Pjt Lp.docx

  • Uploaded by: ramlah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pjt Lp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,507
  • Pages: 17
PENDAHULUAN MITRAL REGURGITASI 1. Definisi Mitral regurgitasi atau Insufisiensi mitralis merupakan keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik, akibat katup mitral tidak menutup secara sempurna. kelainan katup mitralis yang disebabkan karena tidak dapat menutupnya katup dengan sempurna pada saat systole. Mitral regurgitasi adalah gangguan dari jantung dimana katup mitral tidak menutup dengan benar ketika jantung memompa keluar darah atau dapat didefinisikan sebagai pembalikan aliran darah yang abnormal dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui katup mitral. Hal ini disebabkan adanya gangguan pada bagian mitral valve apparatus. Mitral Regurgitasi adalah bentuk yang paling umum dari penyakit jantung katup (Tierney et.al, 2006) 2. Etiologi Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas reumatik dan non reumatik (degenaratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). a. Penyakit jantung rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari insufisiensi mitral berat. Insufisiensi mitral berat akibat PJR biasanya pada laki-laki. Proses rematik menyebabkan katup mitral kaku, deformitas, retraksi, komisura melengket/fusi satu sama lain, korda tendinae memendek, melengket satu dengan yang lain. b. Penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan insufisiensi mitral melalui 3 cara: 1) Infark miokard akut mengenai maksila Papillaris dapat berakibat ruptura dan terjadi insufisiensi mitral akut dan berat. Terjadi udema paru akut dan dapat berakibat fatal. 2) Iskemia maksila papillaris (tanpa infark) dapat menyebabkan regurgitasi sementara/transient insufisiensi mitral, terjadi pada saat episode iskemia pada maksila papillaris dan mungkin terjadi pada saat AP. 3) PJK menyebabkan dilatasi ventrikel kiri (dan mungkin terjadi pada saat AP) dan terjadi insufisiensi mitral.

c. Dilatasi ventrikel kiri/kardiomiopati tipe kongestif. Dilatasi LV apapun penyakit yang mendasari menyebabkan dilatasi annulus mitralis, posisi m. Papillaris berubah dengan akibat koaptasi katup mitral tidak sempurna dan terjadi

MR,

adapun

penyakit

yang

mendasari

antara

lain

:

diabetes/kardiomiopati diabetik, iskemia peripartal, hipertiroidisme, toksik, AIDS. d. Kardiomiopati hipertrofik. Daun katup anterior berubah posisi selama sistol dan terjadi MR. e. Klasifikasi annulus mitralis. Mungkin akibat degenerasi pada lansia. Dapat diketahui melalui ekokardiogram’ foto thoraks, penemuan biopsi. f. Prolaps katup mitral (MVP). Merupakan penyebab sering MR. g. Infective Endocarditis (IE). Dapat mengenai daun katup maupun chorda tendinae dan merupakan penyebab MR akut. h. Kongenital. Endocardial Cushion Defect (ECD), insufisiensi mitral pada anomali ini akibat celah pada katub. Sindrom Marffan yakni akibat kelainan jaringan ikat. 3. Patofisiologi Pada insufisiensi katup mitral, terjadi penurunan kontraktilitas yang biasanya bersifat irreversible, dan disertai dengan terjadinya kongesti vena pulmonalis yang berat dan edema pulmonal. Patofisiologi insufisiensi mitral dapat dibagi ke dalam fase akut, fase kronik yang terkompensasi dan fase kronik dekompensasi. Pada fase akut sering disebabkan adanya kelebihan volume di atrium dan ventrikel kiri. Ventrikel kiri menjadi overload oleh karena setiap kontraksi tidak hanya memompa darah menuju aorta (cardiac output atau stroke volume ke depan) tetapi juga terjadi regurgitasi ke atrium kiri (regurgitasi volume). Kombinasi stroke volume ke depan dan regurgitasi volume dikenal sebagai total stroke volume. Pada kasus akut, stroke volume ventrikel kiri meningkat (ejeksi fraksi meningkat) tetapi cardiac output menurun. Volume regurgitasi akan menimbulkan overload volume dan overload tekanan pada atrium kiri dan peningkatan tekanan di atrium kiri akan menghambat aliran darah dari paru yang melalui vena pulmonalis. Pada fase kronik terkompensasi, insufisiensi mitral terjadi secara perlahanlahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun atau jika pada fase akut diobati dengan medikamentosa maka pasien akan memasuki fase terkompensasi. Pada fase ini ventrikel kiri menjadi hipertropi dan terjadi peningkatan volume diastolik yang

