Pratikum_trauma_terapi_bermain_pada_anak.docx

  • Uploaded by: Agus Setiawan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pratikum_trauma_terapi_bermain_pada_anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,167
  • Pages: 30
Konsep Bermain

1. Definisi Bermain Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, anak belajar berbagai hal. Bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh kembang anak untuk menjadi manusia seutuhnya. Bermain bagi anak adalah salah satu hak anak yang paling hakiki. Melalui kegiatan bermain ini, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan social (Prasetyono, 2007). Masa

anak-anak

sangat

identik

dengan

masa

bermain,

karena

perkembangan anak mulai diasah sesuai kebutuhannya disaat tumbuh kembang. Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak-anak dapat melakukan atau mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz, 2005). Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang baik untuk belajar, karena dengan bermain anak-anak akan berkatakata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, sertasuara (Wong, 2000). Bagi anak-anak, bermain adalah “pekerjaan” mereka. Bermain membantu anak memahami ketegangan dan tekanan, mengembangkan kapasitas mereka, dan menguatkan pertahanan mereka, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak baik sehat maupun sakit (Potter & Perry,2005). Bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik sehingga ketegangan mengendur dan anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan. Permainan memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang tertahan, yang meningkatkan kemampuan si anak untuk menghadapi masalah (Santrock, 2007) Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dunia anak adalah dunia bermain dan bermain adalah hak anak yang paling hakiki. Melalui kegiatan

bermain ini, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Perkembangan secara fisik dapat dilihat saat bermain, perkembangan intelektual bisa dilihat dari kemampuannya menggunakan atau memanfaatkan lingkungan, perkembangan emosi dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak senang, marah, menang dan kalah dan perkembangan sosial bisa dilihat dari hubungannya

dengan

teman

sebayanya,

menolong

dan

memperhatikan

kepentingan orang lain. 2. Fungsi Bermain Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorikmotorik, membantu perkembangan kognitif/intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995). a. Perkembangan Sensorik-Motorik Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensorikmotorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot, sehingga kemampuan penginderaan anak mulai meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual (penglihatan), stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik.

b. Perkembangan Intelektual (Kognitif) Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Saat bermai, anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dengan kenyataan dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan, sehingga fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan perkembangan kongnitif selanjutnya.

c. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak mengembangkan hubungan sosial, belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh pada anak-anak usia todler yang bermain dengan teman sebayanya dan bentuk permainannya adalah bermain peran seperti menjadi guru, menjadi ayah atau ibu, menjadi anak dan lain-lain. Ini merupakan tahap awal bagi anak usia todler dan prasekolah untuk meluaskan aktivitas sosialnya diluar lingkungankeluarga.

d. Perkembangan Kreativitas Bermain dapat meningkatkan kreativitas yaitu anak mulai menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya, misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.

e. Perkembangan Kesadaran Diri Anak yang bermain akan Mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenali kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.

f. Perkembangan Moral Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Bermain juga dapat membantu anak belajar mengenai nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah serta belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya. Permainan adalah

media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dengan mengajarkan nilai moral, seperti baik atau buruk, benar atau salah.

g. Bermain Sebagai Terapi Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akanmengalami perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Anak yang melakukan kegiatan bermain akan terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya akibat dari efek dirawat di rumah sakit. Bermain dirumah sakit membuat normal sesuatu yang asing dan kadang kondisi lingkungan yang tidak ramah dan memberi jalan untuk menurunkan tekanan. Bermain membantu untuk memahami ketegangan dan tekanan, mengembangkan kapasitas mereka, danmenguatkan pertahanan mereka.

3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain

Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak (Supartini, 2004). Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Perkembangan Anak Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangannya. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah, demikian juga sebaliknya, karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Status Kesehatan Anak Aktivitas bermain memerlukan energi. Namun bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa, yang penting pada saat kondisi

anak sedang menurun atau anak sedang terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit. 3. Jenis Kelamin Anak Dalam melakukan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin lakilaki atau perempuan, semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau anak perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas, dan kemampuan sosial anak. Ada pendapat lain yang menyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak lakilaki. Hal ini dilatar belakangi oleh adanya alasan tuntutan perilaku yang berbeda antara lakilaki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.

