BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), secara geografis, Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan beragam morfologi dari daratan hingga pegunungan. Keberagaman morfologi ini dipengaruhi oleh aktivitas pergerakan tiga lempeng tektonik besar di Indonesia yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Pergerakan lempenglempeng tersebut menyebabkan terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif, serta patahan-patahan yang dapat berpotensi menjadi sumber gempa dan tsunami. Catatan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian selatan, Jatim bagian selatan, Bali, NTB dan NTT, kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan, Kaltim. Gempa bumi tersebut tidak dapat dipastikan waktu terjadinya, tempatnya, besar skalanya, dan dampak yang akan ditimbulkannya. Hal ini karena sifat gempa bisa terjadi secara tiba-tiba dan kapan saja, mengingat aktivitas pergerakan ketiga lempeng tektonik secara terus-menerus yang berpotensi menimbulkan gempa. Banyak dampak yang ditimbulkan dari gempa. Dampak yang paling besar dan merugikan adalah adanya korban jiwa dan kerusakan bangunan. Besarnya dampak gempa bumi terhadap kerusakan bangunan bergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah skala gempa, jarak episentrum, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah dilokasi bangunan dan kualitas bangunan (Heldi, 2011). Skala gempa yang besar menimbulkan guncangan yang besar pula dan mengakibatkan bangunan roboh. Bangunan yang roboh menandakan kurang kokohnya suatu bangunan. Bangunan yang kurang kokoh disebabkan oleh kegagalan konstruksi, salah satunya konstruksi pondasi. Kegagalan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya keadaan tanah pondasi, batasanbatasan akibat konstruksi di atasnya dan sekelilingnya, waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan, mutu material, jenis peralatan dan lain-lain.
1
Dapat disimpulkan bahwa pemilihan jenis pondasi secara garis besar ditentukan berdasarkan faktor teknis, ekonomis dan lingkungan. Oleh karena itu, solusi yang tepat untuk membuat sistem pondasi berdasarkan faktor teknis, ekonomis dan lingkungan dibutuhkan, sehingga dapat digunakan pada kondisi tanah yang sesuai. Pondasi Sarang Laba-Laba menjadi solusi yang ditawarkan di daerah yang rawan gempa. Karena, jika menggunakan pondasi dalam, misalnya dengan tiang pancang, maka harga bangunan akan naik hingga 30%, sedangkan jika digunakan pondasi dangkal harus mempertimbangkan resiko penurunan bangunan secara tidak merata (irregular differential settlement) ditambah dengan total settlement yang membuat bangunan mudah roboh pada saat gempa. Pondasi Konstruksi Sarang Laba-Laba (KSLL) ditemukan oleh Ir.Ryantori dan Ir. Soetjipto, pada tahun 1975. Konstruksinya terdiri dari plat tipis yang diperkaku dengan rib-rib tipis dan tinggi yang saling berhubungan membentuk segitiga-segitiga yang diisi dengan perbaikan tanah sehingga menjadi satu kesatuan komposit konstruksi beton bertulang dan tanah. Dinamakan sarang labalaba karena pembesian plat pondasi di daerah kolom selalu berbentuk sarang labalaba. Juga bentuk jaringannya yang tarik-menarik bersifat monolit yaitu berada dalam satu kesatuan. Rib (tulang iga) KSLL berfungsi sebagai penyebar tegangan atau gaya-gaya yang bekerja pada kolom. Pasir pengisi dan tanah dipadatkan berfungsi untuk menjepit rib-rib konstruksi terhadap lipatan puntir. Sejak tahun 1976 sampai saat ini, Konstruksi Sarang Laba-Laba telah digunakan pada lebih dari 1000 bangunan di Indonesia. Menurut Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, bangunan dengan pondasi ini terbukti bisa berdiri kokoh pasca bencana tsunami di Aceh 2004 silam. Hampir 100 bangunan telah teruji terhadap bencana tersebut yang besar skala gempanya hingga 9 Skala Richter (SR).
Konstruksi ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain ekonomis karena dapat menghemat biaya sekitar 30% karena 90% komponenya adalah tanah. Bahkan untuk pondasi dalam, penghematan tersebut bisa mencapai 50%. Pengerjaan KSLL juga efisien waktu karena dapat dilaksanakan dengan menerapkan prinsip ban berjalan. Kelebihan lainya adalah dapat menyerap tenaga kerja karena dilaksanakan secara padat karya.
2
1.2
Rumusan Masalah Masalah umum dalam makalah ini dirumuskan, yaitu bagaimana pembuatan pondasi sarang laba-laba di wilayah rawan gempa ? Masalah khusus dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut, (1) Apa peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pondasi Konstruksi Sarang Laba-Laba/KSLL? (2)
Bagaimana metode pelaksanaan pembuatan pondasi KSLL?
(3) Bagaimana efektivitas atau keuntungan pondasi KSLL di wilayah rawan gempa?
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Peralatan dan Bahan dalam Pembuatan Pondasi KSLL Pembuatan Pondasi KSLL dilakukan dalam beberapa tahap. Tentu dalam pengerjaannya memerlukan alat dan bahan yang berbeda pula. Tahap-tahap dalam pengerjaan pondasi KSLL adalah sebagai berikut: 1)
Pekerjaan Galian Tanah
Alat yang digunakan dalam penggalian tanah adalah cangkul (tenaga manusia) atau mesin pengeruk (tenaga mesin).
2)
Pekerjaan Lantai Kerja untuk Rib dan Beton Dekking
Bahan dalam pembuatan rib dan betton dekking menggunakan campuran 1:5. Yaitu dengan perbandingan 1 Semen : 5 Pasir.
3)
Pekerjaan acuan untuk rib
Alat yang digunakan adalah kawat dan palu. Sedangkan bahan untuk acuan yang digunakan berupa balok kayu 4/6, multipleks, serta bahan lain seperti paku, juga kayu bundar sebagai penopang acuan.
4)
Pekerjaan pembesian untuk rib
Alat yang digunakan dalah kawat bendrat. Kemudian bahan yang dibutuhkan adalah beton untuk beugel rib dan tulangan pokok rib, selimut beton ±3 cm.
5)
Pekerjaan pengecoran untuk rib
Pengecoran dilakukan secara manual, dengan alat mini mixer (molen), gerobak artco, skopang, mesin vibrator. Mini mixer (molen) dipakai untuk mengaduk campuran semen, pasir, koral dan air. Gerobak artco dipakai untuk menjadi wadah dari hasil pengadukan dan untuk membawa hasil 4
pengadukan ke tempat pengecoran. Skopang dipakai untuk meratakan beton yang telah dituang. Mesin vibrator dipakai untuk memadatkan adonan beton dalam pengecoran. Bahan-bahan yang digunakan untuk adukan beton adalah semen, pasir dan koral, dan air. Semen yang digunakan adalah jenis dan merk yang bermutu baik yaitu Tipe 1, karena semen tipe 1 merupakan jenis semen yang cocok untuk berbagai macam aplikasi beton dimana syarat-syarat khusus tidak diperlukan. Pasir beton yang digunakan dengan butir-butir yang bersih dan bebas dari bahanbahan organik, lumpur dan lain sebagainya. Koral yang digunakan juga bersih dan bermutu. Koral untuk pengecoran rib digunakan koral/steenslag ukuran ½, sedangakan untuk pengecoran plat bisa digunakan koral/steenslag 2/5. Serta air yang digunakan adalah air tawar yang bersih.
6)
Pekerjaan urugan dan pemadatan pada tanah dan pasir
Alat yang digunakan adalah Tamping Rammer. Sedangkan bahannya adalah tanah bekas galian atau tanah yang didatangkan dari luar pekerjaan urugan pasir dan pemadatan.
7)
Pekerjaan pembesian untuk pelat penutup
Alat yang digunakan adalah alat berat dan bahan yang digunakan adalah besi tulangan yang berdiameter ± 10 m dengan mutu BJTP 30, tulangan yang berbentuk jaring laba-laba dan tulangan stek. 8)
Pekerjaan lantai kerja untuk plat penutup
Alat yang digunakan adalah molen dan mesin pengecor. Bahan yang digunakan adalah membuat adukan lantai kerja dengan campuran 1 PC 5 PS setebal ±3cm.
9)
Pekerjaan pengecoran beton pelat penutup
Alat yang digunakan adalah truk mixer yang berkapasitas 5 m² dan truk pompa. Spesifikasi bahan dan aturan yang digunakan pada pekerjaan sama seperti pada pengecoran rib.
5
2.2 Metode Pelaksanaan Pembuatan Pondasi KSLL Pondasi KSLL yang ditemukan pada tahun 1975 oleh Ir.Ryantori dan Ir.Sutjipto telah memiliki hak paten dari tahun 2004 yang kemudian dipegang oleh PT KATAMA SURYABUMI sebagai pemegang paten dan pelaksana khusus pondasi KSLL. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan teknologi ini diperlukan kerja sama dengan pemegang hak paten. Haryono dan Maulana (2007:25) menyimpulkan sesuai dengan definisinya, maka Konstruksi Sarang Laba-Laba terdiri dari 2 bagian konstruksi, yaitu : (1)
Konstruksi beton
Konstruksi beton pondasi KSLL berupa pelat pipih menerus yang dibawahnya dikakukan oleh rib-rib tegak yang pipih tetapi tinggi. Ditinjau dari segi fungsinya, rib-rib tersebut ada 3 macam yaitu rib konstruksi, rib settlement dan rib pengaku (Hilhami, 2011:17). Rib konstruksi yaitu rib yang berfungsi sebagai penyebar beban dari suatu bangunan. Kemudian rib settlement yaitu rib yang berfungsi sebagai tumpuan utama beban bangunan. Sedangakan rib pengaku yaitu rib yang berfungsi sebagai pembagi dan pengikat atau pengaku terhadap ribrib yang lain. Bentuknya bisa digambarkan sebagai kotak raksasa yang terbalik (menghadap kebawah). Penempatan / susunan rib-rib tersebut sedemikian rupa, sehingga denah atas membentuk petak-petak segitiga dengan hubungan yang kaku (rigid).
6
Gambar 2.1 Konstruksi Sarang laba-laba Keterangan : 1a - pelat beton pipih menerus 1b - rib konstruksi 1c - rib settlement 1d - rib pembagi 2a - urugan pasir dipadatkan 2b - urugan tanah dipadatkan 2c - lapisan tanah asli yang ikut terpadatkan Sumber : Laporan Tugas Akhir, Ratna Sari Cipto Haryono dan Tirta Rahman Maulana
(2)
Perbaikan tanah / pasir Rongga yang ada diantara rib-rib / di bawah pelat diisi dengan lapisan tanah / pasir yang memungkinkan untuk dipadatkan dengan sempurna. Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka pemadatan dilaksanakan lapis demi lapis dengan tebal tiap lapis tidak lebih dari 20 cm, sedangkan pada umumnya 2 atau 3 lapis teratas harus melampaui batas 90% atau 95%
7
kepadatan maksimum (Standart Proctor) (Wesley, 2010:512). Adanya perbaikan tanah yang dipadatkan dengan baik tersebut dapat membentuk lapisan tanah seperti lapisan batu karang sehingga bisa memperkecil dimensi pelat serta rib-ribnya. Sedangkan rib-rib serta pelat KSLL merupakan pelindung bagi perbaikan tanah yang sudah dipadatkan dengan baik. Metode pelaksanaan KSLL adalah sebagai berikut (Hilhami, 2007): (1)
Pekerjaan Galian Tanah
Pekerjaan galian tanah untuk lubang pondasi setelah papan bowplank dengan penandaan sumbu dan ketinggian setelah dikerjakan. Galian tanah tahap I : seluruh luasan untuk pondasi KSSL digali sampai kedalaman dan lebar tertentu. Galian tanah tahap II : dikerjakan setelah galian tanah tahap I untuk pekerjaan rib settlement (rib anti penurunan), sepanjang jalur rib settlement digali dengan lebar tertentu dari tepi ke tepi dan dari kedalaman tertentu sehingga menjamin keleluasaan pemasangan pembesian, acuan dan keamanan pekerjaan. Kemudian dilakukan juga penggalian tanah pada posisi kolom. Sagel, Kole dan Kusuma (1997:20) menyimpulkan bahwa “untuk penggalian perlu dibuat rencana”. Sudut kemiringan dari suatu lereng (kelandaian) merupakan bagian penting dari penggalian skala besar, terutama ditentukan oleh kelandaian alami dari jenis-jenis tanah kering.
Gambar 2.2 Pekerjaan Galian Tanah (2)
Pekerjaan Lantai Kerja untuk Rib dan Beton Dekking
Dibawah rib konstruksi maupun rib settlement dibuatkan lantai kerja, dengan tujuan untuk mencapai efisiensi yang tinggi, yang memiliki fungsi
8
ganda yaitu sebagai lantai kerja dan sebagai penahan acuan rib. Lantai kerja dibuat dengan ketebalan tertentu dengan campuran 15. Beton dekking dibuat diatas lantai kerja sebagai pembatas antara rib dengan lantai kerja.
(3)
Pekerjaan Acuan untuk Rib
Bahan untuk acuan yang digunakan berupa balok kayu 4/6, multipleks, serta bahan lain seperti paku, juga kayu bundar sebagai penopang acuan. Konstruksi acuan dibuat setinggi ±190 cm untuk rib settlement dan ±130 cm untuk rib konstruksi. Acuan dipasang sesuai ketebalan rib dan ditopang serta diikat kuat sehingga baik ukuran, bentuk maupun posisi rib-rib tidak berubah selama pengecoran berlangsung. Acuan dibersihkan dari segala kotoran dan siap untuk dilakukan pengecoran rib. Acuan bisa dibuka 36 jam setelah pengecoran beton.
Gambar 2.3 Pekerjaan Acuan rib (4)
Pekerjaan Pembesian untuk Rib
Memilih mutu besi beton untuk beugel rib dan tulangan pokok rib. Beberapa besi dirakit diluar acuan kemudian dipasang dalam acuan yang telah disiapkan, selanjutnya dipasang beugel rib. Besi beton diikat kuat dengan kawat bendrat, sehingga besi tersebut tidak berubah tempat selama pengecoran dan diberi jarak dari papan acuan atau lantai kerja dengan pemasangan selimut beton ±3 cm. Dalam pemasangan besi terjadi 9
pertemuan- pertemuan dengan prinsip dan sistem hubungan pembesian pada pertemuan tersebut antara rib dengan rib (baik rib konstruksi, rib sattlement maupun rib pembagi), rib dengan kolom, dan rib dengan plat penutup.
(5)
Pekerjaan Pengecoran untuk Rib
Membuat adukan beton, dengan bahan semen, pasir dan koral, serta air dengan mini mixer (molen), selanjutnya adukan beton ditampung dalam gerobak artco. Setelah itu dituang dalam tempat yang akan di cor dan diratakan dengan skopang. Kemudian mesin vibrator dihidupkan dan selangnya diarahkan pada beton. Lalu kepala mesin ini dimasukkan ke dalam adonan dan digetarkan di sekitar area tersebut selama kurang lebih sepuluh detik. Arena pergetaran antara 30-40 meter persegi. Jadi penggunaan alat ini dipindah-pindahkan sesuai luasan yang dibutuhkan. Pada saat memindahkan, mesin dimatikan terlebih dahulu. Selama dalam masa pengeringan selalu dibasahi selama minimal 1 minggu. (6)
Pekerjaan Urugan dan Pemadatan
Untuk pengurugan kembali lubang galian pondasi, digunakan tanah bekas galian atau tanah yang didatangkan dari luar. Urugan tanah dipadatkan lapis demi lapis dengan Tamping Rammer dengan ketebalan tertentu. Pemadatan dilakukan setelah beton rib berumur 3 hari. Pemadatan dilaksanakan sampai tanah tidak tampak turun lagi pada saat pemadatan. Pemadatan juga dilakukan di sekeliling tepi luar pondasi selebar minimum 1,5 m, juga dilaksanakan lapis demi lapis.
(7)
Pekerjaan Urugan Pasir dan Pemadatan
Setelah pekerjaan urugan tanah dan pemadatan selesai, selanjutnya dilakukan pengurugan pasir tepat diatas tanah yang telah dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan Tamping Rammer lapis demi lapis dengan ketebalan tertentu. Untuk urugan lapis I, dituntut kepadatan minimal 90% dari kepadatan optimal. Untuk urugan lapis II, dituntut kepadatan minimal 95% dari kepadatan optimal (Standar Proctor). Pada saat melakukan pengurugan tanah atau pasir, mengingat beton yang masih muda, maka dijaga agar tinggi urugan antara petak yang bersebelahan tidak lebih dari ketebalan tiap lapis tadi.
10
(8)
Pekerjaan Lantai Kerja untuk Plat Penutup
Setelah kepadatan pengurugan pasir dites dan melampaui batas persyaratan yang ditentukan, maka sebelum pekerjaan pembesian plat penutup dilaksanakan, seluruh luasan diberi lapisan lantai kerja dengan campuran 1 PC 5 PS setebal ±3cm.
(9)
Pekerjaan Pembesian untuk pelat Penutup
Besi tulangan yang digunakan berdiameter ± 10 m dengan mutu BJTP 30. Pemasangan besi langsung dilakukan diatas lantai kerja, tepat pada tempat akan ditulangi. Untuk penulangan pelat sekitar kolom, terlebih dahulu dipasang tulangan yang berbentuk jaring laba-laba. Sedangkan untuk penulangan pelat tepat sepanjang jalur rib, terlebih dahulu dipasang tulangan stek yang menghubungkan dan mengikat erat antara rib dengan pelat yang dipasang zig-zag.
(10) Pekerjaan Pengecoran Beton Pelat Penutup Pengecoran beton pelat penutup dilakukan dengan Truck Mixer yang berkapasitas 5 m² dan truk pompa untuk mempermudah dan mempercepat proses pengecoran. Pengecoran dilakukan secara bertahap, mengingat pekerjaan rib dan perbaikan tanah pada bagian lain belum selesai.. Pengecoran dilakukan berdasarkan ketebalan pelat lantai yang disyaratkan adalah 11 cm.
2.3 Efektivitas atau Keuntungan Pondasi KSLL di Wilayah Rawan Gempa Pembuatan pondasi KSLL di wilayah rawan gempa sangat dirasakan efektivitasnya, baik dari segi ketahanan terhadap gempa maupun dari segi ekonomisnya. Selain itu KSLL juga memiliki berbagai fungsi lain selain sebagai pondasi. (1)
Segi Ketahanan Terhadap Gempa
Pondasi KSLL akan menjadi pondasi yang sangat kaku dan kokoh serta aman terhadap penurunan dan gempa, juga mampu menjawab dilema yang
11
timbul pada pondasi untuk gedung yang bertingkat tanggung antara 2-8 lantai yang didirikan diatas tanah dengan daya dukung rendah 0,2 kg/cm² sampai dengan 0,5 kg/cm², sehingga KSLL bukan hanya pondasi tapi sistem konstruksi bangunan bawah yang kokoh. KSLL merupakan suatu konstruksi yang monolit dan kaku sehingga menjadikan KSLL tahan terhadap gempa. Ketahanan terhadap gempa menjadi lebih tinggi, karena adanya ketahanan terhadap diferensial settlement dan pengecilan terhadap total settlement. Ketahanan terhadap diferensial settlement menjadi lebih tinggi karena bekerjanya tegangan akibat beban sudah merata pada lapisan tanah pendukung dan penyusunan rib settlement sedemikian rupa (rib-rib diagonal, disamping rib-rib arah melintang dan membujur), sehingga membagi luasan KSLL menjadi petak-petak yang tidak lebih dari 200 m², dan menjadikan KSLL memiliki ketahanan yang tinggi terhadap diferensial sattlement. Total settlement juga menjadi lebih kecil, karena meningkatkan kepadatan tanah pada lapisan tanah pendukung dibawah KSLL akibat pemadatan yang efektif pada lapisan tanah perbaikan didalam KSLL dan bekerjanya tegangan geser pada rib keliling terluar dari KSLL. Perbaikan tanah KSLL memiliki kestabilan yang bersifat permanen karena adanya perlindungan dari rib KSLL.
(2)
Keuntungan dari Segi Ekonomis
Bebagai kelebihan dan kemampuan yang telah disebutkan diatas, membuat sistem ini mampu menekan biaya pada jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan bangunan dengan sistem pondasi lain. Untuk beban titik atau kolom yang cukup besar selalu dihasilkan konstruksi beton untuk rib dan plat KSLL, dengan dimensi pembesian minimum pada umumnya, hanya diperlukan volume beton rata-rata 0.20-0.45 m³, dan untuk pembesian rib dan plat cukup dengan pembesian minimum 100-150 kg/m³. Untuk konstruksi bangunan bertingkat, maka pembiayaan konstruksi perancah (scaffolding) untuk plat dan balok lantai 2 akan berkurang sehingga menjadi sama dengan perancah dan acuan untuk lantai 3 dan seterusnya. Pada umumnya diperoleh penghematan sebesar : a.
± 30% untuk bangunan 3-8 lantai.
b.
± 20% untuk bangunan 2 lantai.
c.
± 30% untuk bangunan gedung kelas satu. 12
Sumber : Konstruksi Sarang Laba-Laba, Ir. Sutjipto
KSLL memiliki berbagai fungsi lain selain sebagai pondasi, yaitu: a.
Sebagai pondasi kolom, dinding dan tangga.
b.
Sebagai sloof/balok pengaku.
c.
Sebagai Konstruksi pelat lantai dasar.
d.
Urugan/perbaikan tanah dengan pemadatan tanah.
e.
Dinding penahan urugan dibawah lantai.
f. Konstruksi pengaman terhadap kestabilan (kepadatan) perbaikan tanah yang ada dibawah lantai. g.
Pasangan dan plesteran tembok dibawah lantai dasar.
h.
Kolom dibawah peil lantai dasar.
i.
Septictank dan resapan.
j.
Bak reservoir bila diperlukan.
k. Pelebaran KSLL terhadap luas lantai dasar dapat diukur sedemikian rupa, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai trotoar atau tempat parkir.
13
BAB 3. SIMPULAN
Pembuatan pondasi sarang laba-laba (KSLL) di wilayah rawan gempa merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kerusakan bangunan akibat gempabumi. Dengan segala perencanaan biaya dan proyek pembangunan, solusi ini sangat membantu mengatasi masalah kerusakan bangunan di wilayah rawan gempa, seperti Indonesia. Tentunya dengan mengantongi izin dari pemilik hak paten PT. Katama Suryabumi. Sehingga penggunaan pondasi ini pada bangunan berfungsi secara maksimal dan dapat diterapkan di seluruh bangunan di Indonesia maupun luar negeri dengan menghargai hak cipta anak bangsa itu sendiri.
14
BAB 4. DAFTAR RUJUKAN
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2014. Gempabumi, (Online), (http//gempabumi.bmkg.htm), diakses 1 April 2014.
Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia. 2007. Booming Konstruksi Indonesia. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Haryono, R. S. C. & Maulana T. R. 2007. Analisis Penggunaan Struktur Pondasi Sarang Laba-Laba pada Gedung BNI’46 Wilayah 05 Semarang. Tugas akhir tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Heldi. 2011. Dampak Bencana Gempa Terhadap Lingkungan Binaan Bangunan Kuno Warisan Budaya di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, (Online), (http//dampak-bencana-gempa-terhadap.html), diakses 1 April 2014.
Hilhami, S. 2011. Metode Pelaksanaan dan Perbandingan Daya Dukung Pondasi Konstruksi Sarang Laba-Laba (KSSL) dengan Pondasi Telapak pada Pembangunan Gedung D-III Class Politeknik Unhalu. Tugas akhir tidak diterbitkan. Padang : Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.
Ryantori, Ir. & Sutjipto, Ir. 1984. Konstruksi Sarang Laba-Laba. Surabaya: PT. Dasaguna.
Sagel, I. R., Kole, I. P. & Kusuma, G. H. Ir. 1997. Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta: Airlangga.
Wesley, L. D. 2010.Mekanika Tanah untuk Tanah Endapan & Residu. Terjemahan Dr. Ir. Satyawan Pranyoto. 2012. Yogyakarta: Andi.
15