1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung tiroid adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh pengaruh hormon tiroid. Pengaruh biokimiawi hormon tiroid pada jantung terjadi terutama pada hipertirodisme. Hipertiroidisme adalah hiperfungsi tiroid, yaitu peningkatan biosintesis dan sekresi hormon oleh kelenjar tiroid. Hasil pemeriksaan TSH pada Riskesdas 2007 mendapatkan 12,8% lakilaki dan 14,7% perempuan memiliki kadar TSH rendah yang menunjukkan kecurigaan hipertiroid. Namun menurut hasil Riskesdas 2013, hanya terdapat 0,4% penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun atau lebih yang berdasarkan wawancara mengakui terdiagnosis hipertiroid. Meskipun secara persentase kecil, namun secara kuantitas cukup besar. Jika pada tahun 2013 jumlah penduduk usia ≥15 tahun sebanyak 176.689.336 jiwa, maka terdapat lebih 700.000 orang terdiagnosis hipertiroid. Insiden penyakit jantung tiroid cukup tinggi di masyarakat dan dapat mengenai segala usia. Insiden diperkirakan 0,4 per 1000 wanita per tahun, lebih sering pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 4:1, terutama pada usia 30-50 tahun; 15% terjadi pada usia diatas 60 tahun dan 70% disebabkan oleh penyakit Graves, biasanya mengenai usia 20-40 tahun yang berakibat meningkatnya angka kematian dan angka kesakitan kardiovaskuler. Penyebab lainnya adalah adenoma toksik dan struma multinodusa toksik. Pasien dengan penyakit jantung tiroid sering mengeluhkan gejala-gejala yang berhubungan dengan perubahan kronotropik. Pasien sering mengalami
2
palpitasi, irama jantung yang tidak teratur, dan dispneu saat beraktifitas. Pada pasien lanjut usia yang memiliki dasar penyakit arteri koroner, angina pektoris dapat terjadi bersamaan dengan onset hipertiroidisme. Selain itu, pasien dengan hipertiroidisme dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif tanpa kelainan jantung sebelumnya. Diagnosis penyakit jantung tiroid dapat ditegakkan dan dipastikan dengan pemeriksaan kadar hormon tiroid bebas, yaitu kadar FT4 yang tinggi dan TSHs yang sangat rendah. Menurut Bayer MF, kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium TSHs yang tak terukur atau subnormal dan FT4 yang meningkat jelas menunjukkan hipertirodisme. Gagal jantung sebagai akibat komplikasi hipertiroidisme dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria Framingham, yaitu bila gejala dan tanda gagal jantung memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Penatalaksanaan
hipertiroidisme
dengan
komplikasi
kardiovaskular
memerlukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan mempertimbangkan faktor kardio-vaskular tersebut. Tujuan pengobatan ialah secepatnya menurunkan keadaan hipermetabolik dan kadar hormon tiroid yang berada dalam sirkulasi. Keadaan sirkulasi hiperdinamik dan aritma atrial akan memberikan respon baik dengan pemberian obat penyekat beta.
3
BAB 2 STATUS PASIEN
2.1
Identitas Nama
: Tn. W
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 41 tahun
Alamat
: Bayu
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Tanggal Masuk
: 12 Juli 2017
Diagnosa Medis
: CHF ec Penyakit Jantung Tiroid
2.2
Anamnesis
2.2.1
Keluhan Utama Sesak napas sejak beberapa jam SMRS.
2.2.2
Keluhan Tambahan Sakit kepala,jantung berdebar,mual,batuk dan riwayat kaki bengkak.
2.2.3
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak beberapa jam SMRS.
