IDENTIFIKASI MASALAH MISKONSEPSI PADA POKOK BAHASAN MATERI GELOMBANG BUNYI
OLEH : DIAN PUTRIAN PERMATA SARI NIM. 20160111064028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2019
PENGESAHAN PKM-PENELITIAN
1. Judul Kegiatan
: Identifikasi Masalah Miskonsepsi Pada Pokok
Bahasan Materi Gelombang Bunyi. 2. Bidang Kegiatan
: PKM-P
3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap
: DIAN PUTRIAN PERMATA SARI
b. NIM
: 20160111064028
c. Program Studi
: PENDIDIKAN FISIKA
d. Universitas
: CENDERAWASIH
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl. Baru pasar youtefa f. Alamat email
:
[email protected]
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 1 orang 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar
: Drs. PAULUS GD LASMONO, MT
b. NIP
:
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : PERUMNAS III 6. Biaya Kegiatan Total a. Kemristekdikti
: Rp ...............
b. Sumber lain (sebutkan . . . )
: Rp ...............
7. Jangka Waktu Pelaksanaan
: bulan
Jayapura, 14 Maret 2019 Menyetujui, Wakil Dekan/
Ketua Pelaksana Kegiatan
Ketua Program Studi
_______________________
______________________
NIP/NIY
NIM
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hak bahkan wajib bagi setiap warga Negara Indonesia. Sayangnya masih terjadi berbagai masalah pendidikan yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan dengan baik. Salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian bahwa siswa Indonesia belum dapat bersaing dengan siswa negara tetangga khususnya di era masyarakat ekonomi Asean. Berdasarkan studi internasional, TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) 2011. Hasil studi penelitian menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan 64 dari 65 negara untuk Matematika dan IPA. Studi internasional tersebut menyatakan kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur secara signifikan ternyata berada di bawah ratarata skor internasional yang sebesar 500. Jika dibandingkan dengan siswa internasional, siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal dalam kategori rendah dan sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada yang dapat menjawab soal yang menuntut pemikiran tingkat tinggi. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sampai saat ini tetap menjadi pusat perhatian bagi pemerintah. Pendidikan juga merupakan aspek penting bagi pembangunan bangsa. Kualitas pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan suatu negara. Peningkatan kualitas pendidikan dapat diupayakan dari beberapa hal, Misalnya peningkatan bentuk pengajaran guru, metode yang diterapkan, dan media yang digunakan. Karena pendidikan adalah kunci semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketauhi bahwa pendidikan juga berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Jadi seorang guru sangat berperan penting dalam mendidik dan menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu negara. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Ilmu fisika merupakan bagian dari mata pelajaran sains yang menuntut siswa agar berinteraksi secara langsung dengan sumber belajarnya, siswa tidak hanya memahami suatu konsep ilmu pengetahuan, namun siswa juga perlu penggabungan beberapa pengalaman dengan melalui serangkaian kegiatan ilmiah sebagai langkah untuk menuju pemahaman terhadap konsep. Pemahaman konsep tersebut memberikan pengertian bahwa materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sekedar hapalan, melainkan lebih dari itu. Bila siswa tidak memiliki pemahaman konsep yang baik, maka siswa tersebut kurang mengerti konsep materi-materi dalam fisika, sehingga siswa sulit untuk memecahkan permasalahan fisika dengan baik. Oleh sebab itu, diperlukan adanya sebuah inovasi dalam pembelajaran guna menumbuhkan penguasaan konsep siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Materi atau konsep Fisika di tingkat sekolah menengah atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) memiliki tingkat kesukaran yang beragam, terdiri dari : yang mudah, sedang, dan sukar. Keberagaman tingkat kesukaran tersebut tentunya akan memberikan respon yang berbeda dari para siswa, diantarnaya akan muncul keberagaman tingkat pemahaman siswa. Contohnya materi yang dianggap sedang akan mendapatkan respon yang beragam seperti mudah, sedang, dan sukar oleh beberapa orang siswa. Keberagaman tingkat kesukaran terhadap materi seperti ini memungkinkan terjadinya kesalahan penafsiran terhadap materi/konsep. Kesalahan dalam menafsirkan konsep