Plasenta Akreta.docx

  • Uploaded by: David Christianto
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Plasenta Akreta.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,116
  • Pages: 32
Referat

Kepada Yth : Dibacakan : Senin, 15 Oktober 2018

PENANGANAN TERKINI PLASENTA AKRETA

Oleh Nadia Ophelia Shalome Nurdin

Pembimbing dr. Maria F. T. Loho, SpOG(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS - I BAGIAN / SMF OBSTETRI GINEKOLOGI FK UNIVERSITAS SAM RATULANGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 2018

PENDAHULUAN

Plasenta merupakan organ yang berperan dalam nutrisi, respirasi, dan ekskresi janin selama kehamilan. Implantasi abnormal terhadap dinding uterus dapat menimbulkan risiko morbiditas dan mortalitas maternal maupun janin. Plasenta akreta atau morbidly adherent placenta (MAP) merupakan salah satu kondisi paling berbahaya yang dihadapi dalam kehamilan. Sindrom plasenta akreta adalah invasi abnormal jaringan plasenta (trofoblas) pada lapisan miometrium uterus, dengan atau tanpa perforasi pada lapisan serosa uterus. 1,2 Insiden plasenta akreta semakin meningkat seiring peningkatan seksio sesarea. Pada tahun 1924, Pholak dan Pheland menemukan 1 kasus plasenta akreta dari 6000 kehamilan. Pada tahun 1951, McKoeugh menyebutkan bahwa mortalitas maternal mencapai 65% akibat plasenta akreta. Pada tahun 1980-an insiden makin meningkat di mana ditemukan 1 kasus setiap 2500 kehamilan. Menurut American College of Obstetrician and Gynecologist, pada tahun 2012 insiden sindrom ini yaitu 1 setiap 533 kehamilan. Oleh sebab itu, sindrom plasenta akreta menjadi masalah serius pada bidang obstetri. 3 Sindrom plasenta akreta menyebabkan morbiditas maternal yang signifikan dengan mortalitas 7-10% di seluruh dunia, akibat perdarahan obstetrik masif dan/atau perlukaan terhadap organ pelvis di sekitarnya. 1,3

1

PEMBAHASAN

I.

DEFINISI Sindrom plasenta akreta adalah invasi abnormal jaringan plasenta (trofoblas) dengan perlekatan kuat pada miometrium akibat tidak adanya sebagian atau seluruh desidua basalis serta perkembangan tidak sempurna dari fibrinoid atau lapisan Nitabuch. Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta atau seluruh plasenta menyerang dan tidak dapat dipisahkan dari dinding uterus. 2,3

II. FAKTOR RISIKO Riwayat trauma uterus seperti pada seksio sesarea menyebabkan peningkatan insiden sindrom akreta. Risiko plasenta akreta yaitu 3%, 11%, 40%, 61% dan 67% pada kehamilan pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Selain itu, sindrom plasenta akreta juga dipengaruhi oleh usia maternal, multiparitas, serta keadaan yang menyebabkan kerusakan jaringan miometrium seperti riwayat miomektomi, defek endometirum akibat kuretase berlebihan yang menyebabkan sindrom Asherman, leiomioma submukosa, ablasi termal, serta embolisasis arteri uterina. Wanita dengan kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi sesar sebelumnya, miomektomi, kuret yang berlebihan, leiomioma submukosa, ablasi termal serta embolisasi arteri uterina berisiko lebih tinggi terhadap plasenta akreta. 4,5 Peningkatan operasi sesar di seluruh dunia menunjukkan akresi akan tetap menjadi masalah klinis yang menyulitkan. Risiko pembentukan akreta meningkat tajam dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya dan adanya plasenta previa. Akreta terjadi pada wanita yang menjalani persalinan sesar pertama 0.24%, kedua 0.31%, ketiga 0.57%, keempat 2.13%, kelima 2.33%, dan keenam 6.74%. Risiko pengembangan plasenta akreta adalah 3% pada wanita dengan hanya plasenta previa dan meningkat menjadi 24% pada mereka

2

dengan plasenta previa dan satu persalinan sesar sebelumnya. Usia maternal, anomali uterus, operasi uterus sebelumnya, dilatasi dan kuretase, dan miomektomi merupakan faktor risiko tambahan yang relatif kecil. 6, 7 1. Plasenta previa Previa merupakan faktor risiko modern yang dominan untuk plasenta akreta, dengan odds ratios yang dilaporkan lebih dari 50. Plasenta previa secara independen terkait dengan plasenta akreta, terutama ketika plasenta menutupi bekas luka uterus sebelumnya. Plasentasi abnormal sering ditemukan dalam hubungan dengan plasenta previa. Akreta terlihat pada 9,3% wanita dengan plasenta previa. 8 2. Riwayat sesar sebelumnya Detail operasi sesar sebelumnya dapat berdampak pada risiko berikutnya untuk akreta. Teknik penjahitan uterus pada operasi sesar baik satu lapis atau dua lapis, interuptus atau kontinus, saat ini masih merupakan perdebatan. Risiko plasenta akreta meningkat dari 3.3% pada pasien dengan riwayat satu operasi sesar dan plasenta previa menjadi 11% pada pasien dengan riwayat dua operasi sesar dan plasenta previa menjadi 40% dengan riwayat tiga operasi sesar dan plasenta previa. Sementara tanpa plasenta previa, risiko plasenta akreta hanya 0.03% pada pasien dengan riwayat satu operasi sesar, 0.2% pada pasien dengan riwayat dua seksio sesarea hingga 0.1% dengan riwayat tiga operasi sesar. 9