Sesak napas makin lama makin memberat sejak pertama muncul.Sesak napas dirasakan pasien saat tidur dan berkurang dengan posisi duduk. Sesak napas dapat muncul kapan saja dan hilang muncul. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang berdenyut sejak beberapa jam SMRS. Sakit kepala dirasakan paling berat pada bagian kepala belakang. Sakit
4
kepala dapat muncul kapan saja dan hilang timbul. Sakit kepala memberat saat melakukan aktivitas berat dan berkurang saat sudah istirahat. Pasien juga mengeluhkan jantungnya berdebar-debar dan dapat muncul kapan saja tapi memberat saat melakukan aktivitas berat,keluhan dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Keluhan lain pasien juga mudah lelah walaupun melakukan aktivitas ringan dan pasien juga lebih menyukai berada pada cuaca dingin yag dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang sejak 1 bulang yang lalu dan setiap makan pasien akan merasakan mual dan nyeri perut. Berat badan pasien juga turun drastis sejak 1 bulan yang lalu. Pasien tidak ada mengeluhkan keringat berlebihan,gugup,nafsu makan bertmabah,berat badan naik dan menyukai hawa panas. 2.2.4
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi tidak ada Riwayat diabetes mellitus tidak ada Riwayat penyakit hipertiroid tidak ada
2.2.5
Riwayat Keluarga Riwayat hipertensi dalam keluarga tidak ada Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga tidak ada Riwayat peyakit hipertiroid dalam keluarga tidak ada
2.2.6
Riwayat sosial dan Ekonomi Pekerjaan seorang nelayan Status sosial ekonomi menengah ke bawah Riwayat merokok (-)
5
Pasien tinggal bersama istri dan 3 orang anak
2.3
Pemeriksaan Fisik
2.3.1
Keadaan Umum
2.4.2
1. Kesan Sakit
: Sedang
2. Kesadaran
: Compos mentis, GCS E4V5M6
3. Tinggi Badan
: 175 cm
4. Berat Badan
: 58 kg
Status Gizi BB
: 58 kg
TB
: 175 cm
IMT
: BB TB (m2) = 58 1,75 x 1,75 = 18,9 (Normal)
2.4.3
Keadaan Sirkulasi Tekanan Darah Nadi
: 140/90 mmHg : 104 x/i, regular, kuat angkat, terisi penuh
Frekuensi Pernafasan : 26x/i Suhu
: 36 C
2.4.4
Status Generalisata
1.
KEPALA Tengkorak
: Normochepali
6
2
Rambut
: Hitam, Sukar dicabut
Mata
:Letak Simetris, Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), refleks cahaya (+/+), eksoftalmus (+/+)
Telinga
: Simetris, sekret (-/-), otoerhea (-/-)
Hidung
: Normal, sekret (-/-), rhinorea (-/-), nafas cuping hidung(-)
Mulut
: bibir sianosis (-), bibir kering (-)
Tonsil
: T1/T1, hiperemis (-/-)
Faring
: Hiperemis (-), massa (-)
LEHER Inspeksi:
-Vena Jugularis, Pulsasi
: normal
-Pembesaran kelenjar
: ada
-Masa pada leher
: ada
-Refluks pada hepatojugular : tidak ada
Palpasi:
3.
-Kuduk kaku
: tidak ada
-Kelenjar tiroid
: ada pembesaran
-Kelenjar getah bening
: tidak ada pembesaran
KETIAK Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening axilla.
4.
THORAKS Inspeksi Bentuk Umum
: normochest
7
Sudut Epigastrium
: tajam
Sela Iga
: tidak ada pelebaran
Frontal dan Sagital
: Frontal > sagital
Pergerakan
: simetris
Skeletal
: normal
Kulit
: ikterik, bekas luka (-), jejas (-)
Iktus Kordis
: tampak
Tumor
: tidak ada
Pembesaran Vena
: tidak ada
Palpasi Kulit
: normal
Muskulus
: normal
Mamae
: dalam batas normal
Iktus Kordis
:
- Lokalisasi
: ICS VI linea mid klavikula
sinistra 1 jari ke arah medial
Perkusi Paru : Kanan
: sonor
Kiri
: sonor
Batas Paru Hati : ICS V
- Intensitas
: kuat angkat
- Pelebaran
: tida ada pelebaran
- Irama
: reguler
- Thrill
: tidak ada thrill
8
Peranjakan
:+ 2 cm
Cor: Batas atas
: ICS II line parasternal dekstra
Batas kanan
: ICS IV liea parasternalis dextra
Batas kiri
: ICS V 3 cm lateral dari linea midclavikularis sinistra
Auskultasi Paru : Suara Pernapasan
: vesikuler (+/+)
Vocal Resonans
: normal
Suara Tambahan
: tidak ada
Cor :
5.
Bunyi Jantung
: BJ 1> BJ 2
Murmur
: tidak ada
ABDOMEN Inspeksi Bentuk Kulit Pergerakan Saat Bernafas Lain-lain Palpasi Dinding Perut Nyeri Tekan Nyeri Lokal Hepar Pembesaran Konsistensi Tepi Permukaan Lien Pembesaran : tidak ada
: dalam batas normal : ikterik (-), ruam (+) : simetris : (-) : massa (-), pembengkakan (-) : (-) : ada,pada epigastrium : tidak ada : padat : teraba : tumpul
Nyeri Tekan :(-) Lain-lain : (-)
9
Incisura : tidak teraba Nyeri Tekan : tidak ada Permukaan : tidak teraba Lain-lain : tidak ada Ginjal Pembesaraan : tidak ada pembesaran Nyeri Tekan : tidak ada Lain-lain : tidak ada Perkusi Asites : Batas Kiri (-) Batas Bawah (-) Batas Kanan (-) Pekak Pindah : tidak ada Nyeri Ketok CVA: Kiri (-) Kanan (-) Auskultasi Bising Usus : Normal 6.
