Pratikum Fisika.docx

  • Uploaded by: Leman Yudhi Bin Rosyid
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pratikum Fisika.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,511
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Pengukuran adalah suatu bagian penting dalam ilmu fisika. Dalam melakukan penelitian, pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Tidak hanya dalam ilmu fisika, pengukuran juga sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kegiatan yang disadari atau tidak termasuk dalam pengukuran. Aktivitas mengukur menjadi sesuatu yang sangat penting untuk selalu dilakukan dalam mempelajari berbagai fenomena yang sedang dipelajari. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang telah disepakati. Misalnya untuk mengukur panjang suatu kabel maka kita bisa menggunakan meteran. Dalam hal ini besaran yang dibandingkan adalah panjang dari kabel tersebut. Sedangkan besaran pembandingnya adalah meteran. Meteran merupakan alat ukur besaran panjang yang satuannya telah disepakati. Mengukur dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik suatu permasalahan secara kuantitatif. Dan jika dikaitkan dengan proses penelitian atau sekedar pembuktian suatu hipotesis maka pengukuran menjadi jalan untuk mencari data-data dan untuk memperoleh hasil / data dari suatu pengukuran yang akurat dan dapat dipercaya.

Oleh karena itu pratikum pengukuran ini merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam mempelajari fisika, karena sudah dapat kita ketahui betapa penting dan dibutuhkannya aktivitas pengukuran dalam fisika. Maka tidak ada alasan bagi para fisikawan bahkan mahasiswa untuk mengabaikannya dalam setiap riset-riset mereka. Praktikum pengukuran ini sangat penting bag mahasiswa untuk dapat mempelajari ilmu fisika lebih dalam dan lebih jauh

1.2

Perumusan Masalah Dalam laporan ini permasalahan yang dikaji adalah pengukuran menggunakan alat ukur : 1. Micrometer 2. Jangka sorong (vernier Caliper) 3. Mistar (Penggaris

1.3

Batasan Masalah Dalam laporan ini penulis hanya menjabarkan pada pengukuran ketebalan dan panjang benda Batasan masalah meliputi: 1. Menjelaskan cara pengukuran menggunakan Micrometer 2. Menjelaskan cara pengukuran menggunakan Jangka Sorong 3. Menjelaskan cara pengukuran menggunakan Mistar

1.4

Maksud dan Tujuan Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat mempraktekkan maupun menjelaskan cara pengukuran menggunakan alat ukur yang benar. Dalam pelakasanaan Praktikum ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1.4.1

Tujuan Umum

1. Untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surabaya. 2. Untuk mendapatkan pengalaman praktikum serta menggabungkan antara teori yang diperoleh dari mata kuliah Fisika dengan praktikum di labolatorium. 3. Untuk melatih sikap dan pola pada saat melakukan praktikum di labolatorium.

1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mempelajari dan menjelaskan cara pengukuran menggunakan Micrometer. 2. Untuk mempelajari dan menjelaskan cara pengukuran menggunakan Jangka Sorong. 3. Untuk mempelajari dan menjelaskan cara pengukuran menggunakan Mistar.

1.5

Waktu dan Pelaksanaan Praktek Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan 1 bulan, Terhitung mulai tanggal

1

November 2017 sampai 2 Februari 2018

1.6

Metodologi Penulisan 1. Studi literatur Berupa studi kepusatakaan, pelajaran yang didapat dari kuliah dikampus, kajian dari buku- buku dan tulisan atau artikel yang terkait, juga dari internet. 2. Dikusi Berupa tanya jawab terhadap dosen matakuliah, dosen pembimbing dan juga teman-teman. 3. Workshop / Bengkel. Berdasarkan pengamatan kerja yang didapat langsung dari tempat praktek.

1.7

Sitematika Penyusunan. Adapun sistematika penulisan laporan kerja praktek ini adalah sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan : Bab ini berisikan : latar belakang, ruusan masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan, waktu dan pelaksanaan praktikum, metodologi penulisan, sitematika penyusun 2. Bab II Dasar Teori : Bab ini membahas tentang dasar teori dari Besaran dan satuan, pengukuran, ketidakpatian pengukuran 3. Bab III Metodologi Praktikum : Bab ini membahas tentang alat dan bahan, prosedur praktikum. 4. Bab IV Data dan Pembahasan : Bab ini membahas tentang hasil pengamatan dan analisis data, pembahasan 5. Bab.V Penutup : Bab ini berisikan tentang Kesimpulan, Saran

BAB 11 DASAR TEORI

2.1

Besaran dan Satuan

Besaran dalam fisika diartikan sebagai sesuatu yang dapat diukur, serta memiliki nilai besaran (besar) dan satuan. Sedangkan satuan adalah sesuatu yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran. Satuan Internasional (SI) merupakan satuan hasil konferensi para ilmuwan di Paris, yang membahas tentang berat dan ukuran. Berdasarkan satuannya besaran dibedakan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran turunan (widya, 2014).

