OM SWASTYASTU
Pokok Bahasan
1. Pengertian Yadnya 2. Pengertian Bhuta Kala dan makna Bhuta Kala 3. Tingkatan Upacara Bhuta Yadnya
4. Makna segehan,caru dan tawur 5. Makna Hewan dalam upacara Hindu Bali 6. Jenis jenis sate dalam upakara 7. Pengertian dan Makna Upacara Wayang Sapuh leger
Pengertian Yadnya Yadnya merupakan pengorbanan yang tulus iklas dan tanpa pamrih yang dilandasi dengan ketulusan hati yang mulia. Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta, dari kata “Yaj” yang berarti memuja, dari “Yaj” menjadi “Yajna” artinya korban suci, jadi Yadnya adalah korban suci yang tulus iklas yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Secara garis besar Yadnya dapat dikelompokan menjadi lima bagian yang disebut dengan Panca Yadnya yaitu:
1. 2. 3. 4. 5.
Dewa Yadnya Rsi Yadnya Pitra Yadnya Manusa Yadnya Bhuta Yadnya
Pengertian Bhuta Kala dan makna Bhuta Yadnya A. Pengertian Bhuta Kala
Kata Bhuta berasal dari suku “BHU” yang berarti menjadi, ada, gelap, berbentuk, mahluk. Kemudian kata “BHU” berkembang menjadi “BHUTA” yang artinya adalah telah dijadikan ataupun diwujudkan. Sedangkan untuk kata “KALA”, berarti energi, waktu. Sehingga kata BHUTA KALA artinya adalah energy yang timbul dan mengakibatkan kegelapan. Selanjutnya pengertian menurut filsafat agama bahwasanya Bhuta Kala merupakan suatu kekuatan yang timbul sebagai akibat terjadinya suatu kekuatan di alam semesta beserta dengan isinya sehingga menimbulkan ethos kerja. Kekuatan yang dimaksud dapat mengakibatkan terjadinya keharmonisan antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit dan juga sebaliknya dapat mengakibatkan terjadinya ketidak harmonisan antara bhuana agung dengan bhuana alit.
B.
Makna Upacara Bhuta Yadnya Kalau ditinjau dari fungsinya, Fungsi upacara Bhuta Yadnya adalah sebagai sarana untuk menetralisir (nyomya) semua kekuatan-kekuatan yang bersifat Asuri Sampad (sifat keburukan) yang telah bersemayam ke dalam bhuwana agung (makrokosmos) dan Bhuwana alit (mikrokosmos), sehingga dapat mencapai bhuta hita agar keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara bhuwana agung dan bhuwana alit dapat dipertahankan secara berkesinambungan. Kalau dilihat dari segi makna pelaksanaan upacara Bhuta yadnya,maka Makna Upacara Bhuta Yadnya adalah sebagai berikut: 1. Bermakna sebagai pengeruat (penyupatan) 2. Bemakna sebagai kesejahteraan 3. Bermakna sebagai peleburan dosa 4. Bermakna sebagai korban suci (yadnya)
Tingkatan Upacara Bhuta Yadnya Tingkatan Upakara Bhuta Yadnya yang paling kecil (kanista) adalah Segehan Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang kecil disebut dengan “Segehan“, Sega berarti nasi (bahasa Jawa: sego). Oleh sebab itu, banten segehan ini isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya • Jenis-jenis segehan bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan warna nasi yang di gunakannya. Adapun jenis- jenisnya 1. Segehan Kepel dan Segehan Cacahan 2 Segehan Agung, Gelar Sanga, Banten Byakala dan Banten Prayascita. Segehan ini adalah persembahan sehari- hari yang dihaturkan kepada Kala Buchara / Buchari (Bhuta Kala) supaya tidak mengganggu