7.
LIPATAN PAHA - Pembesaran Kelenjar - Tumor - Pulsasi a. Femoralis KAKI dan TANGAN
: tidak ada : tidak ada : tidak ada
Inspeksi - Bentuk - Palmar Eritema - Kulit - Clubbing Finger - Pergerakan - Udema
: normal : tidak ada : ikterik (-) : tidak ada : Tremor ekstremitas atas : ada
Palpasi
8.
- Kulit
: normal
- Pitting edema
: ada
- Lain- lain
: tidak ada
SENDI Inspeksi - Kelainan Bentuk
: tidak ada kelainan
- Pergerakan
: tidak terbatas
- Tanda Radang
: tidak ada radang
10
9.
NEUROLOGIS Refleks Fisiologis
: ABR Kiri (+) Kanan (+) KPR Kiri (+) Kanan (+)
Refleks Patologis
:
tidak ada
Rangsangan Meningeal:
tidak ada
Lain-lain
tidak ada
:
Indeks Klinis Wayne Gejala
Tanda
Ada
Tidak
Sesak bila bekerja
+1
Kelenjar tiroid teraba
+3
-3
Berdebar-debar
+2
Bising kelenjar tiroid
+2
-2
Mudah lelah
+2
Eksoftalmus
+2
-
Senang hawa panas
-5
Kelopak mata ketinggalan +1
-
gerak Senang hawa dingin
+5
Hiperkinetik
+4
-2
Keringat berlebihan
+3
Tremor halus pada jari
+1
-
Gugup
+2
Telapak tangan panas
+2
-2
makan +3
Telapak tangan lembab
+1
-1
makan -3
Nadi >90
+3
-
Fibrilasi atrium
+4
-
Nafsu bertambah Nafsu berkurang BB naik
-3
BB turun
+3
11
Interpretasi :
<10
eutiroid
10-19 meragukan ≥20
klinis hipertiroid
Total: 26 → klinis hipertiroid
2.5 Pemeriksaan Penunjang yang Direncanakan 1.
Darah rutin
2.
Urin rutin
3.
Fungsi Ginjal
4.
FT4 dan TSHs
5.
Profil Lipid
6.
KGDP
7.
Rontgent Thorax
8.
EKG
2.6 Pemeriksaan Penunjang 13 Juli 2017 HEMATOLOGI KLINIK/KIMIA DARAH Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Hb 11,0 13-16 LED <15 Eritrosit 4,14 4,5-6,5 Leukosit 10,49 4-11 Hematokrit 32,8 37-47 MCV 79,2 76-96 MCH 26,6 27-32 MCHC 33,5 30-35 RDW 14,9 11-15 Trombosit 69 150-450
12
Kimia Klinik (13 Juli 2017) Unit mg/dl
KGDS
Hasil 98
Normal 20-40
Elektrolit (13 Juli 2017)
Natrium Kalsium Klorida Calsium total
Unit mg/dl mg/dl mg/dl IU/L
Hasil 143 5,0 105 1,04
Normal 135-145 3,5-5,0 98-109 1,12-1,32
Dengue Fever Test (13 Juli 2017)
Dengue IgG Dengue IgM
Hasil Positif Negatif
Normal Negatif Negatif
Kimia Klinik (14 Juli 2017)
KGD Puasa
Unit mg/dl
Hasil 75
Normal 70-126
Pemeriksaan Fungsi Ginjal (14 Juli 2017)
Ureum Creatinin Urin Acid
Unit mg/dl mg/dl mg/dl
Hasil 35,00 0,73 7,8
Normal 20-40 0,6-1,6 <7,2
Endokrin (14 Juli 2017) Unit
Hasil
Normal
13
T4
EKG
mmol/L
>320.000
60-120
14
Interpretasi: 1. 2. 3. 4. 5.
Heart rate: 130 kali/menit Axis: right atrial deviation Sinus aritmia RBBB di V1,V2,V3 dan V4 Atrial fibrilasi
Foto Thoraks
Interpretasi: 1. 2. 3. 4. 5.
Identitas foto: ada Posisi: Posterior anterior Sudut costophrenicus: lancip Tarkea: ditengah CTR 60%
Kesan: Kardiomegali
2.7 Diagnosa Banding CHF ec DD: 1. Penyakit jantung tiroid 2. Penyakit jantung koroner 3. Hypertension Heart Disease
15
2.8 Diagnosa Kerja CHF ec Penyakit Jantung Tiroid + Dengue Hay Fever
2.9 Penatalaksanaan IVFD RL 10 tetes/menit IV Omeprazol 40 mg /12 jam IV Furosemide 20 mg /12 jam Propanolol 3x10 mg Digoxin 1x0,25 mg Tyrozol 2x10 mg
2.10Status Follow Up Tanggal SOAP TM S: 12/7/2017 RPS/ Pasien datang dengan keluhan jantung 13/7/2017 berdebar sejak beberapa jam SMRS dan sesak nafas beberapa jam. Sesak nafas dirasakan disaat tidur dan berkurang saat duduk. H+2 Riwayat bengkak di kaki dan tangan. Pasien juga merasakan sakit kepala berdenyut,mual Kamis dan batuk. O: TD: 100/70 mmHg, Nadi: 98 x/i RR: 24 x/I, T: 36.50C A: Aritmia P:
Terapi - Diet MB - IVFD RL 20gtt/menit - IV Omeprazol 40 mg /12 jam -IV Ondancentron 4 mg /12 jam -IV Furosemid 20 mg /12 jam -Concor 1x2,5 mg - Digoxin 1x0,25 mg
Darah rutin, KGDS 14/7/2017 S: [H+3]
- Berdebar-debar(+)
- Diet MB - Oksigen 2-4 L
16
Jum’at
- Tremor (+) - Fotofobia (+) - Struma (+) - BAB (N) - BAK (N) - Nafsu makan (+) O: TD: 120/70 mmHg, Nadi:92 x/i, RR: 22 x/i, T:36,8 0C A: CHF ec PJT P:FT4, TSHs, Foto thorax, RFT,Dengue ICT
15/7/2017 S: [H+4] Sabtu
- IVFD RL 10gtt/menit - IV Omeprazol 40 mg/12 jam - Furosemid 20 mg/12 jam -Propanolo 1x10mg - Digoxin 1x0,25 mg
- Diet MB
- Berdebar-debar(+) - Tremor (+) - Fotofobia (+) - Struma (+) - BAB (N) - BAK (N) - Nafsu makan (+) - Batuk kering (+) - Sakit kepala (+) kadang-kadang - Sakit perut setelah makan pedas O:
- Oksigen 2L-4 L - IVFD RL 10gtt/menit - IV Omeprazol 40 mg/12 jam - Furosemid 20 mg/12 jam -Propanolol 1x10mg
TD: 100/70 mmHg, Nadi: 80 x/i, - Digoxin 1x0,25 mg 0
RR: 20 x/I, T:36 C A: CHF ec PJT P. 16/7/2017 S: [H+5] Minggu
- Bedebar-debar (↓) - Struma (+) - Tremor (+) - Fotofobia (+) - Batuk (+) - BAB (N) - BAK (N) - Nafsu makan (+) - Batuk kering (+) - Sakit kepala (+) kadang-kadang - Sakit perut setelah makan pedas
- Tirozol 2x1 - Diet MB - Oksigen 2-4 L - IVFD RL 10gtt/menit - IV Omeprazol 40 mg/12 jam - IV Furosemid 20 mg/12 jam
17
O: -Propanolo 1x10mg TD: 100/60 mmHg, Nadi: 85 x/i, - Digoxin 1x0,25 mg 0
RR: 20x/I, T:36,7 C A: CHF ec PJT P: 17/7/2017 S: [H+6] Senin
- Berdebar-debar(+) - Tremor (+) - Struma (+) - Batuk kering (+) - Sakit kepala (-) O: TD: 110/70 mmHg, Nadi: 98 x/i RR: 22 x/I, T:360C A: CHF ec PJT P: PBJ
- Tirozol 2x1 - Furosemid 1x1 - Spironolacton 1x25 mg - Digoxin 1x1 - Propanolol 1x10 mg - Propiltiourasil 1x100 mg - Omperazol 1x1
18
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Penyakit jantung tiroid adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh pengaruh hormon tiroid. Pengaruh biokimiawi hormon tiroid pada jantung terjadi terutama pada hipertirodisme. Hipertiroidisme adalah hiperfungsi tiroid, yaitu peningkatan biosintesis dan sekresi hormon oleh kelenjar tiroid. 3.2 Epidemiologi Insiden penyakit jantung tiroid cukup tinggi di masyarakat dan dapat mengenai segala usia. Insiden diperkirakan 0,4 per 1000 wanita per tahun, lebih sering pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 4:1, terutama pada usia 30-50 tahun; 15% terjadi pada usia diatas 60 tahun dan 70% disebabkan oleh penyakit Graves yang berakibat meningkatnya angka kematian dan angka kesakitan kardiovaskuler. Prevalensi data dari Whickham Survey pada pemeriksaan penyaring dengan menggunakan free thyroxine index (FT4I) menunjukkan hipertiroidisme pada masyarakat sebanyak 2%. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus per 1.000 wanita, sedang pria 1-5 per 1.000 pria. Umumnya usia penderita antara 20-50 tahun. 3.3 Etiopatogenesis Penyebab terbanyak ialah struma difus toksik (penyakit Graves), biasanya mengenai usia 20-40 tahun. Penyebab lainnya ialah adenoma toksik dan struma
19
multinodosa toksik. Prevalensi struma multinodosa toksik meningkat dengan usia dan menjadi penyebab utama hipertiroidisme pada orang tua. Hormon tiroid sangat memengaruhi sistem kardiovaskular dengan beberapa mekanisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hormon tiroid meningkatkan metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara tidak langsung meningkatkan beban kerja jantung. Mekanisme secara pasti belum diketahui namun diketahui bahwa hormon tiroid menyebabkan efek inotropik, kronotropik, dan dromotropik yang mirip dengan efek stimulasi adrenergik. Efek hormon tiroid terhadap sel nuklear terutama dijembatani melalui perubahan penampilan gen yang responsif. Proses ini dimulai dengan difusi T4 dan T3 melintasi membran plasma karena mudah larut dalam lemak. Di dalam sitoplasma, T4 dirubah menjadi T3 oleh 5-mono-delodinase, konsentrasinya bervariasi dari jaringan ke jaringan, yang merupakan hubungan tidak langsung sebagai respons jaringan terhadap hormon tiroid. Selanjutnya, T3 sirkulasi dan T3 yang baru disintesis melalui membran nukleus untuk berikatan dengan reseptor hormon tiroid spesifik (THRs). Secara anatomis, hormon tiroid dapat mengakibatkan hipertrofi jantung sebagai akibat meningkatnya sintesis protein. Peningkatan isi semenit disebabkan oleh isi sekuncup, penurunan resistensi perifer, dan adanya vasodilatasi perifer akibat pemanasan karena peningkatan metabolisme jaringan. Pengaruh hormon tiroid pada hemodinamik jantung dapat juga terjadi akibat meningkatnya kontraktilitas otot jantung. Pada tirotoksikosis, sirkulasi yang meningkat mirip dengan keadaan meningkatnya kegiatan adrenergik. Hal ini bukan disebabkan oleh meningkatnya sekresi katekolamin, karena kadar katekolamin justru turun
20
pada tirotoksikosis. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya kepekaan jaringan terhadap katekolamin. Pada sistem hantaran, hormon tiroid menyebabkan meningkatnya kecepatan hantaran atrium dan memendeknya masa refrakter yang tak dapat dipengaruhi oleh katekolamin. Sinus takikardia terjadi 40% pasien dengan hipertiroidisme dan 10 - 15% dapat terjadi fibrilasi atrial persisten. Pada penyakit jantung akibat hipertiroidisme tidak dijumpai kelainan histo-patologik yang nyata, kecuali adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel. Umumnya, gagal jantung pada pasien hipertiroidisme terjadi pada dekade akhir kehidupan dengan insiden tinggi
terjadinya
penyakit
jantung koroner.
Kemungkinan peran hormon tiroid dalam mengakibatkan gagal jantung melalui peningkatan kebutuhan oksigen pada pasien yang sudah mengalami kekurangan penyediaan oksigen akibat penyakit jantung koroner. Keadaan pasien yang berat biasanya dihubungkan dengan hipertiroidisme yang telah berlangsung lama dengan kontraktilitas otot jantung yang buruk, isi semenit yang rendah, dan gejala serta tanda gagal jantung.
3.4 Manifestasi klinis Parry dan Graves menemukan bahwa hiperfungsi kelenjar tiroid didominasi oleh gejala-gejala kardiovaskular. Studi pada binatang percobaan dan manusia memperlihatkan bahwa pengaruh kelebihan hormon tiroid mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen, kerja inotropik, kerja kronotropik, dan pintas arteri-vena perifer. Dengan kateterisasi jantung dapat dibuktikan bahwa peningkatan hormon tiroid ini mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut
21
jantung, isi semenit, waktu curah rata-rata ventrikel kiri, aliran darah koroner, dan meningkatnya kebutuh-an oksigen.
1
Pasien dengan penyakit jantung tiroid sering mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan perubahan kronotropik. Pasien sering mengalami palpitasi, irama jantung yang tidak teratur, dan dispnea saat beraktivitas. Pada pasien lanjut usia yang memiliki dasar penyakit arteri koroner, angina pektoris dapat terjadi bersamaan dengan onset hipertiroidisme. Selain itu, pasien dengan hipertiroidisme dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif tanpa kelainan jantung sebelumnya.
11,15
Masalah irama jantung yang paling sering ditemukan pada hipertiroidisme ialah sinus takikardia. Peningkatan denyut jantung >90 x/menit terjadi pada saat istirahat atau selama tidur dan respon berlebihan jantung ditemukan selama berolahraga. Masalah berat ditemukan pada pasien dengan hipertiroidisme dan atrial fibrillation (AF) rapid ventricular response karena dapat menyebabkan kardiomiopati. Pemeriksaan fungsi tiroid harus secepatnya dilakukan pada pasien dengan onset baru AF meskipun hanya <1% dari pasien tersebut yang memiliki bentuk subklinis atau klinis hipertiroidisme.
15
Umumnya pasien dengan
hipertiroidisme dan AF bisa dikonversi ke irama sinus dalam waktu 8 sampai 10 minggu setelah dimulai peng-obatan. Bentuk lain dari aritmia jarang terjadi. Pasien yang mengalami keterlam-batan dalam konduksi intraventrikular insidennya <15%. Blok atrioventrikular mungkin terjadi, tetapi sangat jarang ditemukan.
22
3.5 Diagnosis Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan untuk mendiagnosis hiper-tioridisme ialah pemeriksaan TSHs, kadar FT4, dan FT3. Pemeriksaan TSHs serum merupakanpenunjang diagnosis hipertiroidismeyang paling handal saat ini dimana kadar TSHs pada hipertiroidisme rendah atau tidak terdeteksi,dengan FT4 yang tinggi diatas normal. Bila kadar FT4 normal maka harus diperiksaFT3 untuk menentukan tirotoksikosis T3. Bila T3 normal maka keadaan ini yang disebut dengan hipertiroidisme subklinis.Indeks klinis Wayne sudah dikenal sejak lama dan sangat membantu mendiagnosis hipertiroidisme dengan tingkat akurasi sebesar 85%. Skor tersebut berkisar dari +45 sampai-25. Skor yang lebih besar dari 19 menunjukkan hipertiroidisme sedangkan skor kurang dari 11 menunjukkan eutiroidisme dan skor antara 11 dan 19 masih ragu-ragu(Tabel 1). Tabel 1.Skoring menggunakan indeks Wayne.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan foto toraks postero-anterior, elektrokardiografi,dan ekokardiografi.
23
Gambaran radiologic umumnya normal, kadang-kadang dijumpai pembesaran aorta asenden dan desenden, penonjolan segmen pulmonal,dan pada kasus yang beratdijumpai pula pembesaran jantung. Pada pemeriksaan elektrokardiografi sering dijumpai gangguan irama dan kadang-kadang juga ditemukan gangguan hantaran. Pada kasus yang berat dapat dijumpai pembesaran ventrikel kiriyang menghilang setelah pengobatan.Pemeriksaan ekokardiografi dapat menunjukkan insufisiensi mitral dan trikuspid. Diagnosis penyakit jantung tiroid dapat ditegakkan dan dipastikan dengan pemeriksaan kadar hormon tiroid bebas,yaitu kadar FT4 yang tinggi dan TSHsyang sangat rendah. Menurut Bayer MF,kombinasi hasilpemeriksaan laboratorium TSHs yang tak terukur atau subnormal dan FT4 yang meningkat jelas menunjukkan hipertirodisme. Gagal jantung sebagai akibat komplikasi hipertiroidismedapatditegakkan dengan menggunakan kriteria Framingham, yaitu bila gejala dan tandagagal jantung memenuhi 2 kriteria mayoratau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.
3.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan
hipertiroidisme
dengan
komplikasi
kardiovaskular
memer-lukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan mempertimbangkan faktorkardio-vaskular tersebut. Tujuan pengobatan ialah secepatnya menurunkan keadaan hiper-metabolik dan kadar hormon tiroid yang berada dalam sirkulasi. Keadaan sirkulasi hiperdinamik dan aritma atrial akan memberikan respon baik dengan pemberian obat penyekat beta. Dalam hal ini,propanololmerupakan obat pilihan karenabekerja cepat danmempunyai keampuhan yang sangat besar dalam
24
menurunkan frekuensi denyut jantung. Selain itu,penghambat beta dapat menghambat konversi T4 menjadiT3 di perifer. Pada pasien dengan gagal jantung berat, penggunaan obat penyekat beta harus dengansangat hati-hati karena dapat memperburuk fungsi miokard, meskipun beberapa penulismendapat hasil baik pada pengobatan pasien gagal jantung akibat tirotoksikosis.Bahaya laindari obatpenyekatbeta ialah dapat menimbulkan spasme bronkial, terutama pada pasien dengan asma bronkial. Dosis yang diberikan berkisar antara 40-160 mg per hari dibagi 3-4 kali pemberian. Obat antitiroid yang banyak digunakan ialah PTU dan imidazol (metimazol, tiamazol, dan karbimazol). Kedua obat ini termasuk dalam golongan tionamid yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid, tetapi tidak memengaruhi sekresi hormon tiroid yang sudah terbentuk. Propiltiourasil mempunyai keunggulan mencegah konversi T4 menjadi T3 di perifer. Dosis awal PTU yang digunakan ialah 300-600 mg/hari dengan dosis mak-simal 1200-2000 mg/hari atau metimazol 30-60 mg sehari. Perbaikan gejala hiper-tiroidisme biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8 minggu. Pada pasien dengan hipertiroidisme dan AF, terapi awal harus difokuskan pada
kontrol
irama
jantung
dengan
menggunakan
penyekat
beta
(propanolol,atenolol,bisoprolol), tetapi konversi ke irama sinus sering terjadi secara spontan bersamaan dengan pengobatan hipertiroidisme. Pemberian penyekat beta pada kasus hipertiroidisme terkait dengan gagal jantung, harus diberikan sedini mungkin. Golongan obat penyekat beta dapat mengontrol takikardi,palpitasi,tremor,kecemasan,dan mengurangi aliran darah ke kelenjar
25
tiroid. Tujuan terapi dengan penyekat beta adalah menurunkan denyut jantung ke tingkat mendekati normal dan kemudian meningkatkan perbaikan komponen disfungsi
ventrikel
kiri
(LV).