inilah yang akan menimbulkan miskonsepsi. Sumber kesalahan dalam memahami sebuah konsep, bisa bersumber dari: penafsiran awal yang salah pada diri siswa, atau kesalahan sudah terjadi pada diri guru yang ditularkan kepada siswa. Penyampaian informasi dan pemahaman konsep yang benar dari akan menghasilkan informasi yang benar juga kepada para siswa. Jika pada awalnya informasi yang diterima guru sudah salah, maka informasi yang diterima oleh siswa juga akan salah. Siswa akan selamanya memahami hal yang salah dan terbawa-bawa selama˗lamnya. Proses pendidikan formal merupakan proses yang panjang dan berkelanjutan. Miskonsepsi yang bermula dari siswa (prakonsepsi) yang sudah salah akan berkelanjutan dan terus menerus.Keberhasilan setiap jenjang pendidikan dipengaruhi keberhasilan siswa menguasai kompetensi pada jenjang sebelumnya. Pemahaman yang baik akan di jadikan sebagai dasar/fondasi yang baik bagi jenjang berikutnya. Salah satu konsep fisika yang akan diteliti penulis adalah Gelombang Bunyi, karena konsep Gelombang merupakan materi yang dianggap sulit baik dalam pemahaman maupun dalam
penyampaian konsep kepada siswa. Untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa dalam materi tertentu melalui tes diagnostik saja, selanjutnya diputuskan konsep-konsep yang dipahami dan tidak dipahami (miskonsepsi) merupakan cara yang kurang lengkap. Lebih jauh perlu ditelusuri apakah mahasiwa telah benar-benar menggunakan konsep yang dia miliki untuk menjawab soal- soal tes diagnostik yang diberikan atau tidak. Bisa jadi mahasiswa tidak mengetahui konsep yang berkaitan dengan soal yang diberikan. Dengan kata lain, untuk menjawab soal-soal tersebut mahasiswa tidak memiliki konsep yang memadai atau kekurang pengetahuan atau bahkan mereka hanya menerka salah satu option jawaban yang tersedia pada setiap soal. Penelusuran miskonsepsi mahasiswa pendidikan fisika dalam penelitian ini, menggunakan bantuan Certainty of Response Index (CRI) sehingga terungkap jawaban yang lucky guess (menjawab benar dengan menebak), a lack of knowledge (kekurang pengetahuan), miskonsepsi, dan yang benar-benar memahami konsep.
1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana cara untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa FKM pada pokok bahasan materi gelombang bunyi? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa FKM pada pokok bahasan materi gelombang bunyi
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Konsep Konsep merupakan pemikiran dasar yang diperoleh dari fakta peristiwa, penga-
laman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting dalam proses belajar. Menurut pendapat Sagala (2010: 56) definisi konsep adalah: “Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atas kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan”. Seseorang belajar konsep jika belajar mengenal dan membedakan sifat-sifat dari objek kemudian membuat pengelompokan terhadap objek tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nasution dalam Yuliati (2006: 7) ”Bila seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep”. Menurut Ausubel dalam Berg (1991:8), Konsep adalah benda-benda, kejadiankejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas yang mewakili setiap budaya oleh suatu tanda atau symbol (objects,events,situation or properties that posses common critical attribute and are designated in any given culture by some accepted sign or symbol). Jadi, konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri dan sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia serta yang memungkinkan manusia berpikir (bahasa adalah alat berpikir). Secara singkat dapat kita katakan, bahwa suatu konsep meru-pakan suatu abstraksi mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Kita menyimpulkan bahwa suatu konsep telah dipelajari, bila yang diajar dapat me-nampilkan perilakuperilaku tertentu. Jika seorang siswa telah memahami konsep secara keseluruhan maka ia akan mampu menguasai konsep.Dalam mempelajari fisika, diperlukan penguasaan konsep sehingga siswa tidak merasa kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep berikutnya
yang lebih kompleks, karena antara konsep yang satu dengan konsep yang lain saling berkaitan.Slameto dalam Yusuf (2010:16) menyatakan bahwa ada dua kemungkinan yang terjadi apabila sebuah konsep telah dikuasai siswa, yaitu : 1. Siswa dapat menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan masalah, 2. Penguasaan konsep memudahkan siswa untuk mempelajari konsep-konsep yang lain.