4. Lingkungan yang Mendukung Fasilitas bermain lebih diutamakan yang dapat menstimulasi imajinasi dan kreativitas anak. Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui permainan, sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik.

5. Alat dan Jenis Permainan yang Cocok Alat dan jenis permainan dipilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut aman dan sesuai dengan usia anak. Alat permainan yang harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan mengajarkan anak untuk mengembangkan kemampuan koordinasi gerak.

4.

Klasifikasi Bermain Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan

bersifat pasif. Sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda,

dikatakan bermain aktif jika anak berperan aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya, sedangkan bermain pasif adalah anak memberikan respon secara pasif terhadap permainan dan orang atau lingkungan yang memberikan respon secara aktif. Melihat sifat tersebut, kita dapat mengenal macam-macamdari permainan. Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan karakter sosialnya. Berdasarkan isi permainan ada Social affective play, sense pleasure play, skill play, games, unoccupied behavior dan dramatic play. Ditinjau dari karakter permainan, terdapat jenis social onlooker play, solitary play dan parallel play (Aziz, 2005).

a. Berdasarkan Isi Permainan 1) Social Affective Play (Bermain Afektif Sosial) Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhubungan dengan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan anak hanya berespon terhadap stimulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ciluk ba”, berbicara

dan

memberi

tangan

untuk

digenggam

oleh

bayi

sambil

tersenyum/tertawa. Bayi akan mencoba berespon terhadap tingkah laku orang tuanya dengan tersenyum, tertawa atau mengecoh.

2) Sense of Pleasure Play (Bermain Bersenang-Senang) Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada, sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah bergantung pada stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak tanpa mempedulikan aspek kehadiran orang lain, misalnya dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunung atau benda apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir.

3) Skill Play (Bermain Keterampilan)

Permainan ini akan meningkatkan keterampilan anak khususnya motorik kasar dan halus, misalnya bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ketempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Keterampilan tersebut diperoleh dari pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil. Sifat permainan ini adalah bersifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang gambar.

4) Games atau Permainan Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan teman sebayanya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern misalnya ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain.

5) Dramatic Play (Bermain Dramatik) Dramatic play dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpurapura dalam berperilaku seperti anak memperankan sebagai seorang dewasa, seorang ibu dan guru dalam kehidupan sehari-hari. Sifat dari permainan Dramatic play ini adalah anak dituntut aktif dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatik ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial. Permainan ini penting untuk proses identifikasi terhadap peran orang tertentu.

6) Unoccupied Behavior Unoccupied behavior bukanlah permainan yang umumnya kita pahami. Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada disekelilingnya, Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu. Situasi dan objek disekelilingnya

yang digunakan sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungan tersebut.

b. Berdasarkan Karakter Sosial Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu onlooker play, solitary play, parallel play, associative play dan cooperative play. 1) Onlooker play (Bermain Onlooker) Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh anak lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk bermain. Anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.

2) Solitary Play (Bermain Soliter/Mandiri) Solitary play merupakan jenis permainan yang dilakukan secara mandiri dan berpusat pada permainannya sendiri tanpa mempedulikan orang lain. Pada permainan ini anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.

3) Parallel Play (Bermain Pararel) Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga tidak ada sosialisasi satu sama lain. Sifat dari permainan ini adalah anak aktif secara mandiri tetapi masih dalam satu kelompok.

4) Associative Play (Bermain Asosiatif) Associative play melibatkan interaksi sosial dengan sedikit atau tanpa pengaturan. Tipe permainan ini adalah anak-anak kelihatan lebih tertarik pada satu sama lain dibanding pada permainan yang mereka mainkan. Bermain ini akan

menumbuhkan kreativitas anak karena stimulasi dari anak lain ada, akan tetapi belum dilatih dalam mengikuti paraturan dalam kelompok. Contohnya bermain boneka-bonekaan, hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.

