LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI UJI TOKSISITAS
DISUSUN OLEH Nama
:
: Rima Kusuma Cahyani
( 1604015141 )
Tiara Desfha Herfyna
( 1604015079 )
Syifa Syahida Pamela
( 1604015076 )
Nur Sabila Rosyidah
( 1604015276 )
Ria Suryani
( 1604015316 )
Kelas
: C2
Kelompok
:2
Dosen
: Siska, M.Farm., Apt
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA FAKULTAS FARMASI DAN SAINS PRODI FARMASI JAKARTA 2018
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Masyarakat Indonesia telah lama mengenal serta menggunakan obat-obatan alami atau yang dikenal dengan obat tradisional. Obat tradisional lebih mudah diterima oleh masyarakat karena selain telah akrab dengan masyarakat, obat ini lebih murah dan mudah didapat (Hyeronimus SB, 2006). Terdapat berbagai macam obat tradisional yang berasal dari tanaman dan telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiat yang berada di dalamnya. Namun masih banyak tanaman yang belum diketahui kadar toksisitasnya, sehingga perlu diteliti lebih lanjut (Agus D, 2008). Keharusan adanya data uji farmakologi, uji toksisitas, dan uji klinis sudah mulai diberlakukan dengan keluarnya UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan agar obat tradisional lebih mampu bersaing dengan obat modern dan secara medik lebih dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya (uji farmakologi dan uji toksisitas). Uji toksisitas diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat, maupun bahan yang dipakai sebagai suplemen ataupun makanan. Hal juga untuk melindungi masyarakat dari efek yang mungkin merugikan Efek toksik obat-obatan sering terlihat dalam hepar, dikarenakan hepar berperan sentral dalam memetabolisme semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh. Hepar akan mengubah struktur obat yang lipofilik menjadi hidrofilik sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh melalui urin atau empedu (Setiawan,dkk,2007). Ekskresi melalui empedu memungkinkan terjadinya penumpukan xenobiotik di hepar sehingga menimbulkan efek hepatotoksik (Donatus IO, 2007) Untuk melakukan uji toksisitas umumnya menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)merupakan salah satu metode skrining bahan yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat. Metode penelitian ini menggunakan larva udang (Artemia salina Leach.) sebagai bioindikator. Larva udang ini merupakan organism sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwati dan Simanjuntak, 1998).
B.
TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum ini adalah: 1. Mampu melaksanakan penetapan uji toksisitas akut 2. Mampu menetapkan LD50 sebagai parameter ketoksikan akut menurut cara FI III 3. Mahasiswa mampu menetapkan potensi ketoksikan akut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek toksik/racun yang terdapat pada bahan sebagai sediaan single doseatau campuran. Toksisitas akut ini diteliti pada hewan percobaan yang menunjukkan evaluasi keamanan dari kandungan kimia untuk penggunaan produk rumah tangga, bahan tambahan makanan, kosmetik, obat-obatan, dan sediaan biologi. Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemerian (misalnya oral dan intravena). Hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemerian dosis tersebut) Uji toksisitas dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data tentang toksisitas suatu bahan (kimia) pada hewan uji. Secara umum uji toksisitas dapat dikelompokkan menjadi uji toksisitas jangka pendek/akut, dan uji toksisitas jangka panjang. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang gejala keracunan, penyebab kematian, urutan proses kematian dan rentang dosis yang mematikan hewan uji (Lethal dose atau disingkat LD50) suatu bahan. Uji toksisitas akut merupakan efek yang merugikan yang timbul segera sesudah pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal, atau berulang yang diberikan dalam 24 jam. Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan atau menunjukkan secara kasar median lethal dose (LD50) dari toksikan. LD50 ditetapkan sebagai tanda statistik pada pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji. Jumlah kematian hewan uji dipakai sebagai ukuran untuk efek toksik suatu bahan (kimia) pada seke lompok hewan uji. Jika dalam hal ini hewan uji dipandang sebagai subjek, respon berupa kematian tersebut merupakan suatu respon diskretik. Ini berarti hanya ada dua macam respon yaitu ada atau tidak ada kematian.
Quantal respon , yaitu jumlah respon pada sekelompok hewan uji terhadap dosis tertentu suatu obat atau bahan. Pengamatan terhadap efek ini dilakukan untuk menentukan jumlah respon dari suatu respon diskretik (all or none response) pada suatu kelompok hewan uji. Jumlah respon tersebut dapatn100%, 99%, 50%, 20%, 10%, atau 1%. Respon yang bersifat diskret itu dapat berupa kematian, aksi potensial, dan sebagainya. Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan percobaan setelah perlakuan. LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih setuju, dengan pertimbangan: a. Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD 50, tetapi juga memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala – gejala sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek nonlethal. b. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian subakut. c. Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu. d. Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa terhadap konsumen atau pasien.
Pada dasarnya, nilai tes LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan yang mati, juga harus disebutkan durasi pengamatan. Bila pengamatan dilakukan dalam 24 jam setelah perlakuan, maka hasilnya tertulis “LD50 24 jam”. Namun seiring perkembangan, hal ini sudah tidak diperhatikan lagi, karena pada umumnya tes LD50 dilakukan dalam 24 jam pertama sehingga penulisan hasil tes “LD50” saja sudah cukup untuk mewakili tes LD50 yang diamati dalam 24 jam. Bila dibutuhkan, tes ini dapat dilakukan lebih dari 14 hari. Contohnya, pada senyawa tricresyl phosphat, akan memberikan pengaruh secara neurogik pada hari 10 – 14, sehingga bila diamati pada 24 jam pertama tidak akan menemukan hasil yang berarti. Dan jika begitu tentu saja penulisan hasil harus deisertai dengan durasi
pengamatan. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain, jenis kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan percobaan. Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu lingkungan, kelembaban, sirkulasi udara. Tidak luput kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil ini. Sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita memeperhatikan faktor – faktor yang mempengaruhi hasil ini. Secara umum, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya. Hasil yang diperoleh (dalam mg/kgBB) dapat digolongkan menurut potensi ketoksikan akut senyawa uji menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut (Loomis (1978)) : No
KELAS
LD50 (mg/KgBB)
1
Luar biasa toksik
1 atau kurang
2
Sangat toksik
1 – 50
3
Cukup toksik
50 – 500
4
Sedikit toksik
500 – 5000
5
Praktis tidak toksik
6
Relatif kurang
5000 – 15000 lebih dari 15000
berbahaya
Menurut Farmakope Indonesia persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat menggunakan Farmakope Indonesia ini adalah : 1. Menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap 2. Jumlah hewan percobaan / jumlah biakan jaringan tiap kelompok harus sama. 3. Dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek daro 0-100% dan perhitungan dibatasi pada kelompok percobaan yang memberikan efek dari 0-100%. Rumus : m = a – b (∑ Pi – 0,5 )
Keterangan : m =
log LD50
a
log dosis terendah yang menyebabkan kematian 100% tiap kelmpok
=
b =
beda log dosis yang berurutan
Pi = jumlah hewan yang mati yang menerima dosis sebanyak i dibagi
jumlah
hewan seluruhnya yang menerima dosis i
Uji toksisitas akut ini biasanya menggunakan hewan uji mencit dari kedua jenis kelamin. Hewan uji harus sehat dan berasal dari satu galur yang jelas. Menurut Weil penelitian uji toksisitas akut ini paling tidak menggunakan 4 peringkat dosis yang masingmasing peringkat dosis menggunakan paling sedikit 4 hewan uji. Dosis dibuat sebagai suatu peringkat dengan kelipatan logaritmik yang tetap. Dosis terendah merupakan dosis yang tidak menyebabkan timbulnya efek atau gejala keracunan, dan dosis tertinggi merupakan dosis yang menyebabkan kematian semua (100%) hewan uji. Cara pemberian obat atau bahan yang diteliti harus disesuaikan pada pemberiannya pada manusia, sehingga dapat mempermudah dalam melakukan ekstrapolasi dari hewan ke manusia. Dalam uji toksisitas akut, penentuan LD50 dilakukan dengan cara menghitung jumlah kematian hewan uji yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah pemberian dosis tunggal bahan yang diteliti menurut cara yang ditunjukkan oleh para ahli. Namun demikian, kematian dapat terjadi sesudah 24 jam pertama karena proses keracunan dapat berjalan lambat. Gejala keracunan yang muncul sesudah 24 jam menunjukkan bahwa bahan obat atau bahan itu mempunyai titik tangkap kerja pada tingkat yang lebih bawah sehingga gejala keracunan dan kematian seolah-olah tertunda (delayed toxicity). Oleh karena itu banyak ahli berpendapat bahwa gejala keracunan perlu diamati sampai 7 hari, bahkan juga sampai 2 minggu. Sediaan yang akan diuji dipersiapkan menurut cara yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia tersebut, dan tidak diperbolehkan adanya perubahan selama waktu pemberian. Untuk pemberian per oral ditentukan standar volume yang sesuai dengan hewan uji.