Penggunaan
bisoprolol
memiliki
efek
menguntungkan pada kasus gagal jantung dengan AF karena berhubungan dengan remodeling dari ventrikel kiri dan terdapat peningkatan signifikan left ventricle ejection fraction (LVEF). Jika AF berlanjut,pertimbangan harus diberikan antikoagulasi,terutama pada pasien yang beresiko tinggi terhadap emboli. Terapi antikoagulan pada pasien hipertiroidisme dengan AF masih controversial. Frekuensi rata-rata insiden tromboemboli pada pasien hipertiroidisme sekitar 19%. Beberapa peneliti tidak merekomendasikan pemberian obat antikoagulan pada pasien usia muda dengan durasi AF yang pendek (kurang dari 3 bulan) dan tanpa kelainan jantung oleh karena konversi ke irama sinus akan terjadi setelah diterapi dengan obat antitiroid. Pasien dengan AF kronik dan mempunyai kelainan jantung organic,beresiko tinggi terjadinya emboli sehingga merupakan indikasi pemberian antikoagulan. Jika AF belum teratasi,perlu dilakukan kardioversi setelah 16 minggu telah menjadi eutiroidisme. Perlindungan antikoagulan terus diberikan sampai 4 minggu setelah konversi. Resiko kejadian tromboemboli dan strok pada pasien AF tidaklah sama. Terdapat berbagai faktor klinis lain yang turut berkontribusi terhadap resiko tersebut. Salah satu model yang paling popular dan sukses dalam identifikasi pencegahan primer pasien dengan resiko tinggi strok ialah indeks resiko CHA2DS2-VASc (Congestive heart failure,Hypertension,Age >75 years,Diabetes
26
Mellitus and prior Stroke or transient ischaemic attack/TIA, Vascular disease,Age 65-74,Sex category)
Indeks risiko CHA2DS2-VASc merupakan suatu sistem skoring kumulatif yang memrediksi risiko strok pada pasien dengan AF. Antikoagulan diperlukan untuk skor CHA2DS2-VASc lebih dari atau sama dengan 2, dengan mempertimbangkan risiko perdarahan (Tabel 3).
27
Pada pasien hipertiroidisme dengan gagal jantung, terapi diuretik digunakan untuk mengatasi kelebihan cairan, tetapi pengobatan awal harus mencakup pem-berian penyekat beta. Terapi rutin untuk gagal jantung, termasuk inhibitor ACE, harus digunakan pada pasien yang sudah dideteksi adanya disfungsi LV atau pada pasien gagal jantung yang tidak membaik ketika detak jantung menjadi normal. Terapi tambahan yang dapat diberikan untuk memperbaiki metabolisme miosit jantung ialah penggunaan Ko-enzim-10 dan Trimetazidin. Ko-enzim Q-10 (CoQ10) merupakan suatu nutrien yang berperan vital dalam bioenergetik otot jantung yaitu sebagai kofaktor produksi adenosin trifosfat (ATP) mitokondrial. Efek bio-energetik CoQ10 ini sangat penting dalam aplikasi klinik, terutama hubungannya dengan sel-sel yang mempunyai kebutuhan metabolik sangat tinggi seperti miosit jantung. Nutrien ini merupakan anti-oksidan poten yang memiliki implikasi penting dalam fungsi jantung terutama pada kondisi cedera iskemia reperfusi pada miokard. Ko-enzim Q10 dapat memenga-ruhi perjalanan penyakit kardiovaskular dengan mempertahankan fungsi optimal dari miosit dan mitokondria. Trimetazidin telah diketahui sejak lama efektif pada penatalaksanaan angina melalui efek peng-hambatan rantai panjang 3-ketoasil ko-enzim A tiolase mitokondria yang meng-hambat metabolisme asam lemak sehingga dapat mengubah metabolisme energi. Kea-daan ini akan menstimulasi penggunaan glukosa dan akan memroduksi ATP dengan konsumsi oksigen yang lebih rendah. Untuk penanganan hipertiroidismenya, pada awal pengobatan, pasien dikontrol setelah 4-6 minggu. Setelah tercapai eutiroidisme, pemantauan dilakukan setiap 3-6 bulan sekali terhadap gejala dan tanda klinis, serta
28
laboratorium (FT4 dan TSHs). Dosis obat antitiroid dikurangi dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroidisme selama 12-24 bulan. Pengobatan kemudian dihenti-kan dan dinilai apakah telah terjadi remisi, yaitu bila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroidisme, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroidisme atau terjadi relaps.