5) Cooperative Play (Bermain Kooperatif) Cooperative play merupakan bermain secara bersama dengan adanya aturan yang jelas sehingga adanya perasaan dalam kebersamaan sehingga berbentuk hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat dari bermain ini adalah aktif, anak akan selalu menumbuhkan kreativitasnya dan melatih anak pada peraturan kelompok sehingga anak dituntut selalu mengikuti peraturan. Contonhnya pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.

5.

Tahapan Perkembangan Bermain Tahapan perkembangan bermain terdiri dari tahap eksplorasi, tahap

permainan, tahap bermain dan tahap melamun (Hurlock, 1999). 1. Tahap Eksplorasi Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permainan mereka terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang diacungkan dihadapannya. Bayi dapat mengendalikan tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk mengambil, memegang, dan mempelajari benda kecil, setelah mereka dapat merangkak atau berjalan, mulai memperhatikan apa saja yang berada dalam jarak jangkauannya.

2. Tahap Permainan Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncaknya pada usia antara 5 dan 6 tahun. Anak semula hanya mengeksplorasi mainannya. Usia antara 2 dan 3 tahun, mereka membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat hidup dapat bergerak, berbicara dan merasakan, dengan semakin

berkembangnya kecerdasan anak, mereka tidak lagi menganggap benda mati sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada barang mainan. Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang mainan ini adalah bahwa permainan ini sifatnya menyendiri sedangkan mereka menginginkan teman. Tahapan usia masuk sekolah, kebanyakan anakmenganggap bermain barang mainan sebagai “permainan bayi”.

3. Tahap Bermain Tahapan usia masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam, semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian, selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olah raga, hobi dan bentuk permainan matang lainnya.

4. Tahap Melamun Mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah saat berkorban, saat mereka menganggap dirinya tidak diperlukan dengan baik dan tidak dimengerti oleh siapapun.

6.

Permainan Untuk Anak Usia Prasekolah Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap

waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang dimaksud disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa macam permainan anak usia prasekolah menurut Yusuf (2002:172) yaitu sebagai berikut: a. Permainan fungsi (permainan gerak) seperti meloncatloncat, naik turun tangga, berlari-larian, bermain tali, dan bermain bola. b. Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi seperti kuda, main sekolahsekolahan, dagang-dagangan, perangperangan, dokter-dokteran, robot-robotan, tembaktembakan dan masak-masakan.

c. Permainan reseptif atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, membaca buku cerita, melihat orang melukis, menceritakan kisahnya. d. Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat, membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dari potongan kayu-kayu, puzzle. e. Permainan prestasi seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan bola basket.

7.

Bermain Untuk Anak yang Dirawat Di Rumah Sakit Tujuan utama asuhan keperawatan bagi anak yang dirawat di rumah sakit

adalah meminimalkan munculnya masalah pada perkembangan anak. Perawat yang member kesempatan pada anak untuk berpatisipasi dalam aktivitasaktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan akan lebih menormalkan lingkungan anak. Anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stres akibat sakit dan dirawat di rumah sakit. a. Manfaat Bermain di Rumah Sakit Adapun manfaat bermain di rumah sakit menurut Wong (2009: 804) yaitu sebagai berikut: 1. Memberikan pengalihan dan menyebabkan relaksasi 2. Membantu anak merasa lebih aman di lingkungan yang asing 3. Membantu mengurangi stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah 4. Alat untuk melepaskan ketegangan dan ungkapan perasaan 5. Meningkatkan interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain 6. Sebagai alat ekspresi ide-ide dan minat 7. Sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik 8. Menempatkan anak pada peran aktif dan member kesempatan pada anak untuk menentukan pilihan dan merasa mengendalikan.

b. Prinsip permainan pada anak dirumah sakit Terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap harus memperhatikan kondisi kesehatan anak (Supartini, 2004). Beberapa prinsip permainan pada anak dirumah sakit yaitu sebagai berikut: 1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat. 2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan. Walaupun akan membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana supaya tidak melelahkan anak. 3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari dan bergerak secara . 4. Melibatkan orang tua saat anak bermain merupakan satu hal yang harus diingat. Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah sakit, termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diinisiasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak.