bertujuan untuk meningkatkan stroke volume agar mendekati nilai normal. Pada atrium kiri, akan terjadi kelebihan volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri dan tekanan pada atrium akan berkurang. Hal ini akan memperbaiki drainase dari vena pulmonalis sehingga gejala dan tanda kongesti pulmonal akan berkurang. Pada fase kronik dekompensasi akan terjadi kontraksi miokardium ventrikel kiri yang inadekuat untuk mengkompensasi kelebihan volume dan stroke volume ventrikel kiri akan menurun. Penurunan stroke volume menyebabkan penurunan cardiac output dan peningkatan end-systoli volume. Peningkatan end-systolic volume akan meningkatkan tekanan pada ventrikel dan kongesti vena pulmonalis sehingga akan timbul gejala gagal jantung kongestif. Pada fase lebih lanjut akan terjadi cairan ekstravaskular pulmonal (pulmonary ekstrav askular fluid). Ketika regurgitasi meningkat secara tiba-tiba, akan mengakibatkan peningkatan tekanan atrium kiri dan akan diarahkan balik ke sirkulasi pulmonal, yang dapat mengakibatkan edema pulmonal. Regurgitasi mitral juga akan menyebabkan terjadinya edema paru pada pasien dengan mitral regurgitasi yang kronik, dimana daerah lubang regurgitasi akan dapat berubah secara dinamis dan bertanggung

jawab

terhadap

kondisi

kapasitas,

perubahan daun katup mitral dan ukuran ventrikel kiri serta akan menurunkan kekuatan menutup dari katup mitral.

4. Manifestasi Klinis Regurgitasi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala. Kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas, yang disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel kanan berkontraksi. Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus memompa darah lebih banyak untuk mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri. Ventrikel yang membesar dapat menyebabkan palpitasi (jantung berdebar keras), terutama jika penderita berbaring miring ke kiri. Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah tambahan yang mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat membesar sering berdenyut sangat cepat dalam pola yang kacau dan tidak teratur (fibrilasi atrium), yang menyebabkan berkurangnya efisiensi pemompaan jantung. Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak memompa; berkurangnya aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan

terbentuknya bekuan darah. Jika suatu bekuan darah terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat arteri yang lebih kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya. Gejala yang timbul pada MR tergantung pada fase mana dari penyakit ini. Pada fase akut gejala yang timbul seperti decompensated congestive heart failure yaitu: sesak nafas, oedem pulmo, orthopnea, paroksimal nocturnal, dispnoe, sampai syok kardiogenik. Pada fase kronik terkompensasi mungkin tidak ada keluhan tetapi individu ini sensitive terhadap perubahan volume intravaskuler. 5. Diagnosa Diagnosis ditegakkan jika terdengar bunyi 'klik' yang khas melalui stetoskop (midsistolik) yang disebabkan tegangan mendadak daun katup yang berlebihan dan korda tendinae. Jika terdengar murmur pada saat ventrikel berkontraksi, berarti terjadi regurgitasi (late sistolic murmur). Ekokardiografi memungkinkan dokter untuk melihat prolaps dan menentukan beratnya regurgitas 6. Diagnosis Banding 1) Insufisiensi

mitral

Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan stenosis mitral. Pada insufisiensi mitral, ventrikel kiri nampak besar; sedang pada stenosis mitral ventrikel kiri normal atau mengecil. 2) Regurgitasi Aorta Hipertrofi ventrikel kiri yang jelas, pengurangan bunyi jantung pertama (S1) dan tidak adanya opening snap pada auskultasi menyokong kearah regurgitasi aorta. 7. Pemeriksaan Penunjang Regurgitasi katup mitral biasanya diketahui melalui murmur yang khas, yang bisa terdengar

pada

pemeriksaan

dengan

stetoskop

ketika

ventrikel

kiri

berkontraksi. Elektrokardiogram (EKG) dan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pemeriksaan yang paling informatif adalah ekokardiografi, yaitu suatu tehnik penggambaran yang menggunakan gelombang ultrasonik. Pemeriksaan ini dapat menggambarkan katup yang rusak dan menentukan beratnya penyakit. Jika penyakitnya berat, katup perlu diperbaiki atau diganti sebelum ventrikel kiri menjadi sangat tidak normal sehingga kelainannya tidak dapat diatasi. Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki katup (valvuloplasti) atau menggantinya dengan katup mekanik maupun katup yang sebagian dibuat dari katup babi.