Besaran pokok adalah besaran yang digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besaran yang lain. Satuan besaran pokok disebut satuan pokok dan telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan para ilmuwan. Besaran pokok bersifat bebas, artinya tidak bergantung pada besaran pokok yang lain. Dimensi suatu besaran adalah cara besaran tersebut tersusun atas besaran-besaran pokoknya. Pada sistem Satuan Internasional (SI), ada tujuh besaran pokok yang berdimensi, sedangkan dua besaran pokok tambahan tidak berdimensi. Cara penulisan dimensi dari suatu besaran dinyatakan dengan lambang huruf tertentu dan diberi tanda kurung persegi (Yusran, 2013).

Banyak orang mengukur dalam lingkup ilmu-ilmu sosial dapat melihat pemahaman dari teori pengukuran, tapi tidak dapat mengukur secara keseluruhan atau dengan kata lain, suatu pengukuran terbaik adalah pengukuran yang didapatkan berdasarkan pengalaman dalam melakukan analisis statistik. Besaran adalah sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan.

dengan angka. Besaran dibagi menjadi empat bagian, antara lain (Hidayanti, 2014): 1.

Besaran pokok Besaran pokok adalah besaran yang satuannya didefinisikan tersendiri, telah ditetapkan terlebih dahulu dan tidak dapat dijabarkan dari besaran lain.

2.

Besaran turunan Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan atau dijabarkan dari besaran pokok.

3.

Besaran skalar : yaitu besaran yang mempunyai besar dan satuan saja tanpa memiliki arah. Contoh : pangjang, massa, waktu,

4.

Besaran vektor : yaitu besaran yang memiliki besar (nilai), satuan dan arah. Contoh : kecepatan, gaya, perpindahan,

Tabel 2.1 Besaran Pokok dan Satuannya

2.2

No. Besaran

Satuan

Lambang satuan

1

Panjang

Meter

m

2

Massa

Kilogram

Kg

3

Suhu

Kelvin

K

4

Waktu

Sekon

S

5

Intensitas Cahaya

Kandela

Cd

6

Mol Jat

Mol

Mol

7

Kuat arus

Ampere

A

Pengukuran Untuk mencapai suatu tujuan tertentu, di dalam fisika,kita biasanya melakukan pengamatan yang diikuti dengan pengukuran. Pengamatan suatu gejala secara umum tidaklah lengkap bila tidak dilengkapi dengan data kuantitatif yang didapat dari hasil pengukuran. Lord Kelvin, seorang ahli fisika berkata, bila kita dapat mengukur apa yang sedang kita bicarakan dan menyatakannya dengan angkaangka, berarti kita menghetahui apa yang sedang kita bicarakan itu. Sedangkan arti dari pengukuran itu sendiri adalah membandingkan sesuatu yang sedang diukur dengan besaran sejenis yang ditetapkan sebagai satuan, misalnya bila kita mendapat

data pengukuran panjang sebesar 5 meter, artinya benda tersebut panjangnya 5 kali panjang mistar yang memiliki panjang 1 meter.

Dalam hal ini, angka 5 menunjukkan nilai dari besaran panjang, sedangkan meter menyatakan besaran dari satuan panjang. Dan pada umumnya, sesuatu yang dapat diukur memiliki satuan. Sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka kita sebut besaran. Panjang, massa dan waktu termasuk pada besaran karena dapat kita ukur dan dapat kita nyatakan dengan angka-angka. Akan tetapi kebaikan dan kejujuran misalnya. Tidak dapat kita ukur dan tidak dapat kita nyatakan dengan angka-angka. Tapi walaupun demikian, tidak semua besaran fisika selalu mempunyai satuan. Beberapa besaran fisika ada yang tidak memiliki satuan. Antara lain adalah indek bias, koefisien gesekan, dan massa jenis relative.