Peneliti melihat bahwa macam permainan anak yang dapat dilakukan anak di rumah sakit menurut Yusuf adalah permainan fiksi seperti dokter-dokteran, robot-robotan, tembaktembakan. Permainan reseptif atau apresiatif seperti

mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, melihat orang melukis dan permainan membentuk (konstruksi) seperti puzzle. Bentuk permainan ini dapat dilakukan oleh anak-anak yang sakit karena sesuai dengan keterbatasan fisiknya. SATUAN ACARA PELAKSANAAN (SAP) TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan

: Terapi Bermain

Sub Pokok Bahasan :Definisi,fungsi bermain,tujuan,manfaat dan pelaksanaan terapi bermain menggunakan kertas origami Sasaran

: Anak usia pra sekolah

Tujuan

:Mengoptimalkan tingkat perkembangan motorik anak

Hari / tanggal

: Rabu, 27 April 2016

Tempat

: Ruang Gambir ( Kamar bermain ) RSAB Harapan Kita

Pukul

: 08.00 WIB

A.

Strategi Pelaksanaan

No

Kegiatan

Waktu

Media

1

Persiapan

5 menit

Peralatan bermain

Ø Menyiapkan ruangan Ø Menyiapkan alat Ø Menyiapkan peserta 2

5 menit

Orientasi -Salam terapeutik Ø Beri salam pembuka Ø Memperkenalkan diri Ø -Evaluasi/validasi Menanyakan perasaan klien saat ini -Kontrak Ø

Menjelaskan

waktu/durasi,

tempat, serta tujuan kegiatan

3

15 menit

Tahap Kerja Ø Anak diminta mengambil kertas lipat Ø

Kemudian bantu anak untuk melipat bentuk yang mudah

Ø

Bantu anak untuk melubangi hasil lipatannya dengan jarum

Ø Potong benang ±10 cm Ø

Gantung hasil lipatan anak di tempat yang dapat dijangkau olehnya

4 Ø Terminasi

5 menit

-Evaluasi o

Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti Play therapy Memberi

pujian

atas

keberhasilan anak -Tindak Lanjut Menganjurkan

klien

untuk

membuat origami dengan bentuk yang lain Memberi salam penutup

B. Strategi Komunikasi 1. Persiapan a. Membuat kontrak dengan klien yang ada b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi a. Salam terapeutik

Peralatan bermain

“Assalamu’alaikum, Selamat pagi adik-adik! Perkenalkan.. kakak – kakak ini adalah mahasiswi Keperawatan UNAND yang sedang praktek di ruangan ini. Perkenalkan nama kakak, kakak hayati , kakak faradina, kakak astri, kakak rahmi, kakak qori . b. Evaluasi/validasi “Bagaimana kabarnya pagi ini?” “Bagaimana tidurnya semalam? nyenyak atau tidak?” c. Kontrak “Adik-adik,sesuai janji kita kemaren bahwa hari ini kita akan membuat origami atau seni melipat kertas. Setelah itu, nanti origaminya kita gantung di dekat tempat tidur adik-adik ya. Kita akan melakukannya di ruangan ini selama ± 40 menit. Tujuan dari permainan ini adalah agar adik-adik bisa merasa senang dan cepat sembuh. Apakah adik-adik setuju?”