Tingkatan Upakara Bhuta Yadnya Menengah (Madya) adalah caru Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan madya ini di sebut dengan “Caru“. Pada tingkatan ini selain mempergunakan lauk pauk seperti pada segehan, maka di gunakan pula daging binatang Jenis - jenis Caru : I. Caru Eka Sata Jenis-jenis caru eka sata : a) Caru ayam brumbun/Pengruwak (berwarna putih-merahkuning- hitam) b) Caru Dengen ( menggunakan ayam putih nulus ) c) Caru Preta ( menggunakan ayam biying atau bulunya merah ) d) Caru Ananta Kusuma ( menggunakan ayam putih siyungan atau bulunya putih namun paruh dan kakinya kenuning-kuningan e)
Caru Bicaruka ( menggunakan ayam ireng mulus )
II. CARU PANCA SATA Kekuatan perlindungan dari caru Panca Sata sesuai dengan penjelasan Kala Tattwa yaitu selama satu umpek (35 hari) Perlengkapannya sama dengan caru eka sata namun dibuat 5 tanding dasar caru dimana warna dan jumlah segehan dllnya sesuai dengan pengidernya
III. CARU RSI GHANA Terdiri atas : 1.Rsi Ghana Alit dimana masa perlindungannya 6 bulan 2.Rsi Ghana Agung dimana masa perlindungannya 6 tahun Digunakan bila didalam satu pekarangan mengalami: a. Salah satu keluarga mengalami salah pati atau ngulah pati b.Salah satu bangunan disambar petir c.Kemasukan orang gila d.Bangunannya kejatuhan pohon besar hingga cacat e.Kebanjiran atau dihanyutkan banjir besar f. Menjadi tempat orang mengamuk, perang, berkelahi g.Kebakaran h.Kemasukan binatang besar i. Kemasukan bhuta kala j.Suasana keluarga memanas dan keruh 3.Rsi Ghana Madya; Kegunaannya untuk pamarisudhaning karang panas dan
sanggar atau tempat suci seperti Pura Kahyangan Tiga, Panggulan/empelan, tegalan serta sawah
IV. CARU PENOLAK MRANA ATAU GERING TEMPUR Digunakan bila terjadi : a. Tertimpa reruntuhan pohon yang besar b. Kemasukan orang mengamuk c. Kemasukan gelap d. Terjadi kebakaran e. Segala jenis kekotoran atau kadur menggalaan V.CARU PANCA SANAK MADURGHA/CARU PANCA SANAK TAWUR MADIA Digunakan pada : - Kahyangan - Pengulun setra - Pura Dalem
VI.CARU BHUTA YADNYA MEDANA-DANA/GEMPONG ASU Digunakan pada upacara Padudusan Alit Memakai bebangkit asoroh Digunakan pada : - Parahyangan - Sanggar Kabuyutan - Ring Tani-tani - Ngalinggihang Dewa ring Sanggar Parahyangan yang disebut upacara Wrhaspatikalpa Alit
VII.CARU PANCA SANAK AGUNG Dapat digunakan pada : - Desa-desa - Parahyangan Puseh, Desa,Bale Agung dan parahyangan lainnya
VIII. CARU PANCA WALIKRAMA - Caru Panca Walikrama Alit -Caru Panca Walikrama Madya -Caru Panca Walikrama Ageng IX. CARU PANCA KELUD ATAU PANCA RUPA Digunakan saat upacara “Ngalinggihang Dewa ring Parhyangan, agung alit, upacara pamungkah, pakiyisan agung/alit, mapadudusan agung/alit/madya X. CARU WALIK SUMPAH 1. Caru Walik Sumpah Nista Digunakan di Desa, Gaga dan sawah 2. Caru Walik Sumpah Madya
Tingkatan Upakara Bhuta Yadnya yang paling besar ( uttama ) adalah tawur Tawur dimulai dari tingkatan balik sumpah sampai dengan marebu bumi—sesuai dengan yang tersurat dalam lontar Bhama Kertih digolongkan sebagai upacara besar (utama) yang diselenggarakan pada pura-pura besar.. Adapun tawur ini memiliki kekuatan mulai dari 30 tahun, 100 tahun (untuk eka dasa rudra), dan 1000 tahun untuk marebu bumi. Adapun tawur dilaksanakan pada tingkatan utama, baik sebagai pangenteg linggih maupun upacaraupacara rutin yang sudah ditentukan oleh aturan sastra atau rontal pada berbagai pura besar di Bali. Tawur ini memiliki makna sebagai pamarisuddha jagat pada tingkatan kabupaten/kota, provinsi, maupun negara.