2.1.1 Konsepsi Tafsiran seseorang terhadap banyak konsep seringkali berbeda, misalnya penafsiran konsep benda jatuh bebas tampak berbeda untuk setiap siswa. Tafsiran konsep oleh seseorang disebut konsepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Berg (1991:8): Tafsiran perorangan terhadap banyak konsep berbeda-beda. ”Misalnya penafsiran konsep ”ibu” atau ”cinta” atau ”keadilan” berbeda untuk setiap orang. Tafsiran konsep oleh seseorang disebut konsepsi. Walau dalam sains dan teknologi kebanyakan konsep memiliki arti yang jelas telah disepakati oleh para ilmuwan, namun masih juga ditemukan perbedaan konsepsi siswa yang satu dengan yang lainnya. Konsep kecepatan dan kelajuan pada materi gerak lurus akan ditafsirkan berbeda-beda oleh masing-masing siswa. Menurut Berg (1991:17), Ada beberapa hal penyebab perbedaan konsepsi siswa.perbedaan konsepsi antara individu siswa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan yang telah dimilikinya, b. stuktur pengetahuan yang telah terbentuk di dalam otaknya, c. perbedaan kemampuan dalam hal: (1) menentukan apa yang diperhatikanwaktu belajar, (2) menentukan apa yang masuk ke otak, (3) menafsirkan apa yang masuk ke otak, (4) perbedaan apa yang disimpan di dalam otak.
Dengan demikian bila seseorang siswa pasif, konsepsinya akan sedikit. Sedangkan bila seseorang siswa aktif yang telah terlihat dalam proses belajar mengajar,konsepsinya akan semakin banyak dan tinggi.
2.1.2
Miskonsepsi Beberapa ahli mengungkapkan tentang pengertian miskonsepsi. Driver dalam Purba (2008:4), Ketika siswa datang ke ruang kelas, dalam pikirannya sudah terisi (tidak seperti kaset kosong) dengan pengalaman dan pengetahuan yang berkaitan dengan listrik ataupun peristiwa fisis yang ada disekitarnya. Konsepsi awal yang dimiliki siswa secara substansial mengakui berbeda dengan gagasan yang diajarkan dan konsepsi ini akan mempengaruhi belajar dan bisa menghambat perubahan untuk selanjutnya. Konsepsi yang dimiliki siswa kadangkala cukup kuat dan mempunyai pengaruh besar terhadap pengembangan konsep-konsep dalam gerak lurus yang didapat dari pengalaman belajarnya. Namun dalam kenyataannya konsepsi siswa sering bertentangan dengan konsepsi ilmuwan, yang dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa dalam belajar. Miskonsepsi adalah perbedaan konsepsi yang dimiliki siswa dengan konsepsi
ilmu pengetahuan. Driver, R. (1988:161) menyatakan bahwa konsespsi siswa yang berbeda dengan konsepsi ilmu pengetahuan disebut miskonsepsi. Nama lain dari istilah miskonsepsi yang digunakan oleh para peneliti diantaranya intuisi (intuitions), konsepsi alternatif (alternative frame), dan teori naif.Kohle dan Norland dalam Berg (1991:8) juga menyatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu konsep atau ide yang menyimpang dari pendapat umum dengan konsensus ilmu-wan. Sedangkan Berg (1991:8) mendefinisikan “Miskonsepsi sebagai pertentangan atau ketidakcocokan konsep yang dipahami seseorang dengan konsep yang dipakai oleh pakar ilmuwan yang bersangkutan”. 2.1.3
Penyebab Miskonsepsi Miskonsepsi akan terbentuk bila konsepsi seseorang mengenai suatu materi tidak sesuai dengan konsepsi yang diterima oleh ilmuwan atau pakar dibidangnya. Suatu miskonsepsi siswa bisa berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi siswa bisa berasal dari siswa sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya. Selain itu, miskonsepsi yang dialami siswa bisa juga diperoleh dari pembelajaran dari gurunya. Pembelajaran yang dilakukan gurunya mungkin kurang terarah sehingga siswa melakukan interpretasi yang salah terhadap suatu konsep, Suparno dalam Maharta (2010:6) menyatakan bahwa faktor penyebab miskonsepsi fisika bisa dibagi menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa,
pengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Penyebab Miskonsepsi Sebab utama
Sebab khusus
Siswa
Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa
Pengajar
Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi gurusiswa tidak baik
Buku teks
Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buk teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya yang perlu,
Konteks
Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan.
