Ppok Kelompok 4.docx

  • Uploaded by: ASMIYAH
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ppok Kelompok 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,253
  • Pages: 36
MAKALAH PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

DISUSUN OLEH : ASMIYAH

142 2017 0018

DELLA RELYANA

142 2017 0001

ENDANG ASTUTI

142 2017 0023

DELVINA RAHMADANI

142 2017 0008

NURHAINI

142 2017 0017

SUPARDIN

142 2017 0053

SUMARNO

142 2017 0029

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 25 Maret 2019 Penulis

i

DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................................................................... i Daftar Isi.............................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2 C. Tujuan...................................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3 A. Pengertian penyakit paru obstruktif kronik ............................................. 3 B. Anatomi dan fisiologi penyakit paru obstruktif kronik ........................... 4 C. Etiologi dan Patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik .....................10 D. Manifestasi klinik ....................................................................................12 E. Farmakologi penyakit paru obstruktif kronik ..........................................12 F. Pemeriksaan diagnostik penyakit paru obstruktif kronik ........................16 G.

Terapi penyakit paru obstruktif kronik .................................................18

H. Askep penyakit paru obstruktif kronik ....................................................19 BAB III PENUTUP ............................................................................................31 A. Kesimpulan .............................................................................................31 B. Saran ........................................................................................................31 Daftar Pustaka

ii

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, angka kejadian PPOK akan terus meningkat setiap tahunnya dikarenakan tingginya peningkatan faktor risiko PPOK, diantaranya disebabkan meningkatnya jumlah perokok, perkembangan daerah industri dan polusi udara baik dari pabrik maupun kendaraan bermotor, terutama di kotakota besar dan lokasi industri serta pertambangan. Selain itu, peningkatan usia harapan hidup menyebabkan peningkatan jumlah penduduk usia tua yang ikut berperan terhadap peningkatan insiden PPOK. Kejadian PPOK sendiri lebih sering terjadi pada penduduk usia menengah hingga lanjut, lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan, serta kondisi sosial ekonomi yang rendah dan pemukiman yang padat. Menurut data World Health Organization (WHO) 2012, bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang mengancam jiwa. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005 dan diprediksikan bahwa total kematian PPOK akan meningkat 30% dalam 10 tahun(WHO, 2012). Pada tahun 2004, PPOK menduduki peringkat ke-4 dengan Proportional Mortality Ratio (PMR) 9,7% dari 10 penyebab kematian utama. Pada tahun 2002, 2004, dan 2005 PMR akibat PPOK di negara maju masingmasing sebesar 3,9%, 3,5%, dan 3,9%. Angka-angka tersebut menunjukkan semakin meningkatnya angka kematian akibat PPOK (WHO, 2007). Secara definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit pernafasan yang bersifat kronis progresif. PPOK merupakan permasalahan global yang terjadi di masyarakat hingga sekarang yang disebabkan oleh karena angka kejadian serta angka kematian yang terus meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia. PPOK yang merupakan penyakit kronis gangguan aliran udara merupakan penyakit yang tidak sepenuhnya dapat disembuhkan. Gangguan aliran udara ini umumnya bersifat

1

progresif dan persisten serta berkaitan dengan respon radang yang tidak normal dari paru akibat gas atau partikel yang bersifat merusak. Namun serangan akut PPOK dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor pemicu serangan akut tersebut.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ? 2. Bagaimana anatomi dan fisiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ? 3. Bagaimana

etiologi dan patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK) ? 4. Bagaimana farmakologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ? 5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)? 6. Bagaimana terapi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ? 7. Bagaimana konsep askep penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit paru obstruktif 2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari penyakit paru obstruktif kronik 3. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik 4. Untuk mengetahui farmakologi penykit paru obstruktif kronik 5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik penyakit paru obstruktif kronik 6. Untuk mengetahui terapi penyakit paru obstruktif kronik 7. Untuk mengetahui konsep askep penyakit paru obstruktif kronik

