SEMINAR AWAL STASE MANAJEMEN
Oleh Kelompok 2 Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
No
Data
1
Hasil wawancara dan observasi saat dilakukan pengkajian didapatkan struktur organisasi tidak terpasang diruangan.
2
Berdasarkan wawancara dan observasi didapatkan masih kurangnya tenaga perawat yang mengikuti pelatihan. Baik pelatihan manajemen ruangan, PPI, dan kegawatdarurtatan anak.
Masalah
Landasan Teori M1 (Ketenagaan) Tidak Struktur organisasi dalam ruangan terperbaharui penting hal ini dikarenakan dengan struktur organisasi adanya struktur organisasi dapat didalam ruangan menjelaskan pembagian aktifitas kerja, serta dapat memperhatikan hubungan fungsi dan aktifitas sampai batas tertentu, selain itu struktur organisasi menjelaskan hirarki dan susunan kewenangan, serta hubungan pelaporan (Husein, 2003). Kurangnya tenaga perawat yang mengukuti pelatihan dan pengembangan diri.
pengembangan diri berupa pelatihan sangatlah penting bagi seorang perawat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangankan sumber daya manusia terutama untuk mengembangangkan kemampuan inteklektual dan kepribadian juga meningkatkan keterampilan bagi perawat primer maupun perawat pelaksana yang tentunya harus berubah sesuai dinamika waktu dan tuntutan pelayanan keperawatan sehingga perlu meningkatkan kemampuan kognitif efektif dan psikomotor (Hariadja, 2002)
Rencana Penyelesaian Berdasarkan hal itu perlu maka adanya kerja sama dari pihak mahasiswa dan kepala ruangan untuk pengadaan struktur organisasi dalam ruangan dengan rencana penyusunan organisasi : terlampir
Berdasarkan hal itu perlu maka adanya kerja sama dari pihak mahasiswa memberi usulan kepada kepala ruangan untuk memasukan usulan kebidang keperawatan.
M2 (Sarana dan Prasarana)
1 Berdasarkan hasi wawancara dan observasi diruangan anak bahwa belum memadai kebutuhan fasilitas pasien dan alat kesehatan.
Belum lengkapnya fasilitas dan alat kesehatan untuk pasien diruangan perawatan anak.
Sebagaimana dijelaskan Depkes RI, 2004 tentang sarana dan prasarana di Rumah Sakit tipe C, jumlah fasilitas peralatan dan alat kesehatan menggunakan standar ideal maka perlu diadakan penambahan dan pengadaan alat alat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya kerja sama dari pihak mahasiswa memberi usulan kepada kepala ruangan untuk mempertimbangkan pengadaan fasilitas dan alat kesehatan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.
M3 (Metode) 1 Berdasarkan hasil Pengoptimalan Operan mempunyai tujuan dan observasi jadwal operan untuk mengkomunikasikan didapatkan timbang keadaan pasien dan terima sudah menyampaikan informasi yang dilakukan oleh penting, informasi yang perawat anak tetapi disampaikan harus akurat belum optimal sehingga adanya dikarenakan kesinambungan pemberian pelaksanaan timbang asuhan keperawatan yang terima tidak disiplin komprehensif terhadap pasien dalam waktu. (Nursalam, 2015).
Dalam memaksimalkan pelaksanaan operan di ruang perawatan anak dapat dilakukan sosialisasi tentang tehnik pelaksanaan operan melalui role play oleh mahasiswa untuk pelaksanaan operan.
Lanjutan M3 .... 2
3
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi untuk pelaksanaan pre dan post conference diruangan anak tidak terstruktur dengan baik seperti struktuk dalam pre dan post conference Berdasarkan hasil wawancara perawatan anak bahwa belum adanya tempat penyimpanan obat perpasien dan berdasarkan hasil observasi belum tersedianya format infont consent sentralisasi obat.
Pre dan post conference diperlukan diruangan untuk memudahkan pekerjaan perawat saat memberikan asuhan keperawatan. Sentralisasi obat belum berjalan dengan optimal dimana belum adanya pemisahan obat perpasien dan format infont consent sentraisasi obat.
Perlunya pelaksanaan pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksanan setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shiff tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim (Seniwati, 2012).
Dalam memaksimalkan pelaksanaan pre dan post conference diruang perawat maka dapat dilakukan sosialisasi tehnik pre post coference melalui role play oleh mahasiswa.