Cara mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika,
tidak
mengungkapkan
miskonsepsi,
tidak
mengoreksi PR, model analogi yang diapakai kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll
2.1.4 Metode Penelusuran Miskonsepsi Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang metode penelusuran miskonsepsi. Purba (2008:5) menyatakan bahwa ada tiga cara yang mungkin dapat digu-nakan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dan miskonsepsi yang terdapat pada diri siswa yaitu: (a) tes diagnotismelalui tes tertulis dan memberi alasan, (b) interview klinis dengan mengungkapkan pengetahuan awal dan miskonsepsi siswa secara lebih mendalam dan lebih orisinil, dan (c) penyajian peta konsep. Novak dalam Purba (2008:5) menyatakan bahwa konsepsi siswa juga dapat diperkirakan dengan peta konsepsi yang bentuknya tentu saja berbeda dengan tingkat pema-haman masingmasing siswa terhadap suatu konsep. Dykstra, et al(1992:621) menyatakan bahwa sebelum dilakukan pembelajaran materi gerak lurus perlu diadakan identifikasi dan evaluasi miskonsepsi terlebih dahulu antara lain dengan menggunakan tes diagnostik. Untuk mengungkap miskonsepsi siswa, tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi dapat ditempuh me-lalui aplikasi dengan suatu permasalahan. 2.2 MODEL PEMBELAJARAN CRI (CERTAINLY OF RESPONSE INDEX) Metode CRI ini telah dikembangkan oleh Saleem Hasan (1999: 294-299) yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa, yang merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan.Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dan 5 untuk certain. Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penggunaan CRI adalah kejujuran siswa dalam mengisi CRI untuk jawaban suatu soal, karena nantinya akan menentukan pada keakuratan hasil identifikasi yang dilakukan (Tayubi, 2005: 1).
Model Certainly of Response Index(CRI) merupakan model yang digunakan untuk mengukur tingkat keyakinan siswa terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru. Certainly of Response Index (CRI) adalah ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan (Saleem Hasan dalam Tayubi, 2005).
Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikannya untuk soal tersebut (Tayubi, 2005). Tabel ketentuan CRI untuk membedakan antara tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
Tabel ketentuan CRI untuk membedakan antara tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
Kriteria jawaban
CRI rendah (<2,5)
CRI tinggi (>2,5)
Jawaban benar
Tidak tahu konsep (lucky menguasai konsep dengan baik guess)
Jawaban salah
tidak tahu konsep
Kemunkinan terjadi miskonsepsi
(Tayubi, 2005).
CRI biasanya didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0-5) seperti pada tabel berikut : Tabel CRI skala 4 dan kriterianya
CRI
Kriteria
1
Sangat tidak yakin
2
Tidak yakin
3
Yakin
4
Sangat yakin (Nursiwin, 2014)
Metode
Certainly
of
Response
Index
(CRI)
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat membedakannya tidak tahu konsep, Hasan et al (1999: 294-299). CRI merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan.CRI biasanya
didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal. Sebagai contoh skala 6 (0-5) pada tabel di bawah ini:
Tabel CRI skala 6 dan kriterianya Kriteria
CRI
0
(Totally guessed answer)
1
(Almost guess)
2
(Not Sure)
3
(Sure)
4
(Almost certain)
5
(Certain) (Tayubi, 2005).
Menurut Tayubi (2005: 6) angka 0 menandakan tidak tahhu konsep sama sekali (jawaban ditebak secara total), sementara angka 5 menandakan kepercayaan diri yang penuh atas kebenaran pengatahuan dalam menjawab suatu pertanyaan (soal), tidak ada unsur tebakan sama sekali. jika derajat kepastiannya rendah (CRI0-2), maka hal ini menggambarkan bahwa proses penebakan memainkan peranan yang signifikan dalam menentukan jawaban.Tanpa memandang apakah jawaban benar atau salah, nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya unsur penebakan yang secara tidak langsung mencerminkan ketidaktahuan konsep yang mendasari penentuan jawaban.Jika CRI tinggi (CRI 3-5), maka responden memiliki kepercayaan diri (confidence) yang tinggi dalam memilih jawaban.
Tayubi (2005: 8) menginformasikan pengoperasionalan kriteria CRI yang dinyatakan dengan persentase unsur tebakan dalam menjawab suatu pertanyaan :
Tabel Kriteria CRI CRI
Kriteria
0
Jika dalam menjawab soal 100% ditebak
1
Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 75-99%
2
Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 50-74%
3
Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 25-49%
4
Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 1-24%
5
Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%)
2.2.1 Metode CRI ini memiliki keunggulan dan kelemahan 1. Keunggulan Keunggulannya yakni bersifat sederhana dan dapat digunakan di berbagai jenjang (sekolah menengah sampai perguruan tinggi), sedangkan kelemahannya adalah metode ini sangat bergantung pada kejujuran siswa (Mahardika, 2014: 5).
Metode Certainly of Response Index (CRI) mempunyai keunggulan antara lain sebagai berikut : 1. Mudah diterapkan di kelas rendah karena siswa tinggal memilih jawaban yang telah disediakan. 2. Di harapkan dengan adanya penerapan metode baru ini guru akan lebih mudah menerapkan konsep tersebut.
2. Kelemahan Selain mempunyai kelebihan, metode Certainly of Response Index (CRI) juga mempunyai kelemahan antara lain: 1. Metode ini tidak sesuai diterapkan dikelas tinggi karena tidak dapat mengembangkan pengetahuan. 2. Metode ini hanya digunakan untuk pembelajaran yang memerlukan satu kepastian jawaban. Tidak sesuai untuk pelajaran yang membutuhkan banyak alternatif jawaban.
2.3 Pembelajaran Fisika “Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Salah satu pertanda bahwa
seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Artinya, tujuan kegiatan belajar adalah adanya perubahan tingkah laku. Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang telah dipahami. Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia, dan perbahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku, seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain. Jadi dari beberapa pendapat para ahli tentang belajar yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada diri seseorang dalam bentuk perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujaun tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserat didik untuk memilki pengalaman belajar. Proses belajar mengajar (pembelajaran) adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Jadi, pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran fisika adalah menguasai konsep fisika. Pembelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan berpusat pada peserta didik. Salah satu indikator keberhasilan belajar fisika yaitu memiliki pemahaman konsep yang baik. Namun, kenyataan dilapangan kerap kali ditemukan bahwa adanya kesulitan sejumlah peserta didik dalam memahami beberapa konsep fisika telah menjadi perhatian para pengajar dan praktisi pendidikan di bidang pengajaran fisika. Keaktifan berbuat dan kebiasaan berpikir
dalam belajar fisika akan membantu peserta didik meningkatkan penguasaan konsep-konsep fisika. Jadi peserta didik harus memahami konsep – konsep dalam mempelajari materi–materi pelajaran fisika, tidak hanya secara matematis saja, jika peserta didik mempelajari materi fisika secara konsep dan matematis maka hasil belajar yang diperoleh akan maksimal. Metode ceramah cenderung kurang tepat diterapkan pada pembelajaran fisika karena pembelajaran fisika harus lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, agar peserta didik terlibat aktif sehingga peserta didik dapat memahami dan mengingat materi yang telah dipelajari dengan baik. Tugas seorang guru untuk menciptakan pembelajaran yang interaktif di dalam kelas, serta membuat peserta didik untuk aktif terlibat pada proses kegiatan pembelajaran (KBM), karena dengan melibatkan peserta didik untuk aktif dalam proses kegiatan pembelajaran, akan memudahkan mereka untuk memahami dan menguasai konsep pembelajaran fisika yang diajarkan.
2.4 Gelombang Bunyi Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam perambatannya bunyi memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi bunyi yaitu ada sumber bunyi, medium, dan pendengar. Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar, getaran itu merambat melalui medium menuju pendengar. Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal, karena gelombang berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut, membentuk daerah bertekanan tinggi dan rendah (rapatan dan renggangan). Partikel yang saling berdesakan akan menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan molekul yang meregang akan menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua jenis gelombang ini menyebar dari sumber bunyi dan bergerak secara bergantian pada medium. Cepat Rambat Bunyi Gelombang bunyi dapat bergerak melalui zat padat, zat cair, dan gas, tetapi tidak bisa melalui vakum, karena di tempat vakum tidak ada partikel zat yang akan mentransmisikan getaran. Kemampuan gelombang bunyi untuk menempuh jarak tertentu dalam satu waktu disebut Kecepatan Bunyi. Kecepatan bunyi di udara bervariasi,
tergantung temperatur udara dan kerapatannya. Apabila temperatur udara meningkat, maka kecepatan bunyi akan bertambah. Semakin tinggi kerapatan udara, maka bunyi semakin cepat merambat. Kecepatan bunyi dalam
zat cair lebih besar daripada cepat
rambat bunyi di udara. Sementara itu, kecepatan bunyi pada zat padat lebih besar daripada cepat rambat bunyi dalam zat cair dan udara. Unsur Bunyi dan Pemanfaatan Gelombang Bunyi Unsur unsur bunyi antara lain sebagai berikut. 1. Tinggi Nada Bunyi Semakin banyak jumlah getaran yang dihasilkan dalam satu selang waktu tertentu, bunyi yang dihasilkan akan semakin tinggi. nyaring. Pada getaran yang semakin sedikit, bunyi yang terdengar bernada rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa tinggi nada bergantung pada frekuensi sumber bunyi. 2. Kuat Bunyi Kuat bunyi yang dihasilkan bergantung pada amplitude/simpangan getaran. Semakin besar simpangan, maka kuat bunyi yang dihasilkan semakin kuat. 3. Warna Bunyi Warna bunyi merupakan bunyi khas yang ditimbulkan oleh suatu sumber bunyi. Bunyi gitar berbeda dengan bunyi biola, itu karena ada warna bunyi. Perbedaan tersebut terjadi karena gabungan nada atas dan nada dasar dari sumber bunyi berbeda-beda walaupun frekuensinya sama. 4. Batas Pendengaran Manusia dan hewan dilengkapi dengan alat pendengaran. Namun, kemampuan pendengarannya berbeda-beda. Batas kemampuan pendengaran diukur berdasarkan frekuensi bunyi. Manusia normal memiliki batas pendengaran antara 20 hertz sampai dengan 20.000 hertz. Daerah frekuensi tersebut dinamakan frekuensi audio. sedangkan daerah frekuensi di bawah 20 hertz disebut infrasonik, daerah di atas frekuensi dengar atau di atas 20.000 hertz disebut ultrasonik. Beberapa hewan mampu mendengar bunyi ultrasonik, bahkan hewan seperti kelelawar yang memiliki alat penglihatan tidak sebaik
alat pendengarannya, menggunakan bunyi ultrasonik untuk mengetahui benda yang ada di depannya.
Intensitas dan Taraf Intensitas Pada dasarnya gelombang bunyi adalah rambatan energi yang berasal dari sumber bunyi yang merambat ke segala arah, sehingga muka gelombangnya berbentuk bola (sferis). Intensitas bunyi adalah energi gelombang bunyi yang menembus permukaan bidang tiap satu satuan luas tiap detiknya. Apabila suatu sumber bunyi mempunyai daya sebesar P watt, maka besarnya intensitas bunyi di suatu tempat yang berjarak r dari sumber bunyi dapat dinyatakan : P
P
A
4π r2
I
dengan : I = intensitas bunyi (watt/m2) P = daya sumber bunyi (watt, joule/s) A = luas permukaan yang ditembus gelombang bunyi (m2) r = jarak tempat dari sumber bunyi (m)
Jika titik A berjarak r1 dan titik B berjarak r2 dari sumber bunyi, maka perbandingan intensitas bunyi antara titik A dan B dapat dinyatakan dalam persamaan : IA
r2 2
IB
r12
Dikarenakan keterbatasan pendengaran telinga manusia, maka para ahli menggunakan istilah dalam intensitas bunyi dengan menggunakan ambang pendengaran dan ambang perasaan. Intensitas ambang pendengaran (Io) yaitu intensitas bunyi terkecil yang masih mampu didengar oleh telinga, Besarnya ambang pendengaran berkisar pada 10-12 watt/m2. Intensitas ambang perasaan yaitu intensitas bunyi yang terbesar yang masih dapat didengar telinga tanpa menimbulkan rasa sakit. Besarnya ambang perasaan berkisar pada 1 watt/m2. Para ilmuwan menyatakan mengukur intensitas bunyi tidak dalam watt/m2 melainkan dalam satuan dB (desi Bell) yang dinyatakan dengan Taraf Intensitas bunyi (TI). Sifat-Sifat Gelombang Bunyi Sifat-sifat umum tentang gelombang, yaitu pembiasan (refraksi), pemantulan (refleksi), pelenturan (difraksi), interferensi, dan polarisasi. Bunyi merupakan salah satu bentuk gelombang. Oleh karena itu, gelombang bunyi juga mengalami peristiwaperistiwa tersebut. 1. Pemantulan Gelombang Bunyi Mengapa saat Anda berteriak di sekitar tebing selalu ada bunyi yang menirukan suara Anda tersebut? Mengapa suara Anda terdengar lebih keras ketika berada di dalam gedung? Kedua peristiwa tersebut menunjukkan bahwa bunyi dapat dipantulkan. Bunyi pantul dapat memperkuat bunyi aslinya. Itulah sebabnya suara musik akan terdengar lebih keras di dalam ruangan daripada di lapangan terbuka. 2. Pembiasan Gelombang Bunyi Sesuai dengan hukum pembiasan gelombang bahwa gelombang yang datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat akan dibiaskan mendekati garis normal atau sebaliknya. Pada siang hari, suhu udara di permukaan lebih tinggi daripada di atasnya. Hal tersebut menyebabkan lapisan udara pada bagian atas lebih rapat daripada di bawahnya. Sehingga, pada siang hari arah rambat bunyi dibiaskan menjauhi garis normal
(melengkung ke atas). Akibatnya, suara teriakan yang cukup jauh pada siang hari terdengar kurang jelas. Sebaliknya, pada malam hari lapisan udara di permukaan lebih rapat daripada di atasnya. Sehingga, arah rambat bunyi dibiaskan mendekati garis normal (melengkung ke bawah). Akibatnya, suara teriakan yang cukup jauh pada malam hari terdengar lebih jelas. 3. Difraksi Gelombang Bunyi Difraksi adalah peristiwa pelenturan gelombang ketika melewati celah, yang ukuran celahnya se-orde dengan panjang gelombangnya. kaca pembatas loket pembayaran di sebuah bank yang sengaja dibuat dengan beberapa lubang kecil agar gelombang bunyi tidak memantul, walaupun arah rambat bunyi tidak berupa garis lurus. Gelombang bunyi mudah mengalami difraksi karena gelombang bunyi di udara memiliki panjang gelombang sekitar beberapa sentimeter sampai beberapa meter. Bandingkan dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang berkisar 500 mm. 4. Interferensi Gelombang Bunyi Interferensi Gelombang Bunyi terjadi jika beda lintasannya merupakan kelipatan bilangan bulat dari setengah panjang gelombang bunyi, secara matematis dituliskan sebagai berikut. dengan n = 0, 1, 2, 3, ...
n = 0, n = 1, dan n = 2 berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga. 5. Pelayangan Bunyi Interferensi yang ditimbulkan dari dua gelombang bunyi dapat menyebabkan peristiwa pelayangan bunyi, yaitu penguatan dan pelemahan bunyi. Hal tersebut terjadi akibat superposisi dua gelombang yang memiliki frekuensi yang sedikit berbeda dan merambat dalam arah yang sama. Jadi, satu pelayangan didefinisikan sebagai dua bunyi keras atau dua bunyi lemah yang terjadi secara berurutan, (layangan = kuat — lemah — kuat atau lemah — kuat — lemah).
Jika kedua gelombang bunyi tersebut merambat bersamaan, akan menghasilkan bunyi paling kuat saat fase keduanya sama. Jika kedua getaran berlawanan fase, akan dihasilkan bunyi paling lemah. Secara matematis pelayangan bunyi dapat dinyatakan sebagai berikut : fp = | f1 - f2 | Keterangan: fp = frekuensi pelayangan (Hz) f2 = frekuensi gelombang 2 (Hz) f1 = frekuensi gelombang 1 (Hz)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Subjek penelitian Populasi target penelitian adalah mahasiswa FKM. Subyek penelitian berjumlah 25 orang, yakni mahasiswa angkatan tahun 2015. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2019. 3.2 Tes Miskonsepsi tentang Konsep dalam Gelombang Bunyi. Untuk menelusuri keadaan miskonsepsi mahasiswa tentang konsep-konsep dalam Gelombang Bunyi, dirancang dan disusun seperangkat soal sebanyak 25. Tes berbentuk pilihan ganda dengan lima option pilihan untuk masing-masing item tes. Pada tes ini digunakan model Certainty of Response Index (CRI) yang menggambarkan keyakinan mahasiswa (responden) terhadap kebenaran alternatif jawaban yang direspons. Berdasarkan petunjuk dalam mengerjakan soal, mahasiswa diminta merespons setiap option pada masing-masing item tes pada tempat yang telah disediakan yakni di samping kiri dari setiap option (pilihan) dengan 3 skala sebagai berikut: 1. Tidak tahu 2. Ragu-ragu 3. Yakin Berdasarkan tabulasi data untuk setiap mahasiswa, demikian juga untuk setiap item soal tes yang berpedoman pada kombinasi jawaban yang benar dan yang salah serta CRI yang tinggi dan CRI yang rendah, sehingga mahasiswa yang mengalami miskonsepsi dapat terungkap. Bentuk matriks jawaban mahasiswa dan pengkategoriannya ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Ketentuan Untuk Setiap Pertanyaan yang Diberikan Berdasarkan pada Kombinasi Dari Jawaban Benar Atau Salah dan Kriteria CRI Kriteria Jawaban
Kriteria CRI Ragu-ragu
Yakin
Jawaban Benar
Paham
Tidak paham
Jawaban Salah
Miskonsepsi
Tidak paham
Tidak Tahu Tidak paham/Me nebak Tidak paham/Me nebak
Jawaban siswa berdasarkan kategori kriteria CRI dipersentasekan berdasarkan kelompok kategori paham, miskonsepsi, dan tidak paham, dihitung dengan menggunakan rumus : 𝑷=
𝒇 𝑵
P = angka persentase (% Kelompok); f = jumlah siswa pada setiap kelompok; N = jumlah individu (jumlah seluruh siswa yang dijadikan subjek penelitian) Tabel 2 Persentase Tingkat Miskonsepsi Sedangkan persentase tingkat miskonsepsinya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti yang terlihat pada tabel di bawah. Persentase
Kategori
0 – 30%
Rendah
31% - 60%
Sedang
61% - 100%
Tinggi
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Beberapa ahli mengungkapkan tentang pengertian miskonsepsi. Driver dalam Purba (2008:4), Ketika siswa datang ke ruang kelas, dalam pikirannya sudah terisi (tidak seperti kaset kosong) dengan pengalaman dan pengetahuan yang berkaitan dengan listrik ataupun peristiwa fisis yang ada disekitarnya. 2. Suatu miskonsepsi siswa bisa berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi siswa bisa berasal dari siswa sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya. 3. Model Certainly of Response Index (CRI) merupakan model yang digunakan untuk mengukur tingkat keyakinan siswa terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru. Certainly of Response Index (CRI) adalah ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan (Saleem Hasan dalam Tayubi, 2005).
DAFTAR ISI http://abdulgopuroke.blogspot.com/2017/02/model-pembelajaran-cricertainly-of.html http://mediafunia.blogspot.com/2013/03/pengertian-prakonsepsi-danmiskonsepsi.html https://www.academia.edu/11197509/Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika