengan Kejadian Gastritis Pada Wanita Usia 20-44 Tahun Yang Berobat Di Puskesmas Cilembang Tahun 2012. [online] http://journal.unsil.ac.id/download.php?id=1550 Diakses pada 3 Oktober 2017. Katzung, Bertram G. 2009. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika. Lan HC, Chen TS, Li AF, Chang FY, Lin HC. 2012. Additional corpus biopsy enhances the detection of Helicobacter pylori infection in a background of gastritis with atrophy. BMC Gastroenterol;12:182. [PMC free article] [PubMed]. Malfertheiner P, Megraud F, O’Morain CA, Atherton J, Axon AT, Bazzoli F, Gensini GF, Gisbert JP, Graham DY, Rokkas T, et al. Management of Helicobacter pylori infection--the Maastricht IV/ Florence Consensus Report. Gut. 2012;61:646–664. [PubMed]. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed. II Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hlm 492. Mukherjee, S. 2012. Gastritis Chronic. diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/176156-overview diakses tanggal 3 Oktober 2017. Muttaqin, A., Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika. Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika. Halaman 259. Price and Wilson. 2012. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC. Sepulveda AR., 2008. Gastritis chronic. Diambil dari: http://www.emedicine.com/med/topic3394.htm. Diakses tanggal 3 Oktober 2017. Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran. Page: 338-344. Vaira D, Vakil N, Gatta L, Ricci C, Perna F, Saracino I, Fiorini G, Holton J. Accuracy of a new ultrafast rapid urease test to diagnose Helicobacter pylori infection in 1000 consecutive dyspeptic patients. Aliment Pharmacol Ther. 2010;31:331–338.[PubMed] Wang, Y.-K., Kuo, F.-C., Liu, C.-J., Wu, M.-C., Shih, H.-Y., Wang, S. S., … Wu, D.C. 2015. Diagnosis of Helicobacter pylori infection: Current options and developments. World Journal of Gastroenterology : WJG, 21(40), 11221– 11235. http://doi.org/10.3748/wjg.v21.i40.11221. Wehbi, M. 2008. Acute Gastritis. Medscape. diakses tanggal 3 Oktober 2017. Wibowo, Y.A. (2007). Gastritis. Diambil dari http://fkuii.org/tikidownload wiki_attachment.php?attld=1078&page=Yoga%20Agua%20Wibowo. Diakses tanggal 3 Oktober 2017. Yusmaninita. 2009. Rasionalitas Penggunaan Obat. RSUP H. Adam Malik, Medan.

Related Documents


More Documents from "Monchimano"