3. Tahap Kerja Terlampir

4. Tahap Terminasi a. Evaluasi “Nah.. sekarang, bagaimana perasaan kalian setelah membuat origami tadi?” “Apakah semuanya senang?” “Baiklah.. kalian semua sangat hebat karena bisa membuat origami yang cantik dan menggantungnya sehingga terlihat indah..” “Tepuk tangan buat semuanya…” b. Tindak lanjut “Adik-adik, setelah ini, adik-adik bisa membuat bentuk origami yang lain dan menggantungnya juga seperti yang kita lakukan tadi. dan kakak berpesan bermain lah mainan yang dapat mengembangkan kreatifitas adik – adik semua.” c. Kontrak yang akan datang

“Baiklah adik-adik sampai disini permainan kita kali ini. Selanjutnya, kita akan melakukan hal yang tidak kalah menyenangkan juga, yaitu mewarnai. Jadi, saat kita bertemu nanti kakak ingin lihat hasil origami adik-adik yang lainnya ya. “Baiklah adik-adik, sekarang kakak disini mau keruangan perawat dulu ya..selamat beristirahat semuanya..besok kita ketemu lagi..”

TAHAP KERJA Langkah – langkah Origami

1. Siapkan sebuah kertas origami lalu, lipat secara diagonal

2. Maka akan terlihat seperti segitiga. Lalu kamu harus melipat segitiga tadi, menjadi segitiga lagi dalam ukuran lebih kecil.

3. Makan akan terlihat seperti gambar di atas, buatlah posisi kertas tadi yang bertanda kuning ada di bagian atas seperti gambar di atas dengan cara dilipat secara terbalik.

4. Langkah selanjutnya kamu harus buka ujung segitiga sehingga terbentuklah garis kuning berada di sebelah kanan.

5. Selanjutnya kamu tekan ujung segitiga tadi hingga kertas tampak seperti gambar di atas

6. Selanjutnya kamu harus melipat bagian yang terbuka bawahnya lalu dilipat pada bagian kiri dan kanannya, lihat gambar di atas

7. Langkah selanjutnya kamu harus melipat sisi kiri dan kanannya hingga menjadi seperti gambar di atas

8. Setelah sisi kiri dan kanannya di lipat kepalanya juga harus dilipat seperti gambar di atas.

9. Setelah semua sisinya di lipat, sehingga tampak kertas seperti gambar di atas.

10. Langkah berikutnya kamu haru membuka bagian yang terbuka lalu pada sisi kanan nya kamu harus memasukkan ujung sisi bagian kanan ke dalam, begitu pula bagian kirinya.

11. Setelah kamu lipat kedalam maka akan terlihat seperti gambar di atas.

12. Lalu kamu harus membuat lipat kecil lagi pada bagian sisi kiri dan kanannya.

13. Maka jadilah seperti gambar di atas.

14. Bukalah salah satu bagiannya lalu tarik ke luar hingga tampak seperti gambar di atas.

15. Tarik ke atas untuk bagian runcingnnya bagian depan dan belakangnya, untuk membuat kepala dan ekornya.

16. Setelah ini kamu harus menarik bagian ujung depan untuk membuat kepalanya dan bagian belakang untuk bagian ekornya, untuk bagian kepala kamu harus melekukkannya kedepan.

17. Tada, origami burung bangaunya sudah jadi.

MATERI PEMBAHASAN DALAM SAP

A. Definisi Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial.

B. Fungsi bermain bagi anak : 1. Perkembangan sensori motorik, 2. Perkembangan intelektual / kognitif, 3. Mengembangkan kreativitas anak, 4. Merupakan media sosialisasi anak, 5. Media kesadaran diri, 6. Perkembangan moral, 7. Sebagai alat komunikasi, dan 8. Terapi.

C. Tujuan bermain : 1. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal, 2. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi, 3. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang tepat, 4. Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit.