III. PATOFISIOLOGI Secara patofisiologi, akreta dipercaya berasal dari perlekatan trofoblas ke area desidua uterus yang kurang atau rusak. Patofisiologi berfokus pada keseimbangan antara desidualisasi di satu sisi dan invasi trofoblas di sisi lain. Patofisiologi kerusakan endomiometrium setelah penghentian kehamilan atau keguguran yang mengarah ke plasenta akreta pada kehamilan berikutnya diperkirakan karena desidualisasi yang lebih buruk dari proses perbaikan. 6 Desidualisasi

endometrium

berperan

dalam

implantasi

dan

perkembangan plasenta normal dan merupakan proses yang rumit. Sel stroma

3

desidua berasal dari sel menyerupai fibroblas dalam endometrium dan mempertahankan reseptor progesteron. Progesteron menginisiasi proliferasi kelenjar endometrium sebelum implantasi blastokista. Sekresi kelenjar ini juga merupakan sumber nutrisi bagi hasil konsepsi selama trimester pertama. 6 Sel trofoblas berpoliferasi menjadi sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas. Sinsititrofoblas berpenetrasi di antara sel epitel, sementara bersamaan dengan itu sel stroma endometrium bertumbuh dan menyelubungi hasil konsepsi, sehingga hasil konsepsi kemudian melekat dalam stratum kompaktum endometrium. Selanjutnya sitotrofoblas berproliferasi pada sisi fetal dari dinding blastokista, kemudian menginvasi sinsitiotrofoblas dan membentuk vili. Sitotrofoblas paling distal menembus sinsitium, menyebar dan memisahkan plasenta dari desidua. Desidua biasanya mengatur invasi trofoblas, dibuktikan oleh invasi agresif dari lapisan otot dan serosa yang terlihat di situs implantasi ektopik di tuba fallopi atau di perut. 10 Plasenta terbentuk oleh interaksi sel dari sel maternal dan sel trofoblas janin yang masing-masing diarahkan oleh genom berbeda. Interaksi plasenta dengan endometrium dimulai saat implantasi. Awalnya, trofoblas menyerang vena dan stroma jaringan maternal sehingga memungkinkan plasenta tumbuh ke dalam rongga uterus. Fibrinoid Nitabuch yang terletak di antara plasenta dan jaringan uterus merupakan matriks eosinofilik amorf yang mengandung protein sel trofoblastik dan fibrin maternal. Tanpa pelindung desidual normal dan lapisan Nitabuch, trofoblas vili memiliki akses langsung ke miometrium maternal. Teori Tseng dkk. menyatakan migrasi trofoblas dan invasi selama perkembangan plasenta yang normal harus dipengaruhi secara interdependen oleh berbagai jenis molekul seperti faktor pertumbuhan dan reseptor, sitokin, hormon, molekul adhesi dan enzim dengan cara autokrin atau paracrin dan plasenta normal tidak berlanjut melampaui sepertiga bagian dalam miometrium melalui regulasi spasial dan temporal yang ketat. Peran desidua dalam mencegah plasentasi abnormal dengan umpan balik autokrin atau parakrin. Sel decidual natural killer (dNK) berperan penting dalam regulasi kekebalan

4

invasi trofoblastik. Laban dkk. menunjukkan sel dNK secara signifikan menurun pada plasenta akreta melalui imunohistokimia. 11 Plasenta akreta terjadi karena kegagalan terbentuknya desidua normal yaitu endometrium kurang atau tidak dapat berubah. Plasenta akreta biasa ditemukan pada kehamilan abdomen dan ektopik dimana tidak ada endometrium normal yang berubah menjadi desidua. 12 1. Implantasi luka Bekas luka uterus berasal dari defek kecil desidua dan miometrium superfisial sampai defek luas dan dalam miometrium dengan kehilangan substansi yang jelas dari rongga endometrium hingga serosa uterus. Gangguan

makroskopis

menimbulkan

kerusakan

dan/atau permanen

mikroskopis pada

ke

perantara

rongga

uterus

endometrium-

miometrium. Kerusakan ini memiliki dampak utama pada biologi area bekas luka sehingga menciptakan kondisi peleburan khusus blastokista ke jaringan bekas luka serta dampak sekunder pada desidualisasi endometrium di sekitar bekas luka. 13 2. Plasentasi luka Kerusakan superfisial, seperti setelah kuretase, atau distorsi dari lapisan miometrium desiduo, seperti dengan fibroid submukosa, mungkin akan mengarah pada plasenta yang melekat pada sebagian besar superfisial. Hal tersebut menjelaskan kasus yang sangat langka dari plasenta akreta yang dilaporkan pada wanita primipara atau seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya. Pengganti peran desidua dalam modulasi plasentasi yaitu bekas luka hasil jaringan di desidualisasi disfungsional sekunder dan trofoblastik lebih invasif dalam plasenta akreta. 10

3. Mengubah bentuk vaskuler Mengubah bentuk arteri ditandai oleh hilangnya miosit progresif dari media dan lamina elastis internal, yang digantikan oleh bahan fibrinoid. Akibatnya, pembuluh-pembuluh ini kehilangan daya tanggap untuk

5

mensirkulasikan senyawa vasoaktif dan menjadi jaringan vaskular resistansi rendah melalui dilatasi. 14

IV. KLASIFIKASI Klasifikasi plasenta akreta sesuai dengan kedalaman invasi vili di dalam miometrium diperkenalkan oleh ahli patologi modern pada 1960-an. Sindrom plasenta akreta diklasifikasikan berdasarkan kedalaman invasi trofoblas, yaitu: 3

1. Plasenta akreta Vili melekat pada miometrium, dengan insiden sekitar 80%. 2. Plasenta inkreta Vili menginvasi miometrium, dengan insiden sekitar 15%. 3. Plasenta perkreta Vili berpenetrasi melalui meiometrium hingga lapisan serosa, dengan insiden sekitar 5% (Gambar 1a).