2.2.1 Pengukuran Panjang Benda 1. Dengan Menggunakan Mistar Untuk mengukur panjang suatu benda, dalam kehidupan sehari-hari kita lumrah menggunakan mistar atau penggaris. Terdapat beberapa jenis mistar sesuai dengan skalanya. Ada mistar yang skala terkecilnya mm (mistar milimeter) dan ada mistar yang skala terkecilnya cm (mistar centimeter). Mistar yang sering kita gunakan biasanya adalah mistar milimeter. Dengan kata lain, mistar itu mempunyai skala terkecil 1 milimeter dan mempunyai ketelitian 1 milimeter atau 0,1 cm..Ketika mengukur dengan menggunakan mistar, posisi mata hendaknya diperhatikan dan berada di tempat yang tepat, yaitu terletak pada garis yang tegak lurus mistar. Garis ini ditarik dari titik yang diukur. Jika sampai mata berada diluar garis tersebut, panjang benda yang terbaca bisa menjadi salah. Bisa saja benda akan terbaca lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Akibat dari hal ini adalah terjadinya kesalahan dalam pengukuran yang biasa disebut kesalahan paralaks

2. Dengan Menggunakan Jangka Sorong Untuk melakukan pengukuran yang mempunyai ketelitian 0,1 mm diperlukan jangka sorong. Jangka sorong mempunyai fungsi-fungsi pengukuran, yaitu: Pengukuran panjang bagian luar benda. Pengukuran panjang rongga bagian dalam benda. Pengukuran kedalaman lubang dalam benda. Jangka sorong sendiri mempunyai bagian-bagian sebagai berikut: Rahang yang tetap (biasa disebut rahang tetap), memiliki skala panjang yang disebut skala utama.Rahang yang dapat digeser-geser (disebut rahang geser), yang memiliki skala pendek yang disebut nonius atau vernier. Rahang tetap terdapat skala-skala utama dalam satuan cm dan mm. Sedangkan pada rahang geser terdapat skala pendek yang terbagi menjadi 10 bagian yang sama besar. Skala inilah yang disebut sebagai nonius atau vernier. Panjang 10 skala nonius itu adalah 9 mm, sehingga panjang 1 skala nonius adalah 0,9 mm. Jadi selisih antara skala nonius dan skala utama adalah 0,1 mm.atau 0,01 cm. Sehingga dapat ketelitian jangka sorong adalah 0,1 mm. Contoh pengukuran dari jangka sorong adalah sebagai berikut. Bila diukur sebuah benda didapat hasil bahwa skala pada jangka sorong terletak antara skala 5,2 cm dan 5,3 cm. Sedangkan skala nonius yang keempat berimpit dengan salah satu skala utama. Mulai dari skala keempat ini ini kekiri, selisih antara skala utama dan skala nonius bertambah 0,1 mm atau 0,01 cm setiap melewati satu skala. Karena terdapat 4 skala, maka selisih antara skala utama dan skala nonius adalah 0,4 mm atau 0,04 cm. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan kalau panjang benda yang diukur tersebut adalah 5,2 cm+0,04 cm=5,24 cm.

3. Dengan Menggunakan Mikrometer Sekrup Untuk megukur benda-benda yang sangat kecil sampai ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm digunakan alat bernama mikrometer sekrup. Bagian utama dari mikrometer sekrup adalah sebuah poros berulir yang dipasang pada silinder pemutar yang disebut bidal. Pada ujung silinder pemutar ini terdapat garis-garis skala yang membagi 50 bagian yang sama. Jika bidal digerakan satu putaran penuh, maka poros akan maju (atau mundur) sejauh 0,5 mm. Karena silinder pemutar mempunyai 50 skala disekelilingnya, maka kalau silinder pemutar bergerak satu skala, poros akan bergeser sebesar 0,5 mm/50 = 0,01 mm atau

0,001 cm. Sangat perlu diketahui, pada saat mengukur panjang benda dengan mikrometer sekrup, bidal diputar sehingga benda dapat diletakan diantara landasan dan poros. Ketika poros hampir menyentuh benda, pemutaran dilakukan dengan menggunakan roda bergigi agar poros tidak menekan benda. Dengan memutar roda berigi ini, putaran akan berhenti segera setelah poros menyentuh benda. Jika sampai menyentuh benda yang diukur, pengukuran menjadi tidak teliti.

2.2.2 Pengukuran Massa Benda Alat pengukur massa yaitu neraca dan timbangan. Alat yang biasa digunakan dalam praktikum adalah Neraca Ohauss, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari alat yang biasa digunakan adalah timbangan. Penggunaan alat ukur massa harus disesuaikan dengan benda yang akan di ukur.