29
BAB 4 KESIMPULAN
Penyakit jantung hipertiroid adalah suatu penyakit jantung dengan berbagai manifestasinya yang timbul akibat keadaan peningkatan kadar hormon tiroksin bebas dalam sirkulasi darah. Penyebab yang paling sering adalah Grave’s disesase, struma multinoduler, struma nodosa soiter, tumor trofoblastikakibat produksi Human Chorionik Gonadotropin (HCG) yang berlebihan, juga metastase karsinoma tiroid folikular. Gejala-gejala umum yang timbul akibat adanya usaha mencukupi kebutuhan energi pada keadaan hipermetabolisme biasanya berupa nafsu makan yang meningkat, namun berat badannya tidak bertambah bahkan cenderung turun. Pernafasan menjadi cepat dan dalam, untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat akibat kerja hormon tiroid yang meningkatkan kalorogenesis. Diare biasanya dijumpai akibat keadaan usus yang hiperperistaltik dan peningkatan kerja enzim-enzim pencernaan. Pada penyakit jntung hipertiroid dapat ditemukan fibrilasi atrium,hipertrofi jantung, hipertensi sistolik, angina pektoris, superimposed hyperthyroid cardiomyopathy, dan gagal jantung. Sedangkan paroksismal supraventrikular, takikardi, dan flutter jarang terjadi. Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan untuk mendiagnosis hiper-tioridisme ialah pemeriksaan TSHs, kadar FT4, dan FT3. Menurut Bayer MF, kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium TSHs yang tak terukur atau
30
subnormal dan FT4 yang meningkat jelas menunjukkan hipertirodisme. Gagal jantung sebagai akibat komplikasi hipertiroidisme dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria Framingham, yaitu bila gejala dan tanda gagal jantung memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Penatalaksanaan
hipertiroidisme
dengan
komplikasi
kardiovaskular
memerlukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan mempertimbangkan faktor kardiovaskular tersebut. Tujuan pengobatan ialah secepatnya menurunkan keadaan hipermetabolik dan kadar hormon tiroid yang berada dalam sirkulasi. Keadaan sirkulasi hiperdinamik dan aritma atrial akan memberikan respon baik dengan pemberian obat penyekat beta. Dalam hal ini, propanolol merupakan obat pilihan karena bekerja cepat dan mempunyai keampuhan yang sangat besar dalam menurunkan frekuensi denyut jantung. Selain itu, penghambat beta dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. Obat antitiroid yang banyak digunakan ialah PTU dan imidazol (metimazol, tiamazol, dan karbimazol).
31
DAFTAR PUSTAKA
Antono D, Kisyanto Y. Penyakit Jantung Tiroid. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (Edisi Kelima). Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009; p. 1798-1800. Pittas A, Lee S. Evaluation of thyroid function. In: Hall J, Nieman L, editors. Handbookof Diagnostic Endocrino-logy. New Jersey: Humana Press, 2003. Greenspan FS. Thyroid gland. In: Greenspan FS, Gardner DG, editors. Basic and Clinical Endocrinology (Sixth Edition). New York: McGraw Hill, 2004; p. 215-94. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the thyroid gland. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine (Seventeenth Edition). New York: McGraw Hill, Health Professors Division, 2008; p. 2250-55. Davies TF, Larsen PR. Thyrotoxicosis. In: Larsen PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, editors. Williams Textbook of Endocrinology (Tenth Edition). Philadelphia: Saunders by Elsevier, 2003; p. 374-421. Kopp P, Jameson JL. Thyroid disorders. In: Jameson JL, Collins FS, editors. Principles of Molecular Medicine. New Jersey: Humana Press, 1998; p. 459-73. Cappola A, Miller M, Gambert S. Thyroid disease in the elderly. In: Cooper D, editor. Medical Management of