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal COPD adalah: Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale(S Meltzer,2001 : 595)Secara definisi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dapat disebut sebagai penyakit kronis progresif pada paru yang ditandai oleh adanya hambatan atau sumbatan aliran udara yang bersifat irreversible atau reversible sebagian dan menimbulkan konsekuensi ekstrapulmoner bermakna yang berkontribusi terhadap tingkat keparahan pasien.PPOK biasanya berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya dalam udara. PPOK merupakan suatu penyakit multikomponen yang dicirikan oleh terjadinya hipersekresi mukus, penyempitan jalan napas, dan kerusakan alveoli paru-paru. Penyakit tersebut bisa merupakan kondisi terkait bronkitis kronis, emfisema, atau gabungan keduanya. Pada PPOK, seringkali ditemukan bronkitis kronik dan emfisema bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis yang menimbulkan dahak selama minimal 3 bulan dalam setahun, sekurangkurangnya dua tahun berturut-turut dan tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal pada bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolus. Tidak jarang penderita bronkitis kronik juga

3

memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

B. Anatomi dan fisiologi Sistem Pernafasan 1. Anatomi fisiologi sistem pernafasan

a. Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septumnasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung b. Faring merupakan tempat persimpangan antara jalanpernapasan dan

jalan

dibelakang

makanan, rongga

terdapat

hidung,

di

dan

bawah

mulut

dasar

sebelah

tengkorak, depan

ruas

tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungandengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernamaistmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus) c. Laring

atau

pangkal

tenggorokan

merupakan

saluran

udara

danbertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faringsampai dalam

ketinggian

trakhea

vertebra

servikal

dan

masuk

ke

dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat

4

ditutup

oleh

sebuah

empangtenggorokan yang biasanya disebut

epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulangrawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. d. Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yangdibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulangtulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar

yang disebut

sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri darijarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos e. Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang,cabang yang lebih kecil

5

disebut bronkiolus (bronkioli). Pada

bronkioli

tidak

terdapat

cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa(alveoli). Bronkus

pulmonaris, trakea

terbelah menjadi dua bronkus utama :bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannyamenjelajahi paru-paru,bronkus-bronkus berantinglagi

banyak

pulmonaris sekali.

bercabang

Saluran

mempertahankan struktur serupadengan

dan

besar

yang

dari

trakea

yang

mempunyai diinding fibrosa berotot yangmengandung bahan tulang

rawan

dan

dilapisi

epitelium

bersilia.

Makin

kecilsalurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dindingfibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluranyang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulaiberubah

sifatnya

:

lapisan

epitelium bersilia diganti dengan sel epiteliumyang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalamdindingnya dijumpai kantong-kantong udaraitu . kantong udara atau alveoliitu terdiri atas satu lapis tunggal

sel

epitelium

pipih, dan

disinilah darahhampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darahkapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas

pun

terjadi.Pembuluh

darahdalam

paru-paru.

Arteri

pulmonaris membawa darah yang sudah tidakmengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru; cabangcabangnya cabang

menyentuh

saluran-saluran

bronkial,

bercabang-

lagisampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah

belah dan membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit , maka praktis dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat garis tungggal. Alirannnya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang

6

merupakan fungsi pernafasan. Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan keseluruh tubuh melalui aorta. Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen kedalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu dihantarkan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persendian darah ganda. Hilus (tampuk) paru-paru dibentuk oleh struktur berikut:Arteri pulmonaris, yang mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru-paru untuk diisi Oksigen, vena pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paruparu

ke

jantung.Bronkus

yang

bercabang

dan

beranting

membentuk pohon bronkial, merupakan jalan utama udara.Arteri bronkialis, keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru. Vena bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kavasuperior. yang

masukkeluar

Paru-paru

mendapat

simpati. Kelenjar

paru-paru,

Semua

limfe,

sangatbanyak.Persyarafan .

pelayanan dari

limfe.

Pembuluh

saraf

pembuluh

vagus limfe

dansaraf yang

menjelajahi struktur paru-paru dapat menyalurkan kedalam kelenjar yang ada ditampuk paru-paru. Pleura, setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk kedalam fisura, dan

7

dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali disebelah tampuk paruparu dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis,

bagian

yang

menutupi

diafragma adalah

pleura

diafragmatika, dan bagian yang terletak dileher ialah pleura servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran supra pleuralis (fasia sibson) dan diatas membran ini terletak itu

terdapat

arteri subklavia. Diantara kedua lapisan pleura sedikit

eksudat

untuk minyaki permukaannya

dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernafas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan . ruang atau rongga pleuraitu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas. f.

Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks(puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi dari pada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga thoraks,diatas diafraghma.

Paru-paru

mempunyai

permukaan

luar

yang

menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan jantung. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus

8

tersusun atas lobula. Jaringan paru-paru elastis,berpori, dan seperti spons. C. Fisiologi Pernafasan Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida .pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu

membran

alveoli

kapiler,yang

memisahkan

oksigen

dari

darah.Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel

darahmerah

dan

dibawa

ke

jantung.Dari

sini

dipompa

didalamarteri kesemuabagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.Didalamparu-paru,karbondioksida,

salah satu

hasil

buangan metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dipanaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna : 1) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2) Arus darah melalui paru-paru. 3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh. 4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi dari pada oksigen. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

9

merangsang pusat pernafasan dalam otakuntuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasiini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2 Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh danakhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida. Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan). Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan tenang. Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paru-paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru),dan kelemahan otot pernafasan.

D. Patofisiologi dan Etiologi 1. Etiologi Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain : b. Kebiasaan merokok c. Polusi udara d. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja

10

e. Riwayat infeksi saluran nafas f. Bersifat genetik yaitudifisiensiα-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer, 2001) Sebagian besar penyebab PPOK adalah merokok (asap rokok), karena hampir seluruh perokok mengalami penurunan fungsi paru meskipun tergantung dari banyaknya dan lamanya merokok. Komponen aktif dari tembakau akan mengaktifasi sel inflamatori yang akan menghasilkan serta melepaskan mediator inflamasi yang akan memicu obstruksi paru (Antariksa, dkk., 2011). Penyebab utama eksaserbasi antara lain adalah bakteri dan virus, populasiudara, cuaca dingin dan putus obat. Sebanyak 50% pasien memiliki jumlah bakteri patogen yang banyak pada saluran napas bawah selama eksaserbasi (Babar, 2003).

2. Patofisiologi Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan inidapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Padabronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi

lebih

sempit.

Berkelok-kelok,

dan

berobliterasi.

Penyempitan initerjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempitkarena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema

paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya

elastisitas paru-paru.(Mansjoer, 2001) Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu:inflamasi

dan

pembengkakan

bronki,

produksi

lendir

yang

berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusiudara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan,area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara18 kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir,eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan

11

peningkatan tekanankarbon menyebabkan

dalam

darah

arteri

(hiperkapnia)

dan

asidosis respirastorius individu dengan emfisema mengalami

obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. (Mansjoer, 2001)(Diane C. Baughman, 2000)

E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah : 1. Batuk 2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen ataumukopurulen 3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas(mansjoer, 2001)

F. Farmakologi Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka kematian. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit. Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lainseperti

12

kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator : a. Golongan antikolinergik. Digunakan

pada

derajat

ringan

sampai

berat,

disamping

sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari). b. Golonganβ– 2 agonis. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. c. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis. Kombinasi kedua golongan obat ini aka memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. d. Golongan xantin. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