2.2.3 Pengukuran Volume Dalam melakukan pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Pengukuran cara statis Untuk mengukur volume zat padat yang teratur bentuknya dapat dilakukan secara tidak langsung dengan mengukur perubah (variabel) yang membangunnya (volume).Perhitungan Volume balok dilakukan dengan cara mengukur panjang lebar dan tinggi dari balok itu sehingga :

V balok = p x l x t Keterangan: p = panjang balok l = lebar balok t = tinggi balok

Sedangkan untuk volume silinder pejal dapat juga dilakukan dengan mengukur diameter dan panjang silinder itu sehingga:

V silinder = π (d/2)2 x p = ¼ π r2 .p Keterangan: d = diameter silinder p = panjang silinder r = jari-jari silinder

2. Pengukuran cara dinamis Cara pengukuran ini digunakan jika benda yang ingin kita ukur memiliki bentuk yang tidak beraturan. Dengan menghitung selisih massa benda di udara dengan di dalam air

V=Mu-Ma Keterangan: Mu = Massa udara Ma = Massa air Lalu dapat dihubungkan dengan

ρ = m/v Keterangan: ρ = massa jenis (gr/cm3) m= massa zat (gr) v = volume zat (cm3) Pernyataan diatas berdasar pada Hukum Archimmides, yang berbunyi: “setiap benda yang tercelup sebagian atau seluruhnya ke dalam fluida, akan mendapat gaya ke atas sebesar beratfluida yang dipindahkan oleh benda itu”.

Melalui pemahaman ini kita akan membandingkan harga massa jenis yang dihitung secara konfensional (hitung massa dan volume) dan dengan menerapkan hukum Archimides. Secara sistematis, hukum archimedes dapat ditulis sebagai berikut :

FA=ρa.Va.g Keterangan: FA =gaya angkat ke atas pada benda (N) ρ a = massa jenis zat cair (kg/m3) Va = volume zat cair yang terdesak (m3) g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)(Yusran, 2014)

2.3

Ketidakpastian Pengukuran

Secara umum penyebab ketidakpastian hasil pengukuran ada tiga, yaitu kesalahan umum, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak (Setya, 2009).

1. Kesalahan Umum Kesalahan umum adalah kesalahan yang disebabkan keterbatasan padapengamat saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkankarena kesalahan membaca skala kecil, dan kekurangterampilan dalammenyusun dan memakai alat, terutama untuk alat yang melibatkan banyak komponen

2. Kesalahan Sistematik Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang disebabkan oleh alat yang digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang memengaruhi kinerja alat. Misalnya, kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan komponenalat atau kerusakan alat, kesalahan paralaks, perubahan suhu, dan kelembaban. a. Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian nilai skala pada saat pembuatan atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat.

b. Kesalahan titik nol karena titik nol skala pada alat yang digunakan tidak tepat berhimpit dengan jarum penunjuk atau jarum penunjuk yang tidakbisa kembali tepat pada skala nol. c. Kesalahan komponen alat jelas sangat berpengaruh pada pembacaan alat ukur. d.

Kesalahan peralatan terjadi bila ada jarak antara jarum penunjuk dengan garisgaris skala dan posisi mata pengamat tidak tegak lurus dengan jarum.

3. Kesalahan Acak Kesalahan acak adalah kesalahaan yang terjadi karena adanya fluktuasi fluktuasi halus pada saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan karena adanya gerak brown molekul udara, fluktuasi tegangan listrik, landasan bergetar, bising, dan radiasi.

BAB III METEDOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengukuran adalah sebagai berikut.

1.

Mistar Centimeter

Gambar 3.1 Mistar centimeter(cm) 2.

Jangka Sorong

Gambar 3.2 Jangka sorong

3.

Balok (batang) besi

Gambar 3.3 Balok batang 4.

Neraca pegas

Gambar 3.4 Neraca pegas 5.

Kawat tembaga

Gambar 3.5 Kawat tembaga

6.

Gelas ukur

Gambar 3.6 Gelas ukur 7.

Kelereng

Gambar 3.7 Kelereng 8.

Batu kerikil

Gambar 3.8 Batu kerikil

9.

Anak Timbangan

Gambar 3.9 Anak timbangan 10. Air

Gambar 3.10 Air 11. Kotak Kayu

Gambar 3.11 Kotak kayu

3.2 Prosedur Praktikum Adapun prosedur yang digunakan oleh praktikan dalam melakukan praktikum ini, saya sesuaikan dengan prosedur yang tertulis dalam modul praktikum yang disusun oleh Tim Fisika Dasar. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1.