Memperbaiki katup bisa menghilangkan regurgitasi atau menguranginya sehingga gejala dapat ditolerir dan kerusakan jantung dapat dicegah. Setiap jenis penggantian katup memiliki keuntungan dan kerugian. Katup mekanik biasanya efektif, tetapi menyebabkan meningkatnya resiko pembentukan bekuan darah, sehingga biasanya untuk mengurangi resiko tersebut diberikan antikoagulan. Katup babi bekerja dengan baik dan tidak memiliki resiko terbentuknya bekuan darah, tetapi tidak mampu bertahan selama katup mekanik. Jika katup pengganti gagal, harus segera diganti. Fibrilasi atrium juga membutuhkan terapi. Obat-obatan seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi. Permukaan katup jantung yang rusak mudah terkena infeksi serius (endokarditis infeksius). Karena itu untuk mencegah terjadinya infeksi, seseorang dengan katup yang rusak atau katup buatan harus mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani pembedahan. 8. Komplikasi Komplikasi dapat berat atau mengancam jiwa. Mitral stenosis biasanya dapat dikontrol dengan pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan. Tingkat mortalitas post operatif pada mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada mitral valve replacement adalah 2-5%. (7,9) 9. Penatalaksanaan Jika penyakitnya berat, katup perlu diperbaiki atau diganti sebelum ventrikel kiri menjadi sangat tidak normal sehingga kelainannya tidak dapat diatasi. Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki katup (valvuloplasti) atau menggantinya dengan katup mekanik maupun katup yang sebagian dibuat dari katup babi. Memperbaiki katup bisa menghilangkan regurgitasi atau menguranginya sehingga gejala dapat ditolerir dan kerusakan jantung dapat dicegah. Setiap

jenis

penggantian

katup

memiliki

keuntungan

dan

kerugian.

Katup mekanik biasanya efektif, tetapi menyebabkan meningkatnya resiko pembentukan bekuan darah, sehingga biasanya untuk mengurangi resiko tersebut diberikan antikoagulan. Katup babi bekerja dengan baik dan tidak memiliki resiko terbentuknya bekuan darah, tetapi tidak mampu bertahan selama katup mekanik. Jika katup pengganti gagal, harus segera diganti.

Fibrilasi atrium juga membutuhkan terapi. Obat-obatan seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi. Permukaan katup jantung yang rusak mudah terkena infeksi serius (endokarditis infeksius). Karena itu untuk mencegah terjadinya infeksi, seseorang dengan katup yang rusak atau katup buatan harus mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani tindakan pencabutan gigi atau pembedahan. Terapi medikamentosa: 1. Digoxin Digoxin amat berguna terhadap penanganan fibrilasi atrium. Ia adalah kelompok obat digitalis yang bersifat inotropik positif. Ia meningkatkan kekuatan denyut jantung dan menjadikan denyutan jantung kuat dan sekata. 2. Antikoagulan oral. Antikoagulan di berikan kepada pasien untuk mengelakkan terjadinya pembekuan darah yang bisa menyebabkan emboli sistemik. Emboli bisa terjadi akibat regurgitasi dan turbulensi aliran darah. 3. Antibiotik profilaksi. Administrasi antibiotic dilakukan untuk mengelakkan infeksi bacteria yang bisa menyebabkan endokarditis. Terapi surgikal : Dalam kasus insufisiensi mitralis kronik, terapi surgical adalah penting untuk memastikan survival pasien. Untuk itu katu prostetik digunakan untuk menggantikan katup yang rusak. 9. Pencegahan Pencegahan bisa dengan terapi umum dilaukan yaitu 1. Mencegah demam rematik dengan mengobati infeksi radang tenggorokan dengan antibiotic . 2. Menjaga tekanan darah yang sehat. 3. Istirahat : kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi dengan tirah baring mengingat konsumsi O2 yang relatif meningkat. Dengan istirahat benar, gejala-gejala gagal jantung dapat jauh berkurang. 4. Diet : umumnya di berikan makan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori. sesuai dengan kebutuhan. Klien dengan gizi kurang di berikan makanan tinggi

kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/Kg BB/hari dengan maksimal 1500 ml/hari. 5. Memperhatikan gaya hidup dan lingkungan yang sehat. 6. Mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani tindakan pencabutan gigi atau pembedahan.

A. ASUHAN KEPERAWATAN 1.

Pengkajian Anamnesa a. Identitas / Data demografi Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. b. Keluhan utama Sesak napas, ada beberapa macam sesak napas yang biasanya dikeluhkan oleh klien, antara lain : 

Ortopnea terjadi karena darah terkumpul pada kedua paru pada posisi terlentang, menyebabkan pembuluh darah pulmonal mengalami kongesti secara kronis dan aliran balik vena yang meningkat tidak diejeksikan oleh ventrikel kiri.



Dyspnea nocturnal paroximal merupakan dispnea yang berat. Klien sering terbangun dari tidurnyaatau bangun, duduk atau berjalan menuju jendela kamar smabil terengah-engah. Hal ini terjadi karena ventrikel kiri secara mendadak gagal mengeluarkan curah jantung, sehingga tekanan vena dan kapiler pulmonalis meningkat menyebabkan transudasi cairan kedalam jaringan interstisial yang meningkatkan kerja pernapasan.

c. Riwayat penyakit dahulu 

penyakit jantung rematik



penyakit jantung koroner



trauma

d. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada riwayat penyakit jantung atau penyakit kardiovaskular lainnya. e. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum



Inspeksi : bentuk tubuh, pola pernapasan, emosi/perasaan



Palpasi : suhu dan kelembaban kulit, edema, denyut dan tekanan arteri



Perkusi : batas-batas organ jantung dengan sekitarnya.



Auskultasi : Bising yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila dan mengeras pada ekspirasi o Bunyi jantung I lemah karena katup tidak menutup sempurna o Bunyi jantung III yang jelas karena pengisian yang cepat dari atrium ke ventrikel pada saat distol.

2. Tanda – tanda vital : Pemeriksaan tanda vital secara umum terdiri atas nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah, dan suhu tubuh a.

Pemeriksaan persistem o

B1 (Breath)

: Dyspnea, Orthopnea, Paraxymal nocturnal

dyspnea o

B2 (Blood)

: Thrill sistolik di apeks, hanya terdengar bising

sistolik di apeks, bunyi jantung 1 melemah,

b.

o

B3 (Brain)

o

B4 (Bladder) : output urin menurun

o

B5 (Bowel)

: nafsu makan menurun, BB menurun

o

B6 (Bone)

: lemah

Elektrokardiogram

: pucat, sianosis

: Menilai derajat insufisiensi

f. Pemeriksaan Diagnostik -

Menilai ada/tidaknya penyakit penyerta

-

Gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang normal

-

Axis yang bergeser ke kiri dan adanya hipertrofi ventrikel kiri

-

Ekstra sistol atrium

-

foto thorax : Pembesaran atrium kiri dan ventrikal kiri

-

Bendungan paru, bila ada dekompensasi kordis

-

Perkapuran pada anulus mitral

-

Fonokardiogram Menilai gerakan katup, ketebalan dan perkapuran serta menilai derajat regurgitasi insufisiensi mitral

g. Pemeriksaan Laboratorium 2.

: Mengetahui ada/tidaknya reuma aktif/reaktiva

Diagnosa Keperawatan dan Rencana Tindakan Diagnosa keperawatan 1) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah. 2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan member kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial. 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay oksigen ke jaringan 4) defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kelainan katup jantung 5) intoleransi aktivitas Berhubungan dengan Kelemahan menyeluruh, Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan 6) gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi, erubahan membran kapiler alveolar 7) Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena

Rencana tindakan

No

Diagnosa

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

keperawatan 1

Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan

1. Kaji dan laporkan tanda penurunan

jantung

keperawatan selama 3 X

berhubungan

24 jam penurunan curah

dengan

jantung dapat teratasi dan

ketidakmampuan

menunjukan tanda vital

3. Catat bunyi jantung.

kiri dalam batas yang dapat

4. Palpasi nadi perifer.

ventrikel

untuk memompa diterima (disritmia

curah jantung. 2. Monitor tanda-tanda vital secara rutin

5. Awasi output urine,catat

darah.

terkontrol atau hilang dan bebas gejala gagal jantung misalnya parameter

pengeluaran, dan kepekatan urine. 6. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.

hemodinamika dalam

7. Atur posisi tirah baring yang ideal.

batas normal, output urine

Kepala tempat tidur harus dinaikan

adekuat )

20-30 cm atau klien didudukan

Kriteria: klien akan

dikursi.

melaporkan penurunan

8. Kaji perubahan pada sensorik,

episode dispnea, berperan dalam aktivitas

contoh letargi, cemas dan depresi. 9. Berikan istirahat psikologi dengan

mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah

lingkungan yang tenang. 10.