Makna Segehan, Caru, dan Tawur Segehan : persembahan sehari- hari yang dihaturkan kepada
Kala Buchara / Buchari (Bhuta Kala) supaya tidak mengganggu. Caru : untuk memohon keseimbangan dan keharmonisan. ‘Keseimbangan/keharmonisan’ yang dimaksud adalah terwujudnya ‘Trihita Karana’ yakni keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (parahyangan), sesama manusia (pawongan), dan dengan alam semesta (palemahan). Tawur : sebagai pengharmonis buwana agung (alam semesta), sebagai pamarisuddha jagat pada tingkatan kabupaten/kota, provinsi, maupun negara
Makna Hewan Dalam Upacara Hindu Bali
Makna utama penyembelihan hewan adalah
menyembelih sifat-sifat hewan yang negatif yang ada dalam diri kita. Penyembelihan hewan yang tidak berdasarkan alasan suci akan menimbulkan dosa sejumlah bulu hewan yang disembelih. Yang menyembelih akan mengalami mati yang tidak wajar dalam tiap penjelmaannya (Manawa Dhatmasastra.V.38).
Jenis-jenis Sate Dalam Upacara 1. Sate Asem, terbuat dari lemak, usus halus atau jeroan lainnya. Ia merupakan simbol Cakra, senjata Dewa Wisnu. 2. Sate Suduk Ro, terbuat dari daging. Ia melambangkan Angkus, senjata Sang Hyang Sankara. 3. Sate Jepit atau sate lembat merupakan simbol Bajra, senjata Dewa Iswara. 4. Sate Jepit Balung melambangkan Naga Pasa, sebagai senjata Sang Hyang Mahadewa. 5. Sate Kuung dibuat dari lemak yang menempel pada kulit atau daging. Sate ini juga disebut sate cempaka karena bentuknya menyerupai bunga cempaka. Sate ini simbol Padma, senjata Sang Hyang Siwa. 6. Sate Srapah terbuat dari lambung babi atau jeroan lainnya. Sate ini melambangkan Dupa, senjata Sang Hyang Mahesora. 7. Sate Sepit Gunting terbuat dari lemak yang menempel pada kulit babi dan hati. Setelah direbus matang kemudian digoreng hingga kering. Sate ini merupakan simbol Trisula, senjata Dewa Sambu. 8. Bahan sate letlet adalah daging yang digiling lumat, dicampur dengan santan kental dan diisi bumbu. Sate ini melambangkan Moksala, senjata Dewa Rudra. 9. Sate lembat dibuat dari serat daging paha, ditumbuk atau digilas halus, dicampur bumbu ulig (bumbu yang digilas), diisi kelapa yang telah diparut. Sate ini simbol Gada, senjata Dewa Brahma. 10.Sate panyegjeg sebagai panebasan dalam yama purwa tattwa disebutkan sate tersebut berisi nasi setengah matang.
Pengertian dan makna Upacara Wayang Sapuh Leger Istilah sapuh leger berasal dari kata dasar “sapuh” dan
“leger”. Dalam kamus Bali-Indonesia, terdapat kata sapuh yang artinya membersihkan, dan kata leger sinonim dengan kata leget (bahasa jawa) yang artinya tercemar atau kotor. Sehingga secara etimologi sapuh leger diartikan pembersihan atau penyucian dari keadaan tercemar atau kotor. Secara keseluruhan, wayang sapuh leger adalah suatu drama ritual dengan sarana pertunjukkan wayang kulit yang bertujuan untuk pembersihan atau penyucian diri seseorang akibat tercemar atau kotor secara rohani.
OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM