Positivisme.doc

  • Uploaded by: Dedy Dedicate Dedication
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Positivisme.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,715
  • Pages: 18
MAKNA FILSAFAT ILMU DAN OBJEK KAJIANNYA (Pendekatan Positivisme Dalam Filsafat Ilmu ) Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pengampu: Dr.E. Kus Eddy Sartono, M.Si.

Oleh: MIFTAKHUDDIN

NIM. 18712251017

DEDI ISNANTO

NIM.18712251009

RISKI SRIKONITA

NIM. 18712251002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2018 1

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim Assalamualaikum wr.wb Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita yakni nabi Muhammad saw serta keluarga, para sahabat rosul dan umatnya hingga yaumul akhir. Semoga tugas dan makalah dapat memberikan manfaat pengetahuan kepada penulis, teman-teman satu kelas, dan dapat diterima oleh Bapak Dr.E. Kus Eddy Sartono, M.Si. selaku dosen pengampu mata Filsafat Ilmu. Penulis memohon maaf apabila dalam penulian tugas ini terdapat kesalahan dan kurang sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan acuan dan tolok ukur dalam pembuatan tugas selanjutnya agar hasilnya lebih baik. Wassalamualaikum wr. wb.

Yogyakarta, 02 November 2018

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................

2

DAFTAR ISI...............................................................................................

3

BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................... Rumusan Masalah.......................................................................... Tujuan Penulisan............................................................................ Manfaat ………………………………………………………….

4 4 4 4

BAB II : PEMBAHASAN Riwayat Hidup Auguste Comte..................................................... Pengertian Positivisme................................................................... Tiga Zaman Pemikiran Manusia Munuju Postivisme.................... Penggolongan Ilmu Pengetahuan menurut Aguste Comte............ Alturisme dan Agama Humanisme Aguste Comte........................

6 8 9 13 16

BAB III : KESIMPULAN .......................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

19

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Secara umum filsafat adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah. Dengan 3

mempelajari filsafat, kita akan bisa memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan, tentang nilai-nilai hidup, dan tentang pengalaman kita sebagai manusia. Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti tentang kebenaran, akal budi, dan keberadaan kita sebagai manusia, juga dibahas dengan kritis, rasional, serta mendalam. Cakupan filsafat sangatlah luas, maka munculah berbagai cabang filsafat berdasarkan apa yang dipelajarinya, salah satunya adalah filsafat ilmu. Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menyelediki sedalam dan seluas mungkin segala sesuai mengenai ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya (Semiawan, Setiawan, & Yufiarti, 2011, p. 147). Aliran-aliran filsafat yang bermacam-macam memberikan sudut pandang tersendiri bagi kajian filsafat ilmu. Pandangan-pandangan tersebut akan memberikan kelengkapan prespektif dari sebuah ilmu, bagaimana pola pikir dan sejarah pandangan-pandangan tersebut dapat terbentuk untuk saling mengekapi kekurangan antara satu dengan yang lain. Makalah ini membahas tentang tentang salah satunya, yaitu pendekatan positivism terhadap filsafat ilmu. RUMUSAN MASALAH Makalah ini akan membahas tentang 1. Bagaimana pendekatan pandangan positivism terhadap filsafat ilmu ? 2. Bagaimana pemikiran manusia mempengaruhi struktur ilmu dalam positivisme? TUJUAN Tujuan dari makalah ini adalah 1. Mengetahui sejarah dan pengertian Positivime. 2. Mengetahui perkembangan pemikiran manusia dari segi Positivisme 3. Mengetahui struktur ilmu pengetahuan dari sedi Positivisme. MANFAAT Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah 1. Sebagai salah satu upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pandangan positivism terhadap filsafat ilmu. 4

2. Sebagai wadah untuk mengembangkan potensi penulis dalam pembuatan karya tulis.

BAB II PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Auguste Comte Riwayat hidup adalah hal yang penting untuk mempelajari pola pikir atau jalan berpikir seseorang. Melalui biografi, kita menjadi lebih paham akan latar belakang yang medasari bagaimana sebuah teori pemikiran dicetuskan. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari sedikit biografi Auguste Comte, sehingga akan lebih mudah memahami apa teori positivism yang dicetuskan olehnya. Auguste Comte lahir di Montpellier, Prancis pada tahun 1798. Auguste Comte lahir dari kalangan bangsawan yang dalam masa pergolakan politik (Revolusi Perancis), social, dan intelektual. Auguste Comte terkenal sebagai oeang yang keras kepala dan suka memberontak. Comte memperoleh pendidikan matematika namun lebih konsen dalam masalah kemanusiaan dan social. Dalam perkembangannya, Comte bertemu dengan seseorang yang cukup berpengaruh bernama Saint Simon. Mereka berdua saling melengkapi. Tapi

5

setelah tujuh tahun terjadi perdebatan sehingga mereka berpisah. Setelah itu dia menderita gejala paranoid dengan sering menyerang lawan-lwannya dengan kasar. Sampai dia menderita gangguan mental hingga berusaha bunuh diri. Kondisi ekonomi Compe juga pas-pasan. Pergaulan Comte dengan kaum hawa juga banyak mempengaruhi pemikirannya. Ketika sedang mengembvangkan pemikiran positifnya, dia menikah dengan seorang wanita mantan pelacur bernama Caroline Massin. Dia merawat Comte hingga sembuh. Setelah berpisah sekian waktu dia meninggalkan Comte. Tahun 1844, Comte menulis karya berjudul Course Of Positive Philosophy dan bertemu dengan Chothilde de Vaux. Vaux merubah kehidupan Comte. Comte pun jatuh cinta, dan menganggap Vaux adalah wanita yang sempurna. Meskipun Vaux tidak terlalu meluap-luap seperti Comte. Meraka sering berkirim surat. Namun dalam perjalannya Vaux mengidap penyakit TBC dan kemudian meninggal. Compe pun tergoncang dan berniat mengenang Vaux dalam sisa hidupnya. Setalah itu, Comte membuat karya bagian duanya berjudul System of Positive Politics. Kayta ini menjadi bentuk perayaan cinta namun tetap membangun

system

menyeluruh

tentang

pemikiran

filsafat

positifnya

sebagaimana karya sebelumnya. Dia mengusulkan untuk melakukan reorganisasi masyarakat dengan suatu tata cara untuk mengembangkan suatu magama baru, agama humanitas, yang bersumber dari perasaan manusia dari yang semula cinta diri dan egoisme menjadi altruisme dan cinta, sekaligus tidak membenarkan ajaran agama tradisional yang bersifat supranaturalistik. Agama humanisme sesuai standar intelektual dan persyaratan positivism. Humanitas adalah objek pemujaan utama dalam agama tersebut. Comte megungkapkan bahwa perasaan wanita dan altruism lebih tinggi daripada intelek dan egoism pria menurut nilai sosialnya. Chlothilde de vaux adalah sosok ideal bagi Comte. Hubungan mereka adalah cinta murni tanpa hubungan fisik. Hal ini yang kedepan sangat mempengaruhi pandangan positivistik Comte. 6

Perubahan tekanan pada tulisan Comte agaknya sedikit membingungkan para pengikutnya. Namun gagasan-gagasan positivistic terus dikembangakan dan Comte mendeklarasikan dirinya sebagai “Pendiri Agama Universal, Imam Agung Humanitas”. Dia beralih ke masyarakat luas dan pimpinan politik untuk mengimbangi kurangnya dukungan dari pengagumnya. Comte menulis buku yang berjudul Positivist Catechism untuk wanita dan pekerja, serta satu buku lagi berjudul Appeal ti Conservatives untuk pe,mimpin-pemimpin poltik. Comte berharap ahli sosiologi mengikuti bimbingannya sebagai penjaga moral dan iman, mengarahkan pemimpin industry dan politik, serta meningkatkan kerterarahan dan penyaturasaan dengan humanitas. Gagasan ini muncul tahun 1857 ketika Comte menderita kanker dan menginggal dunia. Pada masa masa kehidupan Comte adalah awal terjadinya revolusi Perancis yang menandakan gejolak yang memunculkan sautu tatanan masyarakat baru. Kepercayaan ahli-ahli filasfat pada kemampuan akal budi manusia untuk mengubah masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah tak terbatas. Comte memili cukup alasan untuk melakukan pencarian kebenaran dalampijakan filosofisnya. Orang positivism percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala social dapat digunakan sebagai dasar untuk mengadalakan pembaharuan-pembaharuan social dan politik untuk menyelaraskan instutusiinstitusi masyarakat dengan hukum itu. Hasilnya adalah masyarakat rasional yang dapat menghasilkan kerjasama dengan melenyapkan kepercayaan erhadap takhayul, ketakutan, kebodohan, paksaan, dan konflik social. Pandangan tersebut adalah starting Comte yang melahirkan positivism (Atang dan Saebani, 2008: 289-295). B. Pegertian Positivisme Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif semakna dengan kata factual, yaitu yang berasal dari fakta-fakta. Menurut aliran ini pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Hal ini sejalan dengan pengetahuan empiris 7

dalam penegtahuan. Positivisme menolak cabang metafisika. Bagi poditivisme menanyakan hakikat benda atau penyebab yang sebenarnya bukan sesuatu yang bermakna. Sebaliknya, ilmu pengetahuan dan filsafat hanya menyelidiki faktafakta dan hubungan antara fakta-fakta.

Tugas khusus filsafat hanya

mengkoordinir ilmu-ilmu pengethaun yang coraknya beragam. Empirisme dan positivisme berkaitan erat. Positivisme juga mengutamakan pengalaman. Namun, positivisme mengabaikan penaglaman batiniah atau subjek sebagai sumber pengetahuan, melainkan hanya mengandalkan fakta-fakta yang ada (Atang & Saebani, 2008: 296). Positivisme menganggap masyarakat merupakan bagian dari alam metodemetode penelitian empiris sudah tersebar. Golongan positivistic cenderung mencampakkan tradisi-tradisi irasional menjadi rasional. Conte menanggap masyarakat adalah kesatuan organic yang lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang tergantung (Atang dan Saebani, 2008: 297). Gagasan untuk menggunakan metode-metode empiris yang sama seperti yang digunakan dalam ilmu fisika dan biologi untuk menganalisis gejala social sejalan dengan pandangan Comte mengenai kesatuan filosofis dalam suatu ilmu. Menurut Comte semua ilmu memperlihatkan perkembangan intelektual yang sama, seperti tergambar pada tiga tahap perkemabangan yaitu teologis, metafisik, dan positif. Gagasan yang dikemukakan adalah bahwa manusia dan gejala social merupakan bagian dari alam dan dapat dianalisis dengan metode-metode ilmu alam. Sumbangan Comte adalah memberikan suatu analisis komprehensif mengenai kesatuan filosofis dan metodologisyang menjadi dasar antara ilmu alam dan ilmu social (Atang dan Saebani, 2008: 299). The Course of Philosophy merupakan sebuah ensiklopedia mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan pernyataan yang sistematis tentang filsafat positif. Topik yang tercakup meliputi matematika, astronomi, fisika kimia, biologi, fisika social (sosiologi) yang terperinci ke berbagai spesialisasi. Misalnya fisika yang terbagi atas barologi, termologi, akustik, optic,

8

dan elektrologi. Conte menunjukkan statika dan dinamika gejala yang bersangkutan (Atang dan Saebani, 2008: 299).

C.

Tiga Zaman Pemikiran Manusia Munuju Postivisme Auguste Comte, sosiolog dan pemikir Prancis, telah meletakkan dasar

bagai pemikiran positivisme. Ia populer karena membagi perkembangan pengetahuan ke dalam tiga zaman, yakni teologis, metafisis, dan positif. Perkembangan ini, oleh (Hakim & Saebani, 2008), disebut sebagai hukum tiga tahap Auguste Comte. Menurut Hakim & Saebani (2008), hukum tiga tahap tersebut merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai peradaban Prancis abad ke sembilan belas yang sangat maju. Hukum ini yang mungkin sangat terkenal dan gagasan-gagasan teoretis pokok Comte, tidak lagi diterma sebagai suatu penjelasan mengenai perubahan sejarah secara memadai. Juga terlalu luas dan umum sehingga tidak dapat benar-benar tunduk pada pengujian empiris secara teliti. Singkatnya, hukum itu menyatakan bahwa masyarakat atau umat manusia berkembang melalui tiga tahap utama; teologis, metafisis, dan positif. Terlebih lagi, pengaruh cara berpikir manusia yang berbeda-beda ini meluas ke pola-pola kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat. Jadi, watak struktur sosial dan masyarakat bergantung pada gaya epistemologisnya atau pandangan dunia, atau cara mengenal dan menjelaskan gejala yang dominan. 1. Zaman Teologis Pada zaman ini, menusia percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam terdapat kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini seperti ini dianggap sebagai mahluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orangnya percatya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi daripada makhluk-makhluk insani biasa. Zaman teologis ini merupakan periode paling lama dalam sejarah perkembangan pengetahuan

9

manusia (Hakim & Saebani, 2008). Barangkali ini disebabkan karena tahap ini terdiri dari tiga zaman atau periode: animisme, politeisme, dan monoteisme. Animisme adalah masa dimana manusia berada pada tahap paling primitif. Pada masa ini, manusia percaya bahwa benda-benda alam sendiri mempunyai jiwa. Fase ini, disebut juga oleh Hakim & Saebani (2008) sebagai fetisisme, dimana semua benda alam mempunyai kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Pada taraf berikutnya, manusia percaya pada dewa-dewa yang masing-masing menguasai suatu bidang tertentu, seperti: dewa laut, dewa gunung, dewa petir, dan sebagainya (Widiantoro, 2018). Artinya, fetisisme diganti dengan kepercayaan akan sejumlah hal-hal supernatural yang meskipun berbeda dari benda-benda alam, terus mengontrol semua gejala alam (Hakim & Saebani, 2008). Taraf inilah yang disebut sebagai zaman politeisme. Kemudian pada taraf yang lebih tinggi, manusia memandang satu Allah (Tuhan) sebagai penguasa segala sesuatu (monoteisme). Hal ini terjadi karena pikiran manusia terus maju, kepercayaan akan banyak idea itu diganti dengan kepercayaan akan satu yang tertinggi. Pada tahap pertengahan, Katolisme memperlihatkan puncak tertinggi dalam tahap monoteisme (Hakim & Saebani, 2008). 2. Zaman Metafisis Dalam masa metafisis, kuasa-kuasa adikodrati diganti dengan konsepkonsep dan prinsip-prinsip rasional yang abstrak, seperti “kodrat” dan “penyebab”. Metafisika sebagai ilmu dijunjung tinggi dalam zaman ini (Widiantoro, 2018). Metaisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif. Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan akan huku-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Protestanisme dan Deisme memperlihatkan penyesuaian yang berturut-turutdari semangat teologis kepada munculnya semangta metafisik yang mantap. Satu manifestasi yang serupa dan semangat ini dinyatakan dalam Declaration of Independence: “Kita menganggap kebenaran ini jelas dari dirinya sendiri...”. Gagasan bahwa ada kebenaran tertentu yang asasi mengenai hukum alam yang jelas dengan sendirinya menurut ikiran

10

manusia, sangat mendasar dalam cara berpikir metafisik (Hakim & Saebani, 2008). 3. Zaman Positif Akhirnya dalam zaman positif sudah tidak lagi diusakan menari penyebabpenyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Dalam zaman tertinggi ini, manusia membatasi diri pada fakta yang disajikan kepadanya. Atas dasar observasi langsung dan dengan menggunakan rasionya ia berusaha menetakan relasi-relasi persamaan dan urutan yang membentuk hukum-hukum tetap (Widiantoro, 2018). Baru dalam zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya. Menurut Hakim & Saebani, (2008) zaman positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir. Akan tetapi, pengetahuan selalu bersifat sementara, tidak mutlak; semangat positivisme memperlihatkan suatu keterbukaan terus-menerus terhadap data baru atas dasar pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas. Akal budi penting, seperti dalam periode metafisik, tetapu harus dipmpin oleh data empiris. Menurut Jhonson, dkk (dalam Hakim & Saebani, 2008), analisis rasional mengenai data empiris akhirnya memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum, tetapi hukum-hukum dilihat sebagai uniformitas empiris lebih daripada kemutlakkan metafisik. Oleh karena itu, positif disini sama artinya dengan faktual, atau berdasarkan fakta. Dengan demikian, ilmu-ilmu positif sama artinya dengan ilmuilmu empiris (Widiantoro, 2018). Menurut positivisme, filsafat tidak mempunyai makna atau kenyataan di luar konteks positif ini. Bagi kita di zaman sekarang, pikiran ini sedikit aneh, karea dalam sejarah ilmu-ilmu empiris justeru mencapai status ilmiah sendiri dengan satu demi satu melepaskan diri dari filsafat. Menurut Comte, setiap tahapan perkembangan pengetahuan manusia di setap zaman, mempunyai sumbangan yang berarti, walaupun cara berpikir zaman pra positif lebih rendah daripada cara berpikir pada zaman positif. Tahap-tahap yang terdahulu ini memperlihatkan sumbangan yang bernilai terhadap keteraturan sosial, dimana cara-cara berpikir itu dominan, dan dalam jangka panjang

11

menyumbang perkembangan umat manusia yang terus menerus. Namun demikian, Comte juga hendak menghapuskan sejarah perkembangan pengetahuan manusia yang mengandung tahayul dan menghambat perkembangan pengetahuan manusia. Artinya, ia akan menghilangkan tahap pra positif. Contohnya, pada masa awal fetisisme, usaha untuk menjelaskan gejala dengan tahayul primitif membantu timbulnya pemikiran spekulatif dan mendorong peralihan dari cara hidup berpindah-pindah ke pertanian menetap (Hakim & Saebani, 2008). Kemudian dalam tahap politeistik, munculnya kependetaan mendorong timbulnya suatu kelas spekulatif yang dapat menyumbangkan tenaganya untuk menguraikan dan meneruskan tradisi-tradisi. Sedangkan dalam tahap monoteistik dibawah Katolisme, uraian mengenai sistem kepercayaan abstrak dan transedental mempermudah pemisahan kekuasaan rohani dan rohani, yang pada gilirannya membuat moral itu melebihi politik. Apa yang harus dipahami bersama adalah bahwa bentuk pemikiran pra positif mendorong konsensus atas seperangat pandangan dan kepercayaan bersama. Konsensus seperti itu penting sebagai dasar utama keteraturan sosial. evolusi dari berbagai cara berpikir ini menjadi sistem yang makin lama makin umum dan komprehensif, berhubungan dengan meluasnya bentuk kelompok yang terikat sebagai satuans sosial, dari keluarga yang paling tua dan suku bangsa, sampai negara-negara modern dan akhirnya ke seluruh umat manusia (Hakim & Saebani, 2008). Selain sumbangan tahap sebelumnya terhadap evolusi sosial, masingmasing tehap juga memiliki hubungan afinitas yang khas dengan jenis organisasi sosial di masa cara berpikir itu dominan. Dengan kata lain, dalam setiap tahap itu, pola organisasi sosial yang dominan mencerminkan pegaruh kepercayaan masingmasing serta gaya intelektualnya. Sebagai contoh, dalam tahap teologis, mendukung tipe organisasi militer, sednagkan tahap positif yang terakhir mendukung tipe keteraturan sosial yang bersifat industrial. Tahap metafisk, masa peralihan, berhubungan dengan dominasi sosial dari “ahli hukum”, istilah Comte untuk menunjukkan mereka yang berusaha menarik doktrin-doktrin sosial dan politik dari pemahaman tentang hukum-hukum alam (Hakim & Saebani, 2008). 12

Munculnya

suatu

tatanan

masyarakat

industri

dirangsang

oleh

pertumbuhan filsafat dan ilmu pengetahuan positif, dan pada giirannya merangsang pertumbuhan ilmu selanjutnya. Pengetahuan ilmiah merupajan dasar kemajuan teknologi yang memungkinkan perkembangan industri. Selain itu, mentalitas positif dan menatlitas industri bukan sesuatu yang bersifat dogmatis, melainkan suatu hal yang dapat diuji dan terus menerus mengusahakan kemajuan manusia. Pergantian dan dominasi militer ke dominasi industri tidak lain berarti bahwa masyarakat membelokkan perhatiannya, dari mengeksploitasi masyarakat lainnya ke mengekspolitasi alam. sumbangan yang berarti secara sosial dan periode metafisik adalah dukungan ideologinya terhadap munculnya negara dan bangsa. D. Penggolongan Ilmu Pengetahuan menurut Aguste Comte Hukum tiga tahap yang telah dibahas sebelumnya merupakan pandangan filsafat Comte. Demikian pula ilmu pengetahuan berkembang mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya mencapai puncak kemtangannya pada zaman positif. Selain itu juga diterangkan tahap perkembangan-perkembangan pemikiran manusia menuju puncak kemajuan yaitu pada tahap positif Comte. Kemajuan yang dimaksudkan adalah kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat dan kemajuan dalam ilmu pengetahuan (scientific knowledge). Comte dalam mengukur kemajuan ilmu pengetahuan mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi beberapa cabang sejalan dengan gejala-gejala pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Berikut urutan klasifiksai ilmu pengetahuan menurtu Auguste Comte; pertama ilmu pasti (matematika) yang diakatan sebagai dasar ilmu pengetahuan, selanjutnya ilmu perbintangan (astronomi) yang membicarakan tentang gerak, ilmu alam (fisika) penelitian tentang materi, kimia (chemi) membahas perubahan-perubahan yang berlangsung dalam materi yang dibicarakan oleh fisika, ilmu hayat (biologi) yang membicarakan mengenai kehidupan dan ilmu fisika sosial (sosiologi) menjadi puncak ilmu pengetahuan yang mengambil objek penyelidikan gejala-gejala 13

kemasyarakatan yang terdapat pada makhluk-makhluk hidup yang merupakan objek biologi (Atang & Saebani, 2008: 318). Comte tidak memasukkan ilmu jiwa (psikologi) sebagai bagian dari ilmu pengetahuan karena psikologi belum mampau melampaui metafisik. Menurut Comte (Atang & Saebani, 2008: 296) indra sangat pnting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen sehingga memperoleh ukuran ukuran yang jelas. Sebagai contoh kita tidak cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi panas atau mengatakan panas sekali, panas, dan tidak panas namun kita juga perlu ukuran yang teliti, dari sinilah kemajuan sains benar benar di mulai. Berikut uraian untuk masing-masing ilmu pengetahuan menurut Comte: Ilmu Pasti (Matematika) Comte menyatakan bahwa ilmu pasti merupakan ilmu yang fundamental dan menjadi pembantu bagi semua ilmu lainnya (Praja, 2010: 136). Dengan metode yang benar, ilmu pasti akan meraih hasil yang sesutau dengan sebenarnya yang merupakan ilmu pengetahun dalam tingkat “kesederhanaan dan ketepatan” yang terting menurut akal manusia. Hal inilah menjadikan matematika menjadi dasar bagi ilmu pengetahun karena bersifat tetap, abstrak dan pasti. Matematika juga bersivat universal karena dapat diterapkan untuk semua hal. Ilmu Perbintangan (Astronomi) Ilmu perbintangan mengunakan dasar-dasar ilmu pasti (matematika) untuk menyusun hukum hukum benda langit. Ilmu perbintanagn dibagii menadi dua kategori yaitu “celestial geometry”dan “celsetial mechanic”yang kesemuanya itu menerangkan bentuk, ukuran, kedudukan, serta gerak gerak enda langit seperti bintang, bulan, matahari, bumi dan planet-planet yang lain. Selain itu dijelaskan pula gaya tarik bumi (gravitasi) dan kosmogoni yang kesemuanya itu dapat dilakuakan dneggna pengamatan langsung (direct observation). Ilmu Alam (Fisika) Ilmu alam adalah kategori ketiga karena ilmu alam berkaitan erat dengan dua ilmu sebelumnya yaitu; ilmu pasti dan ilmu perbintangan yang dikaitkan 14

dengan materi. Pengetahuan mengenai ilmu astronomi (benda-benda) langit merupakan dasar memahami ilmu alam, kerena ilmu ini mempelajari gejala gejala yang lebih komplek yang kesemuanya itu tidak dapat dipahami kecuali telah mempelajari ilmu perbintangan. Ilmu alam dapat diteliti melalui ekperimen (observation by experiment) seperti mempelajari ilmu berat benda (barologi), panas benda (termologi), akustk, optik dan listrik. Comte menggunakan ilmu alam unutk menentukan hukum-hukum yang mengatur sifat-sifat umum benda yang diakitkan dengan massa. Ilmu Kimia (Chemistry) Gejala yang diguankan unutk meneliti lmu kimia lebih komplek dari pada ilmu alam. Ilmu kimai memiliki keterikatan dengan pembahasan proses perubahan yang berlangsung dalam materi yang dibicarakan dalam fisika. Karena pendekatan yang digunakan unutk mempelajari ilmu ini tidak hanya memalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen) namun jua dengan perbandingan (komparasi). Ilmu Hayat (Fisiologi/Biologi) Pada tingkatan penggolongan ilmu hayat sudah berhadapan dengan gejalagejala kehidupan dengan unsur unsur yang lebih komplek disertai dengan adanya perubahana perubahan yang sedemikian rupa. Mengenai ilmu ini ia berpendapat bahwa ilmu hayat ini dalam perkembangannya belum sampai pada tahap ilmu positif seperti halnya ilmu pasti, ilmu perbintangan, ilmu alam dan ilmu kimia. Fisika Sosial (Sosiologi) Dalam kategori ilmu pengetahuan yang dikalsifikasikan oleh comte, fisika sosial adalah kategori terakhir. Hal ini disebabkan fisika sosial harus berhadapan dengan permasalahan yang paling kompleks, paling kongret dan khusus yaitu gejala yang berkaitan dengan manusia dan kelompok. Fisika sosial bukan kelanjutan dari ilmu hayat, karena gejala gejala timbul akibat adanya hubungan atara individu satu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagi comte fisika sosila merupakan sutau bidang yang meliputi tata pemerintahan 15

negara, etik dan filsafat sejarah sedangkan hukum yang berlaku tidak mutlak. Adakalanya hukum fisika sosial ini bersifat statis dan adakalanya hukum yang timbul karenanay bersifat dinamis. Karena sosiologi merupakan puncak dan penghabisan untuk usaha ilmiah seluruhnya, sosiologi baru dapat berkembang sesuadah ilmu ilmu lain mencapai kematangan. Comte beranggapan bahwa selaku pencipta sosiologi, ia mengantarkan ilmu pengetahuan masuk ke tahap positivnya dan merancang sosiologi memiliki maksud praktis yaitu atas dasar pengetahuan tentang hukum-hukum yang menguasai masyarakat mengadakan susanan masyarakat yang lebih sempurna (Atang & Saebani, 2008: 318) Dari kesemua penggolongan ilmu pengetahuan yang dipaparkan Comte, pergolongan ilmu ditentukan datau didasarkan oleh gejala gejala yang bersifat sederhana dan umum serta secara bertingkat gejala gejala ini menjadi komplek dan khusus. Semakin komplek dan khusus gejala gejala tersebut semakin bermacam pula batasan-batasan dengan perpaduan yang semakin beragam. E. Alturisme dan Agama Humanisme Aguste Comte Alturisme merupakan ajaran Comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Alturisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat” bukan pada salahsatu masyarakat melainkan suku bangsa manusia. Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positifisme hanya dapat dicapai kalau semua orang menerima alturisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam penganti Tuhan. Wawsan

Comte

terhadap

konsekuensi-konsekuensi

agama

yang

menguntungkan dan ramalannya mengenai tahap positif dalam evolusi manusia menghadapkan dia pada masalah rumit. Tidak seperti pemikir-pemikir rasikal dan revolusioner pada masanya, Comte menekankan perhatiannya pada keteraturan sosial. Dia khawatir bahwa anarki intelektual dan sosial pada zamannya akan menghancurkan basis untuk kemajuan yang mantab. Begitu melihat sejarah, dia mengakui bahwa agama pada masa lampau sudah menjadi satu tonggak keteraturan sosial yang utama. Pernyataan rumit yang dihadapi Comte adalah bagaimana keteraturan sosial itu dapat dipertahankan dalam masyarakat positif 16

pada masa yang akan datang dengan satu dasar tradisi pokok mengenai keteraturan sosial yang digali oleh positivisme. Dengan agak sederhana, Comte mengemukakan gagasan untuk mengatasi masalah tersebut dengan mendirikan agama humanitas dan mengangkat dirinya sebagai imam agung. Perhatian Comte mengenai keteraturan sosial meliputi dua aspek, yang pertama meliputi suatu analisis objektif mengenai sumber-sumber stabilitas dalam masyarakat sedangkan aspekmkedua meliputi usaha meningkatkan keteraturan sosial dengan agama Humanitas sebagai cita-cita normatifnya.

KESIMPULAN 1. Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif semakna dengan kata factual, yaitu yang berasal dari fakta-fakta. Menurut aliran ini pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Ilmu pengetahuan dan filsafat hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan antara fakta-fakta. Tugas khusus filsafat hanya mengkoordinir ilmu-ilmu pengethaun yang coraknya beragam. Latar belakang riwayat Comte sangat berpengaruh terhadap pikiran-pikirannya. 2. Tiga zaman pemikiran manusia munuju postivisme terdapat 3 tahap yaitu zaman teologis, metafisis, dan positif yang masing-masing memiliki ciriciri yang spesifik 3. Penggolongan ilmu pengetahuan menurut Aguste Comte terdiri dari ilmu pasti (matematika), ilmu alam (fisika), ilmu perbintangan (Astronomi), ilmu kimia, ilmu hayat (Biologi), dan fisika social (Sosiologi)

17

DAFTAR PUSTAKA Abdul Hakin Atang dan Beni Ahmad Saebani. (2008). Filsafat Umum dari Mitologi Sampai Teofilosofi. Bandung: CV Pustaka Setia Widiantoro. (2018). Pengantar filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Juhaya, S. Praja. (2003). Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. (2010). Jakarta: Kencana

18

More Documents from "Dedy Dedicate Dedication"

Rpp.doc
November 2019 15
Makalah Ipa.docx
November 2019 12
Genre Sastra Anak.docx
November 2019 21
Tugas Uas.pdf
November 2019 10
Positivisme.doc
November 2019 16