Sentralisasi obat adalah pengelolaan Sosialosasi dan obat dimana seluruh obat yang akan sentralisasi obat diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh perawat (Nursalam, 2014). Tujuan pengelolaan obat adalah menggunakan obat secara bijaksana dan menghindari pemborosan, sehingga kebutuhan asuhan keperawatan pasien terpenuhi.
pelaksanaan
Lanjutan M3 .... 4 Berdasarkan hasil wawancara Belum Menurut Nursalam (2015) Dimana Dalam memaksimalkan kepala Ruangan bahwa ronde optimalnya ronde ronde keperawatan bertujuan untuk ronde keperawatan keperawatan di ruangan anak keperawatan mengatasi masalah keperawtan pasien diruangan perawatan anak jarang dilakukan. Hal ini karena rentang yang dilaksanakan oleh perawat dapat dilakukan dikarenakan rentang lama lama rawat selain melibatkan pasien untuk sosialisasi tentang tehnik rawat pasien hanya berkisar pasien yang tidak membahas dan melaksanakan asuhan pelaksanaan ronde (1-3 hari) mencukupi keperawatan. Pada kasus tertentu keperawatan melalui role Berdasarkan hasil observasi waktu untuk harus dilakukan oleh perawat primer, play oleh mahasiswa. didapatkan di Ruang dilakukannya atau konselor, kepala ruangan, perawatan anak ronde ronde perawat palaksana yang perlu juga keperawatan belum keperawatan. melibatkan seluruh anggota tim dialaukukan. kesehatan. Ronde mempuyai tujuan Dari hasil kuesioner untuk menyelesaikan masalah pasien didapatkan senbanyak 100% melalui pendekatan berfikir kritis perawat menyatakan bahwa ronde keperawatan anak belum optimal, hal ini di karenakan kuranagnya pasien yang akan dilakuan ronde
Lanjutan M3 .... 5
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat di ruangan didapatkan bahwa discharge planning di ruangan perawatan anak sudah dilakukan dengan baik dan pendokumentasian pasien pulang sudah dilaksanakan, dan biasanya yang diberikan discharge planning adalah pasien yang memerlukan terapi ulang dan perlu perhatian khusus.dan menurut perawat di ruang anak alur discharge planning belum ada. Dari hasil observasi didapatkan bahwa discharge planning diruangan perawatan anak telah berjalan dengan baik, mulai dari pasien masuk ke ruangan status pasien telah berisi lembaran hak dan kewajiban pasien yang telah ditanda tangani oleh keluarga/pasien. Kemudian untuk pelayanan yang diberikan oleh perawat terhadap pasien berjalan berkesinambungan antar perawat yang bertanggung jawab sesuai dengan shift masing-masing penanggung jawab di tim dan setelah pasien siap untuk pulang, pasien akan diberikan pendidikan kesehatan dalam bentuk lisan saja. Sehingga terkadang menimbulkan miss komunikasi karena keluarga lupa akan pendidikan kesehatan yang telah diberikan oleh perawat.
discharge planning di ruang Perawatan Anak sudah berjalan dengan baik tetapi bagan alurnya belum ada, pendidikan kesehatan tidak dibekali brosur atau leafleat.
Menurut Rorden dan Traft (1993 dalam Kristina 2007) mengungkapkan bahwa perencanaan pulang bertujuan membantu pasien dan keluarga untuk dapat memahami permasalahan dan upaya pencegahan yang harus ditempuh sehingga dapat mengurangi resiko kambuh, serta menukar informasi antara pasien seabagai penerima pelayanan dengan perawat dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Komponen perencanaan perencanaa pulang terdiri atas : 1) Perawatan di rumah meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan ksehatan mengenai diet, mobilisasi waktu control, dan tempat control 2) Obat-obatan yang masih diminum dan jumlahnya, meliputi dosis, cara pemberian, dan waktu yang tepat minum obat 3) Obat-obatan yang dihentikan, karena meskipun ada obat-obat tersebut sudah tidak diminum lagi oleh pasien, obat-obat tersebut tetap dibawah pulang pasien 4) Hasil pemeriksaan, termasuk pemeriksaan luar sebelum MRS dan hasil pemeriksaan selama MRS, semua diberikan ke pasien saat pulang 5) Surat-surat seperti surat keterangan sakit, surat kontrol
Dalam memaksimalkan pelaksanaan perencanaan pulang diruang anak maka dapat dilakukan sosialisasi mengenai perencanaan pulang atau discharge planning dan pembuatan liflet untuk perencanaan pulang atau discharge planning.
1
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi didapatkan bahwa gelang identifikasi pasien sering terlepas oleh karena keluarga belum paham tentang fungsi gelang.
Kurangnya informasi kepada keluarga pasien tentang fungsi penggunaan gelang.
2
Berdasarkan hasil observasi perawat di Ruangan saat timbang terima belum menggunakan komunikasi efektif melalui komunikasi SBAR dan penggunakan teknik TBAK belum optimal
Belum berjalannya timbang terima dengan menggunakan komunikasi efektif SBAR dan penggunaan cap TBAK belum optimal dimana pelaksanaannya tidak melakukan konfirmasi kembali saat ada rekomendasi dari pemberi instruksi (tidak mengeja kembali nama obat)
M5 (Mutu) Menurut (Nursalam, 2011), ketepatan identifikasi pasien meliputi standar berikut : pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunkan nomor kamar atau lokasi pasien. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan atau prosedur. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi. Teori berdasarkan PERMENKES/ RI No.1691/MENKES/PER/VII/2011 peraturan itu terkait dengan kselamatan para pasien yang dirawat di Rumah Sakit (Patient Safety) sasaran keselamatan pasien salah satunya peningkatan komunikasi efektif cara ini untuk mengembangkan pola pendekatan agar komunikasi bisa berjalan dengan efektif. Hal ini bertujuan agar komunikasi lisan terjadi dengan akurat, sehingga informasinya bisa diterapan secara konsisten
Sosialisasi kepada keluarga pasien tentang fungsi gelang pasien.
Berdasarkan hal tersebut perlu adanya kerja sama mahasiswa dan kepala ruangan untuk penggenalan komunikasi efektif melalui SBAR dan sosialisasi TBAK
Lanjutan M5 3
Berdasarkan wawancara pada perawat pelaksana diruang anak mengatakan bahwa perlunya melakukan hand hygiene dengan five moment, dengan menggunakan hand scrub atau air mengalir dengan tehnik 6 langkah cuci tangan sesuai standar WHO. Dari hasil observasi pada tanggal 19 maret 2019 di dapatkan perawat melakukan hand hygiene sesuai dengan standar tahapan WHO. Melakukan head hygiene setelah kontak dengan pasien, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan lingkungan pasien. botol botol yang berisi cairan hand scrap berada disetiap bed pasien dan tertata baik. serta berada di setiap wastafel, dan saat pemasangan tindakan invasive belum menggunakan APD.
Masih kurangnya pencegahan untuk pengurangan resiko infeksi.
menurut (Nursala, 2011) Perawat ruangan anak pengurangan resiko infeksi terkait perlu mendapatkan pelayanan kesehatan dapat pelatihan pasien safety. dilakukan dengan 1. Rumah sakit mengadopsi pedoman hand hygiene terbaru yang baru –baru ini diterbitkan dan sudah diterima secara umum (antara lain dari WHO patien safety). 2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif 3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mendukung mengurangan secara berkelanjutan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Lanjutan M5 4
Hasil wawancara dengan salah satu perawat anak pada Tanggal 19 maret 2019 di ruangan Anak bahwa terdapat gantungan pasien resiko jatuh di setiap tempat tidur pasien. skala yang dipergunakan adalah skala Humpty dumpty, dan perawat mengatakan selalu mengingatkan keluarga pasien untuk selalu memasang pengaman tempat tidur saat pasien berada ditempat tidur untuk klip penanda resiko jatuh tersimpan diruangan dan tidak terpasang digelang pasien. Dari hasil observasi pada tanggal 19 Maret 2019 di temukan gantungan resiko jatuh tidak terpasang di setiap bed pasien, tetapi di masing-masing tempat tidur terpasang pengaman tempat tidur. Di gelang pasien tidak terdapat klip penanda resiko jatuh.
Klip penanda resiko jatuh tidak terpasang digelang pasien dan penanda resiko jatuh tidak terpasang ditempat tidur pasien yang kategori resiko tinggi.
Menurut Nursalam, 2011 pengurangan resiko pasien jatuh dapat dilakukan dengan rumah sakit menerapkan proses asesmen awal resiko pasien jatuh dan melakukan pengkajian ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan. Langkah – langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko. Langkah – langkah monitor hasilnya baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak sengaja.
Mahasiswa bekerja sama dengan kepala ruangan dalam sosialisasi kembali tentang perlunya pemasangan penanda resiko jatuh pada pasien.
Terima kasih