Berikan oksigen tambahan

dalam batas normal

dengan nasal kanul/masker sesuai

120/80mmHg, nadi

dengan indikasi.

80x/menit, yidak terjadi

11.

aritmia dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik.

kolaborasi pemberian diet

jantung. 12.

Hindari manuver dinamik

seperti berjongkok waktu BAB dan mengepal-ngepalkan tangan. 13.

Kolaborasi untuk pemberian

obat ( diuretik, vasodilator, captopril). 14.

Pemberian cairan IV,

pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi. Hindari cairan garam. 15.

Pantau seri EKG dan perubahan

foto dada. 2

Pola nafas tidak Tujuan: dalam waktu 3x24 1. Auskultasi bunyi nafas efektif

jam

tidak

berhubungan

perubahan

dengan

nafas,criteria hasil: klien

perembesan

tidak

sesak

terjadi 2. Monitor keluhan sesak nafas pasien pola

nafas,

termasuk kegiatan yang memperberat sesak nafas tersebut.

RR 3. Kaji adanya edema

cairan,

kongesti dalam batas normal(16- 4. Ukur intake dan output

paru sekunder

akibat 20x/mnt),respon

batuk 5. Timbang berat badan

dari berkurang

6. Pertahankan pemasukan total cairan

perubahan

2000 ml/24 jam dalam toleransi

membran kapiler

kardiovaskular

alveoli dan retensi

7. Kolaborasi dalam pemberian diet

cairan interstitial.

tanpa garam 8. Kolaborasi dalam pemberian diuretic 9. Kolaborasi dalam pemantauan data laboratorium elektrolit kalium

3

Gangguan aktivitas

Tujuan aktifitas sehari-hari 1. Catat frekuensi dan irama jantung sehari- klien dapat terpenuhi dan

hari berhubungan meningkatnya kemampuan

serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah beraktifitas.

dengan penurunan beraktifitas.Keriteria hasil: 2. Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas curah jantung ke Klien jaringan.

kemampuan

menunjukan beraktifitas

dan berikan aktifitas senggang yang tidak berat.

tanpa gejala-gejala yang 3. Anjurkan menghindari peningkatan berat terutama mobilisasi ditempat tidur.

tekanan abdomen. 4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas. 5. Pertahankan Klien tirah baring sementara sakit akut. 6. Tingkatkan Klien duduk dikursi dan tinggikan kaki klien. 7. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis. 8. Evaluasi tanda vital saat kemajuan akktifitas terjadi. 9. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktifitas. 10. Pertahankan penambahan O2 sesuai instruksi.

11. Selama aktifitas kaji EKG dipsnea,sianosis,kerja dan frekuensi nafas serta keluhan subjektif. 12. Berikan diet sesuai kebutuhan 13. Rujuk keprogram rehabilitasi jantung. 4.

Defisit

Tujuan : setelah dilkukan 1. jelaskan dasar patologi abnormalit

pengetahuan

perawatan

berhubungan

jam klien paham tentang 2. Jelaskan rasional pengobata n, dosis,

dengan kurangnya kelainan

selama

katup

1x24

as katub

jantung

efek samping, dan pentingnya

informasi tantang Kriteria hasil : Setelah kelainan

katup dilakukan

jantung

minum obat sesuai resep

tindakan 3. Anjurkan dan biarkan pasien

keperawatan,

Pasi

en

menunjukkann keterampilan

mengerti tentang kelainan katub

jantung

pemantauan sendiri

dalam

jangka waktu 1x24 jam

5.

intoleransi

NOC :

1. Observasi adanya pembatasan klien

aktivitas

-

Self Care : ADLs

Berhubungan

-

Toleransi aktivitas

2. Kaji adanya faktor yang

dengan

-

Konservasi energi

menyebabkan kelelahan

Kelemahan

-

Setelah

dilakukan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi

menyeluruh,

tindakan

Ketidakseimbang

selama

an antara suplei

bertoleransi

oksigen

aktivitas dengan Kriteria

kebutuhan

dengan

keperawatan 3x24

yang adekuat

Pasien 4. Monitor pasien akan adanya terhadap

Hasil : -

dalam melakukan aktivitas

kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan 5. Monitor respon kardivaskuler

Berpartisipasi

dalam

terhadap aktivitas (takikardi,

aktivitas

fisik

tanpa

disritmia, sesak nafas, diaporesis,

disertai

peningkatan

pucat, perubahan hemodinamik)

tekanan darah, nadi dan 6. Monitor pola tidur dan lamanya RR -

Mampu

tidur/istirahat pasien melakukan 7.