Gambar 1a. Plasenta normal dan sindrom plasenta akreta 15

6

Secara klinis sulit membedakan antara klasifikasi tersebut karena semua dapat berdampingan di tempat plasenta yang sama (Gambar 1b).

Gambar 1b. Gambaran jaringan akreta, inkreta dan perkreta. D, desidua; M, miometrium; PC, plasenta akreta; PI, plasenta inkreta; PP, plasenta perkreta; S, serosa. 16 Sedangkan menurut luasnya invasi, sindrom plasenta akreta dapat dibagi menjadi: 3 1. Plasenta akreta total Seluruh lobulus plasenta mengalami perlekatan abnormal 2. Plasenta akreta fokal Hanya satu lobulus yang mengalami perlekatan abnormal.

V. DIAGNOSIS Dalam praktek sehari-hari, plasenta akreta terjadi pada semua wanita dengan plasenta previa setelah operasi sesar sebelumnya. Diagnosis plasenta akreta sebelum persalinan memungkinkan dilakukannya perencanaan multidisiplin sebagai upaya untuk meminimalkan potensi morbiditas dan mortalitas ibu atau bayi. Tiga mode diagnosis untuk plasenta akreta yaitu pre-natal imaging, temuan klinis intrapartum, dan histopatologi dari spesimen plasenta atau uterus. Diagnosis juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi (USG), Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan diagnosis histopatologis. 17

7

USG Prenatal imaging MRI

Diagnosis

Retensio plasenta Temuan klinis intrapartum Perdarahan Histopatologi plasenta dan uterus Bagan 1. Alur diagnosis plasenta akreta

Pencitraan plasenta pada trimester 3 awal (di bawah 28-32 minggu) untuk plasenta akreta dilakukan pada pasein dengan faktor risiko sebagai berikut: 18 1. Berdasarkan faktor risiko riwayat obstetrik 

Riwayat seksio sesarea



Plasenta previa atau plasenta letak rendah



Riwayat ablasi endometrium



Riwayat pembedahan uterus, termasuk dilatasi dan kuretase berulang



Perdarahan pervaginam berulang

2. Berdasarkan faktor risiko USG 

Abnormalitas plasenta, bentuk uterus, dan/atau vaskularisasi dinding miometrium



Bekas luka operasi sesar

1. Diagnosis prenatal Diagnosis prenatal pertama plasenta akreta dilaporkan pada tahun 1967 oleh Sadovsky dkk. menggunakan plasentografi radioisotop, dan deskripsi ultrasound prenatal pertama dibuat oleh Tabsh dkk. pada tahun 1982. Faktor terpenting yang mempengaruhi hasil adalah diagnosis prenatal

8

yang mengantisipasi kehilangan darah dengan tepat dan komplikasi potensial lainnya dari persalinan. Selain itu, diagnosis prenatal memberikan kesempatan untuk memilih secara elektif prosedur karena pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan kehadiran tim bedah multidisiplin. 18 Diagnosis prenatal dari plasenta akreta terutama dikonfirmasi melalui ultrasonografi (USG), biasanya selama trimester kedua atau ketiga. Ultrasonografi merupakan modalitas diagnostik primer untuk plasenta akreta. MRI dapat bermanfaat untuk kasus yang dicurigai plasenta perkreta (menilai kedalaman invasi), plasenta posterior, serta hasil USG yang kurang jelas. 12,18  Ultrasonografi (USG) transabdominal dan transvaginal Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal merupakan teknik diagnosis pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman digunakan pada pasien plasenta previa dan memungkinkan pemeriksaan lebih baik pada segmen bawah rahim (SBR). Implantasi plasenta normal ditandai dengan batas hipoechoic diantara plasenta dan vesika urinaria (Gambar 2). Pada kasus sugestif plasenta akreta, tampak lakuna (ruang vaskular) plasenta dengan bentuk ireguler dalam plasenta, tidak adanya “clear space” retroplasenta, protrusi plasenta pada vesika urinaria, peningkatan vaskularisasi pada serosa uterus dan vesika urinaria, serta aliran darah turbulen melalui lakuna pada USG Doppler (Gambar 3 dan 4). Adanya lakuna plasenta pada usia kehamilan 15-20 minggu merupakan tanda USG paling prediktif untuk plasenta akreta, dengan sensitivitas 79% dan positive predictive value 92%. Lakuna-lakuna ini menyebabkan plasenta tampak menyerupai “moth eaten” atau “swiss cheese”. 17,19 Prediksi plasenta akreta dapat ditegakkan melalui USG dengan minimal 2 dari karakteristik berikut: 10 •

Daerah hipoekoik antara uterus dan plasenta (retroplacental clear zone)tidak ada/ireguler



Penipisan dinding uterus – dinding VU

9



Ketebalan miometrium <1 mm



Lakuna plasenta turbulen dengan aliran tinggi (>15 cm/detik)



Peningkatan vaskularisasi antara dinding uterus dan VU



Tidak adanya vascular arch yang parallel terhadap lapisan basal serta vaskularisasi intraplasental ireguler

Gambar 2. Plasenta normal 19 Plasenta (P) tampak homogen, retroplacental clear space hipoechoic (tanda panah).