Pada kelompok ini ( VI ) terapi bermain, mengambil topik khusus dengan permainan untuk menstimulasi pergerakan motorik anak

Judul / jenis permainan

: Melipat kertas origami

Jumlah anak

: 4 – 6 orang

Usia anak

: Prasekolah ( 3- 5 tahun )

Tanggal pelaksanaan

: 27 April 2016

Lama / waktu bermain

: 20 – 40 menit

Alat-alat yang diperlukan

1. Kertas origami dengan berbagai warna 2. Hadiah sebagai reinforcement bagi anak 3. Jam / pengukur waktu

Tempat

: Ruang Gambir ( Kamar bermain ) RSAB Harapan Kita

Manfaat bermain dengan melipat origami ; 1. Anak akan semakin akrab dengan konsep-konsep dan istilah-istilah Matematika geometri, karena pada saat bunda atau sorang guru menerangkan origami akan sering menggunakan istilah matematika geometri contohnya : garis, titik, perpotongan 2 buah garis, titik pusat, segitiga, dll. 2. Bermain origami akan meningkatkan keterampilan motorik halus anak, menekan kertas dengan ujung-ujung jari adalah latihan efektif untuk melatih motorik halus anak. 3. Meningkatkan dan memahami pentingnya akurasi, saat membuat model origami terkadang kita harus membagi 2, 3 atau lebih kertas, hal ini membuat Anak belajar mengenai ukuran dan bentuk yang diinginkan serta keakuratannya. 4. Meningkatkan citra diri dan bakat Anak secara intens. 5. Saat bermain origami Anak akan terbiasa Belajar mengikuti instruksi yang runut dan sistematis. 6. Mengembangkan kemapuan berpikir logis dan analitis anak walaupun masih dalam tahap awal yang sederhana 7. Bermain origami secara konsisten juga merupakan latihan berkonsentrasi, membuat sebuah model origami tentu saja membutuhkan konsentrasi,dan hal ini dapat dijadikan sebagai ajang latihan untuk memperpanjang rentang

konsentrasi seorang anak, dengan syarat origaminya dilakukan secara kontinyu dan model yang diberikan bertahap dari yang paling mudah yang dapat dikerjakan oleh Anak lalu terus ditingkatkan sesuai kemampuanya. 8. Meningkatkan persepsi visual dan spasial yang lebih kuat. 9. Mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak tentang hewan dan lingkungan mereka, karena bentuk origami yang dibuat dapat dililih oleh kita dengan bentuk-bentuk dan dapat dijadikan sebagai media pengenalan hewan dan lingkungan Anak. 10. Memperkuat ikatan emosi antara orang tua dan anak, bermain origami disertai komunikasi yang menyenangkan ini akan membangun ikatan yang sungguh baik antara anak dan orang tua atau guru pendidik dan anak didik.

Tujuan khusus pada permainan ini : 1. Meningkatkan hubungan perawat – klien, 2. Meningkatkan kreativitas pada anak, 3. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain, 4. Membina tingkah laku positif, 5. Menimbulkan rasa kerjasama, 6. Sebagai alat komunikasi antara perawat – klien.

Prinsip bermain yang dilakukan, adalah : 1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana. 2. Mempertimbangkan keamanan. 3. Kelompok umur / usia klien sama. 4. Melibatkan orang tua. 5. Tidak bertentangan dengan pengobatan.

Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi : 1. Anak lelah, 2. Anak bosan,

3. Anak merasa takut dengan lingkungan, 4. Saat bermain anak mendapat program pengobatan, 5. Kecemasan pada orang tua.

Antisipasi untuk meminimalkan hambatan : 1. Membatasi waktu bermain. 2. Permainan bervariasi / tidak monoton. 3. Jadwal bermain disesuaikan  tidak pada waktu terapi. 4. Terlebih dahulu memberikan penjelasan pada anak dan orang tua. 5. Melibatkan perawat / petugas ruangan dan orang tua. 6. Konsultasi dengan pembimbing.

DAFTAR PUSTAKA Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2005. Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20921/4/Chapter%20II.pdf di akses 26 april 2016 20;06 wib

More Documents from "Agus Setiawan"