Mengukur panjang Pengukuran panjang yang dilakukan terdiri atas dua benda yang diukur dan tiga alat ukur, yaitu mistar centimeter, mistar milimeter dan jangka sorong.

a. Mengukur tebal balok besi Pengukuran tebal balok besi ini dilakukan dengan mistar centimeter dan mistar milimeter. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Mengukur tebal balok dengan mistar centimeter. 2) Melakukan pengukuran dengan mistar. 3) Mengulangi dengan 5 kali pengukuran. 4) Menuliskan data yang didapat ke dalam table pengamatan. 5) Mengganti mistar sentimeter dengan mistar millimeter lalu mengulangi 1 sampai 4.

b. Mengukur lebar kotak kayu Pengukuran lebar kotak kayu ini dilakukan dengan mistar milimeter dan jangka sorong. Prosedur yang dilakukan sebagai berikut: 1) Mengukur lebar kotak kayu dengan mistar milimeter. 2) Melakukan pengukuran oleh orang yang berbeda. 3) Melakukan 5 kali pengukuran. 4) Menuliskan data yang didapat pada tabel data . 5) Mengulangi langkah 1 sampai 4 dengan menggunakan jangka sorong.

2.

Mengukur massa Pengukuran massa dilakukan terhadap tiga benda yang diukur yaitu kawat tembaga, anak timbangan, 2 buah penggaris. Dengan sebuah neraca pegas sebagai alat ukur. Prosedur yang dilakukan:

a. Menimbang massa kawat dengan cara mengaitkan pada neraca pegas. b. Melihat nilai yang tertera pada neraca pegas, lalu menulis pada tabel data pengamatan. c. Mengulangi sampai 5 kali pengulangan dengan orang yang berbeda. d. Mengulangi langkah 1 sampai 3 dengan anak timbangan dan 2 buah penggaris..

3.

Mengukur volume a. Mengukur volume kelereng secara matematis 1) Mengukur diameter kelereng dengan menggunakan jangka sorong, dilakukan oleh orang yang berbeda dan dilakukan 5 kali pengulangan. 2) Menghitung volume kelereng dengan menggunakan rumus volume benda. 3) Menulis data yang didapat pada tabel data pengamatan.

b. Mengukur volume kelereng menggunakan gelas ukur 1) Menuangkan air ke dalam gelas ukur kira-kira 50 ml. 2) Memasukan kelereng ke dalam gelas ukur, kemudian mencatat volume air sekarang. Menghitug selisih volume air, yaitu volume sebelum dan sesudah kelereng dicelupkan. Seilsih volume air tersebut adalah volume kelereng. 3) Mencatat pada tabel data pengamatan, mengulangi smpai 5 kali pengulangan.

c. Mengukur volume kerkil menggunakan gelas ukur 1) Menuangkan ke dalam gelas ukur kira-kira 50 ml. 2) Memasukkan kerikil ke dalam gelas ukur, kemudian mencatat volume air sekarang. 3) Menghitung selisih volume air, yaitu volume sebelum dan sesudah kelereng dicelupkan. Selisih volume air tersebut dalah volume kerikil. 4) Mencatat pada tabel data pengamatan, Mengulangi sampi 5 kali pengulangan.

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan dan Analisis Data

Hasil pengamatan dan perhitungan dapat dilihat pada data hasil pengukuran berikut: 1. Hasil pengukuran tebal balok (T)

Tabel 4.1Data hasil pengukuran tebal balok Pengukuran ke

Dengan mistar centimeter Dengan jangka sorong (L+∆L) mm (L+∆L) cm

1

0.9

9.40

2

0.8

9.30

3

0.8

9.40

4

1

9.35

5

0.9

9.40

Rata – rata

0,88

9.37

0,064

0.036

7,27%

0.384%

Ketidakpastian Pengukuran Error

2. Hasil pengukuran panjang kotak kayu (L)

Tabel 4.2Data hasil pengukuran kotak kayu Dengan mistar

Dengan mistar

centimeter (T+∆T) cm

milimeter (T+∆T) mm

1

9.9

99

2

9.8

98.5

3

9.8

98

4

9.8

98.5

5

9.9

99

Rata – rata

9.84

98.6

0.048

0.24

0.48%

0.243%

Pengukuran ke

Ketidakpastian Pengukuran Error

3. Hasil pengukuran massa benda dengan neraca pegas

Tabel 4.3Data hasil pengukuran massa benda Anak Pengukuran ke

timbangan (m+∆m) gr

Kawat tembaga

2 penggaris

(m+∆m) gr

(m+∆m) gr

1

70

10

20

2

70

10

20

3

70

10

20

4

70

10

20

5

70

10

20

Rata – rata

70

10

20

Ketidakpastian

0

0

0

0%

0%

0%

Pengukuran Error

4. Hasil pengukuran volume kelereng secara matematis

Tabel 4.4Data hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut Volume (πD2) Pengukuran ke