Kolaborasikan dengan Tenaga

aktivitas

-

sehari

hari

Rehabilitasi Medik dalam

(ADLs) secara mandiri

merencanakan progran terapi yang

Keseimbang

tepat

aktivitas dan istirahat

an

8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial 9. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 10. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 11. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai 12. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 13. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas 14. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beSraktivitas 15. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 16. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

6.

gangguan

Respiratory status : gas 1. Posisikan pasien untuk

pertukaran gas

exchange

berhubungan dengan

Keseimbangan asam basa 2. Pasang mayo bila perlu

ketidakseimbanga

elektolit

memaksimalkan ventilasi

3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu

n perfusi

Respiratory

status: 4. Keluarkan serret dengan batuk atau

ventilasi,

ventilation

erubahan

Vital sign status

membran kapiler

Setelah dilakukan tindakan

alveolar

keperawatan slama 3x24 6. Berikan pelembab udara

suction 5. Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan

jam gangguan pertukaran 7. Atur intake untuk cairan gas pasien teratasi dengan

mengoptimalkan keseimbangan

kriteria :

8. Monitor respirasi dan status O2

1. Mendemonstrasikan

9. Catat pergerakan dada, amati

peningkatan

ventilasi

dan oksigenasi

yang

kuat

kesimetrisan , penggunaan otot tambahan 10. Monitor suara nafas seperti dengkur

2. Memelihara kebersihan 11. Monitor pola nafas bradipneu, paru-paru dan bebas

takipneu, kusmauul, hprventilasi,

dari tanda-tanda stres

cheyne stokes, biot

pernafasan

12. Monitor TTV ,AGD, elektolit dan

3. Mendemonstrasiakan

status mental

batuk efektif dan suara 13. Observasi sianosis khususnya nafas yang bersih, tidak ada

sianosis

membran mukosa

dan

dispneu 4. Tanda

vital

dalam

rentang normal 7.

Perfusi jaringan

-

kardiopulmonal

Cardiac

pump 1. Monitor nyeri dada (durasi,

Effectiveness

intensitas dan faktor-faktor presipitasi)

tidak efektif b/d

-

Circulation status

penurunan

-

Tissue

konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi,

-

Prefusion

: 2. Observasi perubahan ECG

cardiac, periferal

3. Auskultasi suara jantung dan paru

Vital Sign Status

4. Monitor irama dan jumlah denyut

Setelah dilakukan asuhan

gangguan

selama

3x24

transport O2,

ketidakefektifan

gangguan aliran

jaringan

jantung

jam 5. Monitor angka PT, PTT dan AT perfusi 6. Monitor elektrolit (potassium dan

kardiopulmonal

magnesium)

arteri dan vena

teratasi

dengan

kriteria 7. Monitor status cairan

hasil: -

-

8.

Tekanan systole dan

nadi

diastole dalam rentang 9.

Monitor peningkatan kelelahan dan

yang diharapkan

kecemasan

CVP

dalam

batas 10. Instruksikan pada pasien untuk

normal -

tidak mengejan selama BAB

Nadi perifer kuat dan 11. Jelaskan pembatasan intake kafein, simetris

-

-

Tidak

sodium, kolesterol dan lemak ada

oedem 12. Kelola pemberian obat-obat:

perifer dan asites

analgesik, anti koagulan,

Denyut jantung, AGD,

nitrogliserin, vasodilator dan

ejeksi

diuretik.

fraksi

dalam

batas normal -

Evaluasi oedem perifer dan denyut

Bunyi

13. Tingkatkan istirahat (batasi jantung

abnormal tidak ada

lingkungan)

-

Nyeri dada tidak ada

-

Kelelah

an

pengunjung, kontrol stimulasi

yang

ekstrim tidak ada -

Tidak

ada

ortostatikhipertensi

3.

Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Pada evaluasi terdapat evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dinuat segera setelah perawat melakukan tindakan keperawatan yang berisikan respon pasien baik subyektif maupun obyektif dan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dibuat saat akhir jaga. Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan apakan tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali. Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan asuhan

keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah di tetapkan lebih dulu.

DAFTAR PUSTAKA Herdman, T. Heather. 2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009.

Related Documents


More Documents from "shaik"