Gambar 3. Potongan sagital uterus 19

10

Implantasi gestasional sac (GS) pada kehamilan dengan bekas seksio sesarea 3x. Tampak lakuna vaskular multipel (tanda panah) dalam plasenta. Kehamilan ini kemudian mengalami plasenta perkreta.

Gambar 4. Doppler pada potongan sagital uterus dan servix (Cx) pada kehamilan dengan bekas SC 1x. 19 Tampak implantasi gestasional sac (GS) pada bekas SC dan vaskularisasi di sekitar GS.

Gambar 5. Gambaran “moth eaten” atau “Swiss cheese” pada plasenta 19 Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas

11

96-98%, nilai prediksi positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98. Penggunaan daya Doppler, Doppler warna, atau gambar tiga dimensi tidak

secara

signifikan

meningkatkan

sensitivitas

diagnostik

dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi saja. 20,21  Magnetic Resonance Imaging (MRI) Sebagian besar penelitian telah menyarankan keakuratan diagnostik MRI untuk plasenta akreta. MRI dianggap sebagai modalitas tambahan dan sedikit menambah keakuratan diagnostik ultrasonografi. 300 kasus yang diterbitkan pada tahun 2005 menunjukkan MRI mampu menguraikan anatomi invasi dan menghubungkannya dengan sistem vaskular anastomotika regional. 22 Uterus gravidarum tampak berbentuk seperti buah pir dengan segmen bawah lebih kecil dibanding fundus dan korpus uteri. Plasenta dapat berimplantasi pada anterior atau posterior. Ujung bawah plasenta serta jaraknya dengan serviks mudah divisualisasi, Pada MRI T1weighted, plasenta tampak homogen dan isointense dengan otot, sehingga suit menilai permukaan plasenta-uterus atau miometrium (Gambar 6a). Pada T2-weighted juga menunjukkan plasenta tampak lebih terang dan tekstur homogen dengan septa tipis serta pembuluh darah yang tampak lebih gelap (Gambar 6b).

Gambar 6. Gambaran MRI plasenta normal pada akhir trimester kedua kehamilan. 10

12

(a) Pada MRI T1-weighted, plasenta tampak homogen dan isointense dengan otot. (b) Pada MRI T1-weighted, plasenta homogen dan lebih terang, tampak septa dan pembuluh darah yang lebih gelap. Plasenta sisi fetal (tanda panah putih) maupun maternal (tanda panah hitam) tampak rata mengikuti bentuk dinding uterus.

Gambar 7. Gambaran MRI plasenta akreta dengan potongan sagital (a) dan koronal (b). Tampak gambaran plasenta heterogen, dark bands (panah putih), serta bentuk ireguler, lobular (panah hitam) 10 2. Diagnosis klinis intrapartum Diagnosis klinis intrapartum berdasarkan adanya perdarahan atau retensi plasenta tanpa pemisahan yang jelas. Dalam kasus dugaan klinis, penyerahan plasenta untuk evaluasi patologis dibenarkan. Penelitian yang dilakukan oleh Silver dkk. pada tahun 2006 menetapkan risiko akreta relatif terhadap jumlah operasi sesar sebelumnya, menggunakan kedua diagnosis patologis dalam kasus di mana histerektomi dilakukan, dan temuan klinis plasenta adherent dengan pengangkatan yang sulit, dalam kasus di mana histerektomi tidak dilakukan. 4 3. Diagnosis histopatologis Secara histopatologis, plasenta akreta didefinisikan dengan ketidakhadiran sebagian atau sepenuhnya dari desidua basalis yang

13

mengakibatkan vili plasenta melekat atau menyerang miometrium bekas luka di bawahnya. Plasenta akreta dibagi menjadi total, parsial, atau fokal, tergantung pada jumlah jaringan plasenta yang terlibat. Diagnosis histopatologis tidak dapat ditegakkan dari jaringan plasenta saja, diperlukan jaringan uterus atau kuretase dengan miometrium untuk konfirmasi diagnosis histopatologis. Diagnosis histopatologi bergantung pada keberadaan serabut miometrium plat basal, atau aposisi langsung jaringan trofoblas ke miometrium yang mendasari, tanpa mengintervensi jaringan desidua. Diagnosis dapat dibuat pada spesimen histerektomi, tetapi juga pada plasenta atau plasenta dengan biopsi uterus, jika serat miometrium ditemukan berdekatan dengan vili plasenta atau hanya dengan lapisan fibrin intervening. 23 Diagnosis

plasenta

akreta

dibuat

atas

dasar

pemeriksaan

histopatologi dan ditandai dengan tidak adanya desidua dan vili korialis terlihat berdekatan langsung dengan miometrium (Gambar 7). Meskipun tidak terlihat secara makroskopis, pemeriksaan mikroskopik plasenta dapat mengkonfirmasi keberadaan placental basal plate myometrial fibres. Temuan ini dapat dilihat pada kehamilan normal, kehadiran mereka diperkirakan menunjukkan pemisahan plasenta yang abnormal. Placental basal plate myometrial fibres dikaitkan dengan peningkatan risiko morbidly adherent placenta (MAP) pada plasenta/kehamilan berikutnya. 24

(a)

(b)

14

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 7. Histopatologi sindrom plasenta akreta. (a) Desidualisasi endometrium meningkat sebagai akibat kehamilan. Selsel stromal besar, pucat, dan poligonal. (b) Desidualisasi rendah di permukaan dengan pembuluh darah miometrium tersumbat. (c) Villi korialis kontak langsung dengan miometrium (tidak ada interid desidua) pada plasenta akreta. (d) Vili korialis dengan trofoblas polar menginvasi miometrium. (e) Area tidak melekat pada plasenta yang sama di mana desidua terlihat antara vili (kanan bawah) dan miometrium (kiri atas). (f) sindrom plasenta akreta-vili korio dalam kontak langsung dengan otot; trofoblas multinucleated berlebih terlihat di kanan atas. 24

15

VII. PENANGANAN Pembentukan tim multidisiplin

Konseling

Perencanaan

Transfusi darah

Penanganan

Intervensi endovaskular Histerektomi Terminasi kehamilan Manajemen konservatif Bagan 2. Alur penanganan plasenta akreta

1. Pembentukan tim multidisiplin Wanita yang didiagnosis dengan plasenta akreta biasanya melahirkan

melalui

operasi

sesar.

Penanganan

plasenta

akreta

membutuhkan perencanaan tim multidisiplin untuk meminimalisasikan risiko morbiditas dan mortalitas pada maternal dan janin. Tim multidisiplin terdiri dari ahli bedah onkologi ginekologi, tim bank darah yang disiapkan untuk mengelola berbagai komponen darah, ahli anestesi obstetrik, ahli urologi yang terlatih dalam kasus reseksi atau reparasi kandung kemih, ahli bedah vaskuler, ahli bedah trauma, ahli neonatologi yang berpengalaman, serta ahli radiologi intervensi berpengalaman juga diperlukan ketika terjadi kateterisasi arteri panggul. 25 Tim multidisiplin hanya dapat diatur ketika diagnosis dibuat sebelum lahir dan keterlibatan organ panggul dan jaringan di sekitar uterus telah ditentukan secara akurat. Penelitian Eller dkk. menunjukkan persalinan di pusat medis dengan tim multidisiplin menghasilkan pengurangan risiko lebih dari 50% untuk gabungan morbiditas awal di antara semua kasus plasenta akreta dan pengurangan risiko hampir 80% pada kasus dugaan akreta sebelum persalinan. 25,26

16

Tabel 1. Tugas tim multidisiplin 27 Mengatur

Pertemuan tim untuk perencanaan persalinan

Menilai

Kasus & imaging

Menentukan

- Waktu terminasi (34-35 minggu) - Lokasi (kamar bersalin atau kamar operasi - Tim - Kebutuhan untuk radiologi intervensi/stent ureter

Memastikan

Kemampuan bank darah untuk transfusi masif

Memperoleh

Lab preoperatif (crossmatch, darah lengkap, analisa metabolik, fungsi liver, PT, PTT, INR, fibrinogen)

Mempertimbangkan - Waktu masuk rumah sakit Diskusi

Pendekatan anestetik dan bedah - Anestesi regional vs general - Akses vaskular dan waktu pemasangan - Posisi pasien (litotomi dorsal vs supine) - Insisi kulit vertikal - Komfirmasi tepi plasenta anterior USG intraoperatif untuk perencanaan insisi - Insisi uterus fundal atau klasik - Tidak melakukan manipulasi plasenta selama melahirkan bayi - Tali pusat dan tempat jahitan untuk hemostasis saat histerotomi - Histerektomi segera vs menunggu pemisahan plasenta pada kasus dengan risiko rendah

Delienasi

Rencana darurat

2. Perencanaan Perencanaan yang tepat dapat mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas perioperatif dengan mengurangi jumlah kehilangan darah dan kebutuhan transfusi produk darah. Langkah pertama dalam perencanaan

17

adalah diskusi di antara semua pemangku kepentingan termasuk pasien dan keluarganya. Perencanaan meliputi: 27,28  Konseling Pasien dan keluarga perlu memahami risiko kematian ibu sebesar 7% dan janin sebesar 9%. Kemungkinan transfusi darah dan histerektomi perlu didiskusikan dan persetujuan harus diambil sebelum operasi.  Terminasi kehamilan Tiga puluh empat minggu kehamilan umumnya dianggap sebagai usia kehamilan yang menguntungkan, oleh karena itu kelahiran sesar elektif dapat direncanakan sekitar tanggal tersebut untuk menghindari pengiriman yang tidak terduga. Waktu persalinan memiliki dampak penting pada hasil maternal dan perinatal. Usia kehamilan 35-35 minggu dianggap memiliki keseimbangan yang optimal untuk risiko pada janin dan maternal (Gambar 8). Oleh karena itu, operasi sesar dapat dilakukan pada usia kehamilan 34-35 minggu untuk menghindari operasi sesar darurat dan untuk meminimalkan komplikasi prematuritas.

Gambar 8. Risiko janin dan maternal  Transfusi darah Pengaturan produk darah harus sesuai dengan tingkat keparahan perdarahan yang diantisipasi, yang pada gilirannya tergantung pada jenis

18

plasenta akreta, komorbiditas pasien seperti adanya anemia yang sudah ada sebelumnya atau trombositopenia. Golongan darah atau crossmatch yang sulit karena adanya antibodi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan ketika mengatur darah untuk pasien. Darah harus tersedia di ruang operasi sebelum dimulainya prosedur. Dalam kasuskasus darurat, ketika diagnosis plasenta akreta dibuat intraoperatif, ahli anestesi memanggil bank darah untuk memulai protokol transfusi masif. Direkomendasikan protokol transfusi masif hadir di semua institusi yang menyediakan perawatan obstetrik. Pada maternal dengan plasenta previa dan dugaan akreta yang membutuhkan histerektomi peripartum, persalinan terjadwal dikaitkan dengan waktu operasi yang lebih pendek dan frekuensi transfusi yang lebih rendah, komplikasi, dan penerimaan unit penanganan intensif. 3. Histerektomi 29,30,31 Histerektomi merupakan penanganan konvensional dan definitif untuk plasenta akreta. Banyak orang percaya operasi sesarean histerektomi adalah cara paling aman untuk mengelola akreta berdasarkan data terbatas yang menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan manajemen konservatif. Histerektomi berhubungan dengan morbiditas maternal yang signifikan

karena

cedera

urologis,

pembentukan

fistula,

sepsis,

pengangkatan adneksa, transfusi darah masif dan konsekuensi psikologis yang merusak. Histerektomi dapat dilakukan dengan cara antara lain: 1. Histerektomi primer setelah bayi lahir tanpa melepaskan plasenta 2. Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, insisi dijahit 3. Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, eksisi parsial di tempat implantasi plasenta, lalu dilakukan repair uterus 4. Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, diikuti histerektomi sekunder 3-7 hari setelahnya Sesarean histerektomi yang direncanakan umumnya dianggap memiliki morbiditas yang lebih sedikit daripada sesaran histerektomi darurat. Wanita yang menjalani operasi sesarean histerektomi darurat

19

biasanya mengalami lebih banyak kehilangan darah, unit transfusi darah, komplikasi pasca operasi, dan penerimaan intensive care unit (ICU) dibandingkan wanita yang menjalani operasi sesar histerektomi elektif. Sebelum histerektomi, plasenta dibiarkan setelah kelahiran janin. Insisi uterus harus ditutup atau dijahit secara melingkar sebelum histerektomi untuk mengurangi kehilangan darah yang terkait dengan pemisahan plasenta adherent. Penanganan lain yang membantu mencegah kehilangan darah selama histerektomi yaitu oklusi balon dari pembuluh aorta atau hipogastrik, dan pemasangan turniket di sekitar serviks.

20

Gambar 9. Gambaran (a) uterus dengan plasenta akreta terekspos sebelum histerotomi. (b) Uterus ditempatkan di bawah traksi. Plasenta akreta dengan meningkatnya vaskularisasi ke segmen bawah uterus dan parametrium kiri. (c) Diseksi plasenta dari jaringan lunak sekitarnya. (d) Uterus lebih lanjut dimobilisasi dan plasenta dibedah jauh dari kandung kemih. Ruang retroperitoneal dibuka. (e) Kelanjutan dari diseksi plasenta menjauhi kandung kemih. Diseksi telah dibawa di bawah plasenta yang ditunjukkan dilindungi oleh tangan ahli bedah. Pembuluh perforata dibakar. (f) Diseksi sekarang telah dibawa ke bawah area invasi plasenta. Uterus dengan plasenta diangkat dan tampak segmen bawah uterus yang relatif normal. 10 Pada kasus di mana diagnosis MAP ditemukan intraoperatif, dilakukan tindakan sesuai bagan berikut:

21

Temuan intraoperatif sugestif perkreta • Segmen bawah rahim tampak distorsi/distensi • Pembuluh darah tampak jelas pada lapisan serosa uterus • Invasi plasenta pada kandung kemih atau jaringan sekitar

 

Tidak ada perdarahan, Janin/ibu stabil Fasilitas tidak tersedia

Perdarahan aktif Pasien tidak stabil

Hentikan operasi

Hentikan operasi

Tutup uterus dengan packing laparotomi hangat Tunggu bantuan sebelum melanjutkan dengan histerotomi dan intervensi operatif

 

Tekan area perdarahan Siapkan histerotomi dan persalinn diikuti terapi definitif plasenta perkreta

atau   

Tutup fascia Kulit dijahit situasi Pertimbangkan rujuk ke fasilitas tersier yang berpengalaman

Bagan 3. Alur penanganan plasenta perkreta yang ditemukan intraoperatif 18 4. Manajemen konservatif 31,32,33,34,35,31 Manajemen konservatif termasuk persalinan melalui operasi sesar tanpa histerektomi,

telah diusulkan dalam kasus

selektif untuk

mempertahankan kesuburan. Gagasan utama manajemen konservatif adalah meninggalkan seluruh plasenta atau hanya bagian yang melekat pada miometrium in situ dan mempertahankan rahim. Komplikasi pasca operasi yang dilaporkan dengan pendekatan konservatif termasuk perdarahan postpartum yang parah, koagulopati intravaskular diseminata pasca operasi, dan infeksi. Manajemen konservatif plasenta invasif yang abnormal dapat

22

efektif dan kesuburan dapat dipertahankan ketika kehilangan darah minimal dan

keinginan

untuk

menjaga

kesuburan.

Histerektomi

harus

dipertimbangkan pada wanita dengan lebih dari satu anak yang tidak ingin hamil kembali. Keuntungan dan risiko dari pilihan histerektomi atau manajemen konservatif perlu dipertimbangkan (Tabel 1). Tabel 1. Perbandingan histerektomi dan manajemen konservatif

Histerektomi

Keuntungan

Risiko

Terapi definitif

Perdarahan

Pasien

jarang

kembali Cedera buli

karena komplikasi Manajemen

Preservasi uterus

konservatif

Late HPP Sepsis Kogulopati

akibat

reeporasi tertunda Pada manajemen konservatif diharapkan terjadi resorpsi plasenta. Setelah histerotomi, diperlukan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi akibat nekrosis plasenta. Pemberian uterotonika diperbolehkan, namun evidence-based tidak menunjukkan perbedaan pada kelompok yang diberikan uterotonika maupun tidak. Pemberian methotrexate tidak direkomendasikan sebab efikasinya belum terbukti, serta efek sampingnya dapat melampaui keuntungan pemberian methotrexate. Penanganan yang optimal pada pasien plasenta akreta memerlukan diagnosa selama kehamilan untuk antisipasi pendarahan dan kebutuhan tranfusi darah. Selain itu penanganan dilakukan dengan pemantauan tandatanda vital maternal, denyut jantung janin, dan mempersiapkan terminasi kehamilan dengan operasi sesar. Apabila terdapat perlengketan dari plasenta ke dinding rahim, histerektomi total dapat dilakukan atas persetujuan pasien dan keluarga pasien. Identifikasi kehamilan yang akurat memungkinkan penanganan optimal karena waktu dan tempat persalinan, ketersediaan

23

produk darah, dan perekrutan ahli anestesi dan tim bedah dapat diatur sebelumnya. Dalam prakteknya, posisi yang tepat dari plasenta ditentukan oleh ultrasound pra operasi. Sebelum memulai sesar, semua bahan yang diperlukan untuk konversi segera histerektomi sudah tersedia (Gambar 10).

Gambar 10. Gambaran seorang pasien 28 tahun dengan riwayat dua seksio sesarea sebelumnya dengan temuan ultrasound yang konklusif pada morbidly adherent placenta (MAP) memilih untuk manajemen konservatif, tetapi semua bahan yang diperlukan untuk konversi segera histerektomi siap pada meja yang berdekatan. 10 Laparotomi dilakukan dengan sayatan kulit garis tengah, sering membesar di atas umbilikus (Gambar 11).

24

Gambar 11. Gambaran perioperatif yang menegaskan diagnosis morbidly adherent placenta (MAP) 10 Pendekatan uterus menggunakan sayatan klasik di kejauhan dari tempat plasenta (Gambar 12).

Gambar 12. Gambaran jarak insisi garis tengah dari tempat plasenta 10

25

Dalam hal ini, tali pusat dipotong di tempat insersi (Gambar 13), dan rongga uterus tertutup (Gambar 14).

Gambar 13. Gambaran tali pusat dipotong di tempat insersi setelah melahirkan anak tanpa upaya pelepasan plasenta karena konfirmasi perioperatif diagnosis morbidly adherent placenta (MAP) 10

Gambar 14. Gambaran perioperatif dari morbidly adherent placenta (MAP) kiri in situ setelah penutupan sayatan uterus vertikal fundus 10

26

KESIMPULAN

Plasenta akreta merupakan penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas maternal utama. Plasenta akreta dapat dialami oleh wanita yang memiliki plasenta previa, terutama anterior, dan riwayat operasi sesar atau pembedahan uterus lainnya. Faktor risiko yang paling penting yaitu plasenta previa dan kelahiran sesar sebelumnya. Pada sebagian besar kasus, diagnosis dapat dibuat dengan ultrasonografi dan pemeriksaan Doppler warna komplementer. Pasien dengan faktor risiko yang teridentifikasi harus dievaluasi dengan sonogram obstetri oleh spesialis yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut. Dalam kasus akreta, penanganan harus dilakukan oleh tim multidisiplin di rumah sakit besar. Terminasi kehamilan direkomendasikan pada usia kehamilan 3435 minggu untuk mencegah komplikasi janin dan maternal yang lebih berat. Manajemen

konservatif

dengan

meninggalkan

placenta

in

situ

dapat

dipertimbangkan, namun penanganan definitif plasenta akreta adalah histerektomi.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Narang L, Chandraharan E. Management of morbidly adherent placenta. Obstet Gynaecol Reprod Med. 2013; 23(7): h. 214-20. 2. Valentini AL, Gui B, Ninivaggi V, Miccò M, Giuliani M, Russo L, et al. The morbidly adherent placenta: when and what association of signs can improve MRI diagnosis?Our experienceOur. Diagn Interv Radiol. 2017; 23: h. 180-6. 3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al. Obstetrical Hemorrhage. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al., editors. Williams Obstetrics. Ed 24th. New York: McGraw-Hill Education; 2014. h. 780-828. 4. Silver RM, Landon MB, Rouse DJ, KJ KJL. Maternal morbidity associated with multiple repeat cesarean deliveries. Obstet Gynecol. 2006; 107(6): h. 1226-32. 5. Al-Serehi A, Mhoyan A, Brown M, Benirschke K, Hull A, Pretorius DH. Placenta accreta: an association with fibroids and Asherman syndrome. J Ultrasound Med. 2008; 27(3): h. 1623-8. 6. Khong TY. The pathology of placenta accreta, a worldwide epidemic. J Clin Pathol. 2008; 61(12): h. 1243-6. 7. Wu S, Kocherginsky M, Hibbard JU. Abnormal placentation: twenty-year analysis. American journal of obstetrics and gynecology. Am J Obstet Gynecol. 2005; 192(5): h. 1458-61. 8. Thurn L, Lindqvist PG, Jakobsson M. Abnormally invasive placentaprevalence, risk factors and antenatal suspicion: Results from a large population-based pregnancy cohort study in the Nordic countries. BJOG. 2015; 123(8): h. 1348-55. 9. Sumigama S, Sugiyama C, Kotani T. Uterine sutures at prior sesarean section and placenta accreta in subsequent pregnancy: A case-control study. BJOG. 2014; 121(7): h. 886-74.