13

Adapun terapi farmakologi yaitu : 1. Bronkodilator Beta2-agonist kerja pendek dengan atau tanpa antikolinergik kerja pendek merupakan terapi bronkodilator utama pada pasien PPOK dengan eksaserbasi. Tidak terdapat perbedaan efek yang signifikan antara penggunaan metered dose inhaler (MDI) dan nebulizer. Pasien yang tidak mendapatkan nebul secara berlanjut dapat menggunakan MDI inhaler 1 semprot setiap 1 jam untuk 2-3 dosis dan setiap 2-4 jam berdasarkan respon pasien. 2. Glukokortikoid Sistemik glukokortikoid pada pasien PPOK dapat menurunkan waktu eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru. Selain itu juga memperbaiki risiko kejadian berulang, kegagalan terapi dan lamanya dirawat di rumah sakit. Terapi prednisolon oral memiliki efektivitas yang sama dengan terapi

intravena

dan

nebul

budesonide

dapat

sebagai

alternatif

kortikosteroid oral pada terapi PPOK eksaserbasi. 3. Antibiotik Pemberian antibiotik berdasarkan gejala klinis infeksi bakteri seperti peningkatan produksi dan konsistensi sputum. Antibiotik dapat diberikan apabila pasien memiliki gejala cardinal seperti sesak , peningkatan volume dan konsistensi sputum, terdapat 2 gejala dari 3 gejala, terdapat peningkatan konsistensi sputum sebagai salah satu gejala dari 2 gejala atau memerlukan ventilasi mekanik (invasive atau noninvasive). Lama pemberian antibiotik adalah 5-7 hari. Pemilihan antibiotik berdasarkan resistensi bakteri lokal, biasanya dimulai dengan terapi empiris aminopenicillin dengan asam clavulanic, macrolide atau tetracycline. Pada pasien dengan eksaserbasi yang berulang, keterbatasan aliran udara, dan/atau eksaserbasi yang membutuhkan ventilasi mekanik, hasil kultur yang menunjukkan bakteri gram negatif, dapat menunjukkan gejala resisten terhadap antibiotik tersebut. Pemberian secara oral atau intravena,

14

tergantung kemampuan pasien, namun lebih disarankan diberikan secara oral. 4. Terapi pendukung Terapi ini diberikan berdasarkan kondisi pasien seperti kebutuhan keseimbangan cairan, diuretik, antikoagulan apabila terdapat indikasi atau penyakit komorbid diikuti dengan edukasi berhenti merokok. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, PPOK dengan eksaserbasi meningkatkan risiko terjadinya deep vein thrombosis, emboli paru, sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan. 5. Terapi oksigen Terapi oksigen harus dititrasi pada pasien dengan hipoksemia dengan saturasi target 88-92%. Ketika memulai terapi oksigen, analisa gas darah harus dilakukan untuk mengetahui oksigenasi tanpa retensi karbodioksida dan/atau asidosis yang memburuk. Pemberian oksigen dengan masker venturi menunjukkan hasil yang akurat dibandingkan dengan nasal prongs. 6. Terapi ventilasi Pemberian terapi ventilasi pada kasus PPOK eksaserbasi dapat secara noninvasive (nasal atau facial mask) atau invasive (oro-tracheal tube atau tracheostomy), Ventilasi mekanik noninvasive diberikan pada pasien gagal nafas akut yang sudah hospitalisasi dan mengalami PPOK eksaserbasi. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat perbaikan oksigenasi dan asidosis respirasi akut, peningkatan pH dan penurunan PaCO2, penurunan laju pernafasan, dan sesak. Namun, memiliki komplikasi berupa pneumonia yang berhubungan dengan ventilator dan lamanya hospitalisasi. Ventilasi mekanik invasive diberikan dengan indikasi kegagalan terapi ventilasi mekanik non-invasive sebagai terapi pertama pada gagal nafas akut, PPOK eksaserbasi. Efek samping yang ditimbulkan berupa risiko infeksi pneumonia (multi-resisten organisme), barotrauma dan volutrauma.