Diameter (D+∆D) mm

(V+∆V) mm

1

16,25

830

2

16,30

835

3

16,55

860

4

16,35

840

5

16,40

845

Rata – rata

16,37

842

0,084

8.4

0,51%

0,99%

Ketidakpastian Pengukuran Error

5. Hasil pengukuran volume kelereng menggunakan gelas ukur

Tabel 4.5Data hasil volume kelereng Volume ∆ V Vol Air

Vol Air

(Vol Air Sesudah -

Semula

Sesudah

Vol Air Semula

(V+∆V) ml

(V+∆V) ml

(V+∆V) ml

1

60

62

2

2

50

52

2

Pengukuran ke

3

40

42

2

4

30

32

2

5

20

22

2

Rata – rata

40

42

2

8

8

0

20%

19%

0%

Ketidakpastian Pengukuran Error

6. Hasil pengukuran volume kerikil menggunakan gelas ukur

Tabel 4.6 Data hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut Volume ∆ V Vol Air

Vol Air

(Vol Air Sesudah -

Semula

Sesudah

Vol Air Semula

(V+∆V) ml

(V+∆V) ml

(V+∆V) ml

1

60

63

3

2

50

53

3

3

40

43

3

4

30

33

3

5

20

23

3

Rata – rata

40

43

3

8

8

0

20%

18,6%

0%

Pengukuran ke

Ketidakpastian Pengukuran Error

4.2 Pembahasan Dalam praktikum ini dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat pengukur jangka sorong, mistar, neraca pegas, dan gelas ukur. Alat pengukur tersebut memiliki fungsi dan ketelitian yang berbeda.

1. Pengukuran tebal balok Dalam pengukuran tebal balok alat yang digunakan adalah mistar dan jangka sorong, pengukuran dilakukan oleh 5 orang yang berbeda dengan satu benda, saat pengukuran hasil pengukuran dari kedua alat tersebut memiliki nilai yang sama. Tetapi pada pengukuran tebal balok kali ini lebih mudah menggunakan jangka sorong karena, ketika mengukur kita dapat dengan mudah melihat angka dan menghitung nilai pengukuran yang tertera pada jangka sorong tersebut. Ketidakpastian dari mistar adalah 0.064 mm, sedangkan jangka sorong 0.036mm.

2. Pengukuran panjang kotak kayu. Dalam pengukuran panjang kotak kayu alat yang digunakan adalah mistar milimeter dan mistar centimeter, pengukuran dilakukan oleh 5 orang yang berbeda dengan satu benda, mistar milimeter lebih teliti daripada mistar centimeter dimana mistar milimeter memiliki ketelitian hingga 0.1 mm. Pada pengukuran kotak kayu ini ditemukan adanya perbedaan ukuran dalam satu benda, yang menghasilkan nilai ketidakpastian sebesar 0.048 cm dan error sebesar 0.48% dengan mistar cm, dan 0.24 mm dan 0.243% dengan mistar mm. 3. Pengukuran massa benda dengan nerasa pegas Dalam pengukuran massa benda alat yang digunakan adalah neraca pegas , pengukuran dilakukan oleh 5 orang yang berbeda, dan bahan yang di ukur sebanyak tiga yaitu anak timbangan, kawat tembaga dan 2 penggaris. a. Pengukuran massa anak timbangan Pada pengukuran massa anak timbangan, nilai setiap kali pengukuran hasilnya sama sehingga dapat dipastikan nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error nol.

b. Pengukuran massa kawat tembaga Pada pengukuran massa kawat tembaga, nilai setiap kali pengukuran hasilnya sama sehingga dapat dipastikan nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error nol. c. Pengukuran massa 2 penggaris Pada pengukuran massa anak timbangan, nilai setiap kali pengukuran hasilnya sama sehingga dapat dipastikan nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error nol. 4. Pengukuran volume Kelereng dengan jangka sorong Pada pengukuran dibagi atas dua nilai yaitu nilai pengukuran untuk diameter dan nilai volume dari pengukuran diamternya. Setelah dilakukan pengukuran diameter kelereng menggunakan jangka sorong terdapat beberapa nilai pengukuran yang berbeda – beda sehingga volume yang diperoleh berbeda – beda. Nilai ketidakpastian pengukuran diameter kelereng setelah dilakukan perhitungan memiliki nilai sebesar 0,084 dan nilai error 0,513%, otomatis nilai pada volume kelereng juga memiliki nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 8.4 mm3 dan nilai error 0,99 %. Ketidakpastian dan error ini mungkin disebabkan oleh kelereng tidak bulat sempurna, neraca tidak akurat karena pengunci neraca tidak ada. 5. Pengukuran volume kelereng dengan gelas ukur. Pada pengukuran kali ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat gelas ukur, pengukuran dibagi menjadi tiga yaitu volume semula, volume sesudah dan selisih volume. a. Volume semula Volume semula dari lima kali pencobaan dilakukan berbeda-beda, yaitu 60, 50, 40, 30, 20 ml jadi tidak memungkinkan adanya nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error karena merupakan ketentuan prosedur. b. Volume sesudah Setelah dimasukkannya kelereng kedalam gelas ukur maka volume air menjadi 62, 52, 42, 32, 22 ml dan dalam lima kali pencobaan memiliki nilai yang sama jadi tidak memungkinkan adanya nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error, karena pertambahan volume air sama pada kelima percobaan.

c. Selisih volume Karena volume air sebelum dan volume air sesudah memiliki nilai yang sama dalam lima kali, maka dapat dipastikan dalam lima kali pencobaan tersebut memiliki nilai selisih yang sama yaitu 2 ml dan tidak memungkinkan adanya nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error 6. Pengukuran volume kerikil dengan gelas ukur. Sama halnya dengan pengukuran kelereng dengan air, pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat gelas ukur, pengukuran dibagi menjadi tiga yaitu volume semula, volume sesudah dan selisih volume. a. Volume semula Volume semula dari lima kali pencobaan dilakukan berbeda-beda, yaitu 60, 50, 40, 30, 20 ml jadi tidak memungkinkan adanya nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error karena merupakan ketentuan prosedur. b. Volume sesudah Setelah dimasukkannya kelereng kedalam gelas ukur maka volume air menjadi 62, 52, 42, 32, 22 ml dan dalam lima kali pencobaan memiliki nilai yang sama jadi tidak memungkinkan adanya nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error, karena pertambahan volume air sama pada kelima percobaan. c. Selisih volume Karena volume air sebelum dan kenaikan volume air sesudah memiliki nilai yang sama dalam lima kali, maka dapat dipastikan dalam lima kali pencobaan tersebut memiliki nilai selisih yang sama yaitu 3 ml dan tidak memungkinkan adanya nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai error

Pada saat pengukuran sebaiknya posisi mata tegak lurus terhadap alat ukur agar mengurangi kesalahan data pengukuran .karena ketika pengukuran dapat terjadi kesalahan atau ketidakpastian, seperti:

1. Kesalahan kalibrasi. Cara member nilai skala pada waktu pembuatan alat tidak tepat sehingga berakibat setiap kali alat digunakan, suatu ketidakpastian melekat pada hasil pengukuran. Kesalahan ini dapat diketahui dengan cara membandingkan alat tersebut dengan alat baku. Alat baku, meskipun buatan manusia juga, dianggap sempurna padanya hamper tidak terdapat kesalahan apapun.

2. Kesalahan titik-nol. Titik nol skala alat tidak berimpit dengan titik nol jarum petunjuk atau jarum tidak kembali tepat pada angka nol. Sehingga terjadi kesalahan dalam menunjukkan nilai yang tepat. 3. Kelelahan komponen alat. Misalnya dalam pegas, pegas yang telah dipakai beberapa lama dapat agak melembek hingga dapat mempengaruhi gerak jarum penunjuk. 4. Gesekan. Gesekan selalu timbul antara bagian yang satu yang bergerak terhadap bagian alat yang lain.

Setelah dilakukan praktikum pengukuran ini perlu diperhatikan juga nilai data hasil pengukuran. Nilai ini berupa angka-angka dan termasuk angka penting. Definisi dari angka penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran, termasuk angka terakhir yang ditaksir atau diragukan. Angka-angka penting ini terdiri atas angka-angka pasti dan satu angka taksiran yang sesuai dengan tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan. Semua angka-angka hasil pengukuran adalah bagian dari angka penting. Namun, tidak semua angka hasil pengukuran merupakan angka penting. Berikut ini merupakan aturan penulisan nilai dari hasil pengukuran. 1. Semua angka bukan nol merupakan angka penting. Jadi, 548 memiliki 3 angka penting dan 1,871 memiliki 4 angka penting. 2. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol termasuk angka penting. Jadi, 2,022 memiliki 4 angka penting. 3. Angka nol yang terletak di sebelah kanan tanda koma dan angka bukan nol termasuk angka penting. 4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik yang terletak disebelah kiri maupun di sebelah kanan koma desimal, bukan angka penting. Jadi, 0,63 memiliki 2 angka penting dan 0,008 memiliki 1 angka penting. Hal ini akan lebih mudah terlihat jika ditulis 63 × 10–2 dan 8 × 10–3. Dalam penulisan hasil pengukuran, ada kalanya terdapat angka yang digaris bawahi. Tanda garis bawah ini menunjukkan nilai yang diragukan. Angka yang digarisbawahi termasuk angka penting, tetapi angka setelah angka yang diragukan bukan angka penting. Jadi, 3541 memiliki 3 angka penting dan 501,35 memiliki 4 angka penting.

Selain itu dalam pengukuran juga perlu diperhatikan besaran dan satuan pengukuran pada setiap alat yang digunakan karna, pada setiap alat pengukuran yang digunakan memiliki nilai ketelitian yang berbeda – beda, seperti pada mistar centimeter dengan jangka sorong. Mistar centimeter hanya memiliki ketelitian hingga 1 mm, jangka sorong memiliki ketelitian hingga 0,01 mm.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan setelah dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Dari percobaan yang dilakukan, kita dapat mengetahui keteliatian alat ukur yang digunakan yaitu mistar (1 mm), dan jangka sorong (0,05 mm) 2. Untuk mengukur massa dapat menggunakan neraca pegas. 3. Pengukuran volume suatu benda menggunakan 2 cara yaitu menggunakan sistem matematis dan menggunakan gelas ukur. 4. Pengukuran dengan gelas ukur nilai error nya lebir rendah daripada dengan cara matematis. Karena danya kemungkinan kelereng tidak bulat sempurna. 5.

Nilai ketidakpastian pengukuran dan nilai sangat perlu dihitung karena dalam lima kali pencobaan perngukuran terdapat nilai yang berbeda dalam beberapa pengukuran.

6. Dari seluruh percobaan pengukuran yang dilakukan, pengukuran yang saya lakukan dapat dikatakan valid karena persentase nilai error nya rendah.

B. Saran

Adapun saran saya setelah melakukan praktikum pengukuran ini adalah sebagai berikut : 1. Sebelum melakukan percobaan dan pengukuran disarankan untuk memahami dahulu konsep pengukuran, alat ukur yang akan digunakan, besaran, dan satuan agar praktikum berjalan dengan lancar dan mudah dipahami. 2. Melakukan pengukuran ketebalan dan diameter sebanyak 10 kali dan karena dalam mengukur ketebalan sangat diperlukan data yang cukup banyak agar nilai dari hasil pengukuran tersebut lebih akurat 3. Alat praktikum yang digunakan saat pengukuran masih memiliki kekurangan - kekurangan seperti pada neraca pegas, sehingga pada saat pengukuran massa kertas memiliki kesulitan pada saat pengukuran.

4. Perlunya penambahan alat ukur dengan ketelitian yang lebih tinggi, seperti mikrometer sekrup, neraca lengan dan gelas ukur dengan skala lebih teliti.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014. “Alat Ukur Massa Panjang dan Waktu”. http://www.zonasiswa.com/2014/08/alat-ukur-massa-panjang waktu.html. Diakses pada 13 april 2015, jam 19.00 WIB. Nida, 2014. “Praktikum Fisika Pengukuran”. http://maharatunnida.blogspot.com/2014/09/laporan-praktikum-fisika pengukuran.html. Diakses pada 20-April-2015, jam 18.00 WIB. Nurachmandani,Setya.2009. Fisika. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pindidikan Nasional Yusran, 2013 “Praktikum Fisika Tentang Pengukuran”. http://yusran-physics.blogspot.com/2013/11/laporan-praktikum-fisikatentang vektor.html. Diakses pada 20-April-2015. Hidayanti, 2014. “Pengukuran Besaran Turunan Volume”. http://mafia.mafiaol.com/2012/08/pengukuran-besaran-turunanvo lume.html. Diakses pada 20 April 2015, jam 19.30 WIB.

Related Documents

Pratikum Kimia.docx
May 2020 23
Hasil Pratikum
April 2020 27
Pratikum Gagal.doc
June 2020 14
Pratikum Fisika.docx
June 2020 25
Pratikum Spirometri.docx
April 2020 22

More Documents from "Ricky Noverdo"

Pratikum Fisika.docx
June 2020 25
Cover Laporan.docx
June 2020 11
Pendahuluan.docx
November 2019 23
Cover.docx
June 2020 10
Mengenal Fungsi Excel
June 2020 17