EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR PPOK
Paper ini dikerjakan sebagai pertimbangan untuk penilaian mata kuliah : Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Semester 4 2018
PATOFISIOLOGI Menurut perkiraan WHO, 65 juta orang mengalami penyakit paru obstruktif kronis sedang atau berat (PPOK). Lebih dari 3 juta orang meninggal karena COPD pada tahun 2005, yang setara dengan 5% dari semua kematian secara global. Sebagian besar informasi yang tersedia pada prevalensi PPOK, morbiditas dan mortalitas berasal dari negara-negara berpenghasilan tinggi. Bahkan di negara-negara tersebut, data epidemiologi akurat pada PPOK sulit dan mahal untuk dikumpulkan. Diketahui bahwa hampir 90% kematian PPOK terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.Pada suatu waktu, COPD lebih sering terjadi pada pria, tetapi karena peningkatan penggunaan tembakau di kalangan wanita di negara-negara berpenghasilan tinggi dan risiko yang lebih tinggi dari paparan polusi udara dalam ruangan (seperti bahan bakar biomassa yang digunakan untuk memasak dan pemanasan) di negara-negara berpenghasilan rendah. , penyakit ini sekarang mempengaruhi pria dan wanita hampir sama. Pada 2002 COPD adalah penyebab kematian nomor lima. Total kematian akibat COPD diproyeksikan meningkat lebih dari 30% dalam 10 tahun ke depan kecuali tindakan segera diambil untuk mengurangi faktor risiko yang mendasari, terutama penggunaan tembakau. Perkiraan menunjukkan bahwa COPD menjadi tahun 2030 penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. PPOK adalah penyakit kronis saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat (semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh pajanan faktor risiko seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan pengobatan. Didefinisikan sebagai PPOK jika pernah mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan/atau bertambah dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak napas disertai batuk berdahak dan nilai Indeks Brinkman ≥200. Indeks Brinkman adalah jumlah batang rokok yang diisap, dihitung sebagai lama merokok (dalam tahun) dikalikan dengan jumlah rokok yang diisap per hari. Hasil yang didapat melalui kuesioner akan lebih rendah dibanding pemeriksaan spirometri karena PPOK baru ada keluhan bila fungsi paru sudah menurun banyak. Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih
sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Mansjoer, 2001) Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir,eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam dan
menyebabkan
darah
arteri
(hiperkapnia)
asidosis respirastorius individu dengan emfisema mengalami
obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.(Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman, 2000) Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer,parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratsakit. Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebasmempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik
neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrienB4, tumuor necrosis factor(TNF), monocyte chemotactic peptide(MCP)-1 dan reactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat
parenkim
alveolar dan hipersekresi
mukus.
paru sehingga Rangsangan
timbul sel
kerusakan
epitel
akan
dinding menyebabkan
dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubahmenjadi anion hipohalida (HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok.
DISTRIBUSI GEOGRAFIS Data penyakit tidak menular didapat melalui pertanyaan/wawancara responden tentang penyakit tidak menular yang terdiri dari: (1) asma, (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), (3) kanker, (4) diabetes melitus (DM), (5) hipertiroid. (6) hipertensi, (7) jantung koroner, (8) gagal jantung, (9) stroke, (10) gagal ginjal kronis (GGK), (11) batu ginjal, (12) penyakit sendi/rematik. Untuk data penyakit paru obstruksi kronis diambil dari responden umur >30 tahun. PPOK hanya ada pada RKD 2013.
Tabel 3.5.1 mencakup informasi prevalensi asma, PPOK, dan kanker di Indonesia masingmasing 4,5 persen, 3,7 persen, dan 1,4 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,1‰), diikuti Jawa Tengah (2,1‰), Bali (2‰), Bengkulu, dan DKI Jakarta masing-masing 1,9 per mil.
Dari tabel 3.5.2 menurut karakteristik terlihat prevalensi asma, PPOK, dan kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi asma pada kelompok umur ≥45 tahun mulai menurun. Prevalensi kanker agak tinggi pada bayi (0,3‰) dan meningkat pada umur ≥15 tahun, dan tertinggi pada umur ≥75 tahun (5‰). Prevalensi asma dan kanker pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki, PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Prevalensi asma terlihat sama antara perkotaan dan perdesaan, PPOK lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi kanker di kota cenderung lebih tinggi dari pada di desa. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Asma cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Pada penyakit kanker, prevalensi cenderung lebih tinggi pada pendidikan tinggi dan pada kelompok dengan kuintil indeks kepemilikan teratas.
TREN DARI WAKTU KE WAKTU
FAKTOR RESIKO
PENCEGAHAN