Dosis efektif 50% adalah dosis suatu obat yang dapat berpengaruh terhadap 50% dari jumlah hewan yang diuji, sedangkan, dosis lethal 50% adalah, dosis suatu obat atau bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian sampai 50% dari jumlah hewan yang diuji. Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan percobaaa. Data yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang berupa kisaran dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala klinis. Bahan racun adalah semua bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan/kesakitan pada makhluk hidup. Sebagai akibat dari kerusakan tersebut ialah adanya gangguan pada struktur anatomi dan fisiologik dari jaringan yang menderita, bahkan dapat menimbulkan kematian. Semua bahan kimia mungkin akan beracun bila diberikan berlebihan atau rute pemberian yang tidak lazim. Terlalu banyak oksigen murni, air ataupun garam dapat menyebabkan kematian Tetapi hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai pegangan, karena bahan yang biasanya disebut racun sperti sianida, arsen dan sebagainya tidak dapat dikatakan tidak beracun, sehingga kita harus menyatakan bahwa semua bahan kimia akan beracun bila diberikan secara tidak proporsional
BAB III METODELOGI A. ALAT DAN BAHAN
Hewan uji (tikus ) 5 ekor
Timbangan
Sonde dan alat suntik
Hotplate
beaker glass
lumping dan alu
ekstrak kelopak rosella
air mendidih
na cmc
B. Prosedur Kerja :
Siapkan tikus 5 ekor
Timbang tikus dan beri tanda
Panaskan air mendidih menggunakan beaker glass diatas hotplate
Kemudian na cmc dilarutkan dengan air panas digerus ad homogen
Tambahkan ekstrak kelopak rosella
Kemudian gerus ad homogeny
Ambil obat menggunakan alat suntikan sesuai VAO yang didapat
Berikan obat dengan sonde peroral ke tikus
Amati : a. pengamatan fisik terhadap gejala klinis b. jumlah hewan yang mati pada masing masing kelompok
Hitung LD50 dengan cara FI III
Buatlah table hasil pengamatan dengan lengkap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL Kelompok
Dosis
Pengamatan tanda-tanda toksik yang terjadi
(VAO)
1
2
5 ml
5,775 ml
I
II
BB : 0,200kg Nyeri : sakit
BB: 0,179kg
Nyeri : sakit
D pupil :
f.urin :
D pupil : 0,3
f.urin :
0,5 cm
normal
cm
normal
Reflek mata : f.bab :
Reflek ma :
f.bab :
cepat
cepat
normal
normal
BB : 0,231kg Nyeri :
BB : 0,231kg Nyeri : sakit
≠sakit
3
4
5,65 ml
4,95 ml
D pupil :
f.urin :
D pupil :
f.urin :
0,7 cm
banyak
0,7 cm
banyak
Reflek mata : f.bab :
Reflek mata : f.bab :
cepat
cepat
banyak
BB : 0,226kg Nyeri : sakit
BB : 0,277kg Nyeri : sakit
D pupil :
f.urin : blm
D pupil :
f.urin : blm
0,5 cm
urinisasi
0,5 cm
urinisasi
Reflek mata : f.bab :
Reflek mata : f.bab :
cepat
cepat
sedikit
BB : 0,198kg Nyeri :
6,45 ml
sedikit
BB : 0,198kg Nyeri :
≠sakit
5
banyak
≠sakit
D pupil :
f.urin :
D pupil :
f.urin :
0,5 cm
banyak
0,1 cm
sedikit
Reflek mata : f.bab :
Reflek mata : f.bab :
cepat
cepat
banyak
BB : 0,258kg Nyeri : sakit
sedikit
BB : 0,220kg Nyeri : sakit
D pupil :
f.urin :
D pupil :
0,6 cm
sedang
0,5 cm
Reflek mata : f.bab : -
Reflek mata : f.bab : -
≠ kedip
≠ kedip
Perhitungan
Perhitungan Dosis : VAO
= BB ( kg ) X dosis ( mg/kgBB ) Konsentrasi ( mg/ml )
a. Kelompok 1 VAO
= 5000 mg/kgBB X 0,200 kg 200 mg/ml = 5 ml
b. Kelompok 2 VAO
= 5000 mg/kgBB X 0,231 kg 200 mg/ml = 5,775 ml
c. Kelompok 3 VAO
= 5000 mg/kgBB X 0,226 kg 200 mg/ml = 5,65 ml
d. Kelompok 4 VAO
= 5000 mg/kgBB X 0,198 kg 200 mg/ml = 4,95 ml
e. Kelompok 5 VAO
f.urin : -
= 5000 mg/kgBB X 0,2581kg 200 mg/ml = 6,45 ml
B. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini kami melakukan uji toksisitas akut. Toksisitas adalah potensi merusak dari suatu zat kimia terhadap makhluk hidup. Uji toksisitas merupakan pengujian potensi merusak dari suatu zat kimia ataupun obat yang merusak atau diabsorbsi tubuh. Uji toksisitas terbagi menjadi 3 jenis yaitu uji toksisitas akut, uji toksisitas subakut, dan uji kronis. Uji toksisitas akut dilakukan untuk menyatakan toksisitas akut suatu obat, umumnya digunakan ukuran LD50 yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari kelompok hewan percobaan. Evaluasi parameter hasil toksisitas akut dilakukan dengan pengamatan umum, yaitu ( meliputi penampilan, perilaku aktivitas motoric serta abnormalitas hewan coba sebelum dan sesudah uji toksisitas). Pada praktikum uji toksisitas akut kami menggunakan jurnal dengan judul “ Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Kelopak Rosella ( Hibiscus sabdariffal.) Pada Tikus Sprague Dawley”. Hal yang penting dari uji toksisitas akut ini afdalah penetapn potensi ketoksikan akut terhadap hewan uji tikus dan juga untuk menilai berbagai gejala klinis yang timbul adnaya efek toksik yang khas dan mekanisme yang memerankan terjadinya kematian hewan. Dosis yang digunakan yaitu 5000 mg/kgBB. Pada praktkum ini kami menggunakan ekstrak kelopak rosella terhadap hewan uji dengan pemberian peroral. Rosella secara tradisional digunakan untuk pengobatan hipertensi, inflamasi, dan mutagenik. Rosella mengandung senyawa fenolik yaitu Antosianin pada kelopak bunganya, Gossypetin, Antosianin, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin B. ekstrak larut air dari rosella memiliki aktivitas antioksidan seperti Protocates hore acet dan ocyanins acid. Yang mana dapat melindungi kerusakan hati yang diinduksi CCl2 . Pada praktikum ini kami menggunakan dosis 500 mg/kgBB. Dari hasil pengamatan yang didapat menunjukkan bahwa tidak menimbulkan toksis pada hewan uji coba ( tikus ). Semua hewan coba (tikus) yang digunakan masih hidup dan aktif selama 2 hari. Hal ini disebabkan oleh : 1. Ekstrak yang disonde tidak masuk secara sempurna 2. Dosis belum menimbulkan toksik
3. Organ dari tikus sangat kuat 4. Keaktifan tikus yang kuat terhadap ekstrak yang diberikan Pengujian toksisitas/toksikologi dengan menggunakan hewan coba yang digunakan bertujuan agar bahan kimia yang kita konsumsi baik melalui obat, makanan atau kosmetik baik aman untuk dikonsumsi. Karena tujuan akhir dari uji toksisitas ini adalah untuk keselamatan dan kesehatan manusia. Maka hewan percobaan yang digunakan mempunyai sifat-sifat respon biologis dan adaptasi yang mendekati manusia semakin baik hasil toksisitas yang dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas antara lain dosis pelaksanaan pengawasan dan keadaan fungsi organ.
Dosis ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya pernapasan dan eksposisi zat yang diberikan pasien.
Pengawasan dalam penggunakan dan konsumsi zat kimia/obat sangat penting untuk menentukan konsentrasi zat yang dapat menyebabkan toksisk dalam penggunaannya.
Kondisi fungsi organ yang terkontak dengan suatu zat toksik akan mempengaruhi kerja eksposisi dan netralisasi toksik dalam tubuh manusia.
BAB V PENUTUP
KESIMPULAN
Pada praktikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa : Parameter pengamatan uji toksisitas akut berupa penampilan, perilaku, aktivitas dan abnormalitas hewan uji coba. Dosis yang digunakan dalam ekstrak kelopak rosella yaitu 5000 mg/kgBB Pada praktikum kami menggunakan ekstrak kelopak rosella Hasil dari semua kelopak tidak menimbulkan toksik pada hewan coba praktikum Dosis VAO yang digunakan tiap kelompok yaitu : kel 1 (5ml), kel 2 (5,775 ml), kel 3 (5,65 ml), kel 4 (4,95 ml), kel 5 (6,45 ml)
DAFTAR PUSTAKA
Ganis warno,S.2005. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta : FK UI ( diakses 20/11/2018 13.00) Syarif,Amir dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapi ( diakses 20/11/2018 13.30) Fita Sari, Nurkhasanah, Moch.Saiful Bachri.Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kelopak Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Pada Tikus Sprague Dawley (diunduh 14/11/2018 07.00)