15

G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Fisik Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru yang signifikan.Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: a. Inspeksi 1) Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong) 2) Terdapatpurselipsbreathing

(sepertiorangmeniup)

3) Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas b. Palpasi Sela iga melebar c. Perkusi Hipersonor d. Auskultasi 1) Fremitus melemah 2) Suara nafas vesikuler melemah atau normal 3) Ekspirasi memanjang 4) Bunyi jantung menjauh 5) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa 2. Pemeriksaan Penunjang a.

Pemeriksaan Spirometri Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan spirometri.The National Heart, Lung, dan Darah Institute merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak persisten.Meskipun spirometri merupakan

16

gold standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut. 1) Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal 2) Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1 Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80% 3) Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80% 4) Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih sering terjadi. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% 5) Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% 17

b. Pemeriksaan Penunjang lain Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun beberapa tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi berulang atau tahunan dan computedtomography untuk memonitor kanker paru-paru.

Hitung

darah

lengkap

harusdilakukan

untuk

menyingkirkan anemia atau polisitemia.Hal ini wajar untuk melakukan elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tanda-tanda corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur harus dilakukan untukmengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan oksigen tambahan.

H. Terapi PPOK 1. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan : a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi, Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat. b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO\ c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

18

d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan. 2.Terapi jangka panjang di lakukan : a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,250,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut. b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru. c. Fisioterapi I. Asuhan Keperawatan PPOK 1. Pengkajian Fokus a. Identitas Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit. b. Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh adanya sesak nafas. c. Riwayat penyakit sekarang Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit. d. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis atau penyakit menular yang lain.

19

e. Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam keluarga. f. Pola fungi kesehatan Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon : 

Persepsi terhadap kesehatan Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkanperubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.



Pola aktivitas dan latihan Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitismengalami

keletihan,

dan

kelemahan

dalam

melakukan aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang dialami. 

Pola istirahat dan tidur Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunyaadalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler. Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahatkarena untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitasyang berlebih.



Pola nutrisi-metabolik Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah padapasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuhyang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.



Pola eliminasi Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguanpada kebiasaan BAB dan BAK.

20



Pola hubungan dengan orang lain Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akanmempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.



Pola persepsi dan konsep diri Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).



Pola reproduksi dan seksual Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami perubahan.



Pola mekanisme koping Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.



Pola nilai dan kepercayaan Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.

g. Pemeriksaan Fisik 1) paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyironchi, atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisadidapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia. 2) kardiovaskuler

:

TD

menurun,

diaforesis

terjadi

pada

minggupertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung denganadanya bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada. 3) neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis keapatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanyakelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas. 21

4) perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguaneliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine. 5) Pencernaan Inspeksi

:kaji

adanya

mual,muntah,kembung,adanya

distensiabdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi. Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus. Perkusi

:kaji

adanya

bunyi

tympani

abdomen

akibat

adanyakembung. Palpasi

:adanya

hepatomegali,

splenomegali,

mengidentifikasiadanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekanpada abdomen. 6) Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanyasianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.

2. Diagnosis keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif Definisinya : ketidak mampuan untuk memebersihkan sekresi atau obstruksi

dari

saluran

pernafasan

untuk

kebersiham jalan nafas. Batasan karakteristik : 1) Dispneu, penurunan suara nafas 2) Ortopneu 3) Cyanosis 4) Kelainan suara nafas (rales, wheezing) 5) Kesulitan berbicara 6) Batuk, tidak efektif atau tidak ada 7) Mata melebar 8) Produksi sputum 9) Gelisah 10)