28

10. Silver RM. Placenta accreta syndrome Boca Raton: CRC Press; 2017. 11. Tseng J, Chou M. Differential expression of growth-, angiogenesis-, and invasion- related factors in the development of placenta accreta. Taiwanese J Obstet Gynecol. 2006; 45(2): h. 100-5. 12. Belfort MA. Placenta accreta. Am J Obstet Gynecol. 2010; 203(5): h. 430-9. 13. Jauniaux E, Jurkovic D. Long-term complications after cesarean section. Dalam: Jauniaux E, Grobman W, editors. Textbook of cesarean section. Oxford: Oxford Univesity Press; 2016. h. 129-44. 14. Burton GJ, Woods AW, Jauniaux E, Kingdom JC. Rheological and physiological consequences of conversion of the maternal spiral arteries for uteroplacental blood flow during human pregnancy. Placenta. 2009; 30, hal. 473-482: h. 473-82. 15. Texas Children's Hospital. Morbidly Adherent Placenta. [Online].; 2018 [diakses

1

Agustus

2018.

Diunduh

dari:

https://women.texaschildrens.org/program/high-risk-pregnancycare/conditions/morbidly-adherent-placenta. 16. Collins EJ, Burton GJ. Pathophysiology and ultrasound imaging of placenta accreta spectrum. Am J Obstet Gynecol. 2018; 218(1): h. 75-87. 17. ACOG. Placenta accreta. Comittee opinion No. 529. Obstet Gynecol. 2012; 120: h. 207-11. 18. Baughman WC, Corteville JE, Shah RR. Placenta accreta: spectrum of US and MR imaging findings. Radiographics: a review publication of the Radiological Society of North America, Inc. Radiographics. 2008; 28(7): h. 1905-16. 19. Berkley EM, Abuhamad A. Ultrasound diagnosis of the morbidly adherent placenta. Dalam: Silver RM, editor. Placenta Accreta Syndrome. New York: CRC Press; 2017. h. 29-40. 20. Warshak CR ERHASAMRBK. Accuracy of ultrasonography and magnetic resonance imaging in the diagnosis of placenta accreta. 2006, Obstet Gynecol; 108, hal. 573-581.

29

21. Comstock CH LJJBRLWVIHRea. Sonographic detection of placenta accreta in the second and third trisemesters of pregnancy. 2004, Am J Obstet Gynecol; 190, hal. 1135-1140. 22. Jaraquemanda JMP, Bruno CH. Magnetic resonance imaging in 300 cases of placenta accreta: surgical correlation of new findings. Acta Obstet Gynecol Scand. 2005; 84(3): h. 716-24. 23. Fox H, Sebire N. Pathology of the Placenta. Ed 3rd. New York: Elsevier; 2007. 24. Miller ES, Linn RL, Ernst LM. Does the presence of placental basal plate myometrical fibres increase the risk of subsequent morbidly adherent placenta: a case-control study. BJOG. 2016; 123(13): h. 2140-5. 25. Eller AG, Bennett MA, Sharshiner M. Maternal morbidity in case of placenta accreta managed by a multidisciplinary care team compared with standard obstetric care. Obstet Gynecol. 2011; 117(2): h. 331-7. 26. Jauniaux E, Bhide A, Kennedy A, Woodward P, C CH. For the FIGO placenta accreta diagnosis and management expert consensus panel. Int Obstet Gynecol. 2018; 140(5): h. 274-80. 27. Eller A, Porter T, Soisson P, Silver R. Optimal management strategies for placenta accreta. Int J Obstet Gynaecol. 2009; 116(4): h. 648-54. 28. Robinson BK, Grobman WA. Effectiveness of timing strategies for delivery of individuals with placenta previa and accreta. Obstet Gynecol. 2010; 116, hal. 835-842(4): h. 835-42. 29. Mussalli GM, Shah J, Berck DJ. Placenta accreta and methotrexate theraphy: three case reports. J. Pernatol. 2000; 20, hal. 331-334(4): h. 331-4. 30. Kastner E, Figueroa R, Garry D, Maulik D. Emergency peripartum hysterectomy: experience at a community teaching hospital. Obstet Gynecol. 2002; 99(4): h. 971-5. 31. Jauniaux ERM, Alfirevic Z, Bhide AG, Belfort MA, Burton GJ, Collins SL, et al. Placenta praevia and Placenta accreta: diagnosis and management. Greentop Guideline no 27a. RCOG. 2018.

30

32. Alkazaleh F, Geary M, Kingdom J, Kachura JR, Windrim R. Elective nonremoval of the placenta and prophylactic uterine artery embolization postpartum as a diagnostic imaging approach for the management of placenta percreta: a case report. J Obstet Gynaecol Can. 2004; 26(8): h. 743-6. 33. Kayem G, Davy C, Goffinet F, Thomas C, Cleent D, Cabrol D. Conservative versus extirpative management in cases of placenta accreta. Obstetrics and Gynecology. 2004; 104(3): h. 531-6. 34. Timmermans S, VanHof AC, Duvekot J. Conservative management of abnormally invasive placentation. Obstet Gynecol Surv. 2007; 62(8): h. 52932. 35. Matsuzaki KY, Endo M, Kakigno A, Takiuchi T, Kimura T. Conservative management of placenta accreta. Int J Gynaecol Obstet. 2018; 140(3): h. 299306. 36. Gielchinsky Y, Rojansky N, Fasouliotis SJ, Ezra Y. Placenta accreta-summary of 10 years: a survey of 310 cases. Placenta. 2002; 23(2): h. 210-4.

31

Related Documents

Plasenta Previa.docx
May 2020 20
Plasenta Akreta.docx
May 2020 16
Plasenta Previa
November 2019 37
Plasenta Previa
June 2020 21
Plasenta Previa.docx
May 2020 19
Plasenta Previa.docx
May 2020 16

More Documents from "David Christianto"