Perubahan frekuensi dan irama nafas

22

mempertahankan

Faktor-faktor yang berhubungan : 1. Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasifPOK, infeksi 2. Fisiologi : disfungsi neuromuscular, hyperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma 3. Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing dijalan nafas. b. Pola nafas tidak efektif Definisi : pertukaran udarainspirasi dan ekspiraasi tidak adekuat Batasan karakteristik : 1) Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi 2) Penurunan pertukaran udara per menit 3) Menggunakan otot pernafasan tambahan 4) Nasal flaring 5) Dyspnea 6) Orthopnea 7) Perubahan penyimpangan dada 8) Nafas pendek 9) Assumption of 3point position 10) Pernafasan pursed-lip 11) Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama 12) Peningkatan diameter anterior dan posterior 13) Pernafasan rata-rata/minimal  Bayi : < 25atau > 60  Usia 1-4 : < 20 atau > 30  Usia 5-14 : < 14 atau > 25  Usia >14 : <11 atau > 24

23

14)

Kedalaman pernafasan  Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat  Bayi volume tidalnya 6-8 ml/kg

15)

Timing rasio

16)

Penurunan kapasitas vital

Faktor yang berhubungan : 1)

Hiperventilasi

2)

Deformitas tulang

3)

Kelainan bentuk dindiing dada

4)

Penurunan energy/kelelahan

5)

Perussakan/pelemahan muskulo-skeletal

6)

Obesitas

7)

Posisi tubuh

8)

Kelelahan otot pernafasan

9)

Hipoventilasi sindrom

10)

Nyeri

11)

Kecemasan

12)

Disfungsi neuromuskuler

13)

Kerusakan persepsi/kognitif

14)

Perlukaan pada jaringan saraf tulang belakang

15)

Imaturitas neurologis

c. Gangguan pertukaran gas Definisi : kelebihan atau kekurangan dlam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membrane kapiler alveoli Batasan karakteristik : 1) Gangguan penglihatan 2) Penurunan CO2 3) Takikardi 4) Hiperkapnia 5) Keletihan 6) Somnolen

24

7) Iritabilitas 8) Hypoxia 9) Kebingungan 10) Dyspnoe 11) Nasal faring 12) AGD Normal 13) Sianosis 14) Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) 15) Hipoksemia 16) Hiperkarbia 17) Sakit kepala ketika bangun 18) Drekuensi dan kedalaman nafas abnormal Faktor-faktor yang berhubungan : 1) Ketidakseimbangan perfusi ventilasi 2) Perubahan membrane kapiler-alveolar 3. Intervensi (NIC) a. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NIC : Airway Suction 1) Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning 2) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning 3) Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 4) Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan 5) Berikan 02 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal 6) Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan 7) Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 8) Monitor status oksigen pasien 9) Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction

25

10) Hentikan suk=ction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan bradikardi, peningkatan saturasi O2 dan lain-lain Airway Management 1) Buka jalan nadas, gunakan teknik chinlift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisoterapi dada jika perlu 6) Keluarkan secret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu 10) Berika pelembab udara kassa basah NaCl lembab 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan 12) Monitor respirasi dan status O2 b. Pola Nafas tidak efektif NIC Airway management 1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6) Keluarkan secret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu 10) Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab

26

11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan 12) Monitor respirasi dan status O2 Terapi Oksigen : 1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 2) Pertahankan jalan nafas yang paten 3) Atur peralatan oksigenasi 4) Monitor aliran oksigen 5) Pertahankan posisi pasien 6) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi 7) Monitor adanya kecemasan psien terhadap oksigenasi Vital sign monitoring : 1) Monitor Tekanan darah, suhu, dan RR 2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3) Monitor VS data pasien berbaring, duduk atau beridri 4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum selama dan setelah aktivitas 6) Monitor kualitas dari nadi 7) Monitor frekuensi dan irama pernapasan 8) Monitor suara paru 9) Monitor pola pernafasan abnormal 10) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit 11) Monitor sianosis perifer 12) Monitpr adanya cushing triad (tekanan nadi yangmelebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13) Identifikasi penyebab dar perubahan vital sign c. Gangguan Pertukaran gas NIC Airway Mangement :

27

1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6) Keluarkan secret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu 10) Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan 12) Monitor respirasi dan status O2 Respiratory monitoring 1) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclacicular dan intercostals 3) Monitor suara nafas seperti dengkur 4) Monitor

pola

nafas:

bradipneu,

takipneu

,

kussmaul,

hiperventilasi cheyne stokes, biot. 5) Catat lokasi trakea 6) Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) 7) Auskultasi suara nafas catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 8) Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama 9) Auskultasi suara

paru stelah tindakan untuk mengetahui

hasilnya

28

4. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) a. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : 1)

Respiratory status: ventilation

2)

Respiratory status: airway patency

3)

Aspiration control

Kriteria hasil : 1)

Mendemonstrasikan batul efektif dan suara nafas yang bersih,

tidak

ada

sianopsis

dan

dyspneu

(mampu

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah tidak ada pursed lips) 2)

Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dlam rentang normal. Tidak ada suara nafas abnormal)

3)

Mampu mengindentifikasi dan mencegah faktor yang dapat meng hambat jalan nafas

b. Pola Nafas tidak Efektif NOC : 1) Respiratory status: ventilation 2) Respiratory status: airway patency 3) Vital sign status Kriteria hasil : 1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan auara nadas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeeluaran sputum, mamou bernafas dengan mudah tidaak ada pursed lips) 2) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak meras tercekik, irama nadas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidaka da suara nafas abnormal) 3) Tanda-tanda vital dlam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

29

c. Gangguan pertukaran gas NOC : 1) Respiratory Status: Gas Exchange 2) Respiratory Status: ventilation 3) Vital sign status Kriteria Hasil : 1) Mendemostrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2) Memeliahra kebersihan paru-paru dan bebas dari bebas dari tanda-tanda distress pernafasan 3) Mendemonstrasikan batuk efektif dan saura nafas yang bersih, tidak ada sianopsis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

5. Evaluasi Evaluasi Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Evaluasi yang diharapkan pada pasien PPOK/PPOM adalah: 1. Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi nafas bersih tidak ada dispnea dan sianosis. 2. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi. 3. Mempertahankan atau meningkatkan berat badan. 4. Tidak adanya infeksi 5. Klien paham mengenai penyakitnya dan tindakan yang dilakukan

30

BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Paru Obstruksi Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit paru kronik berupa obstruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible yang diasosiasikan dengan respon inflamsi abnormal paru terhadap gas berbahaya ataupun partikel asing. Faktor resiko yang berkaitan dengan PPOK adalah faktor herediter yaitu defisiensi alpha – 1 antitripsin, kebiasaan merokok, riwayat terpapar polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, hipereaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang. Manifestasi klinis pasien PPOK adalah batuk kronis, berdahak kronis, dan sesak nafas. Diagnosis pada pasien PPOK dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tujuan penatalaksaan PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru dan meningkatkan kualitas hidup penderita.

B. Saran Adapun saran dari kami yaitu, untuk lebih memahami dan memperdalam pengetahuan mengenai konsep medis dan konsep proses keperawatan dari PPOK, pembaca bisa membuka referensi yang lebih lengkap

31

DAFTAR PUSTAKA

Manurung, Nixson.2018. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2. (Konsep mind mapping dan Nanda Nic Noc) Jakarta : Trans Info Media. Lemone Priscilla,Karen M. Burker,dkk.2017 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi. Jakarta : EGC Potter Ann Patricia.2009.Fundamental Keperawatan.Jakarta:Elsevier Kazier,dkk.2016.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta: EGC

32

Related Documents

Ppok Kelompok 4.docx
October 2019 19
Ppok
June 2020 19
Ppok
October 2019 40
Ppok Iyas.docx
November 2019 21
Diagnosis Ppok
June 2020 14
Ppok .pptx
December 2019 30

More Documents from "laras"

Ppok Kelompok 4.docx
October 2019 19